BAB V ANALISA PEMBAHASAN
5.1.
Analisa IT Governance pengelolaan proyek-proyek/kegiatan di Sekretariat Jenderal DESDM
Di dalam pengajuan proyek-proyek/kegiatan TI di Sekretariat Jenderal DESDM dilakukan dengan mengikuti prosedur yang sudah ada dan baku serta secara hierarki harus dijalankan dalam mengambil suatu keputusan. Hal ini dijelaskan dalam wawancara dengan Kepala Bidang Penerapan Teknologi Informasi Pusdatin DESDM : ”...Di departemen dan instansi pemerintah lainnya, rencana investasi dituangkan dalam RKAKL (Rencana Kerja Anggaran Kementrian dan Lembaga). Di dalam form RKAKL ini dituliskan rincian semua kegiatan yang akan dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun ke depan. Form tersebut selanjutnya diperiksa oleh biro perencanaan untuk dievaluasi lebih lanjut. Setelah itu oleh SJR dibawa ke Dep Keuangan untuk diajukan”. (Lamp. I, Transkrip Wawancara I, p.2). Contoh lain dari pelaksanaan hierarki dalam pengambilan keputusan pengajuan/ pengadaan proyek-proyek/kegiatan TI adalah seperti dijelaskan dalam wawancara berikut : “... pada dasarnya yang mengetahui kegiatan itu dari user masing-masing biro, mereka biasanya mengusulkan pada biro perencanaan, yang bahas juga Biro Perencanaan, jadi itu sudah di luar kewenangan dari biro Keuangan untuk saat ini, karena untuk perencanaan anggaran sekarang sudah di biro Perencanaan, jadi usulan mereka ditampung oleh Biro Perencanaan, untuk masalah penilaian sesuai kebutuhan atau tidak dilakukan pada saat pembahasan di anggaran, disana akan dikaji oleh mereka (anggaran) dari beberapa yang ada, apakah tumpang tindih atau tidak, biasanya kalau yang sifatnya mendesak atau betul-betul urgen untuk diadakan akan diberikan, tetapi kalau sifatnya hanya usulan biasa (mengada-ada) biasanya suka ditolak”, (Lamp. I, Transkrip Wawancara V.p.3) 32
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
33
Di dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan IT di Sekretariat Jenderal DESDM secara tupoksi selalu mengacu kepada visi dan misi Sekretariat Jenderal yang oleh Pusdatin dituangkan dalam RUSIM (Rencana Umum Sistem Informasi Manajemen) DESDM. Didalam pelaksanaannya penyelarasan dilakukan oleh Pusdatin yang secara koordinasi melihat dan meneliti apakah suatu usulan kegiatan TI tersebut sesuai dengan RUSIM dan sejalan dengan tupoksi masing-masing unit pengusul. Penentuan boleh tidaknya suatu kegiatan TI disetujui tetap bergantung pada kebijakan eselon II unit yang bersangkutan. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara sebagai berikut : ” Kalau saat ini memang begitu. Tiap lingkup esselon II boleh mengajukan project yang berkaitan dengan TI. Seharusnya aturan yang akan diterapkan adalah sebagai berikut : Pusdatin sebagai esselon II yang mempunyai kewenangan di bidang TI berperan untuk menentukan apakah investasi baru di bidang Ti bisa dilanjutkan atau tidak. “ (Lamp. I, Transkrip Wawancara I.p.1). Hasil wawancara di atas juga menunjukkan bahwa dalam pengusulan suatu kegiatan TI belum mempunyai prosedur/aturan khusus yang dijadikan pedoman dalam penentuannya, sehingga setiap unit eselon II (Biro/Pusat) dapat mengusulkan proyek/kegiatan TI masing-masing. Dalam hal ketaatan pada peraturan berkaitan dengan pengusulan proyek/kegiatan TI, kalau dilihat dalam prosesnya selalu mengikuti tahapan yang standar sebagaimana yang terlihat dalam hasil wawancara berikut : “... rencana investasi dituangkan dalam RKAKL (Rencana Kerja Anggaran Kementrian dan Lembaga). Di dalam form RKAKL ini dituliskan rincian semua kegiatan yang akan dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun ke depan. Form tersebut selanjutnya diperiksa oleh biro perencanaan untuk dievaluasi lebih lanjut. Setelah itu oleh SJR dibawa ke Dep Keuangan untuk diajukan ”. (Lamp. I, Transkrip Wawancara I.p.1). Sedangkan untuk pengambilan keputusan yang bersifat strategis dalam hal pengusulan/pengadaan proyek-proyek/kegiatan TI bisa berada di level Sekretaris Jenderal namun tidak sepenuhnya, sebagaimana terlihat dalam hasil wawancara sebagai berikut : ”... Di level sekjen juga ada. Tapi repotnya masalah konsistensinya, tergantung para pimpinan tersebut. Biasanya setiap ganti pimpinan ganti pula statement dan policy. Tapi kita punya semacam RUSIM yang isinya kita mau mencapai target apa saja”. (Lamp. I, Transkrip Wawancara I.p.2).
