BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI
4. 1 Pengambilan dan Pengolahan Data Pengukuran laju infiltrasi di daerah penelitian menggunakan alat berupa infiltrometer single ring. Hasil pengujian infiltrasi di lapangan akan digunakan untuk mengetahui laju infiltrasi akhir dari suatu soil atau tanah hasil pelapukan suatu litologi dalam kondisi kemiringan lereng berbeda. Kedua parameter ini akan dicari hubungannya dalam mempengaruhi laju infiltrasi, sehingga dapat diketahui daerah-daerah yang memiliki laju infiltrasi terbesar dan terkecil. Pengukuran laju infiltrasi dilakukan pada 9 lokasi (Gambar 4.1) berbeda di daerah penelitian dengan mempertimbangkan faktor perbedaan litologi asal pembentukan tanah dan besar kemiringan lereng dalam penentuannya.
Gambar 4.1 Peta sebaran litologi dan titik infiltrasi daerah penelitian
Data-data yang diambil dalam uji infiltrasi di lapangan berupa penurunan muka air dalam waktu tertentu yang nantinya dihitung seberapa besar laju infiltrasinya dan dijadikan variabel laju infiltrasi hasil pengukuran (Tabel 4.1).
41
Variabel ini kemudian akan diplot dalam sebuah grafik laju infiltrasi terhadap waktu untuk mengetahui persamaan laju infiltrasinya (Gambar 4.2).
Tabel 4.1 Contoh cara penulisan data infiltrasi pada lokasi INF A-1 di daerah Gunung Putri No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Laju Penurunan Ketinggian Infiltrasi Hasil (cm) air (cm) (cm/menit) Perhitungan 0 20 0 0 0 1 19.5 0.6 0.60 0.5127 2 18.9 0.5 0.25 0.24 3 18.4 0.5 0.17 0.16 4 17.9 0.4 0.10 0.12 5 17.5 0.5 0.10 0.09 6 17 0.5 0.08 0.08 7 16.5 0.5 0.07 0.06 8 16 0.4 0.05 0.06 9 15.6 0.4 0.04 0.05 10 15.2 0.4 0.04 0.04 11 14.8 0.4 0.04 0.04 12 14.4 0.6 0.05 0.04 13 13.8 0.3 0.02 0.03 14 13.5 0.3 0.02 0.03 15 13.2 0.4 0.03 0.03 16 12.8 0.5 0.03 0.03 17 12.3 0.5 0.03 0.02 18 11.8 0.4 0.02 0.02 19 11.4 0.4 0.02 0.02 20 11 0.4 0.02 0.02 21 10.6 0.4 0.02 0.02 22 10.2 0.4 0.02 0.02 23 9.8 0.3 0.01 0.02 24 9.5 0.4 0.02 0.02 25 9.1 0.2 0.01 0.02 26 8.9 0.4 0.02 0.02 27 8.5 0.2 0.01 0.02 28 8.3 0.2 0.01 0.01 29 8.1 0.3 0.01 0.01 30 7.8 7.8 0.26 0.01 RATA-RATA 0.07 0.06 Laju Infiltrasi INF A-1 0.067
Waktu (menit)
42
Gambar 4.2 Contoh grafik persamaan pada lokasi pengamatan INF A-1 (Gunung Putri) Persamaan yang didapatkan dari grafik kemudian digunakan untuk mengetahui laju infiltrasi hasil perhitungan (Tabel 4.1). Variabel laju infiltrasi hasil pengukuran dan hasil perhitungan kemudian dicari rata-ratanya untuk mengetahui laju infiltrasi akhir dari daerah tersebut. Hasil perhitungan laju infiltrasi akhir 10 lokasi itu ditunjukan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Tabel laju infiltrasi akhir dari ke-10 lokasi pengambilan data. Laju Infiltrasi
No.
Kode Lokasi
Daerah
Litologi
1.
INF A-1
Gunung Putri
Andesit
0,067
2.
INF A-2
Cibogo
Tuf Lapili
0,067
3.
INF A-3
Cikukang Hilir
Tuf Skoria
0,114
4.
INF A-4
Cikukang Hulu
Tuf Skoria
0,023
5.
INF A-5
Sungai Cibogo
Basalt
0,132
6.
INF A-6
Jayagiri
Tuf Lapili
0,7
7.
INF A-7
Lembang
Tuf Lapili
0,095
8.
INF A-8
Gunung Putri
Andesit
0,134
9.
