BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH
5.1
Analisa Kerusakan Mesin dan Keputusan Pelaksanaan Retrofit Jika merujuk pada tabel 5.4 data pencapaian target tahun 2010 tertulis
bahwa target kerusakan mesin yang telah ditentukan adalah sebesar 16 menit / NWT, maka sangat jelas terlihat dalam grafik 5.1 bahwa pencapaian target kerusakan pada bulan Desember 2011 tidak sesuai dengan yang diharapkan karena telah melampaui target yaitu sebesar 20,57 menit / NWT atau berkisar 78 %. Actual
25.00
Target
20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Des 11
Grafik 5.1 Trend Data Kerusakan Mesin Desember 2011 59
60
Dari hasil pengolahan data yang dilakukan dengan tahapan melakukan pengelompokan area dengan kerusakan terbanyak, pengelompokan penyebab kerusakan mesin dengan 5 penyebab kerusakan terbanyak, maka dapat ditentukan bahwa mesin yang masuk kriteria sebagai “ penyumbang “ kerusakan tertinggi adalah mesin ATC D3. Pada grafik dibawah ini memperlihatkan penyebab kerusakan yang bervariasi. Tingginya frekuensi kerusakan yang terjadi ( 19 x dalam sebulan ) pada kabel kontrol sebagai faktor penyebab kerusakan tertinggi yang mencapai 4700 menit dalam sebulan mengindikasikan bahwa memang terjadi penurunan performa pada mesin yang bersangkutan. Faktor lain sebagai penyebab kerusakan pada mesin ini juga menunjukkan total waktu yang tinggi pula meskipun frekuensi kerusakannya tidak terlalu sering.
Grafik 5.2 Penyebab Kerusakan Mesin ATC D3
61
Dengan melihat kondisi diatas, maka pelaksanaan metode retrofit dapat dijadikan alternatif sebagai bentuk tindakan korektif untuk mengatasi tingginya kerusakan yang terjadi pada mesin ATC D3. Kegiatan retrofit ini dapat juga dijadikan sebagai dasar tindakan preventive action pada mesin-mesin sejenis yang masuk kategori tua ( sudah melampaui umur pakainya ). Selain itu masalah tingginya jumlah kerusakan, terdapat pertimbangan lain yang menjadi landasan pelaksanaan retrofit pada mesin ATC D3, antara lain : 1. Dengan melakukan retrofit pada panel kontrol operasi berarti meremajakan kembali kondisi panel operasi yang sudah melampaui umur pakai sebesar 100 % sehingga memperpanjang umur mesin. 2. Dengan
melakukan
retrofit
diharapkan
mampu
meningkatkan
produktifitas dan efisiensi, yang berarti potensi kerugian yang berupa barang maupun uang dapat diminimalkan. 3. Dengan retrofit, pekerjaan Trouble Shooting akan lebih mudah dan cepat sehingga waktu penanganan kerusakan akan lebih pendek karena pembaharuan yang dilakukan telah mengembalikan kondisi mesin menjadi lebih ringkas, rapi, dan bersih. 4. Dengan menambah / menggunakan komponen berteknologi pada retrofit, diharapkan dapat memaksimalkan penambahan
fitur untuk
meningkatkan fungsi safety mesin dan fungsi pengendalian kualitas produk. 5. Membangun mind set para customer, bahwa PT. XYZ adalah perusahaan yang aktif mengikuti perkembangan teknologi secara terus
62
menerus dengan berinvestasi pada teknologi , sehingga meningkatkan trust effect dari customer, bahwasanya dengan aplikasi teknologi maka produk yang dihasilkan mempunyai nilai akurasi dan kualitas yang tinggi.
5.2.
Analisa Kerugian Akibat Kerusakan Mesin dan Kerugian Akibat Set Up and Adjustment pada Mesin ATC D3 Selain beberapa pertimbangan yang sudah disebutkan diatas dalam mengambil keputusan cepat dan tepat untuk melakukan retrofit pada mesin ATC D3 salah satunya adalah kerugian materi yang ditimbulkan sangat besar. Pada tabel dibawah ini, secara spesifik dapat dilihat betapa besar produk dan uang yang hilang akibat kerusakan yang timbul di bulan Desember 2011.
