BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari permasalahan dan pembahasan yang telah dikaji, Penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Itikad baik selama ini lebih dikenal dalam kontrak atau perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Dengan deskripsi yang sangat luas, sehingga banyak pakar yang memberikan pandangan masing-masing terhadap asas itikad baik. Namun seiring perkembangan waktu, maka asas atau prinsip itikad baik menjadi berkembang, tidak hanya terbatas kepada para pelakunya, tetapi juga mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang dan mengikat di masyarakat. Secara subjektif, itikad baik bersangkutan dengan sikap batin atau kejiwaan para pihak yang terikat di dalamnya dan disandarkan pada kejujuran individu. Tapi dari sisi objektif, itikad baik harus sesuai dengan anggapan umum masyarakat tentang itikad baik tersebut. Sebagai landasan pemberian hak merek, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, tidak mengatur secara mendetail tentang prinsip itikad baik. Sehingga tidak terdapat deskripsi jelas mengenai apa yang dimaksud dengan itikad baik dan batasan-batasannya dalam implementasinya di bidang merek. Untuk menjawab hal itu perlu dilakukan pengujian-pengujian hukum (legal test) terkait dengan itikad baik di dalam proses pendaftaran, hingga penggunaannya. Pada proses permohonan pendaftaran Merek, itikad baik dimaknai sebagai kejujuran, yakni kejujuran Pemohon merek dalam mengajuan permohonan pendaftaran kepada Dirjen HKI. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 4 dan penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Sementara bagi pemeriksa merek yang berada di Dirjen HKI, maka itikad baik mengacu kepada prinsip Bona Fide, yang mengedepankan asas praduga beritikad baik terhadap seluruh Pemohon yang mengajukan permohonan pendaftaran merek, hingga terdapat bukti dan keputusan yang menyatakan sebaliknya bahwa Pemohon atau Pemilik merek memiliki itikad tidak baik. Selanjutnya itikad baik
diartikan sebagai bentuk niatan untuk tidak merugikan dan menyesatkan masyarakat dapat terlihat dari unsur persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhan sebuah merek. Pada konsteks ini, maka itikad baik diwujudkan dengan perilaku pelaku usaha dengan tanpa niatan tipu daya, tipu muslihat, tanpa mengganggu pihak lain, serta bertindak tidak hanya untuk kepentingannya sendiri, tapi juga untuk kepentingan orang lain. Pelaku usaha juga dilarang melakukan tindakan yang melanggar prinsip kepatutan dan kejujuran yang menjiwai asas itikad baik, serta mendasarkan pada rasonalitas dalam mengidentifikasi niat pelaku usaha yang melakukan persaingan curang, sementara dalam penggunaan merek, prinsip itikad baik dapat menjadi dasar dan alasan suatu merek dihapuskan atau dibatalkan dari daftar umum merek pada Dirjen HKI. Pengujian terhadap itikad baik dalam hal ini bersifat objektif, menurut pandangan kepatutan yang berkembang di masyarakat. Penyimpangan atas ketentuan aturan tertulis disini masih dapat diterima sepanjang mengutamakan niat atau prinsip itikad baik untuk tidak merugikan pihak lain. Terakhir adalah itikad baik berdasarkan moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban umum. Pada pengertian ini, prinsip itikad baik lebih bersifat subjektif sebagai bentuk kejujuran individu dan kewajiban seseorang terhadap Tuhan dalam hal moralitas agama. Sedangkan itikad baik juga bersifat objektif sebagai universal social force yang mengatur hubungan antar sosial dengan pihak lain untuk menegakkan prinsip kesusilaan dan menciptakan ketertiban umum dalam masyarakat. 2. Sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, maka landasan itikad baik sebagaimana dimaksudkan dalam penulisan ini akan sangat berperan penting mewujudkan tujuan Undang-Undang yakni untuk menjaga persaingan usaha yang sehat. Dengan semakin majunya dunia perdagangan dan semakin ketatnya persaingan, maka upaya persaingan usaha yang sehat harus dikedepankan dan menjadi prinsip bagi seluruh pelaku usaha, terlebih terkait dengan Merek yang menjadi ujung tombak suatu usaha baik perdagangan barang maupun jasa. Hukum terkait persaingan usaha di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Akan tetapi khusus hal-hal
terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual terdapat pengecualian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut. Pengecualian ini menimbulkan pertanyaan, bahwa disatu sisi bermaksud untuk memberikan pengakuan dan perlindungan khusus terhadap hak seseorang dalam HKI, sebagai turunan norma persaingan usaha yang sehat, namun disisi lain pengecualian tersebut akan memperlebar kesempatan hak monopoli dan dominasi di pasaran bagi pemilik hak eksklusif atas Merek, yang tentunya bertentangan dengan tujuan untuk mewujudkan persaingan usaha yang sehat. Pengecualian tersebut dianggap merusak prinsip kebenaran dan keadilan (fairness and justice) yang menjadi dasar dalam persaingan usaha yang sehat. Namun substansi dan prinsip-prinsip dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat dijadikan sebagai alat uji dalam melakukan atau menemukan indikasi persaingan tidak sehat pada bidang HKI khususnya merek. Diantaranya adalah Praktek Monopoli, Penguasaan Pasar dan Posisi Dominan di Pasar. Hak Kekayaan Intelektual memang memberikan hak monopoli bagi pemilik yang sah. Tetapi monopoli dalam HKI berbeda dengan monopoli dalam pengertian umum yakni penguasaan barang atau jasa di pasaran. Monopoli dalam HKI bersifat terbatas, yakni untuk tidak memberikan hambatan kepada pihak lain dalam berusaha di bidang usaha dengan jenis dan kelas barang dan/atau jasa yang sama. Praktek-praktek monopoli dengan memanfaatkan hak merek yang dimiliki untuk menciptakan pesaingan usaha yang tidak sehat disinilah yang dilarang. Sementara penguasaan pasar dengan memanfaatkan hak merek melalui upayaupaya menolak atau menghalangi bahkan mematikan melalui gugatan merek kepada pelaku usaha lain untuk berusaha di bidang usaha dengan jenis dan kelas merek yang sama juga menjadi salah satu tolok ukur tindakan persaingan usaha tidak sehat. Berikutnya posisi dominan di pasar yang dimiliki oleh pemilik merek senior atau terkenal bahkan terhadap merek yang telah memiliki secondary meaning
yang kuat di masyarakat juga dilarang untuk menggunakan posisi
dominannya tersebut untuk menguasai pasar dan menghalangi masuknya pelaku usaha lain untuk berusaha di bidang yang sama dengan jenis dan kelas barang
yang sama berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip-prinsip yang berlaku dalam bidang persaingan usaha juga bisa menjadi suatu alat uji dalam menentukan perbuatan pelaku usaha yang bersaing secara sehat atau tidak sehat. Prinsip kebebasan berkontrak sebagai dasar pelaku usaha menjalankan usahanya dimaknai secara luas dengan ketentuan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip Kepastian Hukum diwujudkan dengan adanya perlindungan terhadap pemilik merek melalui sistem first to file yang berlaku saat ini. Berikutnya adalah prinsip keadilan yang lebih menekankan kepada pemilik yang berhak atas merek untuk menerima manfaat dari merek yang telah diperolehnya. Keadilan dalam hal ini dimaknai sebagai bentuk keadilan sebagai kejujuran (justice as fairness) untuk tidak melakukan