INF A-9
Sungai Cibogo
Basalt
0,165
(cm/menit)
43
4. 2 Analisis Hasil Pengolahan Data Pembahasan laju infiltrasi dan analisa kuantitatifnya dibedakan atas dua kelompok data, yaitu: 1) Kelompok Data A adalah analisis laju infiltrasi terhadap kemiringan lereng
dan, 2) Kelompok Data B adalah analisis laju infiltrasi
terhadap jenis litologi. Klasifikasi kemiringan lereng mengacu pada van Zuidam (1985) (Tabel 4.3).
Tabel 4.3 Tabel klasifikasi kemiringan lereng van Zuidam (1985) Kelas Lereng
Sifat-sifat Proses dan Kondisi Alamiah
0°-2°
Datar hingga hampir datar; tidak ada proses denudasi yang
(0-2%)
berarti
2°-4° (2-7%)
Agak miring; gerakan tanah kecepatan rendah, erosi lembar dan erosi alur (sheet and rill erosion). Rawan erosi
4°-8°
Miring;gerakan tanah kecepatan tinggi. Sangat rawan erosi
(7-15%)
tanah.
8°-16°
Agak curam; banyak terjadi gerakan tanah dan erosi, terutama
(15-30%)
longsoran yang bersifat mendatar.
16°-35°
Curam, proses denudasional intensif, erosi dan gerakan tanah
(30-70%)
sering terjadi.
35°-55°
Sangat curam, batuan umumnya mulai tersingkap, proses
(70-140%)
denudasional sangat intensif, sudah mulai menghasilkan endapan rombakan (koluvial)
> 55°
Curam sekali; batuan tersingkap; proses denudasional sangat
(140%)
kuat, tanaman jarang tumbuh (terbatas)
44
4. 2. 1 Kelompok Data A Analisis laju infiltrasi terhadap kemiringan lereng dilakukan untuk mengetahui klasifikasi kemiringan lereng seperti apakah yang akan berpengaruh baik terhadap laju infiltrasi di daerah penelitian. Analisis ini dilakukan dengan memplot data kemiringan lereng dan laju infiltrasi dalam sebuah grafik linier untuk diketahui kecenderungan arah grafiknya (Gambar 4.3).
INF A-6
INF A-9 INF A-5 INF A-3 INF A-2
INF A-7
INF A-4
INF A-8 INF A-1
Gambar 4.3 Grafik yang menunjukan data laju infiltrasi terhadap kemiringan lereng menunjukan arah kecenderungan garis linier mengecil ke arah kemiringan lereng semakin membesar.
Berdasarkan perbandingan tersebut dapat dilihat adanya perbedaan nilai laju infiltrasi akhir walaupun titik pengamatan dilakukan dalam litologi yang sama. Hal ini membuktikan bahwa kemiringan lereng berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Perbandingan di atas menunjukan bahwa data regeresi linier di atas tersebar namun masih menunjukkan indikasi bahwa data kemiringan lereng berbanding terbalik dengan laju infiltrasi, hal ini mengindikasikan lereng dengan kemiringan yang landai-datar memiliki laju infiltrasi yang lebih besar dibandingkan dengan kemiringan lereng yang agak curam-curam. Penyebaran data yang tersebar tanpa pola seperti di atas diakibatkan jumlah data anomali cukup berpengaruh tanpa diimbangi dengan hasil data yang baik. Data infiltrasi di titik INF A-7 memiliki anomali data yang menunjukkan nilai laju infiltrasi yang tinggi di daerah tersebut walaupun kemiringan lereng tidak terlalu datar, hal ini disebabkan pengujian infiltrasi dilakukan di daerah yang memiliki tanah 45
pelapukan litologi tuf lapili yang memiliki laju infiltrasi sangat baik dan ditambah oleh lebatnya vegetasi di titik ini sehingga menyebabkan laju infiltrasi lebih besar dibandingkan hasil pengukuran di titik lainnya walaupun kemiringan lereng tidak terlalu datar.
