38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1
Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Gorontalo. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Gorontalo terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2008 tentang Organisasi dan tata kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Gorontalo. Pembentukan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sebagai salah satu lembaga teknis daerah yang dilatarbelakangi oleh perubahan pengelolaan keuangan daerah, yaitu Kepala Daerah diwajibkan menyusun
laporan pertanggungjawaban keuangan daerah
yang terdiri dari laporan realisasi APBD, lingkungan pengendalian daerah, informasi dan komunikasi dan pemantauan. Konsekuensi logis dari perubahan pertanggungjawaban tersebut maka dibentuklah organsiasi BPKD yang telah dirubah namanya menjadi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah guna terintegrasinya pengelolaan keuangan yang meliputi pencatatan dan pertanggungjawaban penerimaan kas dan
pengeluraan kas, serta aset/barang
daerah. Otonomi daerah dan peningkatan persaingan antar daerah telah memaksa organisasi pemerintah daerah melakukan perubahan-perubahan yang inovatif menuju pemerintahan yang baik dan mandiri. Perubahan yang paling mendasar
38
39
yakni pengelolaan keuangan daerah yang menuntut alokasi anggaran disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Di sisi lain, permasalahan manajemen keuangan sektor publik selama ini belum dapat ditangani secara komprehensif dalam mewujudkan suatu tata kepemerintahan yang baik (good governance). Upaya reformasi birokrasi telah berlangsung yang mencakup antara lain pengelolaan keuangan, namun masih terdapat permasalahan yang dihadapi di bidang pengeloaan keuangan daerah di Kota Gorontalo, yaitu: 1) kelembagaan pengelolaan keuangan masih belum sepenuhnya berdasarkan prinsip-prinsip organisasi yang efisien dan rasional, sehingga struktur organisasi kurang proporsional; 2) sistem manajemen keuangan daerah belum mampu mendorong peningkatan profesionalitas dan kompetensi, sesuai dengan tanggungjawab dan beban kerja; 3) sistem dan prosedur kerja di lingkungan badan pengelola keuangan belum efisien, efektif, dan berperilaku hemat; 4) pelayanan publik belum sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat; 5) terabaikannya nilainilai etika dan budaya kerja dalam birokrasi sehingga melemahkan disiplin kerja, etos kerja, dan produktivitas kerja (DPPKAD Kota Gorontalo, 2011) 4.1.2
Pengujian Asumsi Klasik Sebelum data dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis regresi
berganda, terlebih dahulu diuji normalitas, multikolinearitas, non auto korelasi, dan uji non heteroskedastisitas, adapaun hasil pengujian masing-masing sebagai berikut:
40
1. Pengujian Asumsi Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Pengujian normalitas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Penentuan Hipotesis Ho
: data variabel dependen berdisribusi normal
H1
: data variabel dependen tidak berdistribusi normal
2. Penentuan tingkat signifikansi Tingkat kepercayaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 95% atau dengan kata lain tingkat signfikansinya (alpha) sebesar 5% 3. Penentuan statistik uji Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan adalah metode Kolmogorov smirnov dengan menggunakan indikator Z. 4. Penentuan kriteria uji Karena menggunakan metode kolmogorov smirnov, maka pengambilan keputusan didasarkan pada perbandingan antara nilai Z-hitung dengan Z tabel. Jika nilai Z hitung lebih kecil dari nilai Z tabel maka Ho diterima. Penentuan hasil uji juga dapat dilakukan dengan melihat signifkansi yang dihasilkan dengan kriteria terima H0 jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari nilai alpha.