persaingan usaha yang tidak sehat. Kemudian prinsip keseimbangan yang dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang sama serta perlindungan yang sama bagi masyarakat untuk dapat melakukan kegiatan usaha di bidang yang sama. Pada prinsip ini maka menekankan pada kepemilikan yang sah atas merek, yakni seluruh pihak memiliki hak atas merek yang diperoleh berdasarkan upaya kerja yang telah dilakukan yang didasari dengan moral (kepribadian). Terakhir adalah prinsip itikad baik. Faktor persaingan usaha yang terjadi diantara pelaku usaha diarahkan untuk selalu mengedepankan itikad baik dengan memberikan kesempatan bagi pihak lain untuk juga dapat berusaha tanpa hambatan-hambatan yang muncul sebagai akibat dari pemberian hak eksklusif pemilik Merek, seperti mendominasi pasar-pasar esensial dan memonopoli pasar maupun dari perbuatan curang dari pihak lain yang tidak memiliki hak atas suatu merek dengan melakukan pemalsuan, pemboncengan merek dengan tujuan melakukan penyesatan-penyesatan atau menciptakan kebingungan di masyarakat terhadap suatu asal-usul atau identitas suatu merek, dan/atau hal-hal lain yang dapat menciderai semangat persaingan usaha yang sehat. Seluruh perbuatan yang menghalalkan segala cara baik yang dilakukan oleh pemilik hak eksklusif maupun pihak yang tanpa hak eksklusif tersebut dengan tujuan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dan merugikan orang lain merupakan sebuah itikad tidak baik dan jelas upaya persaingan usaha yang tidak sehat. Sementara prinsip itikad baik
dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek sebagai landasan dalam perolehan hak merek juga tidak memberikan gambaran dan batasan yang jelas, namun hanya mengacu kepada unsur kejujuran (fairness) dari pemohon atau pemilik merek. Sehingga ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tersebut cenderung dikatakan lebih mengatur hal administratif saja. Selain itu dengan hambatan-hambatan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang beritikad tidak baik, maka juga akan mengaburkan fungsi hukum dalam memberikan keadilan dan kepastian hukum. Oleh karena itu disini peranan hukum khususnya di bidang ekonomi dalam bentuk Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek berfungsi untuk kontrol sosial dan kontrol pembangunan. Dalam peranan hukum tersebut, maka peranan pemerintah dalam hal ini sangat signifikan sebagai alat pengendali sosial. Hal ini dilakukan dengan pembuatan aturan-aturan hukum atau Undang-undang, sebab negaralah yang memiliki kewajiban untuk melindungi dan menjamin keadilan bagi seluruh warga negaranya. B.
Implikasi Implikasi yang timbul dari kesimpulan hasil Penelitian yang telah disebutkan diatas adalah sebagai berikut : 1.
Pelaksanaan itikad baik dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek memang masih dianggap terlalu luas, karena tidak memiliki suatu definisi yang jelas dan bersifat subjektif. Batasan-batasan seorang pemohon dan/atau pemilik merek dikatakan memiliki itikad tidak baik juga masih sangat multi tafsir. Celah pada ketentuan dalam peraturan perundangundangan tersebut justru menjadikan beberapa pihak melakukan upaya untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan melakukan hambatan-hambatan kepada pihak lain dengan menciptakan persaingan yang tidak sehat atau persaingan curang. Baik dari sisi pemohon merek, maupun pemilik merek terdaftar,
bahkan
pengguna/pemilik
merek
yang
belum
terdaftar.
Penerapannya dalam penyelesaian sengketa di bidang Merek juga kurang dapat memberikan gambaran yang jelas. Majelis hakim cenderung memberikan penafsiran tersendiri dari masing-masing kasus yang dihadapi.
