BAB IV KONSEP PENGEMBANGAN LAHAN MILIK PT KAI DAN MODEL RUSUNAWA
4.1
Konsep Dasar Pengembangan Lahan Berdasarkan hasil analisis lokasi perencanaan, diperoleh 4 permasalahan fisik
yang terkait dengan upaya urban renewal. Permasalahan pertama terkait dengan fungsi kegiatan. Lokasi studi memiliki fungsi kegiatan yang khusus melayani aktivitas PT KAI, sehingga fungsinya tidak bersinergi dengan fungsi di kawasan sekitar. Permasalahan kedua adalah lokasi studi mengalami penurunan kualitas fisik dan kehilangan vitalitasnya, karena aktivitasnya sudah ditinggalkan. Permasalahan ketiga adalah intensitas bangunan di sekitar lokasi studi tinggi dan kurangnya ruang terbuka. Permasalahan yang terakhir adalah sulitnya pencapaian menuju lokasi perencanaan. Tanggapan terhadap permasalahan yang terjadi pada lokasi perencanaan adalah dengan melakukan urban renewal dengan mengoptimalkan lahan. Prinsip urban renewal guna meningkatkan kembali vitalitas lahan adalah dengan memaksimalkan intensitas bangunan lahan yang diperbaharui secara efektif dan efisien. Untuk mencapai pemanfaatan yang optimal, diperlukan suatu konsep dasar yang di peroleh berdasarkan hasil analisa lokasi, hasil studi banding, dan hasil kajian teori. Konsep dasar pengembangan lahan yang akan diterapkan adalah: 1. Pembangunan multi fungsi, Tujuannya agar kehidupan di lokasi perencanaan bisa berlangsung selama 24 jam. 2. Fungsional, Tujuannya adalah meletakan setiap fungsi kegiatan pada pembangunan multi fungsi secara tepat guna dengan memperhatikan nilai lahan, potensi, kesesuaian dengan fungsi sekitar dan struktur jalan. 3. Pembangunan vertikal, Maksudnya adalah memaksimalkan pembangunan lahan ke arah vertikal dengan mengoptimalkan lantai dasarnya untuk ruang terbuka hijau dan ruang publik. Tujuannya untuk mengurangi tingkat kepadatan bangunan di kawasan sekitar.
96
4. Multi akses, Maksudnya adalah meningkatkan kualitas pencapaian menuju lokasi perencanaan dengan memberikan multi akses, pembangunan stasiun skytrain, serta perencanaan jalur transportasi kota pada lokasi perencanaan. Tujuannya agar lokasi mudah dicapai oleh warga kota dan untuk meningkatkan nilai lahan. Keempat konsep dasar tersebut bertujuan untuk merealisasikan ide besar pengembangan lahan PT KAI yaitu menjadikannya sebagai kawasan terpadu. Setiap aktivitas yang dikembangkan akan diarahkan menjadi pusat atau sentra dengan keragaman tema dalam satu aktivitas. Tujuannya agar pengguna bisa memperoleh banyak pilihan dalam beraktivitas dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
4.2
Strategi Pengembangan Lahan Untuk mendukung konsep dasar pengembangan lahan guna meningkatkan
vitalitas kawasan, maka dibuat strategi perencanaan dan perancangan. Strategi yang digunakan dalam pengembangan lahan milik PT KAI adalah: Tabel 4.1. Strategi Pengembangan Lahan Tujuan
Sasaran
Strategi
Meningkatkan vitalitas kawasan
Menghidupkan kawasan, meningkatkan nilai lahan, dan mengintegrasikan dengan fungsi disekitarnya.
Pemanfaatan lahan dengan pembangunan multi fungsi.
Memperpanjang rentang waktu aktivitas
Memberikan aktivitas komersial dan hiburan di malam hari. Pembangunan multi-fungsi.
Mengutamakan sirkulasi pejalan kaki
Menyediakan area pejalan kaki yang terlindung, aman, dan memfasilitasi pengguna
97
Prinsip Perencanaan Dan Perancangan Fungsi komersial diletakan didaerah yang strategis dan tingkat pencapaian tinggi. Fungsi hunian di letakan di area dalam/tengah lahan tetapi masih memiliki jarak yang sesuai standar menuju sarana tranportasi kota. Stasiun skytrain diletakan di tengah lahan agar dapat melayani seluruh kawasan. Menghubungkan seluruh aktivitas dalam bentuk skywalk dan arcade. Meletakan cafe, restoran, pujasera dan area publik di lantai dasar bangunan. Setiap bangunan memiliki lebih dari satu fungsi, contoh: komersial-perkantoran, dan komersial-hunian. Menyediakan trafficcalming, trotoar, zebra-cross, dan perangkat lalu lintas lain.
yang memiliki keterbatasan fisik. Menerapkan skywalk sebagai penghubung antar bangunan.
Memisahkan sirkulasi kendaraan dengan sirkulasi pejalan kaki
Membuat ruang terbuka kota.
Membuat taman kota
Membuat streetscape di sepanjang jalur pedestrian. Sumber: Hasil Analisis
4.3
Memberikan peneduh berupa pepohonan dan arcade. Menghubungkan bangunan satu dengan bangunan yang ada disebelahnya pada lantai bagian atasnya. Parkir diletakan di basement, dibelakang, ditengah persil. Menyediakan jalur hijau diantara jalan kendaraan dengan jalan pejalan kaki. Taman kota dirancang dengan fasilitas tempat duduk, area bermain, dsb. Merencanakan taman kota disepanjang sisi sungai dan jalur kereta api. Menanam pepohonan dan tanaman hias lainnya.
