BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Penelitian analisis resepsi menekankan poin penting terhadap khalayak
yang dapat memaknai sendiri teks yang dibacanya dan tidak selalu sejalan dengan apa yang menjadi ideologi media massa. Konsep encoding dan decoding yang dikemukakan Stuart Hall merupakan salah satu konsep penting dalam analisis resepsi dimana pembuat pesan menciptakan pesan sedemikian rupa dengan makna tertentu yang kemudian diharapkan dapat diterima khalayak. Namun, khalayak sendiri di sisi lain juga dapat memaknai teks tersebut secara khas dan belum tentu sejalan dengan pesan apa yang dimaksudkan oleh pembuat pesan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang melatar belakangi kehidupan khalayak, seperti kerangka berpikir dan pengetahuan yang berbeda yang dimiliki oleh khalayak satu dengan yang lainnya, gaya hidup, hingga perbedaan tingkat pendidikan dan kelas ekonomi. Media massa tidak lagi memiliki kuasa untuk sepenuhnya memengaruhi khalayak, karena teks bermakna banyak. Setiap teks memiliki makna yang sengaja disisipkan oleh pembuat teks, termasuk dalam media massa seperti surat kabar, televisi, radio, hingga sebuah karya film. Meski sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa sebuah karya film berfungsi sebagai media hiburan, film di sisi lain berfungsi pula sebagai penyampai fenomena yang terjadi dalam lingkungan masyarakat, serta sebagai jembatan ideologi pembuatnya. Pembuat teks, atau dalam sebuah karya film disebut sebagai sutradara membuat sebuah film dengan tema tertentu dan memiliki makna yang tertentu pula. Khalayak yang menyaksikan film tersebut ternyata memiliki makna yang dibangunnya sendiri. Peneliti mencoba melakukan penelitian analisis resepsi dengan menganalisis decoding khalayak terhadap film Cinta Tapi Beda (CTB) yang mengangkat potret masyarakat minoritas Katolik Padang. Seperti telah disampaikan oleh Stuart Hall, dalam penelitian ini peneliti menemukan khalayak 116
memaknai film tersebut dengan cara yang berbeda-beda pula tergantung pandangan, penangkapan, dan penafsiran yang mereka lakukan. Meski seluruh informan tertarik dengan film CTB, hal tersebut tidak menjamin mereka untuk sependapat dengan apa yag disampaikan oleh sutradara film tersebut. Informan dalam penelitian ini adalah Frizka, Era, Raihan, Fadli, dan Iwan. Kelimanya memiliki ketertarikan khusus dengan film CTB. Namun dibalik kesamaan tersebut, masing-masing informan memiliki perbedaan-perbedaan yang turut memengaruhi cara mereka memaknai film CTB. Pemaknaan informan penelitian yang beragam terbagi atas tiga posisi, yakni dominant reading, negotiated reading, dan oppositional reading. Dalam penelitian analisis resepsi, peneliti akan memeroleh pemaknaan film dari pandangan informan sendiri. Masing-masing posisi yang dihasilkan oleh informan tersebut merupakan kombinasi pengenalan dasar atau pemahaman menyeluruh terhadap teks serta interpretasi dan evaluasi terhadap makna berkenaan dengan kode teks yang relevan. Peneliti juga menilik bagaimana informan melihat makna yang tersirat di balik teks serta penerimaan dan penolakan khalayak terhadap teks. Selain itu, peneliti juga memerhatikan bagaiman informan menikmati sebuah film hingga memiliki kemungkinan pengaruh dalam pemaknaannya. Informan yang berada pada posisi dominant reading berarti memiliki pemahaman yang sejalan dan menyetujui apa yang disampaikan pembuat pesan dalam film CTB. Informan juga memiliki cara pandang dan ideologi yang sama dengan pembuat pesan. Misalnya Iwan sebagai satu-satunya informan yang memiliki latar belakang kehidupan sebagai masyarakat minoritas Katolik Padang sangat setuju dengan penggambaran tokoh Diana dan memiliki pemikiran yang nyaris sama mengenai konsep toleransi yang dicetuskan oleh Hanung Bramantyo sebagai sutradara CTB. Sedangkan informan yang berada dalam posisi negotiated reading menerima hanya sebagian pesan yang disampaikan oleh film CTB pada hal-hal tertentu sesuai dengan pandangannya masing-masing. Sisanya, informan menyatakan ketidaksetujuannya sesuai dengan kondisi yang dialami oleh masingmasing informan. Misalnya pada Frizka dan Raihan, meskipun Diana adalah 117
seorang yang beragama Katolik, nilai masyarakat Minangkabau yang religius tetap ada dalam diri Diana. Dalam film CTB, keluarga Diana memang digambarkan sebagai keluarga Katolik yang taat. Penilaian Frizka dan Raihan ini sedikit banyak dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan mereka yang luas dan beragam yang kemudian membentuk mereka menjadi pribadi yang berpemikiran relatif lebih terbuka. Sementara informan yang berada dalam posisi oppositional reading memiliki pemahaman yang berseberangan dengan apa yang disampaikan oleh film CTB. Mereka memahami makna yang ingin disampaikan oleh film CTB tetapi melawannya berdasarkan pengalaman dan pandangannya sendiri yang bertentangan. Hal ini terjadi ketika informan memang memiliki kerangka berpikir yang sama sekali berbeda dengan pembuat film CTB. Sebagai contohnya Fadli banyak mengutarakan rasa tidak setujunya terhadap film tersebut. Selain terhadap tokoh
