BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
4.1
Metode Falling Head Pengukuran dilakukan pada empat sampel batuan berbeda. Data yang
didapatkan dengan menggunakan metode Falling Head akan dibandingkan dengan perhitungan menggunakan persamaan (1) yaitu : Q=−
kA ΔP η L
Hasil yang didapatkan sebagai berikut : •
Batu A dengan d = 2.54 cm dan L = 2 cm memiliki permeabilitas sebagai berikut :
Tabel 3. Data Pengukuran Sampel Batu A Konduktivitas Ketinggian Ketinggian Permeabilitas, Permeabilitas, Waktu, hidrolik, K awal, H1 akhir, H2 k (cm2) t (s) k (D) (cm/s) (cm) (cm)
84
74
20.1
0.01261
1.26E-07
12.6121
74
64
21.6
0.01344
1.34E-07
13.4428
64
54
24.5
0.01387
1.38E-07
13.8693
54
44
28.6
0.01432
1.43E-07
14.3213
44
34
35.6
0.01448
1.45E-07
14.4848
34
24
45.5
0.01531
1.53E-07
15.3102
Dari data di atas didapat permeabilitas rata-rata Batu A (kA) sebesar 14 D.
23
24
Tabel 4. Perhitungan Permeabilitas Sampel Batu A Ketinggian Waktu, air, h (cm) t (s) 84 20.1 74 21.6 64 24.5 54 28.6 44 35.6 34 45.5
Volume air, V (cm3) 50.6451 50.6451 50.6451 50.6451 50.6451 50.6451
Tekanan, P (gr/cm.s2) 84000 74000 64000 54000 44000 34000
Debit, Q (cm3/s) 2.51965 2.34468 2.06715 1.77081 1.42261 1.11308
Grafik Permeabilitas Batu A 3 y = 3E-05x + 0.1712
Debit, Q (cm3/s)
2.5
2
R = 0.9911
2 1.5 1 0.5 0 0
10000
20000 30000
40000 50000
60000 70000
80000 90000
Tekanan, P (gr/cm.s2) Grafik 1. Permeabilitas Sampel Batu A
Permeabilitas yang didapat dari perhitungan menggunakan persamaan (1) sebesar 1.18 x 10-7 cm2 atau 11.8 D.
•
Batu B dengan d = 2.54 cm dan L = 1.8 cm memiliki permeabilitas sebagai berikut :
25
Tabel 5. Data Pengukuran Sampel Batu B Ketinggian Ketinggian awal, H1 akhir, H2 (cm) (cm)
84.7
82.9
Waktu, t (s)
65310
Konduktivitas Permeabilitas, Permeabilitas, hidrolik, K k (D) k (cm2) (cm/s)
5.92E-07
5.9E-12
0.00059
Dari data di atas didapat permeabilitas Batu B (kB) sebesar 0.00059 D atau B
0.59 mD.
Tabel 6. Perhitungan Permeabilitas Sampel Batu B Ketinggian Waktu, air, h (cm) t (s) 84.7 65310
Volume air, V (cm3) 9.11611
Tekanan, P (gr/cm.s2) 84700
Debit, Q (cm3/s) 0.00014
Permeabilitas yang didapat dari perhitungan menggunakan persamaan (1) sebesar 5.86 x 10-12 cm2 atau 0.586 D.
•
Batu C dengan d = 2.54 cm dan L = 1.8 cm memiliki permeabilitas sebagai berikut : Tabel 7. Data Pengukuran Sampel Batu C
Ketinggian awal, H1 (cm)
Ketinggian akhir, H2 (cm)
Waktu, t (s)
Konduktivitas hidrolik, K (cm/s)
84
83
73740
2.92E-07
2.92E-12
0.000292
83
82
75200
2.9E-07
2.9E-12
0.00029
Permeabilitas, Permeabilitas, k (D) k (cm2)
Dari data di atas didapat permeabilitas rata-rata Batu C (kC) sebesar 0.00029 D atau 0.29 mD.
26
Tabel 8. Perhitungan Permeabilitas Sampel Batu C Ketinggian Waktu, air, h (cm) t (s) 84 73740 83 75200
Volume air, V (cm3) 5.06451 5.06451
Tekanan, P (gr/cm.s2) 84000 83000
Debit, Q (cm3/s) 6.9E-05 6.7E-05
Grafik Permeabilitas Batu C 0.0000688 y = 1E-09x - 4E-05
Debit, Q (cm 3/s)
0.0000686 0.0000684 0.0000682 0.000068 0.0000678 0.0000676 0.0000674 0.0000672 82800
83000
83200
83400
83600
83800
84000
84200
Tekanan, P (gr/cm.s2) Grafik 2. Permeabilitas Sampel Batu C
Permeabilitas yang didapat dari perhitungan menggunakan persamaan (1) sebesar 3.55 x 10-12 cm2 atau 0.36 mD.