Skenario Sistem Kerjasama Pengembangan Lahan Permasalahan yang terkait dengan sistem kerjasama guna melakukan
pengembangan lokasi perencanaan adalah PT KAI tidak memiliki dana untuk mengembangkan lahannya, karena pemanfaatan jasa kereta api yang tidak semestinya. Salah satu esensi upaya urban renewal adalah mendorong pertumbuhan ekonomi di lokasi yang dilakukan upaya urban renewal dan kawasan disekitarnya, sehingga dapat memberikan keuntungan secara finansial. Untuk mencapai tujuan itu, maka pengembangan lahan harus dilakukan dengan cara kerja sama antara pihak PT KAI selaku pemilik lahan dengan pemilik dana (investor). Sistem kerjasama yang banyak di lakukan di negara Indonesia antara pihak pemerintah dengan pihak swasta adalah dengan sistem Built Operate Transfer (BOT). Hal ini dikarenakan sistem kerja sama tersebut adalah yang paling efektif dalam memaksimalkan lahan negara dan masing-masing pihak yang terlibat memperoleh keuntungan seimbang (Hirawan, 1995). Maka pengembangan lahan, akan diskenariokan dengan sistem kerjasama BOT, antara pihak PT KAI, pemerintah kota, dan pihak swasta/investor. BOT dimulai dengan kesepakatan antara pihak pemerintah dan swasta/investor yang akan bersedia membangun fasilitas baru dengan biaya sendiri, mengoperasikan, dan melakukan pemeliharaan dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
98
Kemudian di akhir periode pihak swasta mengalihkan kepemilikan kepada pihak pemerintah. Adapun struktur kerjasamanya, yaitu: 1. Bangun/built, Pihak PT KAI berkewajiban menyediakan lahan pengembangan dan pihak pemerintah kota Bandung bertanggung jawab membangun infrastruktur kota (jaringan jalan, utilitas kota, dan lainnya). Pihak investor akan membangun berbagai fungsi yang telah direncanakan dan disepakati, seperti fungsi komersial retail, komersial perkantoran, apartemen dan hotel, rumah sakit, dan stasiun skytrain. 2. Kelola/operate, Pihak investor berhak mengelola dan mengoperasikan fungsi yang dibangunnya dalam kurun waktu 20 tahun, dengan perpanjangan waktu maksimal 5 tahun. Periode pengoperasian maksimal 25 tahun, hal ini berkaitan dengan umur bangunan dan waktu yang dibutuhkan investor untuk pengembalian modal pembangunan dan mendapatkan keuntungan yang layak51. 3. Alih/transfer, Setelah periode pengoperasian selesai, pihak investor berkewajiban mengalihkan kepemilikan fungsi tersebut pada PT KAI selaku pemilik lahan. Setelah penyerahan tersebut, PT KAI berhak untuk mengelola fungsi-fungsi pada lahannya atau untuk menyerahkannya lagi kepada pihak investor dengan cara disewa atau dijual. Pengembangan rumah susun sederhana sewa pada lokasi perencanaan akan dilakukan dengan menerapkan sistem linkage. Pihak PT KAI akan bekerjasama dengan pihak pemerintah kota Bandung, Perumnas, dan investor dalam pembangunan rusun. Dalam sistem kerjasama ini, pihak investor akan diberi izin untuk membangun fungsi komersial dengan syarat mau membiayai dan membangun rusun. Pihak pemerintah kota dan Perumnas bertugas untuk melakukan sosialisasi kepada warga sekitar sebagai calon penghuni rusun. Selain itu, Perumnas juga akan bertugas sebagai pengelola rusun. Masa pengoperasian rusun sama dengan pengoperasian fungsi lain di lahan milik PT KAI, yaitu maksimal 25 tahun. Setelah masa pemakaian rusun habis, PT KAI dan Perumnas dapat melakukan upaya peremjaan kembali kompleks rusun karena tiap unit hunian tidak akan dijual melainkan hanya disewakan. Kebutuhan hunian diperkotaan 51
PP Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
99
yang terus bertambah dari tahun ke tahun, maka kemungkinan penambahan kuantitas unit hunian dapat terjadi.
4.4
Skenario Waktu Pengembangan Lahan Proses pembangunan proyek urban renewal pada lahan milik PT KAI
direncanakan serta diasumsikan secara bertahap dan memakan waktu cukup lama, yaitu selama 15 tahun (Tabel 4.2). Terdapat tiga faktor yang mendasarinya. Faktor pertama adalah pertimbangan ekonomi dan strategis bisnis. Tujuannya adalah pembangunan yang dilakukan secara bertahap diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitar dan menarik investor, sesuai dengan esensi urban renewal dalam meningkatkan nilai ekonomi kawasan. Faktor kedua adalah pertimbangan kesesuaian dengan fungsi kegiatan sekitar. Pembangunan secara bertahap memungkinkan tersedianya waktu untuk melakukan evaluasi terhadap rencana yang telah dibangun sebelum melakukan pembangunan tahap berikutnya, sehingga proses pembangunan berjalan secara dinamis. Tujuan evaluasi ini adalah agar aktivitas yang dikembangkan di lokasi perencanaan bersinergi dengan aktivtas yang ada dan yang akan tumbuh di kawasan sekitar. Yang terakhir adalah pertimbangan faktor sosial. Selama kurun waktu pembangunan diharapkan terjadi proses adaptasi dari warga kota terhadap fungsi baru yang dikembangkan. Hal ini dikarenakan, upaya urban renewal menyangkut pembaharuan pola kehidupan kota. Salah satu contohnya adalah adaptasi warga terhadap penggunaan moda transportasi baru skytrain. Dengan proses pembangunan yang cukup lama ini diharapkan vitalitas kawasan dan nilai ekonomi kawasan dapat meningkat. Tabel 4.2. Asumsi Waktu Pembangunan Fungsi
Waktu Pembangunan (tahun) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Infrastruktur kota Stasiun skytrain Fungsi hunian Fungsi komersial retail Fungsi komersial perkantoran Pelayanan umum kota Sumber: Hasil Analisis
100
Selama proses pembangunan akan dilakukan beberapa tahapan evaluasi agar arah pembangunan sesuai dengan tujuan pengembangan. Pelaksanaan tahap awal akan difokuskan pada pembangunan infrasturktur kota, meliputi jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan telepon, utilitas kota, dan lainnya. Sudah tersedianya jaringan infrastruktur kota, diharapkan dapat mempermudah pembangunan fungsi lain. Pembangunan stasiun skytrain dan jalurnya akan dilakukan bersamaan dengan pembangunan infrastruktur kota lain. Tujuannya adalah untuk meningkatkan aksesibilitas lokasi perencanaan sesegera mungkin. Semakin banyak aksesibilitas (jaringan jalan dan stasiun skytrain) yang bisa digunakan, maka akan memperkuat nilai lahan dan dapat mendorong datangnya pertumbuhan investasi ekonomi lain. Fungsi hunian dibangun pada awal proyek agar dapat menghidupkan kawasan dan mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan. Telah tersedianya fungsi hunian, maka para pekerja yang akan bekerja di lokasi ini dapat memanfaatkan fungsi hunian sebagai tempat tinggalnya. Lokasi pengembangan di dominasi oleh fungsi komersial retail dan perkantoran. Agar pembangunan fungsi komersial berjalan secara dinamis, maka pembangunannya diasumsikan berjalan selama 15 tahun. Maksudnya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitar dan menarik investor.
4.5
Pengembangan Lahan Milik PT KAI
4.5.1
Peruntukan Lahan Sesuai dengan konsep dasar, lahan milik PT KAI akan dikembangkan dengan
penggunaan multi fungsi yang bertujuan untuk menciptakan kawasan terpadu dan bersinergi dengan aktivitas sekitarnya. Pertimbangan lainnya adalah keragaman fungsi akan membantu menciptakan kondisi kota yang lebih hidup dan memberikan banyak keuntungan. Beberapa keuntungan dari penggunaan lahan multi fungsi yaitu: 1. Dari aspek penggunaan lahan, pemanfaatan maksimal luas lahan untuk beragam fungsi kegiatan dapat dilakukan. 2. Dari aspek finansial, sistem multi fungsi dapat meningkatkan nilai ekonomi kawasan dan secara investasi lebih menguntungkan. 3. Dari aspek transportasi, dapat memperpendek jarak antar ragam fungsi, memberikan kemudahan sirkulasi, pencapaian, dan efesiensi waktu dari pengguna.