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
34
Beberapa hal yang mendasari perlunya IT Governance di Sekretariat Jenderal DESDM adalah karena kebutuhan akan statusnya sebagai public services (service oriented, support management, keselarasan antara service dan dukungan IT) serta regulasi dalam posisinya sebagai NOC Departemen. Sehingga sangat diperlukan suatu tata kelola IT yang baik yang selaras dengan kebutuhan dan arsitektur TI tiap-tiap unit. Arsitektur TI yang ada di Sekretariat Jenderal DESDM berasal dari Visi – Misi Setjen DESDM yang dituangkan dan dijabarkan dalam IT Plan yang berupa Rusim DESDM sehingga menjadi acuan bagi unit dan pusat dalam implementasi IT di unitnya masing-masing. Contoh keselarasan lain yang sudah ada misalnya antara service support dan IT.
5.2.
Struktur, Proses dan Mekanisme Hubungan
5.2.1. Struktur IT governance yang efektif sangat ditentukan oleh bagaimana fungsi TI di organisir dan dimana membuat suatu keputusan TI dalam suatu organisasi (De Haes & Van Grembergen 2004). Gambar 5, 6 dan 7 telah diperlihatkan struktur organisasi di Sekretariat Jenderal beserta status dan posisi Pusdatin, sehingga dapat diketahui posisi IT dalam organisasi secara keseluruhan. Dari struktur organisasi ini dapat dilihat bahwa divisi TI ditangani oleh Bidang Penerapan Teknologi Informasi (PTI) yang berada dibawah Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin), sejajar dengan Bidang Pelayanan Data dan Informasi ESDM, Bidang Kajian Strategis dan Bagian Tata Usaha, sehingga jabatan tertinggi pada Bidang Penerapan Teknologi Informasi bukan pada C-Level (CIO) yang sejajar dengan Eselon II (Kapusdatin) melainkan hanya pada level Kepala Bidang, sedangkan di Sekretariat Jenderal DESDM jabatan tertinggi IT ada pada Kepala Pusat Data dan Informasi ESDM (Kapusdatin ESDM). Gambar 7 akan memperlihatkan struktur organisasi TI yang ada di Pusat Data dan Informasi ESDM. Pada gambar tersebut terlihat bahwa garis besar struktur organisasi TI di Sekretariat Jenderal DESDM terdiri dari dua besaran utama, yaitu : Bidang
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
35
Penerapan Teknologi Informasi (PTI) dan Bidang Pelayanan Data dan Informasi ESDM (Yandatin). Selain itu terdapat satu bidang yang menangani kebijakan di bidang energi yaitu Bidang Kajian Strategis dan satu bagian yang hanya bersifat staffing (layanan umum) di lingkup Pusdatin yaitu Bagian Tata Usaha. Dua jabatan eselon III ini secara substansi tidak berkaitan dengan dua bidang sebelumnya (PTI dan Yandatin). Akan tetapi Pusdatin mewadahi Bidang tersebut (Kajian Strategis) dikarenakan fungsinya yang memberikan masukan yang berupa hasil kajian dalam hal kebijakan energi kepada Menteri ESDM. Sedangkan Bagian Tata Usaha hanyalah unit pendukung dalam pengelolaan rumah tangga pusat (Pusdatin). Bidang Penerapan Teknologi Informasi mempunyai tugas dalam penerapan teknologi informasi yang berkaitan dengan infrastruktur, implementasi hardware, jaringan, SOP. Di dalam tugasnya Bidang Penerapan Teknologi Informasi mempunyai dua Sub Bidang yang khusus menangani hal-hal tertentu, yaitu pertama Sub Bidang Perencanaan Teknologi Informasi yang menangani masalah NOC, SOP, regulasi yang berkaitan dengan IT dan inovasi mengenai penerapan teknologi informasi, kedua Sub Bidang Pengelolaan Teknologi Informasi mempunyai tugas dalam hal pemeliharan jaringan, infrastruktur teknologi informasi, serta ruang server. Bidang Pelayanan Data dan Informasi ESDM, mempunyai tugas dalam pengelolaan data dan informasi baik itu dalam bentuk hardcopy (leaflet, journal, buku statistik maupun paparan) dan softcopy (website esdm.go.id, mesdm.net dan data warehouse). Bidang ini juga dibagi menjadi 2 sub yaitu Sub Bidang Pelayanan Data Energi yang khusus menangani data yang berkaitan dengan energi, dan Sub Bidang Pelayanan Data Mineral yang menangani data yang berhubungan dengan mineral. Didalam hal pengadaan proyek-proyek/kegiatan yang berkaitan dengan TI, khususnya di Pusdatin setiap Bagian/Bidang dapat membuat usulan kegiatan masing-masing setelah melakukan koordinasi intern baik kepada Kepala Sub Bidang/Bagian maupun staf, selanjutnya usulan kegiatan tersebut harus disetujui oleh Kepala Pusdatin setelah berkoordinasi dengan Bagian/Bidang lainnya dalam rapat intern, mekanisme ini terlihat sebagaimana hasil wawancara dengan Kepala Bidang Penerapan Teknologi Informasi sebagai berikut :
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
36
”... Tidak harus, bisa muncul dari usulan staff. Tugas saya mengecek apakah usulan itu masih berada dalam koridor RUSIM itu tadi. Kemudian saya usulkan ke esselon 2”. (Lamp. I, Transkrip Wawancara I.p.4). Kemudian dalam wawancara lain : ” Cukup membuat usulan kegiatan dalam bentuk TOR. Lalu dievalusi oleh esselon 4 dan esselon 3 nya”. (Lamp. I, Transkrip Wawancara I.p.4).