Tabel 5.1 Tabel Kerugian Akibat Kerusakan Mesin ATC D3
Ban yang tidak dapat diproduksi secara keseluruhan jika dilihat dari total waktu kerusakan pada ATC D3 mencapai 476 pcs dan oppurtunity lost berupa uang sebesar Rp. 476.333.200,- . Sedangkan kerugian yang timbul
63
akibat time waste pada pekerjaan setting timer cure sebanyak 6 pcs ban atau setara dengan Rp. 6.004.200,- . Berdasarkan fakta diatas, pada tindakan retrofit yang dilakukan juga sekaligus penambahan fitur dalam sistem operasi mesin dengan tujuan memperkecil waktu pelaksanaan proses kerja setting timer ( mengurangi time waste ), sehingga diharapkan dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi. Penambahan fitur tersebut adalah dengan cara melakukan pengembangan sistem kontrol operasi mesin dan melakukan perubahan metode kerja dengan melibatkan bagian produksi untuk melakukan pekerjaan setting timer curing tersebut secara mandiri. Metode kerja yang baru ini hanya membutuhkan waktu 2 menit. Jadi hasil efisiensi waktu pekerjaan setting timer yang didapatkan dengan asumsi rata-rata lama pengerjaan 1 WO set timer adalah 52,5 menit, maka time waste yang dapat dihindari atau dihilangkan adalah : = ( 52.5 menit - 2 menit) = 50.5 menit Dengan penghematan waktu tersebut dapat dihindari potensi kerugian berupa ban yang tidak dapat diproduksi sebanyak : = ( 50,5 menit / 20 menit ) x 2 cavity = 5,05 = 5 pcs / WO Artinya, pelaksanaan pekerjaan setting timer cure dengan metode yang lama berpotensi kehilangan produk atau ban sebanyak 5 pcs setiap 1 permintaan atau 1 work order.
64
Di bawah ini dapat kita bandingkan berapa besar potensi produk yang hilang, dengan menggunakan metode baru, jika membutuhkan waktu 2 menit untuk penyelesaian 1 WO Set Timer : = ( 2 menit / 20 menit ) * 2 Cavity = 0,2 pcs = 0 pcs / WO
Tabel 5.2 Perbandingan Produktifitas pada Set Up Timer
Hasil diatas sekali lagi menunjukkan dan membuktikan bahwa pelaksanaan retrofit dapat meningkatkan produktifitas dan meningkatkan efisiensi dari mesin sehingga kapasitas produksi yang ditetapkan dapat tercapai.
5.3
Analisa Pengambilan Keputusan Investasi Komponen Mesin Dengan metode NPV yang digunakan pada bab sebelumnya untuk
menghitung arus kas biaya dari kedua alternatif komponen mesin untuk pelaksanaan retrofit, maka diperoleh present value seperti terlihat pada tabel berikut ini :
65
Tabel 5.3 Perbandingan Arus Kas Biaya Dari Alternatif Investasi
5.3.1
Analisa PLC Mitsubishi Q 00 H dan LUMEL MT058-TNT Jika melihat biaya pada investasi awal sebesar Rp. 81.585.023,-, dengan
menggunakan metode NPV ini dapat diketahui, bahwa umur komponen mesin 10 tahun dan biaya operasional per tahun mencapai Rp. 17.909.040,- ditambah biaya perawatan pada tahun pertama sebesar meningkat sebesar
Rp. 9.197. 848,- dan diperkiraan
Rp. 1.103.742,- setiap tahunnya, maka secara keselurahan
total kebutuhan biaya yang harus dikeluarkan untuk PLC Mitsubishi Q 02H dan Touch Screen LUMEL MT 058-TNT adalah sebesar Rp. 234.362.992,4,- .
5.3.2
Analisa PLC OMRON CJ2M dan PROFACE GP577R- TC41 Sejak awal ditawarkan sebagai salah satu alternatif yang akan dibeli, harga
komponen mesin ini memang sudah terlihat lebih mahal dengan selisih biaya investasi awal sebesar Rp. 21.993.557,-. Biaya perawatan di tahun pertama
66
mencapai 17 % dari komponen mesin itu sendiri, ditambah dengan kenaikan biaya perawatan tiap tahunnya yang mencapai 12 % . Pengajuan penawaran komponen mesin ini dengan pertimbangan bahwa pada saat itu yang paling mudah didapatkan dan ada di pasaran. Dengan keterbatasan waktu ( 1 minggu ) untuk pelaksanaan retrofit, maka kedua alternatif komponen mesin tersebut diataslah yang menjadi bahan perbandingan.