101
Terdapat tiga kegiatan dalam pembangunan multi fungsi yaitu, komersial yang meliputi komersial-retail dan komersial-perkantoran, hunian, serta fasilitas pelayanan umum kota. Setiap fungsi kegiatan akan ditempatkan pada lokasi perencanaan, yang disesuaikan berdasarkan permasalahan yang ada, potensi yang dimiliki, serta disinergikan dengan fungsi kawasan sekitar. Intensitas pembangunan rata-rata untuk fungsi komersial, hunian, dan fasum adalah 70% : 25% : 5% (ULI, 1987). Hasil studi banding proyek urban renewal, Kings Cross Central menunjukan adanya kesamaan proporsi pembangunan tiap fungsinya yaitu fungsi komersial 70%, fungsi hunian 25%, dan fasum 5%. Maka dari itu, intensitas pembangunan multi fungsi pada lokasi perencanaan tidak akan melebihi presentase tersebut.
Gambar 4.1. Konsep Pengembangan Fungsi Kegiatan pada Lahan PT KAI Sumber: Hasil Analisis
Untuk mengatasi permasalahan panjangnya lahan yang mencapai 1.5 kilometer, lahan dibagi menjadi 7 zona, mengacu pada standar besar segmen maksimal 200 m (Gambar 4.1). Selain itu upaya ini dilakukan agar pertumbuhan dan perkembangan
102
ekonomi di lokasi perencanaan tidak terpusat pada daerah pinggir jalan utama kota Bandung saja, yaitu jalan Laswi, jalan Sukabumi, dan jalan Kiaracondong. Perencanaan bentuk segmen pada lokasi perencanaan didasarkan pada bentuk tapak. Tujuannya agar memudahkan memudahkan proses perencanaan dan perancangan lokasi perencanaan. Pada zona 1, bentuk segmennya adalah diagonal karena disesuaikan dengan keberadaan jalan Sukabumi di sebelah Barat. Pembuatan segmen dengan mengikuti pola jalan yang ada, dimaksudkan untuk memudahkan pembagian persil. Zona lainnya, memiliki bentuk segmen dengan arah orientasi Utara dan Selatan. Zona 1 berada di sebelah Barat lokasi perencanaan, yaitu tepat di pinggir jalan Laswi dan jalan Sukabumi (Gambar 4.1). Telah diketahui sebelumnya bahwa jalan Laswi merupakan jalan yang berfungsi menghubungkan kawasan permukiman di Bandung Selatan dengan kawasan komersial dan perkantoran di Bandung Utara. Zona 1 juga merupakan lahan dengan nilai lahan paling tinggi diantara zona lain, karena letaknya sangat strategis yaitu memiliki tingkat pencapaian yang mudah. Maka pengembangan kawasan akan difokuskan pada fungsi komersial. Idenya adalah dengan menjadikan zona ini sebagai ”sentra kuliner dan perbelanjaan” yang menggabungkan berbagai konsep mall. Tujuannya menjadikan zona ini sebagai ”one stop shopping” yang memberikan keragaman aktivitas, suasana, dan produk. Terdapat 3 mall dengan tema berbeda yang akan dikembangkan, yaitu mall dengan tema ”food, fashion, and entertainment”, mall dengan tema ”wisata kuliner”, serta mall dengan tema ”electronic city” (Gambar 4.6). Ketiga mall tersebut akan dihubungkan satu sama lain oleh skywalk guna memudahkan pergerakan dan perpindahan aktivitas. Kemudian di bagian menaranya akan dikembangkan hotel. Zona 2 dan 3 berada di sebelah zona 1 yang berfungsi sebagai ”sentra kuliner dan perbelanjaan” (Gambar 4.1). Kedua zona ini masih termasuk dalam daerah yang memiliki nilai lahan tinggi karena pencapaiannya mudah dari pusat kota. Agar pertumbuhan investasi ekonomi dapat tersebar merata, maka peruntukan lahan yang dikembangkan di zona 2 dan 3 adalah penggunaan multi fungsi. Kedua zona ini akan difokuskan menjadi daerah ”sentra bisnis” yang terdiri dari tiga fungsi, yaitu komersial retail, komersial perkantoran, serta hotel dan convention hall (Gambar 4.6). Fungsi komersial retail akan diletakan pada lantai dasar atau di
103
bagian podium bangunan, sementara fungsi perkantoran pada lantai atasnya (Gambar 4.7 dan Gambar 4.8). Ide pengembangan ”sentra bisnis” dimaksudkan untuk menyediakan fasilitas gedung perkantoran yang tidak jauh jaraknya dari pusat kota, sehingga dapat memperpendek jarak tempuh bagi pekerja dan pengusaha dari arah Timur atau Selatan kawasan. Melalui pembangunan multi fungsi diharapkan segmen kawasan tidak ramai pada waktu tertentu, karena fungsi komersial retail dapat berfungsi 12 jam sehari atau lebih. Pada zona ini juga akan dikembangkan stasiun skytrain dan shelter area bagi transportasi kota yang melalui kawasan ini (Gambar 4.13). Ada tiga hal yang mendasari penempatan kedua fungsi ini. Pertama adalah daerah ini merupakan daerah komersil dan daerah publik. Kedua adalah untuk memudahkan distribusi pergerakan orang ke tiap fungsi bangunannya, karena berada di tengah kawasan. Ketiga adalah jaraknya dekat dengan jalan Laswi yang memiliki akses cukup mudah dari dan menuju pusat kota. Zona 4 dan 5 merupakan segmen yang posisinya berada ditengah lokasi perencanaan dan suasananya cenderung lebih tenang (Gambar 4.1). Nilai lahan pada zona ini pun diperkirakan tidak semahal daerah yang dekat dengan jalan utama kota. Atas pertimbangan dua faktor tersebut, maka kedua zona ini akan diusulkan untuk pengembangan fungsi hunian. Aktivitas di lingkungan hunian yang berlangsung selama 24 jam diharapkan dapat menghidupkan segmen ini. Fungsi hunian yang dikembangkan ada dua, yaitu apartemen dan rumah susun. Penempatan apartemen dan rusun akan disinergikan dengan aktivitas sekitar dan jaraknya terhadap tempat kerja calon penghuni. Apartemen akan ditempatkan di zona 4 yang dekat dengan ”sentra bisnis” karena diperuntukan untuk masyarakat golongan menengah ke atas. Kemudian rusun akan ditempatkan di zona 5 dengan pertimbangan: 1. Jarak terhadap jalan utama kota yaitu jalan Kiaracondong yang dilalui oleh 7 jalur transportasi kota kurang dari 500 meter. 2. Jarak tempuh terhadap tempat kerja, yaitu sentra bisnis, kawasan industri, dan pusat pelayanan satu atap kota Bandung kurang dari 1 kilometer, sehingga bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan transportasi kota. 3. Lokasinya sebaiknya dekat dengan kawasan industri karena salah satu rusun yang dikembangkan bertujuan untuk menyediakan kebutuhan hunian aktivitas sekitar.
