BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 UMUM Bagian ini akan menjelaskan hasil pengolahan data yang didapat melalui survey kuisioner maupun survey wawancara, beserta analisis perbandingan hasil pengolahan data dengan contoh yang
terdapat
dalam
Keputusan
Menteri
Permukiman
dan
Prasarana
Wilayah
No.339/KPTS/M/2003. Untuk mendapatkan hasil terhadap metode penilaian kualifikasi penyedia jasa konstruksi yang telah disusun berdasarkan hierarki kualifikasi, maka disusunlah perancangan kuisioner untuk kemudian disebarkan kepada para praktisi maupun ahli sehingga didapatkan data primer.
Survey kuisioner dilakukan sekaligus dengan survey wawancara sehingga responden dapat memahami dengan baik tujuan dan arti yang terkandung dalam pertanyaan kuisioner tersebut. Bentuk kuisioner pada penelitian ini dapat dilihat pada lembar lampiran, yang merupakan penjelmaan dari struktur hierarki yang telah disusun. Data berdasarkan kuisioner ini dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu bagian (A) merupakan daftar pertanyaan yang mencari latar belakang ahli yang ditunjuk sebagai responden dan bagian (B) adalah penilaian dari para responden tersebut sehingga diperoleh data yang kemudian disusun dalam matriks perbandingan berpasangan untuk mengetahui tingkat kepentingan (bobot) antar elemen dalam satu tingkatan hierarki.
4.2 REKAPITULASI DATA 4.2.1 Data Responden Responden sebagian besar berasal dari berbagai instansi Pemerintah yang ada di Jawa Barat, khususnya Bandung. Kode Responden dan Instansi asal responden ditunjukkan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Responden
Kode Responden R1 R2 R3 R4 R6 R5 R7 R8 R9 R10 R11
INSTANSI SNVT Pembangunan Jalan dan Jembatan Jawa Barat SNVT Pembangunan Jalan dan Jembatan Jawa Barat Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Jawa Barat Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Jawa Barat Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Jawa Barat Puslitbang Sumber Daya Air Jawa Barat Universitas Padjajaran Bandung Universitas Diponegoro Semarang Universitas Diponegoro Semarang Dinas Pengembangan Sumber Daya Air Jawa Barat Institut Teknologi Bandung
4.2.2 Survey Pendahuluan Sebelum semua kuisioner disebarkan dilakukan terlebih dahulu uji pertanyaan yang ada pada kuisioner. Uji ini disebut sebagai survey pendahuluan kuisioner yang bertujuan untuk melihat pertanyaan yang valid dan yang tidak. Yang dimaksud dengan pertanyaan tidak valid adalah pertanyaan yang membingungkan responden untuk menjawab karena pertanyaan tidak jelas maksudnya atau pertanyaan mengandung kata yang ambigu. Dalam penelitian ini pertanyaan yang tidak valid dan tidak sesuai dengan tujuan penelitian akan dibuang atau diganti dengan pertanyaan baru, setelah itu baru kuisioner disebarkan kembali untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Survey pendahuluan dilakukan dengan menyebarkan tiga (3) buah kuisioner kepada responden. Pada survey pendahuluan didapatkan bahwa responden belum mengerti dengan baik maksud dan tujuan penelitian sehingga perlu dijelaskan secara langsung dengan tatap muka. Responden dalam mengisi kuisioner masih terpaku pada regulasi yang berlaku yaitu Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah sehingga jawaban yang diberikan umumnya berpedoman kepada regulasi tersebut. Hal ini mengakibatkan responden menjadi bingung dalam menentukan tingkat kepentingan yang dibandingkan. Masalah yang muncul selama survey pendahuluan yaitu: 1.
Responden tidak memahami cara mengisi lembar pertanyaan dalam kuisioner, sehingga data yang diperoleh tidak dapat diolah dan dianalisis.
2.
Responden kesulitan dalam mendefinisikan perbedaan tingkat kepentingan antar hal yang dibandingkan ke bentuk angka yang digunakan dalam kuisioner.
3.
Responden merasa bahwa dalam peraturan tidak biasanya membandingkan dua hal, karena semua yang ada dalam peraturan adalah mutlak dan tidak bisa diubah.
4.
Responden menjumpai adanya aspek maupun kriteria yang tidak bisa dibandingkan karena berbeda tujuannya.
4.2.3 Data Bagian (A) Pertanyaan kuisioner bagian (A) ini disusun untuk mengetahui latang belakang responden, yang mencerminkan tingkat kepakaran responden dalam penilaian kualifikasi penyedia barang dan jasa pemerintah. Pertanyaan kuisioner bagian (A) yang pertama: “ Sejauh mana responden memahami Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 beserta perubahannya tentang pedoman pelaksanaan barang dan jasa pemerintah? “ ditujukan untuk mengetahui pemahaman responden, sehingga dapat diketahui kepakaran responden di mana jika pemahaman responden dibawah angka 50% maka data yang disampaikan responden dianggap tidak valid. Data yang diberikan digambarkan seperti berikut: Tabel 4.2
Pemahaman responden terhadap KepPres no 80 tahun 2003 R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
R11
0 % - 25 % 26 % - 50 % 51 % - 75 % 76 % - 100 %
PEMAHAMAN RESPONDEN TERHADAP KEPRES 0% 18% 82%
50 % - 75 % 76 % - 100 %
Gambar 4.1
Komposisi tingkat pemahaman responden terhadap Kepres
Pertanyaan kuisioner bagian (A) yang kedua: “Sejauh mana responden memahami Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah
no.