Ditambahkan dalam wawancara lainnya : ” Bisa perseorangan atau dengan penunjukan terhadap person yang masih kurang beban kerjanya. Bisa bottom up dan top down”. (Lamp. I, Transkrip Wawancara I.p.4). Sedangkan untuk usulan kegiatan TI di luar Pusdatin setiap unit pengusul diharuskan berkoordinasi dengan Pusdatin, dalam hal ini Bidang Penerapan Teknologi Informasi. Sebagaimana terlihat dalam hasil wawancara sebagai berikut : ” ... Seharusnya aturan yang akan diterapkan adalah sebagai berikut : Pusdatin sebagai esselon II yang mempunyai kewenangan di bidang TI berperan untuk menentukan apakah investasi baru di bidang TI bisa dilanjutkan atau tidak”. (Lamp. I, Transkrip Wawancara I.p.4). Untuk menentukan prioritas suatu proyek/kegiatan TI dan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan TI tumpang tindih atau tidak dengan kegiatan TI yang lain, maka oleh Biro Perencanaan diadakan pertemuan (rapat koordinasi) yang melibatkan semua unit eselon II untuk kemudian dibahas satu persatu dari masing-masing usulan tersebut. Disini Pusdatin berperan dalam memberikan arahan apakah suatu usulan proyek/kegiatan TI layak dilaksanakan oleh unit tertentu dan tidak overlap dengan lingkup tugas Pusdatin, kemudian juga menawarkan solusi kerjasama antara unit dengan Pusdatin cq. Bidang Penerapan Teknologi Informasi. Selanjutnya apabila sudah disepakati hasil dari pertemuan tersebut kemudian Biro Perencanaan melanjutkan usulan tersebut ke Departemen Keuangan cq. Ditjen Anggaran untuk dibahas dan ditetapkan pagu anggaran untuk tahun berikutnya. Jadi untuk penentuan prioritas atau tidaknya suatu usulan kegiatan TI berada pada tingkat rapat pertemuan yang dihadiri oleh semua unit eselon II. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara berikut ini :
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
37
” ... rencana investasi dituangkan dalam RKAKL (Rencana Kerja Anggaran Kementrian dan Lembaga). Di dalam form RKAKL ini dituliskan rincian semua kegiatan yang akan dilakukan dalam jangka waktu 1 tahun ke depan. Form tersebut selanjutnya diperiksa oleh biro perencanaan untuk dievaluasi lebih lanjut. Setelah itu oleh SJR dibawa ke Dep Keuangan untuk diajukan”. (Lamp. I, Transkrip Wawancara I.p.1).