Sehingga kepastian hukum menjadi dipertanyakan. 2. Perbuatan-perbuatan para pelaku usaha, baik pemilik merek maupun pemohon atau pengguna merek yang melakukan tindakan perbuatan curang demi keuntungan pribadi dengan memanfaatkan kelonggaran pengaturan terkait itikad baik dalam merek tesebut jelas telah menciderai tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek sendiri untuk menjaga persaingan usaha yang sehat. Apabila semakin banyak pelaku usaha yang melakukan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam Penelitian ini semakin marak terjadi, maka penegakan hukum dan kepastian hukum terkait perlindungan hak atas merek menjadi pertaruhan. Terlebih apabila pihak yang bersengketa disini adalah investor dari luar (asing), maka perbuatan-perbuatan curang dan persaingan tidak sehat tersebut dapat membawa konsekuensi dicabutnya investasi yang ditanamkan di Indonesia dengan alasan tidak adanya perlindungan dan keadilan hukum hak kekayaan intelektual, atau enggannya investor asing untuk masuk karena dianggap tidak bisa menciptakan situasi persaingan yang sehat. Mengingat posisi merek dalam hal ini merupakan ujung tombak perdagangan atau bisnis barang dan jasa.
Sehingga
sedikit
banyak
juga
akan
mempengaruhi
kondisi
perekonomian nasional. C.
Saran 1. Sebagai landasan yang fundamental khususnya dalam hal Hukum Hak Kekayaan Intelektual, terlebih adalah Merek, maka itikad baik perlu diberikan suatu deskripsi yang jelas dan batasan yang pasti sebagaimana diartikan bahwa itikad baik sebagai lawan kata dari itikad tidak baik. Dengan deskripsi dan batasan yang jelas, maka bisa menjadi acuan bagi Pemeriksa Merek pada Dirjen HKI dalam memproses setiap permohonan merek yang diajukan. Dalam pemeriksaan tentunya juga dioptimalkan bersifat objektif, sehingga potensi subjektifitas dapat ditekan, dan tentunya meminimalisir terjadinya sengketa atau gugatan merek yang didasarkan pada pelanggaran prinsip itikad baik. Maka diperlukan suatu ketentuan aturan atau pedoman secara khusus dalam kaitannya dengan unsur-unsur itikad baik pada proses permohonan, termasuk
bagaimana pengujiannya. Sehingga tindakan pencegahan adanya persaingan usaha tidak sehat/persaingan curang dapat dicegah dan di-filter pada tahap pemeriksaan oleh pemeriksa. 2. Terkait dengan upaya mewujudkan persaingan usaha yang sehat, kiranya perlu dilakukan perubahan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, khususnya untuk menambahkan ketentuan terkait dengan persaingan usaha yang tidak sehat atau persaingan curang di bidang merek, yang selama ini belum pernah diatur. Ketentuan tentang persaingan curang dalam bidang merek ini dapat mengacu kepada ketentuan Pasal 10 bis Konvensi Paris sebagaimana yang telah diuraikan dalam penelitian ini untuk menciptakan suatu bentuk kepastian hukum. Diperlukan pula suatu konstruksi hukum yang yang jelas terkait hubungannya dengan ketentuan hukum lain (Undang-Undang terkait) agar tercipta harmonisasi ketentuan perundang-undangan, sehingga diharapkan dapat mewujudkan ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat, serta diharapkan pula dapat mendorong terciptanya persaingan usaha yang sehat yang mendorong peningkatan investasi berikut perekonomian di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Abdul R. Saliman. 2011. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus. cetakan ke-6. Jakarta: Kencana. Adi Sulistiyono. 2007. Pidato Pengukuhan Guru Besar Hukum Ekonomi “Pembangunan Hukum Ekonomi Untuk Mendukung Pencapaian Visi Indonesia 2030”. Fakultas Hukum UNS. ______. 2008. Eksistensi & Penyelesaian Sengketa HaKI (Hak Kekayaan Intelektual). Cetakan ke-3. Surakarta. LPP UNS dan UNS Press. Ahmadi Miru & Sutarman Yodo. 2011. Hukum Perlindungan Konsumen. Cetakan ke-7. Jakarta. Rajawali Press. Bernard L. Tanya et.al. 2010. Teori Hukum (Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi). Yogyakarta. Genta Publishing. Budi Santoso. 