339/KPTS/M/2003
tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah atau Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi? “ ditujukan untuk mengetahui pemahaman responden, sehingga dapat diketahui kepakaran responden di mana jika pemahaman responden dibawah angka 50% maka data yang disampaikan responden dianggap tidak valid. Data yang diberikan digambarkan seperti berikut:
Tabel 4.3
Pemahaman responden terhadap KepMen no 339/KPTS/M/2003
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9 R10 R11
0 % - 25 % 26 % - 50 % 51 % - 75 % 76 % - 100 %
PEMAHAMAN RESPONDEN TERHADAP KEPMEN 0% 18% 82%
50 % - 75 % 76 % - 100 %
Gambar 4.2 Komposisi tingkat pemahaman responden terhadap Kepmen
Pertanyaan kuisioner bagian (A) yang ketiga: “ Sejak kapankah responden terlibat dalam proses penilaian kualifikasi pengadaan jasa pelaksana konstruksi pemerintah baik sebagai panitia pengadaan maupun sebagai peneliti? “ ditujukan untuk mengetahui lamanya keterlibatan responden dalam proses penilaian kualifikasi jasa pelaksana konstruksi pemerintah, sehingga dapat dinilai pengalaman responden, ditunjukkan seperti gambar berikut:
Tabel 4.4 Pengalaman Responden dalam penilaian kualilifikasi
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9 R10 R11
0-3 Tahun 4-7 Tahun 8-11 Tahun 12 Tahun atau lebih
PENGALAMAN RESPONDEN DALAM KUALIFIKASI
0 - 3 tahun 28%
27%
18%
4 - 7 tahun 8 - 11 tahun
27%
= 12 tahun
Gambar 4.3 Komposisi pengalaman responden dalam penilaian kualifikasi
4.2.4 Data Bagian (B) Pertanyaan kuisioner bagian (B) ini disusun untuk mengetahui ragam pembobotan dari perbandingan berpasangan tiap-tiap kriteria penilaian yang telah disebutkan sebelumnya. Data yang didapat akan diolah menggunakan metode AHP (Analitycal Hierachy Process) sehingga akan didapatkan bobot dari tiap aspek maupun kriteria aspek dalam proses penilaian kualifikasi pengadaan jasa pelaksana konstruksi. Dibawah ini disajikan contoh hasil survey kuisioner yang telah disebarkan:
Tabel 4.5 Contoh tampilan hasil kuisioner Perbandingan antar Aspek Keuangan - Pengalaman Keuangan - Kemampuan Teknis Keuangan - Inovasi Pengalaman - Kemampuan Teknis Pengalaman - Inovasi Kemampuan Teknis - Inovasi
R2 0.333 2.000 2.000 3.000 3.000 3.000
R4 0.200 0.250 4.000 2.000 9.000 7.000
R5 0.250 0.333 1.000 3.000 3.000 5.000
R6 0.250 0.333 0.250 1.000 0.500 2.000
R7 0.200 0.200 0.333 1.000 2.000 3.000
R8 2.000 1.000 7.000 2.000 9.000 4.000
R10 0.111 1.000 3.000 9.000 9.000 4.000
R11 0.167 0.143 0.200 2.000 4.000 4.000
Adapun hasil dari pengisian dan pengolahan data yang didapat dalam survey kuisioner disajikan dalam lampiran.
4.2.5 Proses Pembobotan Hasil penilaian kuisioner dapat diterjemahkan kedalam bentuk matriks perbandingan dan selanjutnya dapat dilakukan proses pembobotan. Untuk mendapatkan bobot penilaian dari pertanyaan kuisioner digunakan alat bantu berupa Microsoft Office Excel
yang hasil
keseluruhan pengolahan data dapat dilihat dalam lampiran. Berikut ditampilkan contoh perhitungan untuk mendapatkan bobot dari satu orang responden:
4.2.5.1 Proses Pembobotan ASPEK
1. Membuat
Matriks
perbandingan
berpasangan
dari
hasil
kuisioner
kemudian
menjumlahkan nilai dalam satu kolom untuk mendapatkan matriks normalisasi Tabel 4.6 Matriks A1 perbandingan antar aspek
Keuangan Pengalaman Kemampuan Teknis Inovasi
Total
Keuangan
Pengalaman
Kemampuan Teknis
Inovasi
1 2,000 0,333 0,333 3,667
0,500 1 1,000 0,333 2,833
3,000 1,000 1 0,500 5,500
3,000 3,000 2,000 1 9,000
2. Membagi tiap-tiap nilai dalam kolom dengan penjumlahan masing-masing kolom, perhitungan ini akan menghasilkan matriks bobot prioritas lokal yang disebut dengan matriks A2. Tabel 4.7 Matriks A2 terhadap aspek penilaian kualifikasi
Keuangan Pengalaman Kemampuan Teknis Inovasi
Total
Keuangan
Pengalaman
Kemampuan Teknis
Inovasi
0,2727 0,5455 0,0909 0,0909 1
0,1765 0,3529 0,3529 0,1176 1
0,5455 0,1818 0,1818 0,0909 1
0,3333 0,3333 0,2222 0,1111 1
3. Matriks yang didapatkan selanjutnya di uji konsistensinya dengan tahapan sebagai berikut:
a. Mengalikan setiap baris elemen pada matriks A2 dengan bobot prioritas lokal yang saling bersesuaian dan kemudian menjumlahkan hasil perkalian tersebut dengan jumlah elemen yang sama. b. Menjumlahkan hasil perkalian tersebut c. Menghitung λ maks dengan cara merata-rata yang diperoleh dari langkah sebelumnya (b) d. Menghitung CI = λ maks − e. Menghitung CR = f.
n (n − 1)
CI RI (n )
Membandingkan nilai CR yang didapat, dimana jika nilai rasio konsistensi (CR) lebih kecil dari 10 % maka hasil penilaian menggunakan AHP dapat diterima. Tabel 4.8 Matriks A3 uji konsistensi aspek penilaian kualifikasi
Keuangan Pengalaman Kemampuan Teknis Inovasi
Keuangan
Pengalaman
0.2727 0.5455 0.0909 0.0909
0.1765 0.3529 0.3529 0.1176
Kemampuan Teknis 0.5455 0.1818 0.1818 0.0909
Inovasi
Bobot
Eigen
0.3333 0.3333 0.2222 0.1111
0.3320 0.3534 0.2120 0.1026
4.375 4.350 4.158 4.258
n=4
Total Π maks CI RI(n) CR
17.141 4.285 0.095 0.900 0.106
CR = 10,06 % > 10 % ; Responden TIDAK KONSISTEN
Dalam perhitungan bobot aspek, yang diambil adalah nilai bobot dari responden yang konsisten dimana nilai ini adalah rata-rata dari perhitungan setiap aspek yang konsisten seperti digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 4.9 Bobot ASPEK gabungan berdasarkan persepsi responden yang konsisten Keuangan Pengalaman Kemampuan Teknis Inovasi
R2 0.2262 0.4768 0.1895 0.1076
R4 0.1180 0.5145 0.3236 0.0439
R5 0.1038 0.4820 0.3070 0.1073
R6 0.0816 0.2637 0.3429 0.3118
R7 0.0693 0.3595 0.3990 0.1722
R8 0.2617 0.4639 0.2260 0.0484
R10 0.1092 0.7184 0.1239 0.0484
R11 0.0509 0.4654 0.3397 0.1440
RtGAB 0.128 0.468 0.281 0.123
4.2.5.2 Proses Pembobotan KRITERIA KEUANGAN 1. Membuat
Matriks
perbandingan
berpasangan
dari
hasil
kuisioner
kemudian
menjumlahkan nilai dalam satu kolom untuk mendapatkan matriks normalisasi Tabel 4.10 matriks A1 perbandingan antar Kriteria Keuangan SDB 1 3,000 4,000
SDB SKK
Total
SKK 0,333 1 1,333
SDB = Surat Dukungan Bank SKK = Surat Jaminan Keuangan
2. Membagi tiap-tiap nilai dalam kolom dengan penjumlahan masing-masing kolom, perhitungan ini akan menghasilkan matriks bobot prioritas lokal yang disebut dengan matriks A2.