4. 2. 2 Kelompok Data B Pengujian infiltrasi pada kelompok ini terdiri atas 9 titik pengukuran yaitu INF A-2 (satuan Tuf Lapili), INF A-3 (satuan Tuf Skoria), INF A-7 (satuan Tuf Lapili), INF A-4 (satuan Tuf Skoria), INF A-5 (satuan Basalt), INF A-9 (satuan Lava Basalt) satuan yang kemiringan lokalnya termasuk dalam kelas datar-landai serta INF A-1 (satuan Andesit), INF A-6 (Satuan Tuf Lapili), dan INF A-8 (satuan Andesit) yang termasuk dalam kelas lereng agak curam-curam. Untuk mengetahui pengaruh litologi terhadap laju infiltrasi, maka dilakukan perbandingan nilai laju infiltrasi rata-rata dari keseluruhan pengukuran yang dilakukan pada tanah hasil pelapukan litologi yang sama di horizon yang sama, yaitu horizon A dengan menganggap faktor lainnya tetap dan tidak berpengaruh. Laju infiltrasi rata-rata ini kemudian diplot dalam sebuah grafik untuk menentukan kecenderungannya seperti yang ditunjukan oleh Gambar 4.4 di bawah ini.
Gambar 4. 4. Grafik yang menunjukan perbandingan antara litologi dengan laju infiltrasi rata-rata.
Berdasarkan Gambar di atas, dapat dilihat bahwa setiap litologi memiliki nilai laju infiltrasi akhir rata-rata yang berbeda. Hal ini membuktikan bahwa 46
litologi memberi pengaruh terhadap laju infiltrasi akhir. Urut-urutan satuan batuan di daerah penelitian yang memiliki nilai laju infiltrasi akhir dari besar ke kecil yaitu Satuan Tuf Lapili, Satuan Basalt, Satuan Andesit dan Satuan Tuf Skoria. Variasi nilai laju infiltrasi akhir sangat dipengaruhi oleh keheterogenitasan (jenis) tanah pelapukan dengan keberagaman sifat fisik yang dimilikinya. Butir tanah pelapukan tuf yang lebih bersifat pasiran lepas halus daripada butir tanah pelapukan tuf skoria yang memiliki tanah pelapukan bersifat lempungan, lengket dan masih terdapat fragmen kerikilan ini diduga menyebabkan nilai laju infiltrasi pada tuf lapili lebih besar karena media pelapukannya lebih mudah mengalirkan air masuk ke dalam dibandingkan media lapukan tuf skoria. Sementara itu, tanah hasil pelapukan basalt memiliki laju infiltrasi terbesar ke dua karena tataguna lahan di atas satuan ini merupakan tataguna lahan dengan vegetasi lebat yang menyebabkan pelapukan lebih intensif ditambah dengan adanya struktur vesikuler pada Satuan Basalt ini. Hasil analisis berdasarkan datadata infiltrasi lapangan di atas menunjukan bahwa daerah yang memiliki nilai laju infiltrasi paling baik adalah daerah yang tersusun oleh tanah hasil pelapukan litologi Satuan Tuf Lapili dengan kelas kemiringan lereng yang landai.
4. 3. Analisis Sifat Fisik Air Tanah Analisis sifat fisik air tanah berdasarkan kepada pengukuran parameter debit, suhu air, pH, dan TDS (Total Dissolve Solid) menggunakan alat ukur portable merk Hanna Instrument di daerah penelitian terhadap empat
mata air yang
ditemukan di daerah lembah Cikukang dan Gunung Putri menunjukkan rata-rata debit 0,01 – 0,1 L/detik, suhu air 22 – 25 0C, pH 6,4 – 7,2, dan TDS 86 – 120 ppm. Berdasarkan nilai-nilai pengukuran parameter di lapangan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa mataair yang ada di daerah penelitian memiliki karakter umum sebagai berikut : •
Mataair diduga memiliki kaitan erat dengan curah hujan dan musim yang ditandai dengan nilai debit kurang dari 1 L/detik. Hal ini sesuai dengan pengambilan data yang dilakukan pada bulan Juni-Juli 2011 yang
47
bertepatan dengan musim kemarau sehingga curah hujan sangat kecil di daerah penelitian. •
Air tanah diduga memiliki karakter dengan kualitas air bersih (fresh water) ditandai dengan nilai TDS sebsar 0 – 1000 ppm (Djuhariningrum, 2005) artinya kondisi air tanah mendekati karakter air meteorik yang belum terkontaminasi zat-zat lainnya.
•
Parameter-parameter yang diukur tersebut mengindikasikan bahwa sistem aliran air tanah bersifat lokal, yakni sistem yang memiliki daerah imbuhan yang tidak jauh dari mataair dengan kendali morfologi yang dominan yaitu di daerah dengan dominasi endapan vulkanik seperti pada daerah penelitian.
48