2009. Pengantar HKI Dan Audit HKI Untuk Perusahaan. Semarang. Pustaka Magister. ______. 2013. Hak Kekayaan Intelektual. Cetakan ke 3. Semarang. CV. Elangtuo Kinasih. Casavera. 2009. 8 Kasus Sengketa di Indonesia. Yogyakarta. Graha Ilmu. _______. 2009. 15 Kasus Sengketa Merek Di Indonesia. Yogyakarta. Graha Ilmu. Carl Joachim Fredrich. 2004. Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung. Nuansa dan Nusamedia. Fauzan dan Heru Prasetyo. 2006. Teori Keadilan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Galuh Puspaningrum. 2013. Hukum Persaingan Usaha. Yogyakarta. Aswaja Pressindo. Gunawan Widjaja. 1999. Merger dalam perspektif Monopoli. Jakarta. PT. Raja Grafindo Perkasa. Hariyani, Iswi. 2010. Prosedur Mengurus HAKI yang Benar. Yogyakarta. Penerbit Pustaka Yustisia. Harsono Adisumarto. 1990. Hak Milik Perindustrian. Jakarta. CV. Akademika Pressindo. Harsono Adisumarto. 1990. Hak Milik Intelektual, Khususnya Hak Cipta. Jakarta. CV. Akademika Pressindo. Hermansyah. 2008. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. H.M.N. Purwo Sutjipto. 1984. Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jakarta. Djambatan.
H.OK.Saidin. 2013. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights). Jakarta. Rajawali Press. Ignatius Haryanto. 2014. Sesat Pikir Kekayaan Intelektual, membongkar akar-akar pemikiran konsep Hak Kekayaan Intelekual. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia. Jacki Ambadar, Mirantiy Abidin dan Yanti Isa. 2007. Mengelola Merek. Jakarta. Yayasan Bina Karsa Mandiri. Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang. Bayumedia. Mahkamah Agung RI. 1989. Yurisprudensi Indonesia. Jakarta. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeven. Manalu, Paingot Rambe. 2000. Hukum Dagang Internasional. Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Hukum Nasional Khususnya Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta. CV. Novindo Pustaka Mandiri. Marwan Mas. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Ghalia Indonesia. Muhamad Djumhana. 2006. Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah. 2003. Hak Milik Intelektual : Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti. Munir Fuady. 2007. Dinamika Teori Hukum. Bogor. Ghalia Indonesia. M. Yahya Harahap. 1996. Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992. Bandung. Citra Adityabakti. Mr. Tirtaamidjaya. 1962. Pokok-Pokok Hukum Perniagaan. Jakarta. Djambatan. Peter Mahmud Marzuki. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta. Kencana. Rachmadi Usman. 2003. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual : Perlidungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung. Alumni. Rahmi Jened. 2007. Hak Kekayaan Intelektual. Surabaya. Airlangga University Press. _____. 2015. Hukum Merek, Trademark Law, Dalam Era Globalisasi & Integrasi Ekonomi. Jakarta. Kencana. Rahmi Jened Parinduri Nasution.2013. “Interface Hukum Kekayaan Intelektual dan Hukum Persaingan (Penyalahgunaan HKI). Jakarta. Rajawali Pers. Ridwan Khairandy. 2013. Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (bagian pertama). Yogyakarta. FH UII Press. R. SoekardoNomor 1983. Hukum Dagang Indonesia. Jilid I. Cetakan ke-8. Jakarta. Dian Rakyat
Indonesia. Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. SetioNomor 2010. Pemahaman Terhadap Metodologi Penelitian Hukum. Surakarta. UNS Press. Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI-Press. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2009. Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tunjauan Singkat. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Subekti. 2009. Hukum Perjanjian. Jakarta. Intermasa. Sudikno Mertokusumo. 1986. Mengenal Hukum, Suatu Pengantar. Yogyakarta. Liberty. _____. 1993. Bab-bab tentang Penemuan Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti. SugiyoNomor 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta. Suryatin. 