5.2.2. Proses Pada prinsipnya pengajuan proyek/kegiatan TI di Sekretariat Jenderal DESDM sudah mempunyai mekanisme/prosedur yang tetap dan jelas sebagaimana yang terlihat dalam beberapa hasil wawancara, namun demikian mekanisme tersebut belum dibakukan dalam suatu aturan yang standar seperti SOP tetapi hanya merupakan rutinitas yang dilakukan setiap tahun. Dapat dilihat dalam wawancara berikut : ” Nggak ada prosedur khusus. Sejauh usulan itu masuk akal, diterima. Semua unit kan memasukkan semua rencana kerja di SJR. Sejauh itu memang kebutuhan unit, kita support. Cuma kita periksa saja agar usulan program tidak overlap dengan unit lain. Justru sebenarnya yang meng-guide adalah Pusdatin. Jadi peran SJR sebatas mengarahkan. Misal jika Pusdatin sudah membuat suatu program, terus di unit lain ada yang membuat program yang sama, maka kita arahkan”. (Lamp. I, Transkrip Wawancara III.p.1). Proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengadaan kegiatan TI di Sekretariat Jenderal tidak serumit seperti yang ada di perusahaan besar, tetapi hanya melibatkan beberapa lapisan saja. Seperti terlihat dalam gambar 10 dibawah ini:
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
38
Staf/Sub/Bid/Tim
Kapus/Kabiro
Bisnis Requirement Approval Proyek IT
Join Planning Session / SJR - Pusdatin
Prioritas Proyek & Menghitung Anggaran
Sekretaris Jenderal
Approval Prioritas Proyek
Sekretaris Jenderal
Approval Anggaran
Pusdatin/Bid. PTI
Development & Maintenance
Gambar 10 Siklus Proyek/Kegiatan TI
Seluruh usulan awal pada suatu investasi TI di Sekretariat Jenderal DESDM berasal dari unit-unit eselon II (Biro dan Pusat). Biro/Pusat akan membuat Term of Reference (TOR) dari suatu kegiatan TI yang berasal baik dari staf, Sub, Bidang maupun Bagian, setelah dilakukan kajian secara intern, kemudian kumpulan TOR tersebut disampaikan kepada Biro Perencanaan untuk dibahas lebih lanjut di Ditjen Anggaran Departemen Keuangan. TOR yang boleh diusulkan menitikberatkan pada kebutuhan organisasi (business requirement) unit eselon II atau pada tingkat Departemen, bahkan skala nasional, serta sesuai dengan pagu anggaran yang tersedia. Pagu anggaran yang tersedia ini adalah hasil usulan rencana tahun sebelumnya yang telah disetujui oleh Ditjen Anggaran dalam pembahasan antar Departemen/Lembaga dan DPR pada tingkat RAPBN. Biasanya proyek/kegiatan TI pada instansi pemerintah tidak berorientasi pada provit tetapi lebih mengarah kepada public services sehingga nilai intangible ini yang lebih diutamakan apakah suatu proyek/kegiatan TI itu penting atau tidak penting untuk dilaksanakan. Seluruh proses-proses tersebut dilakukan secara administratif yang bermuara pada level Sekretaris Jenderal (approval project). Penentuan spesifikasi proyek TI ditentukan oleh TOR masing-masing proyek/kegiatan. Sedangkan realisasi pelaksanaannya mengacu kepada aturan Kepres No. 80 tahun 2003 yang membagi proses pelaksanaan kegiatan proyek berdasarkan besarnya anggaran yang dibutuhkan. Untuk proyek senilai 50 juta
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
39
kebawah pelaksanaannya dilakukan dengan penunjukkan langsung kepada pihak III (outsource). Sedangkan untuk proyek senilai 50 – 100 juta pelaksanaannya dilakukan secara pemilihan langsung kepada pihak III (ada 3 atau lebih pembanding), dan untuk proyek senilai diatas 100 juta dilakukan dengan lelang terbuka. Apabila telah ditentukan pemenang maka pihak III (outsource) diharuskan berkoordinasi dengan user (pengguna) untuk menentukan spesifikasi pekerjaan yang belum terinci dalam TOR sekaligus menentukan SLA yang harus dipenuhi oleh pihak outsource. Dalam penentuan SLA ini pihak user seharusnya berkoordinasi dengan Pusdatin cq. Bidang Penerapan Teknologi Informasi sebagai pelaksanaan development dan maintenance sehingga hal-hal teknis yang seharusnya ada (best practice) dapat termuat dalam SLA tersebut.
5.2.3. Mekanisme Hubungan Untuk menciptakan hubungan yang selaras antara bisnis dan TI, sangat diperlukan suatu mekanisme hubungan yang harmonis diantara bisnis (unit pengguna) dan TI (Pusdatin/Bid. PTI). Organisasi yang sudah memiliki struktur dan proses IT Governance yang baik akan terasa kurang bila belum terciptanya suatu mekanisme hubungan yang baik antara bisnis dan TI. Bentuk mekanisme hubungan yang tercipta di Sekretariat Jenderal DESDM dalam kaitan dengan tata kelola pelaksanaan proyek-proyek/kegiatan TI di Setjen DESDM dapat diketahui dari hasil wawancara berikut : ” Kalau saat ini memang begitu. Tiap lingkup esselon II boleh mengajukan project yang berkaitan dengan TI. Seharusnya aturan yang akan diterapkan adalah sebagai berikut : Pusdatin sebagai esselon II yang mempunyai kewenangan di bidang TI berperan untuk menentukan apakah investasi baru di bidang TI bisa dilanjutkan atau tidak ”. (Lamp. I, Transkrip Wawancara I.p.1). ” Usulan kegiatan untuk 1 tahun ke depan berada di bidang masing-masing. Setelah disetujui oleh kepala pusatnya, baru masuk ke bidang perencanaan sekjen. Di sini dinilai dari segi efisiensi, makro departemen, dan posting dananya. Dari situ sebenarnya koordinasi sudah bagus. Dan koordinasi ini harus selalu dijalin terutama untuk menghadapi pemeriksaan itjen maupun BPK. Jadi harus kompak”. (Lamp. I, Transkrip Wawancara I.p.5).