Tabel 4.11 Matriks A2 terhadap Kriteria Keuangan SDB SKK
Total
SDB 0,2500 0,7500 1
SKK 0,2500 0,7500 1
Total 0,5000 1,5000
Rata-Rata 0,2500 0,7500
3. Matriks yang didapatkan selanjutnya di uji konsistensinya dengan tahapan sebagai berikut: a. Mengalikan setiap baris elemen pada matriks A2 dengan bobot prioritas lokal yang saling bersesuaian dan kemudian menjumlahkan hasil perkalian tersebut dengan jumlah elemen yang sama. b. Menjumlahkan hasil perkalian tersebut c. Menghitung λ maks dengan cara merata-rata yang diperoleh dari langkah sebelumnya (b) d. Menghitung CI = λ maks − e. Menghitung CR = f.
n (n − 1)
CI RI (n )
Membandingkan nilai CR yang didapat, dimana jika nilai rasio konsistensi (CR) lebih kecil dari 10 % maka hasil penilaian menggunakan AHP dapat diterima.
Karena pada kriteria ini kriteria yang dibandingkan hanya dua maka apapun perbandingannya akan selalu konsisten karena nilai RI(n) adalah 0,00 Tabel 4.12 Matriks A3 uji konsistensi kriteria keuangan SDB 0,25 0,75
SDB SKK
SKK 0,25 0,75
Eigen 2 2
Bobot 0,25 0,75 Total
4,000 2,000 0,000 0,000 0,000
maks
CI RI(n)
n=2
CR
CR = 0 % < 10 % ; Responden KONSISTEN
Dalam perhitungan bobot kriteria keuangan, yang diambil adalah nilai bobot dari responden yang konsisten dimana nilai ini adalah rata-rata dari perhitungan setiap kriteria keuangan yang konsisten seperti digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 4.13 Bobot KRITERIA KEUANGAN gabungan berdasarkan persepsi responden yang konsisten
SDB SKK
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 0,250 0,750 0,500 0,667 0,500 0,200 0,833 0,833 0,250 0,125 0,750 0,250 0,500 0,333 0,500 0,800 0,167 0,167 0,750 0,875
R11 0,750 0,250
RtGAB 0,5144 0,4856
4.2.5.3 Proses Pembobotan KRITERIA PENGALAMAN 1. Membuat
Matriks
perbandingan
berpasangan
dari
hasil
kuisioner
menjumlahkan nilai dalam satu kolom untuk mendapatkan matriks normalisasi Tabel 4.14 Matriks A1 perbandingan antar Kriteria Pengalaman
PS NK KP PG
Total
PS 1 0.333 0.333 2.000 3.667
NK 3.000 1 3.000 5.000 12.000
KP 3.000 0.333 1 3.000 7.333
PS = Pekerjaan Sejenis NK = Nilai Kontrak 7 Tahun Terakhir KP = Kerjasama Dengan Pemerintah 4 Tahun Terakhir PG = Banyaknya Proyek Yang Gagal
PG 0.500 0.200 0.333 1 2.033
kemudian
2. Membagi tiap-tiap nilai dalam kolom dengan penjumlahan masing-masing kolom, perhitungan ini akan menghasilkan matriks bobot prioritas lokal yang disebut dengan matriks A2.
Tabel 4.15 Matriks A2 terhadap Kriteria Pengalaman PS NK KP PG
Total
PS
NK
KP
PG
0.273 0.091 0.091 0.545 1
0.250 0.083 0.250 0.417 1
0.409 0.045 0.136 0.409 1
0.246 0.098 0.164 0.492 1
3. Matriks yang didapatkan selanjutnya di uji konsistensinya dengan tahapan sebagai berikut: a. Mengalikan setiap baris elemen pada matriks A2 dengan bobot prioritas lokal yang saling bersesuaian dan kemudian menjumlahkan hasil perkalian tersebut dengan jumlah elemen yang sama. b. Menjumlahkan hasil perkalian tersebut c. Menghitung λ maks dengan cara merata-rata yang diperoleh dari langkah sebelumnya (b) d. Menghitung CI = λ maks − e. Menghitung CR = f.
n (n − 1)
CI RI (n )
Membandingkan nilai CR yang didapat, dimana jika nilai rasio konsistensi (CR) lebih kecil dari 10 % maka hasil penilaian menggunakan AHP dapat diterima.