5.3.3
Pemilihan Investasi Komponen Mesin Pada tabel 5.3 , nilai sekarang bersih ( NSB ) yaitu nilai selisih antara nilai
sekarang penerimaan ( NSP ) dengan nilai sekarang ongkos ( NSO ). Dengan asumsi bahwa keuntungan yang akan dihasilkan adalah sama dan tidak ada nilai sisa atau nilai kembali dari komponen mesin , maka nilai sekarang penerimaan dianggap nol ( 0 ). Oleh karena itulah NSB yang didapatkan kedua alternatif investasi tersebut mempunyai nilai negatif yaitu ( - ) Rp. 126.507.592,- dan untuk alternatif kedua sebesar ( - ) Rp. 136.409.083,1,- . NSB kedua alternatif komponen mesin dalam penelitian ini ternyata masing-masing mempunyai nilai negatif, hal ini dikarenakan kedua alternatif investasi diatas tidak memiliki NSP yang dapat dijadikan sebagai pembanding untuk dimasukkan dalam nilai sekarang ongkos ( NSO ). Oleh karena itu pada penelitian ini kriteria pemilihan investasi yang dianggap baik dan layak adalah NSB yang memiliki nilai negatif terkecil atau investasi dengan harga yang paling murah yaitu NSB PLC Mitsubishi dan LUMEL ( alternatif pertama ).
67
5.4
Penambahan Fitur dan Pencapaian Performa Mesin ATC D3 setelah di retrofit Keputusan retrofit yang telah diambil sebagai tindakan korektif untuk
menyelesaikan masalah kerusakan mesin yang terjadi pada ATC D3 harus dilaksanakan sebaik-baiknya, cepat dan tepat waktu sesuai dengan ijin shut down yang diberikan oleh PPC Department. Pemilihan komponen mesin yang telah ditetapkan dan sesuai dengan rekomendasi pihak engineering diharapkan mampu untuk mengembalikan performa mesin ATC D3 sesuai dengan fungsinya semula berikut dengan penambahan fitur yang mengoptimalkan teknologi yang disediakan oleh komponen tersebut untuk mendukung peningkatan fungsi safety, peningkatan fungsi pengendalian kualitas, peningkatan deteksi dini untuk mencegah kerusakan mesin. Pada lampiran 1 dapat dilihat gambar mesin ATC D3 kondisi sebelum retrofit dan setelah dilakukan tindakan retrofit.
5.5
Monitoring Data Kerusakan ATC D3 bulan Januari 2012 ( interval 1 bulan setelah tindakan retrofit ) Setelah pelaksanaan retrofit dan dilakukan tes produksi perdana, apabila
hasil produksi tidak mengindikasikan penyimpangan yang berarti dan telah mendapatkan temporary validation dari pihak quality control dan technical, maka proses produksi akan langsung dilakukan secara masal, namun proses uji
68
laboraturium tetap dilaksanakan bersamaan dengan jadwal produksi tersebut. Uji laboraturium membutuhkan waktu sekitar 3 – 4 hari. Sebagai penanggung jawab proyek, pihak engineering melakukan pengawasan berkesinambungan terhadap mesin ATC D3 selama kurun waktu 2 minggu sampai diterbitkannya validasi permanen yang menyatakan bahwa mesin layak digunakan untuk produksi masal sesuai dengan kapasitas normalnya. Pada grafik berikut dapat dilihat pencapaian target kerusakan mesin secara keseluruhan pada bulan Januari 2012.