41
5. Kesimpulan Hasil pengujian normalitas dengan menggunakan bantuan SPSS dapat dilihat pada tabel 5 berikut: Tabel 5: Hasil Uji Normalitas OneSampleKolmogorov-Smirnov Kolmogorov-SmirnovTest Test One-Sample
N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Belanja Daerah 20 25.4145 .19014 .107 .081 -.107 .481 .975
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: Olahan data 2012
Hasil analisis di atas menunjukkan nilai koefisien Kolmogorov smirnov (KS) sebesar 0.481. Sedangkan nilai Z pada tingkat signifikansi 5% adalah sebesar 1.96. Karena nilai KS lebih kecil dari nilai Z-tabel maka Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data variabel dependen (belanja daerah) telah berdistribusi normal. 2. Asumsi Non Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan salah satu pelanggaran kondisi ideal yang disebabkan adanya hubungan linear diantara variabel regresor. Multikolinearitas bisa dideteksi dengan melihat nilai R2, dimana nilai R2 tinggi sedangkan tidak ada satupun koefisien regresi (secara parsial) yang signifikan. Selain itu,
42
multikolinearitas dapat juga dideteksi dengan menggunakan indikator Variance Inflation Factor (VIF) dengan ketentuan sebagai berikut: •
0 < VIF ≤ 10 , tidak terdapat multikolinearitas
•
10 < VIF ≤ 30 , multikolinearitas rendah
•
VIF > 30 , multikolinearitas tinggi Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan sebelumnya,
diperoleh nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing variabel yang tersajikan pada tabel 6. Tabel 6: Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa
Model 1
Pajak Daerah Retribusi Daerah
Collinearity Statistics Tolerance VIF .716 1.396 .716 1.396
a. Dependent Variable: Belanja Daerah
Sumber: Olahan 2012
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh ternyata dari dua variabel yang diamati semuanya mempunyai nilai VIF dibawah 10. Dengan demikian dapat disimpulkan dalam model yang dibangun tidak terdapat gejala multikolinearitas. 3. Asumsi Non Autokorelasi Autokorelasi merupakan pelanggaran asumsi non-autokorelasi. Hal ini disebabkan adanya korelasi antar gangguan/error pada setiap pengamatan. Autokorelasi mengakibatkan OLS menghasilkan taksiran yang tak bias namun tidak efisien (underestimated) dan peramalan dengan OLS akan menghasilkan taksiran yang keliru. Autokorelasi bisa dideteksi dengan pengujian DurbinWatson dengan rumus:
43
n
∑ (e d=
i=2
i
− e i −1 )
n
∑e i =1
2
2 i
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan pengujian Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut (Makridakis dkk, 1983): 1. Jika nilai: 1.65 < DW < 2.35 maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi. 2. Jika nilai: 1.21 < DW < 1.65 atau 2.35 < DW < 2.79, tidak dapat diambil kesimpulan. 3. Jika nilai: DW < 1.21 atau DW > 2.79, maka dapat disimpulkan terjadi autokorelasi Hasil analisis dengan SPSS dapat dilihat pada tabel 7 sebagai berikut: Tabel 7: Hasil UJi Autokorelasi Model Summaryb
R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
Model 1 .996a .991 .990 .01856 1.854
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: Belanja Daerah
Sumber: olahan 2012
Berdasarkan hasil analisis di atas diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 1,854. Nilai ini berada pada interval 1,65 < DW < 2,35 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam data tidak terjadi gejala autokorelasi.
44
4. Asumsi Non Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas
merupakan
pelanggaran
dari
asumsi
homoskedastisitas (semua gangguan/disturbance yang muncul dalam model persamaan regresi bersifat homoskedastik atau mempunyai varians yang sama pada tiap kondisi pengamatan). Oleh karena itu, konsekuensi dari adanya heteroskedastistas dalam sistem persamaan bahwa penaksiran tidak lagi mempunyai varians yang minimum. Cara mengetahui ada atau tidaknya gejala heteroskedastisitas, maka dilakukan dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen yang dikenal sebagai uji Glejser (Gujarati, 2002). Persamaan regresi yang dipakai dalam hal ini adalah: │Ut│= α + βXt + vt Dasar analisis yang digunakan adalah jika hasil regresi menunjukkan variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas, dan demikian pula sebaliknya. Hipotesis yang akan diuji adalah: H0
: secara keseluruhan variabel bebas dalam model tidak menyebabkan gejala heteroskedastisitas
H1
: secara keseluruhan variabel bebas dalam model menyebabkan gejala heteroskedastisitas
α
: 5% Hasil pengolahan data menunjukkan hasil regresi untuk pengujian