Tabel 4.16 Matriks A3 uji konsistensi Kriteria Pengalaman PS 0.273 0.091 0.091 0.545
PS NK KP PG
NK 0.250 0.083 0.250 0.417
KP 0.409 0.045 0.136 0.409
PG 0.246 0.098 0.164 0.492
Bobot 0.294 0.080 0.160 0.466
Eigen 4.234 4.078 4.069 4.150
Total
16.532 4.133 0.044 0.900 0.049
maks
CI RI (n) CR
n=4
CR = 4,9 % < 10 % ; Responden KONSISTEN
Dalam perhitungan bobot aspek, yang diambil adalah nilai bobot dari responden yang konsisten dimana nilai ini adalah rata-rata dari perhitungan setiap aspek yang konsisten seperti digambarkan dalam tabel berikut: Tabel 4.17 Bobot KRITERIA PENGALAMAN gabungan berdasarkan persepsi responden yang konsisten
PS NK KP PG
R2 0.1124 0.1942 0.1387 0.5547
R4 0.5822 0.1690 0.1185 0.1304
R5 0.4792 0.2347 0.1847 0.1013
R6 0.4850 0.2889 0.1404 0.0856
R7 0.6153 0.2033 0.1028 0.0785
R8 0.5960 0.0906 0.0879 0.2255
R9 0.2973 0.1095 0.1095 0.4836
R10 0.3075 0.4302 0.2281 0.0342
R11 0.5456 0.2667 0.1295 0.0582
RtGAB 0.4467 0.2208 0.1378 0.1947
4.2.5.4 Proses Pembobotan KRITERIA KEMAMPUAN TEKNIS 1. Membuat
Matriks
perbandingan
berpasangan
dari
hasil
kuisioner
menjumlahkan nilai dalam satu kolom untuk mendapatkan matriks normalisasi
Tabel 4.18 Matriks A1 perbandingan antar Kriteria Kemampuan Teknis TA KD KP PM
Total
TA 1 5.000 0.333 5.000 11.333
KD 0.200 1 0.200 2.000 3.400
TA = Tenaga Ahli KD = Kemampuan Dasar KP = Kemampuan Paket PM = Peralatan beserta bukti kepemilikan
KP 3.000 5.000 1 5.000 14.000
PM 0.200 0.500 0.200 1 1.900
kemudian
2. Membagi tiap-tiap nilai dalam kolom dengan penjumlahan masing-masing kolom, perhitungan ini akan menghasilkan matriks bobot prioritas lokal yang disebut dengan matriks A2.
Tabel 4.19 matriks A2 terhadap Kriteria Kemampuan Teknis TA KD KP PM
Total
TA 0.088 0.441 0.029 0.441 1
KD 0.059 0.294 0.059 0.588 1
KP 0.214 0.357 0.071 0.357 1
PM 0.105 0.263 0.105 0.526 1
Total 0.4666 1.3556 0.2649 1.9129
Rata-Rata 0.1167 0.3389 0.0662 0.4782
3. Matriks yang didapatkan selanjutnya di uji konsistensinya dengan tahapan sebagai berikut: a. Mengalikan setiap baris elemen pada matriks A2 dengan bobot prioritas lokal yang saling bersesuaian dan kemudian menjumlahkan hasil perkalian tersebut dengan jumlah elemen yang sama. b. Menjumlahkan hasil perkalian tersebut c. Menghitung λ maks dengan cara merata-rata yang diperoleh dari langkah sebelumnya (b) d. Menghitung CI = λ maks − e. Menghitung CR = f.
n (n − 1)
CI RI (n )
Membandingkan nilai CR yang didapat, dimana jika nilai rasio konsistensi (CR) lebih kecil dari 10 % maka hasil penilaian menggunakan AHP dapat diterima. Tabel 4.20 matriks A3 uji konsistensi Kriteria Kemampuan Teknis TA KD KP PM
TA 0.088 0.441 0.029 0.441
KD 0.059 0.294 0.059 0.588
KP 0.214 0.357 0.071 0.357
PM 0.105 0.263 0.105 0.526
Bobot 0.120 0.364 0.053 0.462 Total maks
n=4
CI RI(n) CR
CR = 8,3 % < 10 % ; Responden KONSISTEN
Eigen 4.104 4.404 4.055 4.329 16.892 4.223 0.074 0.900 0.083
Dalam perhitungan bobot aspek, yang diambil adalah nilai bobot dari responden yang konsisten dimana nilai ini adalah rata-rata dari perhitungan setiap aspek yang konsisten seperti digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 4.21 Bobot KRITERIA KEMAMPUAN TEKNIS gabungan berdasarkan persepsi responden yang konsisten TA KD KP PM
R1 0.1167 0.3389 0.0662 0.4782
R2 0.4977 0.1096 0.0769 0.3158
R3 0.4118 0.1112 0.1207 0.3563
R4 0.4214 0.0863 0.0898 0.4025
R5 0.0970 0.2381 0.1931 0.4717
R6 0.4448 0.2644 0.1062 0.1846
R8 0.4098 0.0834 0.0809 0.4259
R9 0.4654 0.1718 0.1718 0.1910
R1 0 0.2107 0.2464 0.2464 0.2964
R tGAB 0.341 7 0.1 834 0.1 280 0.3469
4.2.5.5 Proses Pembobotan KRITERIA INOVASI 1. Membuat
Matriks
perbandingan
berpasangan
dari
hasil
kuisioner
kemudian
menjumlahkan nilai dalam satu kolom untuk mendapatkan matriks normalisasi
Tabel 4.22 matriks A1 perbandingan antar Kriteria Inovasi MM K3 PT
Total
MM 1 1.000 0.333 2.333
K3 1.000 1 0.333 2.333
PT 3.000 3.000 1 7.000
2. Membagi tiap-tiap nilai dalam kolom dengan penjumlahan masing-masing kolom, perhitungan ini akan menghasilkan matriks bobot prioritas lokal yang disebut dengan matriks A2. Tabel 4.23 matriks A2 terhadap Kriteria Inovasi
MM K3 PT
Total
MM 0.429 0.429 0.143 1.000
K3 0.429 0.429 0.143 1
PT 0.429 0.429 0.143 1
3. Matriks yang didapatkan selanjutnya di uji konsistensinya dengan tahapan sebagai berikut:
a. Mengalikan setiap baris elemen pada matriks A2 dengan bobot prioritas lokal yang saling bersesuaian dan kemudian menjumlahkan hasil perkalian tersebut dengan jumlah elemen yang sama. b. Menjumlahkan hasil perkalian tersebut c. Menghitung λ maks dengan cara merata-rata yang diperoleh dari langkah sebelumnya (b) d. Menghitung CI = λ maks − e. Menghitung CR = f.