Grafik 5.3 Pencapaian Target MTTR Januari 2012 Jika dibandingkan dengan pencapaian target MTTR yang terjadi pada bulan Desember 2011, maka dapat dikatakan bahwa trend kerusakan mesin di PT. XYZ yang terjadi pada Januari 2012 cenderung menurun karena masih berada dibawah target yang telah ditentukan yaitu sebesar 22 menit / NWT dengan aktual kerusakan sebesar 20,75 menit / NWT. NWT
( Net Weight Ton ) adalah sebuah besaran / nilai tetap yang
dikeluarkan oleh PPC Department. Salah satu variabelnya terdiri dari nilai / bobot
69
material mentah yang dibutuhkan untuk membuat 1 buah produk ( ban ). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan nilai sebesar 22,5 Kg sesuai dengan informasi yang didapatkan dari pihak PPC. Dengan asumsi pada bulan tersebut kebutuhan fast moving product mencapai 80% dari kapasitas produksi yang ada ( ban jenis light dan medium truck ) dan disesuaikan dengan kebutuhan material compound, maka ditentukan rata-rata kebutuhan material untuk memproduksi 1 buah ban adalah 22,5 Kg. Perhitungan nilai NWT dari tabel kapasitas produksi adalah sebagai berikut : Jika diketahui ; -
Bobot material untuk 1 buah ban = 22,5 Kg
-
Hasil aktual produksi per bulan = 11641 pcs
-
Jumlah hari kerja = 30 hari dan 1 ton = 1000Kg
maka, NWT = ( 11641 pcs / 1000 Kg ) x 22,5 Kg x 30 hari = 7857,675 NWT Nilai NWT yang dihasilkan dari perhitungan diatas nantinya akan digunakan sebagai salah satu nilai pembagi setiap bulannya terhadap besaran nilai target kerusakan mesin yang diperbolehkan / MTTR ( main time to repair ). Target kerusakan mesin ditetapkan setiap tahun oleh engineering, besarannya ditentukan oleh kebijakan pimpinan tertinggi Engineering Department yang berdasarkan pada breakdown / kerusakan mesin reguler pada bagian elektris
70
dan mekanis, dalam tugas akhir ini penulis mendapatkan besaran target MTTR yang ditetapkan untuk tahun 2011 sebesar 16 Menit / NWT. Nilai tersebut merupakan besaran nilai yang mengacu pada perhitungan rata-rata pencapaian target MTTR pada tahun sebelumnya ( 2010 ) dengan rentang waktu pengambilan data dari bulan November 2009 sampai dengan Oktober 2010. Untuk menentukan besaran target tahun berikutnya dapat dihitung dengan formulasi seperti dibawah ini ( misal target MTTR 2011 ). Target MTTR 2011 = ( rata-rata MTTR 2010 + Target MTTR 2010 ) / 2 = ( 18,72 + 13,90 ) / 2 = 16,31 pembulatan = 16 menit / NWT Formulasi yang sama juga berlaku untuk peghitungan target MTTR tahun 2012. Pada tabel 5.4 dan tabel 5.5 dapat dilihat besaran nilai pencapaian MTTR tiap bulan dalam periode waktu pencapaian target MTTR masing-masing 1 tahun.
Tabel 5.4 Data Pencapaian Target MTTR 2010
71
Tabel 5.5 Data Pencapaian Target MTTR 2011
Dengan melihat tabel pencapaian target MTTR 2011 diatas, maka dapat diketahui bahwa kebijakan yang diambil dalam penentuan besaran target MTTR tahun 2012 adalah sebesar 22 menit / NWT. Untuk melihat performa mesin ATC D3 yang telah di retrofit, dibawah ini dapat kita lihat tabel data
kerusakan Januari 2012 yang terjadi pada mesin
tersebut. Tabel 5.6 Data Kerusakan Mesin ATC D3 bulan Januari 2012
72
Grafik 5.4 Kerusakan Mesin ATC D3 setelah di retrofit
Tabel 5.7 Total Kerugian Mesin ATC D3 bulan Januari 2012
Jika diperhatikan dalam tabel dan grafik diatas, masih terdapat empat kali kerusakan yang terjadi pada mesin ATC D3 dengan total waktu kerusakan 195 menit, namun frekuensi kejadian masing-masing hanya sekali dan penyebab kerusakannya pun berbeda-beda. Performa mesin ini sudah dapat dikatakan baik jika kita bandingkan dengan total kerugian yang terjadi sebelum dilakukan tindakan retrofit yaitu sebesar Rp. 476.333.200,- turun sekitar 96% menjadi Rp. 19.513.650,- . .
73
Yang menjadi penilaian penting pada pencapaian performa yang ditunjukkan adalah tidak muncul lagi faktor-faktor yang masuk dalam kategori 6 big losses dan 5 big causes pada mesin ATC D3. Dengan kata lain, retrofit yang dilakukan sebagai tindakan korektif untuk menurunkan jumlah waktu kerusakan pada mesin ATC D3 dinyatakan berhasil dan mampu mengembalikan performa mesin tersebut. Dilihat dari sisi yang lain, benefit yang dihasilkan dari retrofit dengan mengimplementasikan teknologi yang berkembang saat ini mampu meningkatkan produktifitas dan efisiensi.