1980. Hukum Dagang I dan II. Jakarta. Pradnya Paramita. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, 2006, Teori Keadilan, Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Zulham. 2013. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. Jurnal : Ari Wibowo dan Hernawan Hadi. “Penerapan Prinsip Itikad Baik Dan Daya Pembeda Dalam Pendaftaran Merek Dagang Yang Bersifat Keterangan Barang (Descriptive Trademark) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.” Jurnal Privat Law, edisi 07, Januari-Juni 2015. Aris Setyo Nugroho. “Penerapan Asas Itikad Baik Pada Fase Pra Kontrak Menurut Hukum Civil Law dan Common Law,” Jurnal REPERTORIUM, Edisi 1, Januari-Juni 2014. Deli Yang, Mahmut Sonmez, and Qinghai Li. “Marks and Brands: Conceptual, Operational and Methodological Comparisons.” Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 17, July 2012. Denis Croze. “Protection of Well-Known Marks,” Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 5, May 2000. Dwi Agustine Kurniasih, “Pemboncengan Merek, Passing off”, Jurnal RechtsVinding Online, dalam http://rechtsvinding.bphn.go.id, diakses pada 28 Juli 2015, pada pukul 9.40 WIB. _____. “Apalah Arti Sebuah Nama? (What’s in a Name?)”. Jurnal RechtsVinding Online, dalam http://rechtsvinding.bphn.go.id, diakses pada 28 Juli 2015, pada pukul 9.55 WIB. Fadhilah. “Refleksi Terhadap Makna Keadilan sebagai Fairness Menurut John Rawls dalam Perspektif Ke-Indonesiaan”, Jurnal Madani. edisi II/Nopember 2007.
K D Raju. “The Inevitable Connection between Intellectual Property and Competition Law: Emerging Jurisprudence and Lesson for India.” Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 18, March 2013. Kelvin King, “The Value of Intellectual Property, Intangible Asset and Goodwill,” Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 7, May 2000. Nila Manilawati. “Hak Kekayaan Intelektual Dan atau versus Persaingan Usaha, Media HKI, Buletin Informasi dan Keragaman Hak Kekayaan Intelektual”. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI, Vol IX/Nomor 06/Desember 2012. Novi Dharmawati, Arini Sukma Bestari, dan Dianatul Fadhila. “Analisis Pelanggaran Merek Dagang Dalam Kasus Persamaan Bentuk Kemasan Produk Oleh PT. Sinde Budi Sentosa (Cap Badak) Terhadap Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd. (Cap Kaki Tiga)”. Jurnal Privat Law, Vol. II Nomor 5 Juli-Oktober 2014. Pan Mohamad Faiz. “Teori Keadilan John Rawls”. Jurnal Konstitusi, Volume 6 Nomor 1, April 2009. Soumya Banerjee. “Transborder Reputation.” Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 11, July 2006. Shashank Jain & Sunita Tripathy. “Intellectual Property and Competition Laws : Jurnal Correlatives,” Journal of Intellectual Property Rights, Vol. 12, March 2007. Tesis/Disertasi Arkie V Y Tumbelaka, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta 2012, yang berjudul, “Kajian Kontrak Baku dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun Dalam Perspektif Iktikad Baik (Kasus Rumah Susun Permata Gandaria Antara Nyonya X dengan PT. Putra Surya Perkasa).” Julius Rizaldi, Disertasi, Universitas Padjajaran, Bandung 2009, yang berjudul “Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan Curang di Indonesia Dikaitkan Dengan Undang-Undang Merek dan TRIPs-WTO.” RR. Putri Ayu Priamsari, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang 2010, yang berjudul “Penerapan Itikad Baik Sebagai Alasan Pembatalan Merek Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Di Tingkat Peninjauan Kembali).” Sabriando Leonal, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta 2011, yang berjudul “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Hubungan Dengan Praktik Persaingan Usaha Bidang Merek”. Sumber Lain/Makalah Abdul Manan. “Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi,” Mahkamah Agung RI, 2013.