Diana
yang
menurutnya
digambarkan
Hanung
sebagai
wanita
Minangkabau, Fadli menentang bila film ini disebutkan sebagai film yang mengangkat tema multikulturalisme. Fadli berpendapat justru film CTB akan memecah kerukunan beragama antar masyarakat Indonesia. Meskipun para informan memiliki ketertarikan untuk menyaksikan film CTB, tidak semua informan memiliki sikap dan bertindak dengan cara yang sama. Ketertarikan mereka pada film CTB juga tidak lantas membuat mereka senantiasa menerima atau menyetujui sepenuhnya pesan-pesan dalam film tersebut. Ketertarikan tersebut sama sekali tidak dapat menghalangi pandangan atau pendapat mereka yang berseberangan. Peneliti juga menemukan bahwa pemaknaan mengenai komposisi dialog dan gambar dilakukan secara terpisah oleh informan. Meskipun elemen seperti dialog dan adegan merupakan elemen yang saling mendukung satu sama lain, khalayak ternyata tidak memerdulikan itu. Informan menggunakan pengalaman pribadi, referensi media massa, serta interaksi dengan keluarga dan juga temantemannya dalam memaknai film CTB. Faktor-faktor tersebut tentunya berbedabeda pada tiap informan sehingga mereka memiliki pemaknaan yang beragam. Pemaknaan informan sebagian juga berasal dari latar belakang budaya dan 118
pergaulan sehari-hari. Kelas sosial dan ekonomi ternnyata tidak berpengaruh terhadap pemaknaan. Ada sejumlah faktor lain yang berperan lebih kuat dalam membentuk pemaknaan informan dan berbeda untuk masing-masing informan. Interaksi informan dengan teman dan keluarga yang berdasar pada konsumsi media massa turut membangun sikap kritis informan dalam menyikapi gambaran masyarakat saat ini. Fenomena yang diangkat film CTB memang tidak dibantah oleh keseluruhan informan merupakan hal jamak yang terjadi dalam lingkungan kehidupan mereka. Penelitian ini sekaligus mampu membantu memahami makna yang ada dalam film CTB. Namun kita tidak dapat menentukan satu jenis makna saja melalui penelitian analisis resepsi. Dalam penelitian analisis resepsi, makna sebuah teks bersifat polisemi dengan kata lain, khalayak mampu membuat makna apa saja dari teks tersebut. Penelitian ini menunjukkan bagaimana sebuah fenomena disampaikan sebuah film lalu kemudian diterima atau ditolak oleh khalayak. Setiap sineas yang menyampaikan pesan dalam film-filmnya tentu berharap pesan tersebut dapat tersampaikan pada masyarakat luas. Mereka juga berharap pesan tersebut juga dapat membawa efek dan perubahan dalam masyarakat. Di sini kita bisa melihat bahwa media massa, termasuk film, tidak memiliki kekuatan penuh dalam memengaruhi pemaknaan khalayak apalagi sampai pada taraf mengubah pandangan dan perilaku. Penelitian ini kemudian
juga menunjukkan bahwa
fenomena sosial yang informan dapatkan dari film sekadar memberikan pengetahuan dan pandangan baru mengenai dunia dan gambaran masyarakat. Pemaknaan film CTB yang dilakukan para informan tidak serta merta membuat informan tergerak untuk melakukan sesuatu. Seluruh informan hanya menjadikan film CTB sebagai hiburan. Selain menjadikan sebagai hiburan, informan juga berpendapat bahwa CTB merupakan refleksi keadaan yang terjadi di lingkungan kehidupan pada saat ini. Fenomena yang diangkat dalam film juga turut membuka pandangan baru bagi informan bahwa di dunia ini ada banyak hal yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
119
B.
Saran Penelitian Setelah melakukan penelitian, peneliti memiliki beberapa saran yang
ditujukan untuk pengembangan dalam sebuah karya perfilman, penelitian serta keperluan keilmuan lainnya, yakni antara lain: 1.
Demi meningkatkan kualitas industri perfilman dan menguatkan pesan
moral dalam sebuah film, makan hendaknya pembuat film melakukan riset yang lengkap terlebih dahulu mengenai fenomena yang akan diangkat dalam film agar tidak terjadi kesalahpahaman. Selain itu, pembuat film hendaknya tetap memertahankan beberapa manfaat bagi khalayak penikmat film. 2.
Proses penelitian hendaknya dilakukan dalam jangka waktu yang cukup
panjang demi mendapatkan pemahaman lebih mendalam terhadap informan. 3.
Penelitian yang lebih detail dan rinci terhadap sebuah objek penelitian juga
dibutuhkan untuk lebih memahami preferred reading dari pembuat teks. 4.
Informan hendaknya lebih beragam sehingga data yang didapat akan lebih
kaya dana analisis yang didapat akan lebih tajam. Temuan yang didapat dengan demikian akan bertambah pula.
120