•
Batu D dengan d = 2.54 cm dan L = 1.2 cm memiliki permeabilitas sebagai berikut :
27
Tabel 9. Data Pengukuran Sampel Batu D Ketinggian awal, H1 (cm)
Ketinggian akhir, H2 (cm)
Waktu, t (s)
85
77.5
46800
2.37E-06
2.37E-11
0.00237
77.5 75
75 73
15870 15000
2.48E-06 2.16E-06
2.48E-11 2.16E-11
0.00248 0.00216
Konduktivitas Permeabilitas, Permeabilitas, hidrolik, K k (D) k (cm2) (cm/s)
Dari data di atas didapat permeabilitas rata-rata Batu D (kD) sebesar 0.00242 D atau 2.42 mD.
Tabel 10. Perhitungan Permeabilitas Sampel Batu D Ketinggian Waktu, air, h (cm) t (s) 85 46800 77.5 15870 75 15000
Volume air, V (cm3) 37.9838 12.6613 10.129
Tekanan, P (gr/cm.s2) 85000 77500 75000
Debit, Q (cm3/s) 0.00081162 0.000797811 0.000675267
Debit, Q (cm3/s)
Grafik Permeabilitas Batu D 0.0009 0.0008 0.0007 0.0006 0.0005 0.0004 0.0003 0.0002 0.0001 0 74000
y = 1E-08x - 0.0001 2
R = 0.5726
76000
78000
80000
82000
Tekanan, P (gr/cm.s2) Grafik 3. Permeabilitas Sampel Batu D
84000
86000
28
Permeabilitas yang didapat dari perhitungan menggunakan persamaan (1) sebesar 2.36 x 10-11 cm2 atau 2.36 mD.
Tabel 11. Perbandingan Permeabilitas Hasil Pengukuran dan Perhitungan Sampel Batu A Batu B Batu C Batu D
Pengukuran Falling Head 14 D 0.59 mD 0.29 mD 2.42 mD
Perhitungan Rumus 11.8 D 0.586 mD 0.36 mD 2.36 mD
Error 15 % 0.6 % 24 % 2%
Berdasarkan pengolahan data di atas, Batu A memiliki permeabilitas yang sangat besar jika dibandingkan dengan sampel lainnya yang hanya berkisar dalam orde mD. Data yang diambil untuk sampel Batu B, C, dan D tidak terlalu banyak karena waktu yang diperlukan untuk penurunan permukaan air cukup lama. Pada Batu B, permukaan air tidak lagi mengalami penurunan setelah mencapai ketinggian 82.9 cm. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya tekanan yang diberikan sehingga air tidak dapat mengalir melewati batuan lagi. Jika perhitungan permeabilitas dari metode Falling Head dibandingkan dengan perhitungan menggunakan persamaan (1) didapatkan hasil yang berbeda untuk setiap sampel batuan (Tabel 11). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya ketidaktelitian dalam pengambilan data selang waktu dan ketinggian permukaan air yang dilakukan secara manual. Selain itu, penurunan ketinggian permukaan air tidak semata-mata disebabkan oleh keluarnya air melalui sampel batuan, tetapi juga karena adanya kemungkinan penguapan air atau kebocoran melalui sambungan pipa. Walaupun demikian, perbedaan yang terjadi tidak terlalu
29
jauh sehingga dapat dinyatakan bahwa metode Falling Head dapat digunakan untuk mengestimasi nilai permabilitas suatu batuan.
4.2
Analisis Citra Digital Pengukuran dilakukan pada delapan sayatan tipis sampel batuan yang
diambil dari keempat sampel core. Setiap citra digital sampel dianalisis dengan menggunakan TPCF untuk mendapatkan nilai porositas, permeabilitas, dan luas permukaan spesifik. Satu hal yang harus diperhatikan adalah ukuran pixel yang dipakai pada program DIPMA dengan ukuran pixel citra digital yang didapat dari mikroskop berbeda. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil akhir perlu dilakukan perbandingan antara kedua ukuran pixel. 1 pixel pada DIPMA = 8 µm, sedangkan pada citra digital 1 pixel = 4 µm, sehingga setiap data yang didapat dari analisis DIPMA dikalikan dengan 0.5 untuk mendapatkan hasil akhir. Di bawah ini akan dipaparkan data hasil pengamatan dari tiap sampel sayatan tipis berupa citra digital sayatan tipis dan grafik TPCF :
30
Batu A 1 :
Gambar 12. Sayatan Tipis Batu A 1. Warna merah menunjukkan daerah pori.
Grafik TPCF Batu A 1 0.25 0.2
TPCF
•
0.15 0.1 0.05 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Jarak, r (pixel)
Grafik 4. Grafik TPCF untuk Sayatan Tipis Batu A 1.
160
180
31
Batu A 2 :
Gambar 13. Sayatan Tipis Batu A 2. Warna merah menunjukkan daerah pori.
Grafik TPCF Batu A 2
TPCF
•
0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 0
50
100
150
Jarak, r (pixel)
Grafik 5. Grafik TPCF untuk Sayatan Tipis Batu A 2.