104
Rusun yang akan dikembangkan memiliki ketinggian bangunan 4 dan 10 lantai. Bangunan rusun dengan ketinggian 10 lantai akan ditempatkan di zona 4 yang diperuntukan untuk pekerja golongan menengah di daerah ”sentra bisnis”. Kemudian rusun 4 lantai akan ditempatkan di zona 5 yang diperuntukan untuk pekerja industri dan masyarakat menengah ke bawah yang belum terbiasa hidup secara vertikal. Luas unit hunian yang dikembangkan pada rusun adalah tipe 21m2 dan tipe 36m2, karena tipe tersebut adalah tipe yang banyak dikembangkan oleh Perumnas. Hal lain yang mendasarinya adalah apabila dibuat unit hunian yang lebih besar, akan berdampak pada bertambah besarnya biaya sewa yang harus dikeluarkan penghuni. Rusun tipe 21 m2 merupakan luas unit hunian minimal bagi masyarakat menengah. Rusun ini hanya bisa digunakan oleh penghuni maksimal 2 orang, oleh karenanya rusun ini akan diperuntukan khusus untuk para pekerja industri yang masih bujang. Rusun tipe 36 hanya bisa dihuni oleh maksimal 4 orang. Dasar perencanaan rusun ini adalah untuk keluarga muda yang bekerja di lokasi perencanaan dan kawasan sekitar. Dengan asumsi satu keluarga terdiri dari orang tua dan dua anak. Pada prinsipnya rusun ini adalah hunian sementara sebelum mereka mampu memiliki rumah permanen sendiri. Oleh karena itu, sistem kepemilikannya dilakukan denga sistem sewa. Pada zona ini akan diusulkan juga beberapa fungsi yang dapat mendukung keberadaan fungsi hunian dan lokasi studi, yaitu daerah pertokoan, shelter area bagi transportasi kota dan fungsi pelayanan umum kota. Zona 6 dan 7 yang berada di bagian Timur lokasi perencanaan serta dekat dengan jalan Kiaracondong dan stasiun kereta api (Gambar 4.1). Aktivitas kawasan sekitar di dominasi oleh industri tekstil dan garmen, home industry (rajutan), serta pasar Kiaracondong. Untuk mensinergikan dengan aktivitas sekitar dan potensi yang dimiliki, maka ide yang akan diterapkan untuk pengembangan zona ini adalah menjadikannya sebagai ”sentra perdagangan tekstil” dalam bentuk ruko, rukan, dan pusat perdagangan (Gambar 4.6). Upaya ini dilakukan karena kawasan industri hanya berfungsi sebagai tempat produksi, sehingga perlu disediakan tempat penyaluran barang hasil produksi kepada konsumen secara langsung baik dalam bentuk eceran atau tidak. Dengan adanya upaya ini diharapkan vitalitas kawasan di sepanjang jalan Kiaracondong dapat meningkat.
105
4.5.2
Intensitas Bangunan Usulan pengembangan lahan pada lokasi perencanaan diusulkan lebih tinggi dari
yang direncanakan dalam RTRW Kota Bandung Tahun 2013. Berdasarkan RTRW Kota Bandung Tahun 2013, lokasi perencanaan memiliki rencana intensitas bangunan yaitu KDB 50% dan KLB 1,5. Ada dua faktor utama yang mendasari upaya ini, yaitu: 1. Pertimbangan perubahan fungsi kegiatan pada lokasi perencanaan, dari kegiatan yang khusus melayani aktivitas PT KAI menjadi kegiatan multi fungsi dengan konsep kawasan terpadu. 2. Pertimbangan ekonomi dan strategi bisnis, yaitu untuk membuat daerah tersebut lebih menarik bagi investor dan mendorong pertumbuhan ekonomi di lokasi perencanaan dan kawasan sekitar. Upaya peningkatan usulan pengembangan lahan PT KAI tersebut sesuai dengan prinsip urban renewal guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan vitalitas kawasan. Faktor-faktor lain yang mendasarinya, adalah: 1. Faktor lokasi, yaitu jaraknya dekat dengan pusat kota dan pencapaiannya mudah. 2. Faktor fungsi kegiatan, yaitu setiap fungsi kegiatan yang dikembangkan akan disinergikan satu sama lain agar lokasi perencanaan menjadi kawasan yang terpadu. 3. Setiap fungsi kegiatan yang dikembangkan akan diproyeksikan menjadi pusat/sentra kegiatan, tujuannya untuk memberikan keragaman fungsi sejenis kepada warga dalam menentukan pilihannya. 4. Membantu menyediakan fasilitas kawasan sekitar yang belum tersedia, seperti pengembangan fasilitas hunian dalam bentuk rumah susun untuk pekerja industri. 5. Pengembangan fungsi sejenis yang ada di kawasan Bandung Utara dan Bandung Selatan dengan tujuan memperpendek jarak tempuh, karena lokasi studi berada di tengah kedua kawasan itu. Contohnya adalah pengembangan tiga mall dalam satu lokasi dengan konsep ”one stop shopping” sebagai alternatif Bandung Super Mall. 6. Faktor aksesibilitas, yaitu pegembangan moda transportasi kota baru (skytrain) pada lokasi perencanaan berdampak pada tingginya tingkat pencapaian dan bertambah mahalnya nilai tanah.
106
Tabel 4.3. Usulan Pengembangan Lahan PT KAI No
1
2
3
Peruntukan Lahan Komersial Mall dan Hotel Ruko dan Rukan Perkantoran Convention Hall Hunian Apartemen Rusunawa Rumah sakit dan stasiun skytrain Total keseluruhan
Luas Lahan (m2)
Luas Lantai Dasar (m2)
Intensitas bangunan Tinggi Lantai Total Luas Lantai Maksimal Bangunan (m2)
%
58.000 70.000 70.800 5.600
28.000 29.200 35.400 2.800
10 4 10 1
143.800 100.000 196.000 2.800
70%
15.000 57.000
6500 13.900
10 10
65.000 104.000
25%
16.600 293.000
5.200 121.000
6 -
33.000 644.600
5% 100%
Sumber: Hasil Analisis
Catatan: Luas lahan milik PT KAI Badan sungai dan jalur sempadan (Perda Kotamadya Bandung No.14/1998) Jalan kereta api dan jalur sempadan ( RTRW Kota Bandung Tahun 2013) Standar utilitas dan sirkulasi 20 % Luas Lahan untuk bangunan dan ruang terbuka (terbangun) KDB rata-rata lokasi studi KLB rata-rata lokasi studi
= 430.000 m2 = 28.000 m2 = 23.000 m2 = 86.000 m2 = 293.000 m2
= (Total luas lantai dasar : Luas Lahan Terbangun) x 100 % = (121.000 : 293.000) x 100 % = 41 % = (Total luas lantai bangunan : Luas Lahan Terbangun) = (644.600 : 293.000) = 2,2
Tabel 4.4. Peningkatan Pengembangan Lahan PT KAI No
1 2 3
Fungsi Pengembangan Komersial Hunian Pelayanan Umum Total keseluruhan
Rata-rata Persentase Multi Fungsi 70 % 25 % 5% 100 %
Total Luas Lantai Bangunan sebelum pengembangan (m2) 307.650 109.875 21.975 439.500