n (n − 1)
CI RI (n )
Membandingkan nilai CR yang didapat, dimana jika nilai rasio konsistensi (CR) lebih kecil dari 10 % maka hasil penilaian menggunakan AHP dapat diterima. Tabel 4.24 matriks A3 uji konsistensi Kriteria Inovasi
MM 0.429 0.429 0.143
MM K3 PT
K3 0.429 0.429 0.143
PT 0.429 0.429 0.143
Bobot 0.429 0.429 0.143
Rata-Rata 1.000 1.000 1.000
Total
9.000 3.000 0.000 0.580 0.000
maks
n=3
CI RI (n) CR
CR = 0 % < 10 % ; Responden KONSISTEN
Dalam perhitungan bobot aspek, yang diambil adalah nilai bobot dari responden yang konsisten dimana nilai ini adalah rata-rata dari perhitungan setiap aspek yang konsisten seperti digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 4.25 Bobot KRITERIA INOVASI gabungan berdasarkan persepsi responden yang konsisten MM K3 PT
R1 0.4286 0.4286 0.1429
R3 0.3333 0.3333 0.3333
R4 0.3333 0.3333 0.3333
R5 0.1698 0.4429 0.3873
R6 0.3119 0.1976 0.4905
R8 0.1374 0.0828 0.7798
R9 0.3278 0.2611 0.4111
R10 0.7778 0.1111 0.1111
R11 0.5438 0.1103 0.3460
RtGAB 0.3737 0.2557 0.3706
Dari hasil pengolahan data diatas, maka diperoleh bobot tiap-tiap aspek maupun kriteria. Hierarki Aspek dan Kriteria penilaian kualifikasi beserta bobotnya dapat dilihat pada Gambar 4.4
4.3 ANALISIS DATA Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini berupa Analisis Deskriptif di mana data hasil olahan tersebut kemudian harus dianalisis, data deskriptif kualitatif sering hanya dianalisis menurut isinya dan karenanya analisis seperti ini juga disebut analisis isi (content analysis). Dalam analisis deskriptif, data disajikan dalam bentuk tabel data yang berisi frekuensi, dan kemudian dihitung mean, median, modus, persentase, standar deviasi atau lainnya. Untuk analisis statistik, model analisis yang digunakan harus sesuai dengan rancangan penelitiannya. Apabila penelitian yang dilakukan hanya berhenti pada penjelasan masalah dan upaya pemecahan masalah yang telah dilakukan, maka setelah disajikan data hasil wawancara, angket, pengamatan atau dokumentasi, maka selanjutnya dianalisis atau dibahas dan diberi makna atas data yang disajikan tersebut. Tetapi apabila penelitian juga dimaksudkan untuk mengetahui tingkat hubungan maka harus dilakukan pengujian hipotesis sebagaimana hipotesis yang telah ditetapkan untuk diuji (Sugiono, 2006). Misalnya uji statistik yang dilakukan adalah uji hubungan, maka akan diperoleh hasil uji dalam dua kemungkinan, yaitu hubungan antar variabel-variabel penelitian atau perbedaan antara sampel-sampel yang diteliti, dengan taraf signifikansi tertentu, misalnya 5% atau 10%., atau dapat terjadi hubungan antar variabel penelitian atau perbedaan antara sampel yang diteliti tidak signifikan. Dalam penelitian ini, Saaty menegaskan bahwa simpangan dari uji yang dilakukan harus berada pada rasio 0 % - 10 %. Apabila ternyata dari hasil pengujian diketahui bahwa hipotesis alternatif diterima (hipotesis nol ditolak) berarti menyatakan bahwa dugaan tentang adanya saling hubungan atau adanya perbedaan diterima sebagai hal yang benar, karena telah terbukti demikian.
4.3.1 Analisis Latar Belakang Responden Berdasarkan kuisioner yang telah disebarkan, mayoritas Responden (82%) memahami isi dari Keputusan Presiden no. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, dan hanya dua responden
(18%) yang tingkat pemahamannya antara 51%-75%. Untuk pengalaman responden dalam hal penilaian kualifikasi, baik sebagai peneliti maupun panitia pengadaan, sebanyak 27% responden sudah berpengalaman lebih dari 12 tahun, dan 27% memiliki pengalaman selama 0-3 tahun. Dari pernyataan tersebut, maka semua responden diasumsikan dapat mengisi pertanyaan bagian B, mengenai perbandingan berpasangan antar aspek, dan kriteria dalam tiap aspek, karena semua responden dianggap merupakan pakar dalam penilaian kualifikasi, dan data kuisioner yang diambil dianggap valid.
4.3.2 Analisis Perbandingan Berpasangan dan Pembobotan Perbandingan berpasangan adalah proses untuk membuat pilihan mengenai kepentingan relatif dari aspek atau kriteria di setiap tingkatan dengan memperhatikan tingkat hierarki diatasnya menggunakan AHP. Sebagai contoh dalam penelitian ini tiap-tiap aspek (keuangan, pengalaman, kemampuan teknis, inovasi) di susun dalam bentuk matriks, dan pembuat keputusan membuat penilaian mengenai seberapa penting aspek tersebut agar tujuan tercapai, meggunakan skala perbandingan berpasangan.
4.3.2.1 Analisis ASPEK Dari pengolahan data di atas didapatkan bobot untuk tiap ASPEK yang dinilai dalam proses penilaian kualifikasi, seperti ditunjukkan pada tabel di bawah: Tabel 4.26 Bobot perbandingan antara AHP dan contoh Kepmen BOBOT BERDASARKAN AHP
CONTOH PEMBOBOTAN KEPMEN
KEUANGAN
15
10
PENGALAMAN
45
60
KEMAMPUAN TEKNIS
30
30
INOVASI
10
N/A
ASPEK
1. ASPEK KEUANGAN Berdasarkan sudut pandang dari responden didapatkan bobot ASPEK KEUANGAN merupakan bobot terbesar ketiga dibanding aspek lainnya yaitu sebesar 15 %. Hal tersebut disebabkan karena penyedia jasa pelaksana perlu untuk menyiapkan sejumlah uang agar
dapat menyelesaikan pekerjaan yang diterimanya dan sebagai jaminan agar pihak penyedia jasa pelaksana bertanggung jawab terhadap penyelesaian proyek. Status keuangan yang tidak baik dapat mengarah kepada terlambatnya pekerjaan, kurangnya mutu pekerjaan dari yang disyaratkan, maupun keselamatan dan keamanan pekerjaan. Akan tetapi sejumlah responden juga menganggap bahwa faktor ini tidak bisa menjadi jaminan selesainya proyek tepat waktu karena status keuangan penyedia jasa yang mengikuti proses kualifikasi belum semuanya di audit oleh akuntan publik. Dalam penilaiannya status keuangan penyedia jasa harus dilihat dari status keuangan pekerjaan sebelumnya, yang menyangkut hutang maupun aset calon penyedia jasa. Bobot yang didapatkan dari penelitian ini lebih besar dari yang dicontohkan dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah yang memberikan nilai maksimum dari kemampuan keuangan adalah sebesar 10 %.