Agus SarjoNomor “Laporan Akhir Tentang Anotasi Yurisprudensi Peraturan PerundangUndangan Bidang Hukum Merek,” Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Desember 2006. Asikin Kusuma Atmadja. Perlindungan Hukum Hak Milik Perindustrian, Seminar Hak Milik Perindustrian. Beberapa Catatan atas makalah Sdr. Bambang Kesowo, SH, SH,LLM, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Jakarta, 23-24 Januari 1987. Lushiana Primasari, S.H., M.H & Anugrah Adiastuti, S.H., M.H. 2014. “Model Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Bagi Pengembangan Industri Kreatif Berbasis Pengetahuan Tradisional Di Indonesia”, Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Fakultas Sumber Dana PNBP UNS 2014, Research Group, Hukum Perdagangan Internasional, November 2014. Putusan Pengadilan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 103/Merek/2011/Pn.Niaga.Jkt.Pst. Putusan Mahkamah Agung RI. Nomor 815 K/Pdt.Sus.2012 Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 582 K/Pdt.Sus-HaKI/2013. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 06 PK/N/HaKI/2006 Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1758 K/Pdt / 2010 Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 66/MEREK/2012/PN.NIAGA.JKTPST Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 767 K/Pdt.Sus/2010 Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 108 PK/Pdt.Sus/2011 Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 04PK/N/HaKI/2004 Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 Tentang Kelas Barang Atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1995 Tentang Komisi Banding Merek. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Komisi Banding Merek. Internet Charles Yeremia Far-Far, Sentot P. Sigito, dan M. Zairul Alam. “Tinjauan Yuridis Pembatalan Merek Dagang Terdaftar Terkait Prinsip Itikad Baik (Good Faith) Dalam Sistem Pendaftaran Merek (Studi Putusan Nomor 356 K/Pdt.Sus-HaKI/2013).” Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, dalam hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/download/, diakses pada 28 Juli 2015, pukul 10.14 WIB. Mery Christian Putri. Itikad Baik Pra Kontrak Dalam Perjanjian Antara Bank Issuer Dengan Cardholder Untuk Penerbitan Kartu Kredit, dalam http://merychristian.wordpress.com/2013/10/13/itikad-baik-pra-kontrak-dalam-penerbitankartu-kredit/, diakses pada 13 Juni 2014, pukul 11.04 WIB. Prasetyo Hadi Purwandoko. Problematika Perlindungan Merek di Indonesia, dalam https://prasetyohp.wordpress.com/problematika-perlindungan-merek-di-indonesia/, diakses pada 28 Juli 2015, pukul 9.40 WIB. Suyud Margono, Dampak Implementasi TRIPs Agreement Terhadap Prosedur Upaya Hukum HKI di Indonesia, dalam http://supremasihukumusahid.org/jurnal/88-volume-iii-no-1/101dampak-implementasi-tripsagreement-terhadap-prosedur-upaya-hukum-haki-diindonesia.html hlm. 2-3. diakses pada 28 Juli 2015, pukul 11.16 WIB. “Tinjauan Yuridis Terhadap Kasus Pemboncengan Ketenaran Merek Asing Terkenal, Untuk Barang Yang Tidak Sejenis (Kasus Merek Intel Corporation Lawan Intel Jeans)”, dalam http://www.lawskripsi.com/index.php?opyion=com_content&view=article&id=218&itemid =218, diakses pada 28 Juli 2015, pukul 13.25 WIB www.dgip.go.id http://blog.mnr-advokat.web.id/2008/03/dampak-hukum-dari-janji-janji-pra_9553.html#udssearch-results, diakses 7 Juni 2014. http://pn-pati.go.id/index.php/layanan-kami/prosedur-berperkara/haki/61-alur-perkara-haki, diakses 24 November 2015, pukul 10.25 WIB. https://www.kemenperin.go.id/Kebijakan-Pemerintah-dalam-Perlindungan-Hak-KekayaanIntelektual-dan-Liberalisasi-Perdagangan-Profesi-di-Bidang-Hukum,diakses 8 Desember 2015, pukul 14.17 WIB.