Total Luas Lantai Bangunan setelah pengembangan (m2) 442.600 169.000 33.000 644.600
Sumber: Hasil Analisis
Sesuai dengan konsep dasar pengembangan lahan PT KAI, pembangunan akan dilakukan secara vertikal sementara lantai dasarnya di maksimalkan untuk ruang terbuka hijau dan ruang publik. Dari total luas lahan yang bisa dibangun yaitu sebesar 293.000 m2, hanya 41 persennya saja yang dimanfaatkan untuk dibangun. Upaya ini dilakukan guna mengurangi tingkat kepadatan bangunan di kawasan sekitarnya, dan mengurangi kebutuhan ruang terbuka hijau di wilayah Karees sebesar 211.000 meter2. Bangunan komersial yang memiliki fungsi tunggal seperti pusat perbelanjaan atau mall, memiliki ketinggian rata-rata 4 lantai. Kemudian bangunan komersial yang memiliki fungsi campuran, seperti pusat perbelanjaan yang digabungkan dengan
107
perkantoran dan hotel memiliki ketinggian mencapai 8-10 lantai. Rencana penyusunan lantainya, adalah bagian podium diperuntukan untuk pusat perbelanjaan/mall dengan ketinggian 4 lantai dan bagian menara diperuntukan untuk hotel dan perkantoran yang memiliki ketinggian 4-6 lantai (Gambar 4.10). Sistem podium dan menara dimaksudkan untuk menciptakan skala manusia antara jalan pejalan kaki dengan bangunan. Fungsi hunian yang terdiri dari apartemen dan rusunawa memiliki ketinggian 4 dan 10 lantai. Sama halnya dengan fungsi komersial, fungsi hunian juga memiliki lebih dari satu fungsi kegiatan. Bangunan apartemen 6 lantai di kombinasikan dengan pertokoan yang memiliki jumlah lantai 4. Kemudian bangunan rusunawa dengan ketinggian 4 dan 10 lantai, dikombinasikan dengan fasilitas komersial dan pelayanan umum pada lantai dasar. Maksud dari upaya ini adalah menjadikan daerah hunian sebagai daerah yang terpadu, sehingga penghuni tidak perlu keluar lingkungan guna mencari kebutuhan hidup sehari-hari. Stasiun skytrain memiliki ketinggian tiga lantai (Gambar 4.13). Pada lantai dasar berfungsi sebagai shelter area bagi transportasi kota yang melalui lokasi perencanaan serta ruang sirkulasi vertikal untuk pengguna jalan pejalan kaki menuju bagian dalam stasiun. Lantai keduanya berfungsi sebagai fasilitas komersial dan pembelian tiket. Pada lantai ini juga terdapat skywalk yang menghubungkan stasiun dengan bangunan yang ada disekitarnya yaitu fungsi komersial-perkantoran yang memiliki ketinggian 8-10 lantai. Tujuannya adalah memberikan keragaman dalam mencapai sarana transportasi kota. Kemudian lantai berikutnya berfungsi sebagai tempat menaikan dan menurunkan penumpang skytrain.
4.5.3
Aksesibilitas Kawasan Sekitar terhadap Lahan PT KAI Permasalahan utama pada lokasi perencanaan adalah luas lahan yang besar dan
minimnya aksesibilitas. Untuk mengatasinya akan dilakukan perencanaan jaringan jalan pada lokasi perencanaan yang terintegrasi dengan jaringan jalan di sekitarnya. Ukuran lahan yang besar akan dibagi menjadi sepuluh segmen dengan ukuran maksimum tiap segmen adalah 200 x 200 meter, tujuannya untuk memperpendek jarak pencapaian. Kemudian setiap segmen akan dipisahkan dan dihubungkan oleh jaringan jalan
108
kendaraan dan pejalan kaki. Melalui cara ini diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas kawasan terhadap lokasi perencanaan.
Gambar 4.2. Konsep Pengembangan Jalan di Lahan PT KAI Sumber: Hasil Analisis
Ada 5 usulan jaringan jalan baru pada lokasi perencanaan, yaitu jalan kolektor sekunder sisi Utara, jalan kolektor sekunder sisi Selatan, jalan lokal dengan arah sumbu Timur-Barat, jalan lokal dengan arah sumbu Utara-Selatan, serta uder-pass (Gambar 4.2 dan Gambar 4.11). Dengan 5 usulan jaringan jalan baru tersebut, lahan akan memiliki 10 akses dari jaringan jalan disekitarnya. Lokasi perencanaan berada diantara jalan kolektor primer (Jl. Kiaracondong) dan arteri sekunder (Jl. Laswi), yang berfungsi menghubungkan pusat aktivitas dalam kota dan antar kota. Agar vitalitas kawasan dapat meningkat, maka kedua jalan ini akan dihubungkan dengan jaringan jalan baru. Jalan kolektor sekunder sisi Utara berfungsi menghubungkan Jl.Sukabumi dengan Jl.Kiaracondong. Sepanjang koridor ini terdapat empat akses berupa jalan lokal menuju tiap segmen dan persil. Perencanaan jalan ini sangat penting, karena dapat menghubungkan antara lokasi perencanaan dengan daerah industri dan perkantoran di
109
sebelah Utara. Tujuan utama perencanaan jalan ini adalah memudahkan pencapaian dari Jl.Kiaracondong dan Jl.Sukabumi menuju persil yang ada di tengah lahan. Jalan kolektor sekunder sisi Selatan berfungsi menghubungkan persil yang berada di tengah lahan dengan Jl.Laswi dan Jl.Kiaracondong. Jalan usulan ini sangat perlu karena fungsi Jl.Laswi dan
Jl.Kiaracondong adalah menghubungkan pusat
aktivitas dalam kota, seperti pasar Kiaracondong, kawasan perdagangan jalan Ahmad Yani, kawasan perkantoran, dan kawasan permukiman. Oleh karena itu, akses utama lokasi perencanaan adalah dari arah jalan Laswi untuk sisi Barat dan dari arah jalan Kiaracondong untuk sisi Timur. Jalan lokal berfungsi melayani aktivitas antar persil di lokasi perencanaan. Alasan perencanaan jalan ini adalah lebar lahan yang cukup besar, sehingga dapat menyulitkan pergerakan orang dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya. Kemudian perencanaan jalan yang terakhir adalah under-pass yang mengubungkan lokasi perencanaan dengan jalan Jambatan Opat di sebelah Selatan. Terdapat 4 buah usulan under-pass. Pertama ada di sebelah Barat yang menghubungkan langsung daerah hunian dengan ”sentra kuliner dan perbelanjaan” serta ”sentra bisnis”. Berikutnya ada dua under-pass ditengah lokasi studi yang bertujuan menghubungkan daerah hunian di sebelah Selatan dengan daerah hunian (rusunawa) di sebelah Utara. Terakhir berada di sebelah Timur lokasi studi dekat dengan sungai Cibeunying, tujuannya untuk menghubungkan ”sentra perdagangan tekstil” dengan daerah hunian.