200
32
Batu B 1 :
Gambar 14. Sayatan Tipis Batu B 1. Warna merah menunjukkan daerah pori.
Grafik TPCF Batu B 1
TPCF
•
0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Jarak, r (pixel)
Grafik 6. Grafik TPCF untuk Sayatan Tipis Batu B 1.
160
180
33
Batu B 2 :
Gambar 15. Sayatan Tipis Batu B 2. Warna merah menunjukkan daerah pori.
Grafik TPCF Batu B 2 0.12 0.1 0.08 TPCF
•
0.06 0.04 0.02 0 0
50
100
150
200
Jarak, r (pixel)
Grafik 7. Grafik TPCF untuk Sayatan Tipis Batu B 2.
250
34
Batu C 1 :
Gambar 16. Sayatan Tipis Batu C 1. Warna merah menunjukkan daerah pori.
Grafik TPCF Batu C 1 0.07 0.06 0.05 TPCF
•
0.04 0.03 0.02 0.01 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Jarak, r (pixel)
Grafik 8. Grafik TPCF untuk Sayatan Tipis Batu C 1.
160
180
35
Batu C 2 :
Gambar 17. Sayatan Tipis Batu C 2. Warna merah menunjukkan daerah pori.
Grafik TPCF Batu C 2 0.04 0.035 0.03 TPCF
•
0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0 0
20
40
60
80
100
120
Jarak, r (pixel)
Grafik 9. Grafik TPCF untuk Sayatan Tipis Batu C 2.
140
160
180
36
Batu D 1 :
Gambar 18. Sayatan Tipis Batu D 1. Warna merah menunjukkan daerah pori.
Grafik TPCF Batu D 1
TPCF
•
0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Jarak, r (pixel)
Grafik 10. Grafik TPCF untuk Sayatan Tipis Batu D 1.
160
180
37
Batu D 2 :
Gambar 19. Sayatan Tipis Batu D 2. Warna merah menunjukkan daerah pori.
Grafik TPCF Batu D 2 0.12 0.1 0.08 TPCF
•
0.06 0.04 0.02 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Jarak, r (pixel)
Grafik 11. Grafik TPCF untuk Sayatan Tipis Batu D 2.
160
180
38
Setelah dilakukan analisis TPCF maka didapatkan data citra digital sebagai berikut :
Tabel 12. Hasil Analisis TPCF Sampel Sayatan Tipis Sampel
Porositas (%) Permeabilitas (D)
Luas Permukaan Spesifik (µm-1)
Batu A 1
11.5
0.232395
0.030505
Batu A 2
3.9
0.03839
0.014825
Batu B 1
9.9
1.26371
0.0355
Batu B 2
7
1.179765
0.00645
Batu C 1
5.1
0.16723
0.01061
Batu C 2
0.76
0.979385
0.00802
Batu D 1
9.9
1.58241
0.0098
Batu D 2
11.8
0.15388
0.03916
Dari data di atas dapat terlihat bahwa batuan yang sama, contohnya batu A, akan memiliki nilai permeabilitas yang berbeda saat pengamatan dilakukan pada lapisan yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa batu tersebut memiliki persebaran pori yang tidak sama tiap-tiap lapisannya dan memiliki jalur yang tidak lurus jika diamati dalam 3D.
4.3
Perbandingan Permeabilitas Kedua Metode
Tabel 13. Perbandingan Permeabilitas Sampel Batuan Sampel Batuan Batu A Batu B Batu C Batu D
Falling Head 14 D 0.59 mD 0.29 mD 2.42 mD
Analisis Citra 0.14 D 1.22 D 0.57 D 0.87 D
39
Pada Tabel 13 dapat dilihat perbandingan permeabilitas seluruh sampel dengan menggunakan kedua metode dimana sebelumnya permeabilitas yang didapat dari analisis citra digital telah dirata-ratakan. Dari data diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat jauh antara hasil pengukuran dengan metode Falling Head dengan analisis citra digital. Hal ini terjadi karena air mengalir pada ruang pori yang tidak lurus di dalam sampel core sehingga air lebih sulit melewati sampel dibandingkan dengan lintasan aliran air yang lurus. Sedangkan pada sampel sayatan tipis, hasil permeabilitas batuan hanya bergantung kepada lapisan yang dibuat lapisan tipis tanpa memperhitungkan bentuk lapisan-lapisan batuan dibawahnya, sehingga tentu saja nilai yang dihasilkan antara kedua metode akan berbeda. Jika terdapat nilai yang sama antara hasil pengukuran dengan metode Falling Head dan analisis citra digital, maka berarti batuan tersebut memiliki ruang pori berbetuk pipa kapiler lurus. Pada analisis citra digital, penentuan bagian pori sangat menentukan hasil analisis citra karena ada kemungkinan warna matriks yang sama dengan warna pori akan dianggap sebagai pori sehingga hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan nilai sebenarnya.