2. ASPEK PENGALAMAN Berdasarkan sudut pandang dari responden didapatkan bobot ASPEK PENGALAMAN merupakan bobot terbesar dibanding aspek lainnya yaitu sebesar 45 %. Hal tersebut disebabkan karena aspek pengalaman merupakan panduan yang menuntun untuk mengukur kemampuan penyedia jasa pelaksana konstruksi untuk menyelesaikan pekerjaan yang dilelangkan tersebut.
Responden juga menganggap bahwa pengalaman adalah aspek terpenting dalam menilai penyedia jasa pelaksana konstruksi, karena hampir disetiap penilaian kualifikasi, meskipun biaya penawaran penyedia jasa pelaksana konstruksi merupakan yang terendah tetapi jika performa mereka tidak baik berdasarkan pengalaman pada pekerjaan sebelumnya, kemungkinan besar penyedia jasa tersebut akan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk gagal dalam melaksanakan pekerjaan. Bobot yang didapatkan dari penelitian ini lebih kecil dari yang dicontohkan dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah yang memberikan contoh bobot dari kemampuan keuangan adalah sebesar 60 %. Akan tetapi, bobot pengalaman masih tetap merupakan bobot tertinggi, berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan.
3. ASPEK KEMAMPUAN TEKNIS Berdasarkan sudut pandang dari responden didapatkan bobot ASPEK KEMAMPUAN TEKNIS merupakan bobot terbesar kedua dibanding aspek lainnya yaitu sebesar 30 %. Hal tersebut disebabkan karena aspek kemampuan teknis menentukan efektifitas penyedia jasa pelaksana dalam menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan dalam kontrak jika terpilih nantinya. Umumnya responden juga berpendapat bahwa penyedia jasa harus mampu memenuhi persyaratan yang diminta dalam pekerjaan baik dari macam peralatan dan tenaga ahli maupun dari spesifikasi teknis. Persyaratan ini bersifat mutlak dalam menentukan nilai akhir yang diperoleh oleh penyedia jasa nantinya. Dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, Aspek Kemampuan Teknis mempunyai bobot sebesar 30 %. Berdasarkan perbandingan antara hasil pengolahan dan contoh bobot kemampuan teknis dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum, didapatkan bobot yang sama.
4. ASPEK INOVASI Berdasarkan sudut pandang dari responden didapatkan bobot ASPEK INOVASI merupakan bobot terkecil dibanding aspek lainnya yaitu sebesar 10%. Hal tersebut disebabkan karena faktor-faktor inovasi belumlah dianggap cukup penting dalam proses penilaian kualifikasi penyedia jasa pelaksana konstruksi karena responden umumnya berpandangan bahwa pengguna jasa tidaklah terlalu bermasalah dengan inovasi penyedia selama ketentuan dan persyaratan didalam perjanjian pekerjaan dipenuhi semuanya.
4.3.2.2 Analisis KRITERIA Kriteria yang disusun didasarkan pada studi pustaka mengenai hal-hal yang dibutuhkan dalam menilai perusahaan penyedia jasa pelaksana konstruksi. Perbandingan antara bobot kriteria yang didapatkan dari hasil pengolahan data dan bobot kriteria yang dicontohkan dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah ditunjukkan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4.27 Bobot perbandingan antara AHP dan contoh Kepmen K R IT E R IA S is a K e m a m p u a n Keuangan D ukung a n Ba nk P e k e r ja a n S e je n is N ila i k o n t ra k 7 t a h u n t e ra k h ir S ta tu s b a d a n u sa h a K e rja s a m a d e n g a n P e m e rin t a h a t a u sw a sta 4 ta h u n B a n y a k n y a P ro y e k ya ng g a ga l T e n a g a A h li K e m a m p u a n D a sa r P e ra la t a n d a n b u k t i k e p e m ilik a n Kem am p uan Paket M a n a je m e n M u t u (IS O ) S e r t ifik a t K e s e la m a t a n d a n K e se h a ta n K e rja P e n e ra p a n T e k n o lo g i
BO BO T BERD A SA RKA N AHP 7 ,5 %
C O N TO H PEM B O B O TA N KEPM EN 7 ,5 %
7 ,5 % 2 0 ,2 5 %
2 ,5 % 25%
9%
25%
NA 6 ,7 5 %
10% NA
9%
NA
1 0 ,5 % 6% 1 0 ,5 %
10% ta n p a b o b o t 15%
3% 3 ,5 %
ta n p a b o b o t 5%
3%
NA
3 ,5 %
NA
B o b o t d ia t a s d id a s a rk a n p a d a k e s e lu r u h a n b o b o t p e n ila ia n k u a lifik a s i a d a la h 1 0 0 %
1. Kriteria Sisa Kemampuan Keuangan Kriteria Sisa Kemampuan Keuangan, berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 7,5%, dan berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, dicontohkan bahwa bobot untuk Sisa Kemampuan Keuangan sebesar 7,5%. Bobot yang sama antara hasil pengolahan data dengan hasil Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 terjadi karena responden menganggap bahwa: a. Pada kondisi sebenarnya, SKK dibuat oleh penyedia jasa dan belum tentu diaudit oleh akuntan publik karena belum ada peraturan yang mengharuskan hal tersebut, sehingga bobot yang diberikan oleh responden masih tidak cukup signifikan. b. Dalam satu kepanitiaan yang mengurusi pengadaan jasa konstruksi instansi pemerintah, terkadang tidak terdapat orang yang mengerti neraca keuangan perusahaan.
2. Kriteria Surat Dukungan Bank Kriteria Surat Dukungan Bank, berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 7,5%, dan berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
No.339/KPTS/M/2003
tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Pengadaan
Jasa
Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, dicontohkan bahwa bobot untuk Sisa Kemampuan Keuangan sebesar 2,5%. Bobot yang didapat dari hasil pengolahan data jauh lebih besar jika dibandingkan dengan hasil bobot yang dicontohkan dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003, menurut responden bahwa SDB lebih riil untuk menjadi salah satu faktor penilaian keuangan karena untuk memperoleh SDB penyedia jasa harus menyimpan sejumlah uang di bank tersebut.