5.6 Analisa OEE ( Overall Equipment Effectiveness ) Sebagai bahan pertimbangan atas keseluruhan analisa yang telah dilakukan diatas dalam pelaksanaan metode retrofit yang dilakukan pada mesin ATC D3, maka perlu dilakukan kembali pembuktian untuk mengukur tingkat keberhasilan retrofit tersebut. Dengan menggunakan alat ukur Overall Equipment Effectiveness (OEE) atau efektivitas mesin secara menyeluruh, dimana perhitungan OEE berdasarkan kerugian dari mesin yang berhenti karena kerusakan, mesin harus diperlambat, dan produk yang dihasilkan cacat, maka dapat diketahui pencapaian nilai OEE nya.
74
Tabel 5.8 Perbandingan OEE mesin ATC D3
5.6.1 Analisa Overall Equipment Effectiveness ( OEE ) ATC D3 Sebelum Retrofit Pada Tabel 5.8 dapat dilihat bahwa Mesin ATC D3 pada bulan Desember 2011 ditargetkan untuk menghasilkan produk sebanyak 4320 pcs ban dengan total waktu operasi yang direncanakan sebesar 43.200 menit. Namun dengan total waktu kerusakan mencapai 9635 menit, mengakibatkan waktu aktual operasi yang tercapai hanya sebesar 33.565 menit, hal ini menyebabkan tingkat kesiapan mesin untuk digunakan
75
operasi ( availability rate / A ) hanya sebesar 77,6% padahal parameter ideal untuk tingkat kesiapan seharusnya lebih dari 90%. Dengan besaran waktu aktual operasi dan total waktu kerusakan diatas, dapat diketahui bahwa waktu bersih untuk operasi dari mesin tersebut hanya sebesar 23.930 menit, sehingga efisiensi kinerja dari mesin ini hanya berada pada level 71,2% yang berarti kondisi pengoperasian mesin berada dibawah parameter ideal sesuai dengan kapasitas normalnya yaitu lebih dari 95%. Kemampuan mesin ini untuk menghasilkan produk yang berkualitas dapat diukur dengan membagi besaran useful operating time ( = total downtime ) dengan waktu operasi bersih yang dicapai. Artinya, nilai quality rate yang hanya 59,7% menandakan bahwa produktifitas mesin ini untuk menghasilkan produk yang bermutu patut dipertanyakan. Secara keseluruhan, nilai pencapaian OEE dari mesin ATC D3 pada bulan Desember 2011 hanya sebesar 33%, sangat besar sekali selisihnya jika dibandingkan dengan tingkat keberhasilan suatu program total productive maintenance yang harus mencapai lebih dari 85%. Fakta tersebut diatas menjelaskan bahwasanya mesin ATC D3 memang telah mengalami penurunan efisiensi dan mengakibatkan produktifitas yang diharapkan tidak tercapai. ( perhitungan nilai OEE dapat dilihat pada lampiran 11 )
76
5.6.2 Analisa Overall Equipment Effectiveness ( OEE ) ATC D3 Setelah Retrofit Berdasarkan data kerusakan mesin yang diambil pada bulan Pebruari 2012 dari database Oracle System ( lihat tabel 5.6 ) tingkat keberhasilan atau pencapaian tindakan corrective maintenance yang dilakukan pada mesin ATC D3 dengan metode retrofit, didapatkan hasil pengukuran terhadap efektifitas mesin secara menyeluruh sebesar 98,67%. Jumlah total waktu kerusakan sebesar 195 menit telah memperlihatkan tingkat pencapaian ketiga parameter ukur mencapai nilai yang ideal, dimana nilai Availability Rate mencapai 99,56% yang mengindikasikan bahwa kesiapan mesin ATC D3 untuk digunakan beroperasi memenuhi target produksi sebesar 4464 pcs dapat tercapai sekitar 99% atau sebanyak 4445 pcs. Besaran nilai OEE yang mencapai 98,67% tersebut akhirnya dapat memperbaiki pula tingkat kinerja mesin dan quality rate masingmasing menjadi 99.56%. Sebuah keberhasilan yang sangat baik dapat dilihat dari metode retrofit ini. Namun, untuk dapat mempertahankan kondisi performa mesin yang “ seperti “ baru ini, program total productive maintenance hendaknya dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan dalam perkembangan TPM. Terutama dalam mempertahankan performa dengan melakukan preventive maintenance secara berkesinambungan. ( perhitungan OEE dapat dilihat pada lampiran 12 )
77
5.7 Rekapitulasi Hasil Analisa
Dari keseluruhan analisa yang telah dilakukan, kondisi mesin ATC D3 sebelum dan setelah retrofit dapat dilihat dalam rekapitulasi pada tabel berikut ini. Tabel 5.9 Rekapitulasi Analisa mesin ATC D3