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
40
Selain itu mekanisme lain yang sudah dilakukan oleh Biro Perencanaan selaku koordinator pengusulan proyek-proyek/kegiatan TI adalah dengan membuat suatu pertemuan koordinasi yang membahas mengenai keberadaan suatu proyek/kegiatan dalam satu unit eselon II, apakah tumpang tindih dengan unit lainnya serta melihat seberapa urgent nya suatu proyek/kegiatan dibandingkan dengan proyek/kegiatan lainnya dari unit yang berbeda. Hasil dari pertemuan ini kemudian dijadikan sebagai kesepakatan antara unit eselon II baik terhadap pelaksanaan tahun berjalan maupun terhadap usulan untuk tahun berikutnya.
5.3.
Australian Standard AS-8015
Model ini menitikberatkan pada bagaimana memonitor, mengevaluasi dan mengambil keputusan dengan memperhatikan tekanan bisnis serta kebutuhan bisnis sehingga diharapkan tercapainya Good Corporate Governance. Penjelasannya dapat diwakilkan dengan gambar berikut :
s es in s s Bu eed n
B pr usi es ne su ss re s
Gambar 11 Australian Standard AS-8015 (Sumber : AS 8015, 2008 )
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
41
Untuk menjalankan suatu tata kelola TI harus memperhatikan kebutuhan bisnis dan tekanan dari bisnis. Kebutuhan bisnis yang sangat dibutuhkan oleh Sekretariat Jenderal DESDM adalah pelayanan prima dalam hal penyediaan data dan informasi, baik terhadap internal maupun eksternal, pemerintah maupun publik. Sehingga dibutuhkan suatu kemampuan untuk mendeliver perangkat teknologi IT menjadi suatu yang berguna bagi bisnis, dengan melihat kecepatan dari teknologi yang dimiliki, kualitas yang dimiliki oleh teknologi serta nilai tambah yang dimiliki dengan adanya teknologi. Dengan pelayanan prima para stakeholder akan semakin appreciate terhadap kinerja Sekretariat Jenderal DESDM, menumbuhkan kepercayaan publik, serta meningkatkan kepercayaan diri aparatur pemerintah yang pada akhirnya menjaga kewibawaan pemerintah. Kesemuanya itu dapat diwujudkan apabila terdapat keselarasan antara bisnis dan TI dimana investasi TI dapat mendukung rencana bisnis Sekretariat Jenderal DESDM. Tekanan bisnis yang sangat terasa adalah regulasi yang berupa Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah No. 80 tahun 2003 dimana Keppres ini mengatur tentang tata cara pengadaan barang dan jasa termasuk proyek-proyek/kegiatan TI. Regulasi ini dikatagorikan sebagai tekanan bisnis dikarenakan pada prakteknya dilapangan sering berbeda antara aturan yang standar (regulasi) dengan pelaksanaan. Sebagai contoh, ketika suatu proyek IT menghendaki kontinuitas yang tinggi misalnya penyediaan bandwidth yang tidak boleh terputus karena menyangkut layanan publik, ketika itu pula regulasi (Keppres) mengatakan harus diadakan lelang baru pengadaan bandwidh, padahal untuk melaksanakan lelang dengan nilai diatas seratus juta menghabiskan waktu berbulan-bulan. Untuk itu sering hal ini menjadi permasalahan yang berulang bagi para pengelola (P2K) disetiap awal tahun, karena disatu sisi ingin menjaga kualitas pelayanan prima, disisi lain juga diharuskan mengikuti aturan yang tidak bisa dielakkan. Gambar diatas menjelaskan bagaimana memonitor, mengevaluasi dan mendirect suatu keputusan dengan memperhatikan kebutuhan bisnis dan faktor penekan yang ada. Ketiga proses ini dimonitor oleh bagian/bidang yang berbeda-beda. Sekjen mendirect suatu keputusan untuk menentukan prioritas proyek berdasarkan IT Blue Print (RUSIM) yang ada di Sekretariat Jenderal DESDM.