3. Kriteria Pekerjaan sejenis Kriteria Pekerjaan sejenis, berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 20,25%, dan berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, dicontohkan bahwa bobot untuk Sisa Kemampuan Keuangan sebesar 25%.
Bobot yang didapat dari hasil pengolahan data lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil bobot yang dicontohkan dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003, hal ini karena dalam penilaian aspek pengalaman , kriteria yang disusun dalam hierarki dibagi menjadi 4 (empat) kriteria dan lebih banyak daripada kriteria yang dituliskan dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum . Bobot kriteria pekerjaan sejenis menjadi bobot terbesar jika dibandingkan dengan kriteria lainnya dalam penilaian aspek pengalaman hal ini dikarenakan menurut responden dalam penilaian kualifikasi penyedia jasa pelaksana konstruksi faktor kesesuaian antara jenis pekerjaan yang telah dilakukan oleh pihak penyedia dengan pekerjaan yang dilelangkan menjadi pertimbangan utama untuk melihat kompetensi penyedia jasa dalam melakukan pekerjaan yang akan dilelangkan.
4. Kriteria Nilai Kontrak 7 Tahun Terakhir Kriteria Nilai Kontrak 7 Tahun Terakhir, berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 9%, dan berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa
Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, dicontohkan bahwa bobot untuk Sisa Kemampuan Keuangan sebesar 25%. Bobot yang didapat dari hasil pengolahan data jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil bobot yang dicontohkan dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003, hal ini berakibat bahwa nilai kontrak yang dilakukan oleh penyedia jasa pelaksana konstruksi dalam 7 (tujuh) tahun terakhir kurang untuk melihat pengalaman dari penyedia jasa karena seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pengguna jasa lebih melihat pengalaman penyedia jasa dari banyaknya pekerjaan yang sejenis dengan pekerjaan yang akan dilelangkan.
5. Kriteria Kerja sama dengan Pemerintah atau swasta 4 tahun terakhir Kriteria Kerja sama dengan Pemerintah atau swasta 4 tahun terakhir, berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 6,75%. Berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, kriteria tersebut dimasukkan kedalam persyaratan administrasi sebagai syarat lulus atau gugurnya peserta dalam penilaian kualifikasi. Bobot yang didapat dari pengolahan data menjadikan kriteria ini sebagai pertimbangan terakhir untuk menilai aspek pengalaman penyedia jasa pelaksana konstruksi. Menurut responden kriteria ini tidak terlalu penting karena dari faktor kerja sama selama 4 tahun terakhir tidak bisa dilihat jenis pengalaman penyedia.
6. Kriteria Banyaknya kegagalan proyek Kriteria Banyaknya kegagalan proyek, berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 9%, dan berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, tidak terdapat kriteria yang mencantumkan mengenai bobot dari kriteria tersebut. Kriteria mengenai banyaknya proyek yang gagal erat kaitannya dengan masuk atau tidaknya penyedia jasa kedalam daftar hitam. Dalam Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah pasal 11 butir (h) bahwa persyaratan penyedia barang/jasa adalah tidak masuk dalam daftar hitam. Dalam
bagian penjelasan dituliskan bahwa merupakan kewajiban panitia/pejabat pengadaan untuk mencari informasi dalam rangka untuk meyakini atau memastikan suatu badan usaha tidak masuk dalam daftar hitam instansi pemerintah manapun dengan cara menghubungi
pengguna
barang/jasa
sebelumnya.
Untuk
mempercepat
kerja
panitia/pejabat pengadaan, cukup penyedia membuat pernyataan bahwa penyedia barang/jasa tidak masuk dalam daftar hitam. Kepada seluruh penyedia jasa juga tidak diwajibkan mempunyai surat keterangan tidak masuk dalam daftar hitam dari instansi/lembaga baik pemerintah maupun swasta.
7. Kriteria Tenaga Ahli Kriteria Tenaga Ahli, berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 10,5%, dan berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, dicontohkan bahwa bobot untuk Kriteria Tenaga Ahli atau Personil sebesar 10%. Bobot yang didapat dari hasil pengolahan data tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan hasil bobot yang dicontohkan dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003. Bobot kriteria Tenaga Ahli menjadi salah satu bobot yang terbesar jika dibandingkan dengan kriteria lainnya dalam penilaian aspek kemampuan teknis hal ini dikarenakan menurut responden dalam penilaian kualifikasi penyedia jasa pelaksana konstruksi faktor kinerja dan kemampuan tenaga ahli menjadi pertimbangan utama untuk melihat kompetensi penyedia jasa dalam melakukan pekerjaan yang akan dilelangkan, walaupun kriteria ini bergantung pada tingkat kompleksitas pekerjaan.
8. Kriteria Kemampuan Dasar Kriteria Kemampuan Dasar, berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 6%, dan berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, kriteria Kemampuan Dasar tidak mempunyai bobot. Kriteria kemampuan dasar dalam
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum tercantum dalam
persyaratan administrasi dimana penyedia jasa harus memiliki kemampuan dasar sebesar 2 (dua) kali dari nilai pengalaman tertingginya dalam 7 (tujuh) tahun terakhir.
Kriteria kemampuan dasar sangat berkaitan dengan pengalaman penyedia jasa dalam 7 (tujuh) tahun terakhir, sehingga jika bobot dua kriteria ini maka jika digabungkan kedua kriteria ini akan memiliki bobot sebesar 15%.
9. Kriteria Peralatan yang Dimiliki Kriteria Peralatan yang Dimiliki, berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 10,5%, dan berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, dicontohkan bahwa bobot untuk Kriteria Tenaga Ahli atau Personil sebesar 15%. Bobot yang didapat dari hasil pengolahan data lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil bobot yang dicontohkan dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003. Dalam kondisi sebenarnya sulit bagi pengguna jasa untuk melihat kebenaran dari kepemilikan peralatan tersebut, karena panitia pengadaan hanya melihat bukti tertulis dari surat-surat kepemilikan peralatan penyedia jasa. Bobot kriteria peralatan yang dimiliki juga menjadi yang terbesar jika dibandingkan dengan kriteria lainnya dalam penilaian aspek kemampuan teknis, dan sama dengan bobot tenaga ahli, hal ini dikarenakan menurut responden dalam penilaian kualifikasi penyedia jasa pelaksana konstruksi peralatan yang dimiliki penyedia jasa menjadi pertimbangan utama untuk melihat kompetensi penyedia jasa dalam melakukan pekerjaan yang akan dilelangkan.