heteroskedastisitas dengan metode Glejser seperti tersajikan pada tabel 8 sebagai berikut:
45
Tabel 8: Hasil uji Heteroskedastisitas
Sumber: olahan an data 2012
Hasil pengujian menunjukkan nilai F-hitung F hitung sebesar 0,134. Adapun nilai F-tabel tabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas pembilang (df1) sebesar k = 2 dan derajat bebas penyebut (df2) sebesar N-k-1 N = 20-2-11 = 17 1 adalah sebesar 3,592. Jika kedua nilai F ini dibandingkan, maka nilai Fhitung yang diperoleh jauh lebih kecil Ftabel sehingga Ho diterima. dit . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan, variabel dalam model tidak menyebabkan terjadinya gejala heteroskedastisitas dalam model. m 4.1.3
Hasil Analisis Regresi Berganda Setelah persyaratan normalitas data dipenuhi maka selanjutnya dilakukan
analisis regresi antara pajak daerah dan retribusi daerah dengan belanja daerah kota Gorontalo selama periode 2007-2011. 2007 . Hasil analisis regresi dengan de menggunakan bantuan SPSS tersajikan pada tabel 9 sebagai berikut erikut: Tabel 9: Model Regresi Coefficients
Model 1
(Constant) Pajak Daerah Retribusi Daerah
a. Dependent Variable: Belanja Daerah
Sumber: mber: Olahan, 2012
a
Unstandardized Coefficients B Std. Error 8.287 1.202 .408 .012 .367 .058
46
1. Persamaan Regresi/Model Regresi Berdasarkan hasil analisis di atas maka model regresi antara pajak daerah dan retribusi daerah dengan belanja daerah kota Gorontalo selama periode 2007-2011 adalah sebagai berikut: Ln (Y ) = 8, 287 + 0, 408 Ln ( X 1 ) + 0, 367 Ln ( X 2 )
Interpretasi dari model analisis regresi di atas adalah sebagai berikut: a. Jika pengaruh dari pajak dan retribusi daerah diabaikan maka rata-rata pertumbuhan belanja daerah Kota Gorontalo selama periode 2007-2011 adalah sebesar 8,287% . b. Setiap peningkatan 1% penerimaan pajak daerah yang berhasil diperoleh maka akan meningkatkan alokasi belanja daerah Kota Gorontalo sebesar 0,408%. c. Setiap peningkatan 1% penerimaan retribusi daerah yang berhasil diperoleh maka akan meningkatkan alokasi belanja daerah Kota Gorontalo sebesar 0,367%. 2. Uji Signifikan Simultan (Uji- F) Uji F atau uji simultan digunakan untuk melihat apakah pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh secara simultan terhadap alokasi belanja daerah. Tahapan pengujian kebaikan model regresi adalah sebagai berikut: 1. Penentuan Hipotesis Ho
: Pajak daerah dan retribusi daerah tidak berpengaruh secara simultan terhadap alokasi belanja daerah.
H1
: Pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh secara simultan terhadap alokasi belanja daerah.
47
2. Penentuan tingkat signifikansi Tingkat kepercayaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 95% atau dengan kata lain tingkat signfikansinya (alpha) sebesar 5%. 5% 3. Penentuan Statistik Uji Dalam melakukan uji simultan digunakan uji F. 4. Penentuan Kriteria uji Penentuan kriteria uji didasarkan pada pada perbandingan antara nilai Fhitung yang diperoleh dengan Ftabel. Jika nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel maka ma Ho ditolak, dan jika nilai Fhitung lebih kecil dari nilai Ftabel maka Ho diterima. diterima 5. Kesimpulan Hasil pengujian dengan menggunakan menggu SPSS dapat dilihat pada tabel 10 sebagai berikut: Tabel 10: Hasil Pengujian Uji F
Sumber: olahan, 2012 Berdasarkan hasil di atas hasil di atas didapat nilai Fhitung sebesar 988,419.. Adapun nilai Ftabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas pembilang (df1) sebesar k = 2 dan derajat bebas penyebut (df2) sebesar N-k-1 N = 20-2-1 = 17 adalah sebesar 3,592. Jika kedua nilai F ini dibandingkan, maka nilai Fhitung yang ng diperoleh jauh lebih besar Ftabel sehingga Ho ditolak. Dengan demikian
48
dapat disimpulkan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh secara simultan terhadap alokasi belanja daerah 3. Uji Signifikan Parsial (Uji-t) Uji t dilakukan untuk menguji secara parsial apakah variabel tingkat pajak daerah (X1), retribusi daerah (X2), secara parsial atau masing-masing mempunyai pengaruh terhadap alokasi belanja. Setelah pengujian model dilakukan selanjutnya akan dilaksanakan pengujian signfikansi pengaruh dari variabel X (pajak dan retribusi daerah) terhadap belanja daerah Kota Gorontalo. Adapun pengujian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Penentuan Hipotesis Hipotesis Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Belanja Daerah H0
: β1 = 0 (tidak terdapat pengaruh penerimaan pajak daerah terhadap belanja daerah Kota Gorontalo
H1
: β1 ≠ 0 ( terdapat pengaruh penerimaan pajak daerah terhadap belanja daerah Kota Gorontalo).