4.5.3.1 Pencapaian dengan Transportasi Kota Untuk memudahkan pergerakan orang di lokasi perencanaan, maka diperlukan adanya sarana dan prasarana transportasi kota. Pada lahan akan diusulkan pembangunan stasiun skytrain yang diasumsikan akan dikembangkan di kota Bandung. Skytrain ini memiliki rute Stasiun Bandung – lokasi perencanaan. Adanya transportasi masal baru ini diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas kawasan. Pada area stasiun skytrain akan disediakan shelter area untuk transportasi kota sekitar yang hendak melalui lokasi perencanaan. Agar pergerakan transportasi kota teratur, direncanakan rute pergerakan transoprtasi kota dari arah Utara dan Selatan menuju lokasi perencanaan (Gambar 4.3 dan Gambar 4.12).
110
Gambar 4.3. Konsep Pencapaian dengan Transportasi Kota Sumber: Hasil Analisis
Stasiun skytrain dan shelter transportasi kota berada di daerah sentra bisnis (fungsi komersial dan perkantoran), dengan maksud untuk mempermudah distribusi pergerakan orang (Gambar 4.9). Jalur transportasi kota di lokasi perencanaan dari arah Utara dan Selatan dibuat sama, agar memudahkan perpindahan pergerakan. Jalur tersebut akan melewati hampir seluruh aktivitas kegiatan, yaitu komersial, perkantoran, serta hunian. Implikasi yang dapat terjadi pada daerah yang dilalui jalur transportasi kota adalah tumbuhnya aktivitas komersial. Oleh karena itu, lantai dasar bangunan pada daerah yang dilalui oleh jalur transportasi kota difungsikan untuk aktivitas komersial, seperti cafe, restoran, rumah makan, toko, dan lainnya. Jalur transportasi pada lokasi perencanaan direncanakan semaksimal mungkin dapat mempermudah orang mencapai tiap persil. Transportasi kota dari arah jalan Kiracondong akan masuk menuju tapak, melalui usulan jalan kolektor sekunder yang berada di tengah lokasi studi. Hal ini dilakukan untuk memberi jarak dengan pintu rel kereta api dan menghindari kemacetan. Di area ini transportasi kota akan melalui ”sentra perdagangan tekstil” yang berada disebelah Utara dan Selatannya.
111
Transportasi kota kemudian bergerak menuju jalan kolektor sekunder sisi Utara, yang dilanjutkan menuju jalan lokal dan jalan kolektor sekunder sisi Selatan yang mengarah ke stasiun skytrain di daerah sentra bisnis. Sepanjang rute ini transportasi kota akan melewati fungsi hunian, yaitu rumah susun sederhana sewa. Pada stasiun skytrain terdapat shelter area. Pada area ini terjadi perpindahan moda antara kendaraan, skytrain, dan pejalan kaki. Dari shelter area ini, transportasi kota akan bergerak melalui ”sentra bisnis” serta ”sentra kuliner dan perbelanjaan” menuju jalan Sukabumi di sebelah Utara. Begitu juga dengan jalur transportasi kota sebaliknya.
4.5.3.2 Pencapaian Pejalan Kaki
Gambar 4.4. Konsep Pencapaian Pejalan Kaki Sumber: Hasil Analisis
Aktivitas kawasan yang telah bersinergi satu sama lain akan dihubungkan secara fisik oleh jalan pejalan kaki. Terdapat 2 konsep pengembangan jalan pejalan kaki, yaitu arcade dan skywalk (Gambar 4.4 dan Gambar 4.14). Kedua jalan pejalan kaki bertujuan
112
untuk memudahkan pergerakan orang dari satu aktivitas ke aktivitas lain serta terlindung dari pengaruh iklim. Konsep arcade terletak di lantai dasar bangunan dan dibuat menerus dengan bangunan lainnya (Gambar 4.5 dan Gambar 4.17). Tujuan perencanaan arcade adalah memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki karena pada lantai dasar umumnya difungsikan untuk fungsi komersial, seperti retail, cafe, restoran, dan rumah makan. Selain itu, upaya ini dilakukan guna menghindari terjadinya konflik antara pengguna kendaraan dan pejalan kaki. Konsep skywalk banyak dikembangkan di bagian Barat lokasi yang umumnya berfungsi sebagai komersial dan perkantoran (Gambar 4.5 dan Gambar 4.16). Skywalk menghubungkan beberapa bangunan dan berada di lantai tiga agar tidak mengganggu sirkulasi kendaraan di lantai dasar. Posisi skywalk yang berada di atas jalan penyebrangan pejalan kaki diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan orang, karena terlindung dari pengaruh iklim, yaitu panas matahari ataupun hujan. Melalui pengembangan skywalk diharapkan seluruh aktivitas dapat dihubungkan secara fisik, dari tempat tinggal menuju tempat kerja, hiburan, dan pelayanan umum, tanpa harus keluar bangunan.
Gambar 4.5. Ilustrasi Pengembangan Skywalk dan Arcade Sumber: Hasil Analisis
113
4.6
Masterplan Pengembangan Lahan
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
4.7
Pengembangan Rumah Rusun Sederhana Sewa Salah satu faktor penting dalam pembangunan rumah susun yang berhubungan
erat dengan upaya urban renewal adalah faktor keberlanjutan. Faktor tersebut meliputi kegiatan pemakaian bangunan, kegiatan perawatan dan pemeliharaan, sampai dengan dilakukannya lagi upaya peremajaan kembali apabila masa pakai gedung sudah habis. Untuk
memudahkan
proses
keberlanjutan
dari
rumah
susun,
maka
sistem
kepemilikannya akan dilakukan melalui sistem sewa. Rumah susun ini akan diperuntukan khusus untuk masyarakat golongan menengah dan menengah kebawah, yang lebih dikenal dengan rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Beberapa faktor lain yang mendasari pembangunan rumah susun dengan sistem sewa adalah: 1. Tanah dimiliki oleh pihak PT KAI, sehingga tidak mungkin dilakukan sistem milik. 2. Rusun ini berfungsi sebagai hunian sementara, dalam artian merupakan batu locatan dari penghuni sebelum memiliki hunian permanen di atas tanah.
4.7.1
Lokasi Pengembangan rusunawa di lokasi perencanaan bertujuan untuk menghidupkan
kawasan dan menyediakan kebutuhan hunian bagi warga kota yang bekerja di sekitar kawasan. Lokasi pengembangan rusunawa ditempatkan di tengah lokasi perencanaan serta diantara fungsi komersial dan perkantoran, dikarenakan: 1. Nilai ekonomi lahan tidak terlalu tinggi. 2. Memudahkan pencapaian menuju fungsi kegiatan yang ada disekitarnya. 3. Jaraknya kurang dari 500 meter dengan sarana transportasi kota di Jl. Kiaracondong. 4. Jaraknya kurang dari 600 meter dengan stasiun skytrain yang direncanakan. 5. Jaraknya kurang dari 1 kilometer dengan daerah industri dan daerah perkantoran. Jarak yang dekat antara tempat tinggal dan tempat bekerja perlu didukung dengan jaringan sirkulasi yang baik, agar pergerakan orang menjadi mudah. Ada dua konsep perancangan yang akan diterapkan pada kompleks rusunawa terkait masalah sirkulasi dan pergerakan orang. Yang pertama, mengenai aksesibilitas. Konsep yang digunakan guna memudahkan pencapaian penghuni menuju huniannya, yaitu dengan membuat jalan kendaraan dan jalan pejalan kaki di sekeliling kompleks rusunawa oleh (Gambar 4.18). Keuntungan lainnya, apabila terjadi kebakaran, mobil pemadam dapat
126
menjangkau seluruh bagian kompleks rusunawa untuk melakukan upaya pemadaman. Pintu masuk kompleks rusunawa akan dibuat lebih dari satu, agar penghuni dapat masuk dari berbagai arah disesuaikan dengan jarak terdekat ke unit huniannya. Yang kedua, pengembangan jaringan pejalan kaki. Kompleks rusunawa jaraknya kurang dari 1 kilometer dengan fungsi perkantoran, industri, dan transportasi kota. Untuk memfasilitasi para pekerja yang tinggal di kompleks rusunawa, maka dikembangkan jaringan pejalan kaki yang terintegrasi dengan fungsi sekitar. Semakin banyak orang beraktivitas dengan berjalan kaki dan menggunakan transportasi kota, berarti akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan menekan pencemaran udara. Keadaan ini akan baik buat lingkungan perencanaan di masa depan.