10. Kriteria Kemampuan Paket Kriteria Kemampuan Paket, berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 3%, dan berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, tidak terdapat kriteria yang mencantumkan mengenai bobot dari kriteria tersebut. Kriteria kemampuan paket merupakan ukuran berapa banyak paket pekerjaan yang dapat dikerjakan penyedia jasa dalam waktu yang bersamaan, menjadi batasan bagi penyedia jasa untuk menawar paket pekerjaan yang dilelangkan.
11. Kriteria Manajemen Mutu (ISO) Dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum kriteria manajemen mutu dimasukkan kedalam aspek kemampuan teknis. Kriteria Manajemen Mutu (ISO), berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 3,5%, dan berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, dicontohkan bahwa bobot untuk Manajemen Mutu (ISO) sebesar 5%. Bobot yang didapat dari hasil pengolahan data lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil bobot yang dicontohkan dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003, hal tersebut karena pada aspek inovasi dibagi menjadi 3 (tiga) kriteria dan hanya dibutuhkan jika pekerjaan yang dilakukan termasuk kedalam pekerjaan kompleks. Bobot kriteria ini juga karena pada umumnya dalam persepsi responden kriteria mengenai manajemen mutu sebaiknya harus diterapkan dalam pekerjaan dan tidak hanya sebatas pada sertifikasi.
12. Kriteria Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kriteria Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 3%, dan berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, tidak dicantumkan bobot untuk menilai Kriteria Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Dalam persepsi responden kriteria ini hanya sebatas tambahan dalam penilaian kualifikasi sehingga tingkat kepentingannya lebih kecil jika dibandingkan dengan dua kriteria lainnya dalam aspek inovasi.
13. Kriteria Penerapan Teknologi Kriteria Penerapan Teknologi, berdasarkan pengolahan data diperoleh bobot sebesar 3,5%, dan berdasarkan contoh dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi oleh Instansi Pemerintah, tidak dicantumkan bobot untuk menilai Kriteria Penerapan Teknologi.
Kriteria penerapan teknologi berkaitan dengan metoda pelaksanaan dan kemampuan penyedia jasa dalam menerapkan teknologi terbaru seperti perangkat lunak. Dalam persepsi responden kriteria ini bukanlah hal yang terlalu penting karena selama syarat yang ditetapkan dalam perjanjian kerja dipenuhi oleh pihak penyedia jasa maka metoda pelaksanaan tidak menjadi perhatian yang utama.
Untuk lebih jelasnya, hierarki bobot fungsional hasil pengolahan data dapat dilihat pada gambar 4.4,
dan
hierarki
contoh
bobot
penilaian
berdasarkan
KepMen
339/KPTS/M/2003 dapat dilihat pada gambar 4.5.
12,76%
46,80%
1
2
3
1.A Dukungan Bank
48,56%
1.B Sisa kemampuan keuangan
KEUANGAN
PENGALAMAN
PENILAIAN KUALIFIKASI
28,15%
51,44%
44,67%
2.A Pekerjaan Sejenis
22,08%
2.B Nilai kontrak 7 tahun terakhir
13,78%
2.C Kerjasama dengan pemerintah 4 tahun terakhir
19,47%
2.D. Banyaknya kegagalan pelaksanaan proyek
34,17%
3.A Tenaga Ahli
18,34%
3.B Kemampuan Dasar
KEMAMPUAN TEKNIS
34,69%
12,80%
12,29%
4
INOVASI
3.C. Peralatan beserta bukti kepemilikan
3.D Kemampuan paket
37,37%
4.A Manajemen Mutu (ISO)
25,57%
4.B Sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
37,06%
4.C Penerapan teknologi
Gambar 4.4 Bobot Fungsional Gabungan dari pengolahan data
KimPrasWil
no.
50% 15 %
1
KEUANGAN
50%
45%
2
PENGALAMAN
PENILAIAN KUALIFIKASI
2.A Pekerjaan Sejenis
20%
2.B Nilai kontrak 7 tahun terakhir
15%
2.C Kerjasama dengan pemerintah 4 tahun terakhir
20%
2.D. Banyaknya kegagalan pelaksanaan proyek
20% 3
KEMAMPUAN TEKNIS
35%
10%
35%
10%
4
INOVASI
1.B Sisa kemampuan keuangan
45%
35%
30%
1.A Dukungan Bank
30%
35%
3.A Tenaga Ahli
3.B Kemampuan Dasar
3.C. Peralatan beserta bukti kepemilikan
3.D Kemampuan paket
4.A Manajemen Mutu (ISO)
4.B Sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
4.C Penerapan teknologi
Gambar 4.5 Bobot Fungsional Gabungan hasil analisis
Gambar 4.6 Contoh penilaian Kepmen Kimpraswil no.339/KPTS/M/2003
Gambar 4.7 Contoh penilaian Permen PU no.43/KPTS/M/2007
Tabel 4.26 Perbandingan Bobot dan Kriteria antara pengolahan data dengan contoh dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Bobot (%) Aspek Kriteria Contoh dalam Hasil AHP KepMen
15
10
Ο Dukungan Bank
50
25
Ο Sisa Kemampuan Keuangan
50
75
45
60
Ο Pekerjaan Sejenis
45
42
Ο Nilai Kontrak 7 tahun terakhir
20
42
Ο Kerjasama dengan pemerintah
15
-
20
-
-
16
Keuangan
Pengalaman
4 tahun terakhir Ο Banyaknya Kegagalan Pelaksanaan Proyek Ο Status Badan Usaha
30
30
Ο Tenaga Ahli
35
33
Ο Kemampuan Dasar
20
-
Ο Peralatan Beserta Bukti
35
50
Kemampuan Teknis
Kepemilikan Ο Kemampuan Paket
10
-
-
17
10
-
Ο Manajemen Mutu (ISO)
35
-
Ο Sertifikat Keselamatan dan
30
-
35
-
Ο Inovasi Inovasi
Kesehatan Kerja (K3) Ο Penerapan Teknologi