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
42
Dalam perjalanan proyek, PMO yang dalam hal ini terdiri dari Pusdatin, Biro Perencanan dan P2K akan mengadakan evaluasi baik waktu, anggaran maupun kualitas, sampai sejauh mana proyek tersebut telah dilaksanakan. Hal ini sangat diperlukan agar tidak terdapat banyak perbaikan disaat proyek/kegiatan tersebut dinyatakan selesai. Setelah proyek/kegiatan selesai PMO lain yang terdiri dari Biro Keuangan dan P2K melakukan monitoring terhadap realisasi pelaksanaan proyek/kegiatan TI secara keseluruhan.
5.4.
Tingkat Maturitas Berdasarkan PO10 CoBit 4.1
Pada CoBit 4.1 PO10, tujuan yang ingin dicapai dalam tata kelola proyek TI ini adalah agar pengelolaan proyek TI ini dapat memenuhi kebutuhan bisnis/kegiatan dari organisasi dengan hasil yang tepat waktu, anggaran dan mutu. Titik beratnya adalah pada pendefinisian dan pengelolaan proyek/kegiatan TI yang melibatkan partisipasi semua stakeholder baik dalam pengawasan, resiko dan kemajuan proyek.
Kesemuanya itu dicapai dengan cara :
Menerapkan dan melaksanakan pendekatan kerangka kerja proyek/kegiatan TI
Menerbitkan panduan pengelolaan proyek
Membuat perencanaan untuk setiap detail proyek di dalam daftar proyek.
Ukuran keberhasilannya adalah diukur dengan :
Persentase dari harapan stakeholder yang sesuai dengan pencapaian proyek (tepat waktu, tepat anggaran dan sesuai kebutuhan)
Persentase kesesuaian kebutuhan setelah proyek di implementasikan
Persentase pengelolaan proyek sesuai dengan standar keberhasilannya.
Hal ini untuk mengetahui seberapa proyek-proyek TI dapat mencapai :
Respond to business in alignment with organization strategy
Deliver projects on time and on budget, meeting quality standards.
Respond to governance requirements, in line with board direction
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
43
Pemetaan ciri-ciri tingkat maturitas level 2 Repeatable but Intuitive cobit 4.1 PO-10 (dipilih berdasarkan hasil pengamatan wawancara) dengan status pengelolaan proyek-proyek yang ada saat ini di Setjen DESDM adalah sebagai berikut :
Ciri-ciri Maturity Level 2 cobit 4.1 PO10
Status Pengelolaan proyek/
Repeatable but Intuitive
kegiatan Saat Ini
1. Pimpinan memiliki dan mengkomu 1. Sudah tercapai, karena sudah ada nikasikan kesadaran akan pentingnya
aturan tentang TI (RUSIM DESDM)
manajemen proyek TI
dan struktur organisasi TI (Pusdatin ESDM).
2. Organisasi sedang berada dalam 2. Sudah tercapai, karena dalam pengada proses pengembangan dan pemanfaat
an beberapa proyek sudah mulai
an teknik-teknik dan metode dari
mengacu ke e-procurement dan SOP
setiap proyek.
yang ada.
3. Proyek IT telah secara informal ter 3. Sudah tercapai, karena hampir setiap definisi tujuan bisnis dan tekniknya.
proyek TI telah memiliki TOR yang berisi definisi, tujuan, dan teknik serta prosedur pelaksanaannya.
4. Adanya batasan keterlibatan Stake 4. Sudah terpenuhi, karena dalam analisa holder dalam mengelola proyek TI.
struktur dan proses telah terlihat adanya pembagian wewenang, siapa melakukan apa.
5. Panduan awal dikembangkan untuk 5. Sudah terpenuhi dengan adanya berbagai aspek pengelolaan proyek.
Keppres No. 80 Tahun 2003.
6. Aplikasi panduan pengelolaan proyek 6. Sudah ada e-procurement, SABMN. digunakan untuk kebijakan manajer proyek
Tabel 1 Tingkat Maturity level 2 Cobit 4.1 PO-10
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
44
Sedangkan pemetaan ciri-ciri tingkat maturitas level 3 Defined cobit 4.1 PO-10 (berdasarkan
hasil
pengamatan
wawancara)
dengan
status
pengelolaan
proyek-proyek yang ada saat ini di Setjen DESDM adalah sebagai berikut :
Ciri-ciri Maturity Level 3 cobit 4.1 PO10
Status Pengelolaan proyek/
Defined
kegiatan Saat Ini
1. Proses dan metodologi pengelolaan 1. Sudah ada, namun belum dibakukan proyek
IT
telah
ada
dan
(sifatnya baru koordinasi).
dikomunikasikan. 2. Proyek IT telah terdefinisi dengan 2. Belum tercapai, karena masih banyak tujuan bisnis yang tepat.
produk yang belum sesuai dengan kebutuhan.