Gambar 4.18. Konsep Jaringan Jalan Kompleks Rusunawa Sumber: Hasil Analisis.
4.7.2
Unit Hunian Besaran unit hunian rusunawa yang dikembangkan pada lokasi perencanaan
mengacu pada tiga faktor. Faktor yang pertama, mengacu pada standar kebutuhan ruang perorang (9 m2). Yang kedua, dasar pemikiran bahwa rusunawa yang dikembangkan merupakan hunian sementara bagi penghuni sampai saatnya mampu memiliki rumah
127
permanen di atas tanah. Kemudian faktor yang terakhir, prospek di kawasan sekitar, yaitu dekat dengan daerah industri dan daerah perkantoran. Oleh karena itu, besaran unit hunian yang dikembangkan akan menggunakan dua tipe yang sering dikembangkan oleh Perumnas, yaitu tipe 21 dan tipe 36. Setiap tipe akan diperuntukan sesuai dengan kapasitas maksimal penghuninya, agar penghuni dapat tinggal dengan nyaman sehinggga tidak mengganggu kualitas lingkungan fisik.
Gambar 4.19. Peta Pengembangan Rusunawa Sumber: Hasil Analisis.
a) Tipe 21. Luas unit hunian tipe 21 khusus diperuntukan untuk pekerja industri dengan maksimal penghuni 2 orang (Gambar 4.19). Luas hunian tipe ini merupakan luas hunian minimal yang dikembangkan Perumnas untuk rusunawa. Tipe 21 memiliki tiga ruang utama, antara lain ruang serba guna, ruang masak, dan kamar mandi (Gambar 4.20). Ruang serbaguna dapat dipergunakan untuk tidur dan bersosialisasi. Pada tipe 21
128
diberikan juga ruang tambahan berupa balkon yang dapat dipergunakan penghuni untuk menjemur pakaian. Hal ini didasari perilaku penghuni yang terbiasa menjemur pakaian apabila sudah terkena sinar matahari langsung. Orientasi balkon menghadap kedalam kompleks rusunawa untuk menghilangkan kesan kumuh apabila dilihat dari luar kompleks. Untuk kenyamanan, tiap hunian disediakan ventilasi dan jendela yang bisa dibuka kearah luar, sehingga sirkulasi udara silang bisa terjadi.
Gambar 4.20. Isometri Denah Tipikal Rusunawa Tipe 21/4 Lantai. Sumber: Hasil Analisis.
Susunan ruang permodul bangunannya, 4 unit hunian dipisahkan oleh satu tangga sebagai sirkulasi vertikal. Tangga tersebut diposisikan di tengah bangunan agar memudahkan pencapaian dari tiap penghuni. Sirkulasi horizontalnya menggunakan koridor yang menghadap ke luar kompleks rusunawa. Koridor tidak dibuat solid, agar pencahayaan alami dan sirkulasi udara bisa masuk ke unit hunian. Dalam satu blok bangunan rusunawa terdapat 2-3 modul yang digabungkan secara memanjang.
129
b) Tipe 36 (4 lt)
Gambar 4.21. Isometri Denah Tipikal Rusunawa Tipe 36/4 Lantai. Sumber: Hasil Analisis.
Luas unit hunian tipe 36 yang memiliki ketinggian 4 lantai, khusus diperuntukan untuk masyarakat menengah ke bawah yang telah berkeluarga dengan maksimal penghuni 4 orang (Gambar 4.19). Susunan ruang permodulnya, dua unit hunian yang dipisahkan oleh satu tangga. Satu unit hunian terdiri atas 2 kamar tidur, ruang serba guna, kamar mandi, dan ruang masak (Gambar 4.21). Ruang serba guna bisa dipakai untuk ruang keluarga, ruang tamu, atau ruang makan secara bersamaan. Pada tipe 36, balkon dibuat lebih besar guna mengatasi kebiasaan hidup dekat dengan tanah. Balkon dibuat saling silang dengan lantai diatasnya dengan tujuan terdapat sebagian area yang terkena cahaya matahari langsung. Balkon ini akan berhadapan dengan balkon tetangganya agar penghuni mau menjaga unit hunian dan lingkungannya. Apabila terjadi kesemrawutan pada area balkon, maka penghuni sendiri yang akan melihat dan merasakannya. Sirkulasi vertikalnya menggunakan tangga. Dengan menempatkan satu tangga diantara 2 unit hunian, diharapkan privasi dan kenyamanan penghuni dapat tercipta. Sirkulasi horizontal antar unit hunian hanya menggunakan bordes tangga, tanpa
130
menggunakan sistem koridor seperti pada tipe 21. Di dalam satu blok rusunawanya, terdapat 2 sampai 3 modul yang digabungkan dengan pola memanjang.
c) Tipe 36 (10 lt)
Gambar 4.22. Isometri Denah Tipikal Rusunawa Tipe 36/10 Lantai. Sumber: Hasil Analisis.
Rusunawa tipe ini difungsikan untuk mendukung fungsi perkantoran dan komersial yang akan dikembangkan di lokasi penelitian. Luas unit huniannya 36m2 dan diperuntukan untuk para pekerja kantor yang telah berkeluarga dengan maksimal penghuni 4 orang (Gambar 4.19). Di dalam satu unit hunian terdapat 2 kamar tidur, 1 ruang serba guna, dapur, kamar mandi, dan balkon untuk menjemur pakaian. Tiap satu lantai bangunan terdapat 16 buah unit hunian, 2 buah tangga, dan 2 buah lift (Gambar 4.22). Untuk menjaga umur lift sesuai dengan usia bangunan, maka lift hanya berhenti per dua lantai. Lift juga akan dioperasikan pada waktu tertentu saja, seperti pagi, siang, dan malam. Hal ini dilakukan untuk menghemat energi listrik dan menjaga agar lift tidak dipergunakan sebagai tempat bermain anak-anak. Sirkulasi horizontal menggunakan koridor pada dua sisi. Di sepanjang koridor disediakan ruang bersama yang dapat digunakan penghuni di lantai tersebut sebagai tempat untuk bersosialisasi. Pada bagian tengah koridor terdapat juga dua void yang berfungsi sebagai jalur sirkulasi udara.