Hipotesis Pengaruh Retribusi Daerah Terhadap Belanja Daerah H0
: β i = 0 (tidak terdapat pengaruh penerimaan retribusi daerah terhadap belanja daerah Kota Gorontalo).
H1
: β i ≠ 0 ( terdapat pengaruh penerimaan retribusi daerah terhadap belanja daerah Kota Gorontalo).
2. Penentuan tingkat signifikansi Tingkat kepercayaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 95% atau dengan kata lain tingkat signfikansinya (alpha) sebesar 5%.
49
3. Penentuan Statistik Uji Dalam melakukan uji signfikansi pengaruh dalam model regresi akan digunakan uji t. 4. Penentuan Kriteria uji Penentuan kriteria uji didasarkan pada perbandingan antara nilai t-hitung yang diperoleh dengan t-tabel. Jika nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel maka Ho ditolak. Selebihnya diterima. 5. Kesimpulan Hasil pengujian dengan menggukan SPSS dapat dilihat pada tabel 11 sebagai berikut: Tabel 11: Hasil Pengujian Hipotesis Coefficientsa
Model 1
(Constant) Pajak Daerah Retribusi Daerah
Unstandardized Coefficients B Std. Error 8.287 1.202 .408 .012 .367 .058
t 6.896 33.887 6.300
a. Dependent Variable: Belanja Daerah
Sumber: Olahan, 2012 Berdasarkan output di atas dapat dilihat nilai t-tabel yang diperoleh setiap variabel. Untuk mendapatkan kesimpulan apakah menerima atau menolak Ho, terlebih dahulu harus ditentukan nilai t-tabel yang akan digunakan. Nilai t-tabel ini bergantung pada besarnya df (degree of freedom) serta tingkat signifikansi yang digunakan. Dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5% dan nilai df sebesar n-k-1 = 20-2-1 = 17 diperoleh nilai t-tabel sebesar 2,110.
50
Hasil pengujian pengaruh pajak dan retribusi daerah terhadap alokasi belanja daerah Kota Gorontalo selama periode 2007-2012 adalah sebagai berikut 1. Pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Daerah Berdasarkan analisis diperoleh nilai t-hitung untuk variabel pajak daerah sebesar 33,887. Jika dibandingkan dengan nilai t-tabel yang hanya sebesar 2,110 maka t-hitung yang diperoleh jauh lebih besar dari nilai t-tebel sehingga Ho ditolak. Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa variabel
pajak
daerah
berpengaruh positif terhadap belanja daerah. Setiap peningkatan jumlah penerimaan pajak daerah sebesar 1% maka belanja daerah Kota Gorontalo juga akan meningkat sebesar 0,408%. 2. Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Belanja Daerah Berdasarkan analisis diperoleh nilai t-hitung untuk variabel retribusi daerah sebesar 6,3. Jika dibandingkan dengan nilai t-tabel yang hanya sebesar 2,110 maka t-hitung yang diperoleh jauh lebih besar dari nilai t-tebel sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel retribusi daerah berpengaruh positif terhadap belanja daerah. Setiap peningkatan jumlah penerimaan retribusi daerah sebesar 1% maka belanja daerah Kota Gorontalo juga akan meningkat sebesar 0,367%. 4. Interpretasi Koefisien Determinasi Untuk mengetahui besar pengaruh dari pajak dan retribusi daerah terhadap belanja daerah Kota Gorontalo selama periode 2007-2011 digunakan analisis koeifsien determinasi. Nilai koefisien determinasi mencerminkan besarnya pengaruh perubahan variabel bebas dalam menjalankan perubahan pada
51
variabel tidak bebas secara bersama-sama, dengan tujuan untuk mengukur kebenaran dan kebaikan hubungan antar variabel dalam model yang digunakan. Besarnya nilai R2 berkisar antara 0< R2 <1. Jika nilai R2 semaikn mendekati satu maka model yang diusulkan dikatakan baik karena semakin tinggi variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Nilai koefisien determinasi untuk model regresi antara pajak dan retribusi daerah terhadap belanja daerah Kota Gorontalo selama periode 2007-2011 dapat dilihat pada tabel 12 sebagai berikut: Tabel 12: Hasil Uji Determinasi Model Summary Model 1
R .9957a
R Square .9915
Adjusted R Square .9905
Std. Error of the Estimate .01856
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah
Sumber: Olahan, 2012
Berdasarkan hasil estimasi model persamaan regresi yang telah dilakukan di atas diperoleh nilai koefisien determinasi R2 sebesar 0.9915. Nilai ini berarti bahwa sebesar 99,15% perubahan belanja daerah Kota Gorontalo selama periode 2007-2011 dipengaruhi oleh besarnya penerimaan pajak dan retribusi daerah yang diperoleh, sedangkan sisanya sebesar 0,85% dipengaruhi oleh variabel lain.