3.
Pimpinan dan pengelolaan kegiatan 3. Belum sepenuhnya, karena pimpinan TI memulai kesepakatan dan terlibat
hanya terlibat dalam hal approval
dalam pengelolaan proyek-proyek
suatu proyek tidak sampai ke teknis.
TI. 4.
Suatu
unit
pengelolaan
proyek 4. Sudah ada pusdatin, meskipun posisi
dibangun dengan TI, dengan aturan
dan perannya belum optimal.
dan tanggungjawab yang terdefinisi. 5. Proyek TI termonitor dengan jadwal, 5. Belum seluruhnya, hanya pada sisi anggaran dan ukuran kinerja yang
anggaran saja.
terdefinisi. 6. Pelatihan pengelolaan proyek tersedia 6. Belum sepenuhnya, pelatihan lebih dan secara primer hasil dari inisiatif
banyak pada penugasan.
staf. 7. Prosedur penjaminan kualitas setelah 7. Belum terdefinisi. kegiatan
implementasi
sistem
terdefinisi, tetapi tidak dilaksanakan seluruhnya oleh manajer IT. 8. Proyek mulai dikelola secara terinci.
8. Belum terlaksana.
Tabel 2 Tingkat Maturity level 3 Cobit 4.1 PO-10
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
45
Berdasarkan aktivitas yang ada dari hasil pengamatan dan wawancara diketahui :
1. IT di Sekretariat Jenderal DESDM telah memiliki blue print yang disebut RUSIM yang telah dibuat oleh Tim Task Force yang dikoordinir oleh Pusdatin sehingga setiap investasi IT diharapkan mengacu kepada RUSIM tersebut, namun dalam kenyataan di lapangan, setiap unit eselon II dapat mengusulkan investasi IT dengan tanpa berkoordinasi dengan Pusdatin. (Lamp. I Transkrip wawancara I p.1) 2. Belum memiliki panduan pengelolaan proyek yang baku (SOP), karena secara intern setiap usulan proyek hanya mengikuti kebiasaan yang berdasarkan tupoksi, yakni dikumpulkan oleh Biro Perencanaan, dibahas di Ditjen Anggaran, Disetujui, diproses oleh P2K dan Biro Keuangan dan dilaksanakan oleh unit pengguna (user) disetiap unit masing-masing. Peranan Pusdatin hanya kadang-kadang apabila diperlukan, tetapi tanpa pusdatin pun unit masih dapat berjalan. (Lamp. I Transkrip Wawancara I p.4) 3. Sistem monitoring dan pengelolaan proyek yang berjalan pada umumnya belum dilakukan secara terstruktur, tetapi hanya berupa pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal saja, itupun belum jelas lingkup pengawasannya. (Lamp. I Transkrip Wawancara III p.2) 4. Pada umumnya proyek telah memiliki schedule dan budget namun belum terinci dari segi quality plans dan risk management plans. (Lamp. I Transkrip Wawancara V p.2). 5. Untuk partisipasi dan komitmen stakeholder masih belum sepenuhnya karena pada saat pengajuannya masih ada beberapa proyek/kegiatan yang dilaksanakan secara ad-hock, terkadang proyek/ kegiatan itu muncul tanpa sepengetahuan dari pusdatin. (Lamp. I Transkrip Wawancara VI p.2). 6. Dari sisi penjaminan (SLA) seringkali user belum membuat kesepakatan yang kuat dengan vendor sehingga seringkali apabila proyek telah selesai maka vendor tidak sepenuhnya men-suport pasca proyek.
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
46
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengelolaan proyek berdasarkan PO10 Cobit 4.1, pelaksanaan proyek-proyek/kegiatan TI dapat diukur melalui :
Prosentase proyek-proyek/kegiatan TI yang dapat selesai penuh tepat waktu.
Prosentase proyek-proyek/kegiatan TI yang dapat selesai penuh dengan anggaran yang sesuai (disediakan).
Prosentase proyek-proyek/kegiatan TI yang dapat memberikan manfaat sesuai harapan.