131
4.7.3
Ketinggian Bangunan Penentuan ketinggian bangunan rusunawa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
KLB dan KDB kawasan, serta kebiasaan masyarakat tinggal dekat dengan tanah. Berdasarkan RTRW Kota Bandung Tahun 2013 untuk fungsi perumahan dengan bangunan tinggi memiliki nilai KDB 15% dan KLB 1,5. Kemudian untuk bangunan sedang memiliki KDB 25% dan KLB 1,25. Dengan nilai KDB dan KLB tersebut akan diperoleh ketinggian maksimal masing-masing bangunan, 5 dan 10 lantai. Orang merasa enggan tinggal di lantai yang tinggi karena sulitnya pencapaian, merupakan satu kendala penggunaan tangga sebagai sarana trasnportasi vertikal. Atas pertimbangan tersebut rusunawa dengan model walk-up apartment yang dikembangkan memiliki ketinggian 4 lantai. Kemudian rusunawa lain yang dikembangkan memiliki ketinggian 10 lantai (Gambar 4.23). Rusunawa yang dikembangkan memiliki tingkat kepadatan tinggi dengan rata-rata 320 unit/hektar. Tabel 4.5. Data Pengembangan Rusunawa Tipe Rumah Susun 2 21m Terdiri dari 2 modul* Terdiri dari 3 modul* 36m2 Terdiri dari 2 modul** Terdiri dari 3 modul** 2 36m Total Unit Hunian Total Luas Lahan
Jumlah Lantai 4 lantai 4 lantai 4 lantai 4 lantai 10 lantai
Jumlah Blok 4 8 8 4 9
* 1 modul terdiri dari 4 unit hunian.
Jumlah Unit Hunian 144 192 144 48 1296 1824 5.7 Hektar
** 1 modul terdiri dari 2 unit hunian
Sumber: Hasil Analisis.
Rusunawa dengan ketinggian 4 lantai memiliki luas unit hunian 21m2 dan 36m2. Rusunawa ini diperuntukan untuk masyarakat menengah kebawah, karena mereka belum terbiasa hidup secara vertikal dan untuk menghindari datangnya permasalahan baru. Sistem transportasi vertikalnya menggunakan tangga. Rusunawa 10 lantai memiliki luas unit hunian sebesar 36 m2 yang diperuntukan untuk masyarakat menengah, seperti pegawai kantor dan pegawai PT KAI. Perencanaan balkon pada bangunan rusunawa, yang dapat berfungsi sebagai pekarangan diharapkan dapat mengurangi permasalahan kebiasaan hidup dekat tanah. Balkon pada unit tipe 36 yang diperuntukan untuk masyarakat yang telah berkeluarga akan dibuat lebih luas dan dapat dipergunakan sebagai tempat penyaluran hobi (seperti memelihara burung dan menanam tanaman) serta menjemur. Pada unit tipe 21 yang
132
diperuntukan untuk pekerja pabrik industri, tidak dibuat balkon yang besar karena ada kecenderungan pekerja industri pulang ke rusunawa hanya untuk beristirahat. Berdasarkan kajian empiris, menunjukan bahwa para pekerja industri rata-rata menyewa 1 unit tipe 21 untuk 2 orang, karena mereka bekerja secara shift maka mereka bergantian menggunakan unit hunian.
Gambar 4.23. Ketinggian Bangunan Rusunawa Sumber: Hasil Analisis.
133
4.7.4
Keragaman Fungsi
Gambar 4.24. Pengembangan Multi Fungsi di Kompleks Rusunawa Sumber: Hasil Analisis.
Terdapatnya keragaman fungsi merupakan salah satu kriteria terjadinya keberlanjutan pada kompleks rusunawa. Secara horizontal keragaman fungsi terbagi atas ruang terbuka dan fungsi campuran pada blok rusunawa. 60 % dari keseluruhan luas lahan diperuntukan untuk ruang terbuka. Fungsi yang disediakan diantaranya taman bermain anak, lapangan olahraga, tempat duduk, dan taman lingkungan. Susunan fungsi vertikalnya, fungsi campuran/multi fungsi pada lantai dasar, unit hunian pada lantai diatasnya, dan roof garden pada lantai atap (Gambar 4.24). Fungsi roof garden sifatnya kondisional, dalam arti dapat dilakukan secara bersama antara penghuni dan pengelola ataupun tidak. Tujuan pengembangan fungsi campuran pada lantai dasar blok rusunawa, agar lingkungan rusunawa menjadi lebih hidup. Fungsi campuran pada blok rusunawa terdiri atas fasilitas umum (40%) dan fungsi komersial (60%). Fasilitas umum yang ada, diantaranya ruang serba guna dan area parkir sepeda motor. Kantor pengelola juga akan ditempatkan pada lantai dasar, agar mudah memantau aktivitas lingkungan. Fungsi komersial/unit usaha bisa dipergunakan oleh penghuni atau pihak luar dengan sistem sewa.
134
Konsep kompleks rusunawa dengan orientasi kedalam kawasan yang mengelilingi ruang terbuka, bertujuan untuk menciptakan rasa aman dan nyaman. Aman karena setiap penghuni dapat mengenali warganya yang tinggal dan beraktivitas disana, sehingga mengurangi resiko terjadinya tindakan kejahatan, seperti pencurian. Nyaman karena area luar difokuskan untuk area buffer dari kebisingan jalur kendaraan bermotor dan jalur kereta api. Ruang-ruang komunal dan olahraga di tempatkan di dalam kompleks rusunawa. Kompleks rusunawa yang dirancang mengelilingi ruang terbuka dan memiliki orientasi aktivitas ke dalam kompleks bertujuan untuk menghilangkan kesan kumuh dan tidak rapih. Deretan jemuran yang biasa menjadi pemandangan utama pada rusunawa dan menimbulkan kesan tidak teratur dapat disembunyikan. Melalui konsep perancangan ini, maka yang tampak dari luar kompleks rusunawa hanya bagian depan bangunan. Kumuh dan tidaknya kawasan hanya dirasakan oleh penghuni. Diharapkan nantinya dapat menumbuhkan rasa kepedulian terhadap lingkungan rusunawa, yaitu untuk menjaga dan merawatnya. 4.7.5
Perawatan dan Pemeliharaan Konsep perencanaan dan perancangan yang bertujuan untuk memberi
kemudahan kepada penghuni dan pengelola dalam merawat dan memelihara rusunawa, diantaranya: 1. Menempatkan plumbing di tempat yang terekspos dan mudah dijangkau. Ini dipilih untuk memudahkan perawatan atau perbaikan apabila mengalami kerusakan, tetapi tetap memperhatikan nilai keamanan. 2. Menempatkan meteran listrik dan air di luar tiap unit setiap unit bangunan untuk memudahkan mengontrol penggunaannya. 3. Memilih atap datar sebagai pengganti genteng, karena genteng dianggap kurang efisien dari segi pemeliharaan. 4. Memilih bahan batako, selain lebih ringan batako juga sudah bisa terlihat rapi meski tanpa diplester.
135