Dari hasil wawancara dan pengamatan beberapa proyek/kegiatan TI, berdasarkan tingkat keberhasilannya (on time, on budget, quality) dapat diidentifikasi hal-hal sebagai berikut (diambil dari sample) :
1. website esdm.go.id, pada salah satu fungsinya adalah memuat informasi yang berkaitan dengan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pertambangan dan energi, namun dalam updating data masih terdapat kendala, yaitu adanya kelambatan yang diakibatkan oleh keterbatasan tenaga operator baik dari segi kemampuan maupun jumlah personil serta kelengkapan dari fungsi website itu sendiri. (Lamp. I Transkrip Wawancara II p.1) 2. Kegiatan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (SJDIH), suatu kegiatan system informasi namun belum sesuai dengan kegiatan sistem informasi itu sendiri, dikarenakan produknya bukan merupakan suatu yang terotomatisasi, tetapi baru pada taraf pertemuan rutin tahunan dan pembuatan kumpulan peraturan yang berbentuk CD. (Lamp. I Transkrip Wawancara II p.2) 3. Sistem PNBP dan Aset, merupakan program yang dibuat secara outsource oleh salah satu unit eselon II (Biro Keuangan), sistem ini telah berusia satu tahun, namun dari hasil pengamatan tidak digunakan secara efektif. (Lamp. I Transkrip Wawancara III p.1). 4. Bandwidth internet, secara umum tidak ada keluhan bahkan diharapkan adanya peningkatan kapasitas, karena pemanfaatannya langsung dirasakan oleh hampir semua pegawai baik di pusat maupun unit-unit. (Lamp. I Transkrip Wawancara III p.1).
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
47
5. Belanja Komputer, suatu kegiatan TI yang hampir rutin dilakukan, namun dalam prosesnya terkadang menggunakan anggaran yang tidak sesuai dengan pos mata anggarannya. Hal lainnya juga seringkali penentuan spesifikasi teknisnya tidak dikonsultasikan dahulu kepada Pusdatin. (Lamp. I Transkrip Wawancara III p.2). 6. Mengenai kelambatan waktu pelaksanaan proyek/kegiatan TI, beberapa diantaranya disebabkan prosedur administrasi yang mengikat (regulasi) seperti : harus menunggu Surat Keputusan, harus melalui prosedur lelang sesuai Keppres, harus ada persetujuan dari Pimpinan unit masing-masing, yang kesemuanya itu mengakibatkan jadwal pelaksanaan proyek yang semakin bergeser. (Lamp. I Transkrip Wawancara III p.2). 7. Mengenai budget suatu proyek/kegiatan boleh dibilang hampir semua proyek/ kegiatan di pemerintahan berakhir dengan on budget, namun disini juga terdapat pemahaman bahwa apabila tujuan suatu proyek/kegiatan sudah terpenuhi, meskipun hanya menggunakan budget yang dibawah pagu anggaran, maka proyek/kegiatan tersebut dikatakan telah berhasil. Sedangkan kelebihan anggaran yang dapat di hemat dapat dikembalikan kepada kas negara. (Lamp. I Transkrip Wawancara III p.3). 8. Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN), yaitu suatu sistem pencatatan aset negara. Sistem ini belum terinci dan belum lengkap, sehingga masih perlu dikeluarkan versi keduanya (upgrade). (Lamp. I Transkrip Wawancara V p.1). 9. Program e-procurement (e-proc), program ini sudah selesai namun masih dalam tahap penyempurnaan. Dipergunakan untuk proses pengadaan barang dan jasa bagi panitia pengadaan. (Lamp. I Transkrip Wawancara V p.1). 10. Sistem Informasi Kepegawaian SIPEG, sudah hampir puluhan tahun, namun tiap tahunnya selalu diadakan revisi (upgrade). (Lamp. I Transkrip Wawancara VI p.1).
Dari hasil kajian Goal and Metrics PO10 tersebut dan peta Maturity Modelnya, maka tingkat
kematangan
dari
pelaksanaan
penerapan
tata
kelola
pelaksanaan
proyek-proyek/kegiatan TI di Sekretariat Jenderal DESDM berada pada nilai diantara 2 dan 3 yaitu antara Repeatable but Intuitive dan Defined, dikarenakan : 1. Masih ada kepedulian dari manajemen (Pimpinan) terhadap kebutuhan pengelolaan proyek-proyek/kegiatan TI meskipun belum semuanya.
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008
48
2. Organisasi masih berada dalam proses pengembangan penggunaan metode dan teknis yang tepat terhadap pengelolaan proyek-proyek/kegiatan TI. 3. Secara informal proyek/kegiatan IT itu telah terdefinisi baik teknik maupun tujuannya. 4. Telah ada keterlibatan stakeholder meskipun belum semua terlibat. 5. Telah ada SOP meskipun belum tersosialisasi 6. Telah ada panduan proyek yang dituangkan baik dalam RUSIM maupun dalam peraturan perundang-undangan seperti Keppres 80 tahun 2003 dsb. 7. Telah ada monitoring proyek yang dilakukan oleh Pusdatin secara teknis dan oleh Biro Keuangan secara budget 8. Telah ada lembaga khusus yang menangani proyek/kegiatan yang berkaitan dengan TI (Pusdatin) meskipun belum sepenuhnya berfungsi.
Suti kasus: penerapan..., Suyono, FASILKOM UI, 2008