52
4.2 Pembahasan 4.2.1 Pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah secara parsial terhadap alokasi belanja daerah. Secara parsial berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai
t-hitung
untuk
variabel pajak daerah sebesar 33,887. Jika dibandingkan dengan nilai ttabel yang hanya sebesar 2,110 maka t-hitung yang diperoleh jauh lebih besar dari nilai ttebel sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel pajak daerah berpengaruh positif terhadap belanja daerah. Setiap peningkatan jumlah penerimaan pajak daerah sebesar 1% akan maka belanja daerah Kota Gorontalo juga akan meningkat sebesar 0,408%. Untuk retirbusi daerah secara parsial, dari analisis diperoleh nilai thitung untuk variabel retribusi daerah sebesar 6,3. Jika dibandingkan dengan nilai ttabel yang hanya sebesar 2,110 maka thitung yang diperoleh jauh lebih besar dari nilai ttebel sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel retribusi daerah berpengaruh positif terhadap belanja daerah. Setiap peningkatan jumlah penerimaan retribusi daerah sebesar 1% akan maka belanja daerah Kota Gorontalo juga akan meningkat sebesar 0,367%. Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah Kota Gorontalo selama kurun waktu 2007-2011 meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C dan pajak parkir. Sedangkan retribusi daerah yang dipungut oleh pemerintah Kota Gorontalo selama kurun waktu 2007-2011 meliputi Retribusi
53
jasa umum, adapun retribusi jasa umum yang dipungut oleh pemerintah kota Gorontalo adalah retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan kebersihan, retribusi pelayanan pemakaman, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan, retribusi pelayanan pasar, retribusi pengujian kendaraaan bermotor, retribusi alat pemadam kebakaran, retribusi jasa umum lainnya, retribusi biaya penggantian cetak peta, retribusi penyedot tinja, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi pelayanan tera ulang, retirbusi pelayanan pendidikan dan retribusi pengendalian menara telekomunikasi. Retribusi jasa usaha, Adapun retribusi jasa usaha yang dipungut oleh pemerintah Kota Gorontalo diantaranya adalah retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir, retribusi tempat pelelangan ikan, retribusi terminal, retribusi tempat khusus parker, retribusi rumah potong hewah, retribusi pelayanan kepelabuhan, retribusi tempat rekreasi dan olah raga dan retribusi penjualan produksi daerah Perijinan tertentu, adapun retribusi perizinan tertentu yang dipungut oleh pemerintah Kota Gorontalo diantaranya adalah retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi izin gangguan, retribusi izin trayek, retribusi izin usaha, retribusi usaha konstruksi, retribusi izin pendirian koperasi, retribusi dana pembangunan daerah, retribusi perdagangan dan penanaman modal, retribusi izin usaha atau lokasi, retribusi izin dibidang kesehatan, retribusi jasa atas pemberian pekerjaan, retribusi izin kepariwisataan dan retribusi usaha perikanan. Menurut Simanjuntak (2003: 32) salah satu unsur terpenting dari pembiayaan pemerintah daerah adalah besarnya kontribusi dari pendapatan asli daerah.
Karena PAD ini merupakan bukti nyata dukungan masyarakat lokal
kepada pemerintahannya untuk menjalankan proses pemerintahan secara otonom,
54
sejalan dengan pemberian otonomi daerah melalui desentralisasi. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu unsur terpenting dan merupakan kontributor utama dari PAD. Untuk itulah peranan pajak daerah dan retribusi daerah ini perlu untuk dioptimalkan sehingga pemerintah daerah mampu untuk menyelenggarakan pemerintahannya dengan mengandalkan potensi daerah yang dimiliki. Pajak daerah dan retribusi daerah sangat diharapkan bisa memenuhi semua alokasi belanja daerah suatu pemerintahan daerah dalam satu tahun anggaran, karena semakin besar kemampuan daerah dalam mengoptimalkan potensi daerahnya sendiri sebagai sumber penerimaan, maka semakin kecil juga bantuan pemerintahan pusat ataupun provinsi. Dan dengan semakin sedikitnya peranan pemerintah pusat dan provinsi terhadap pemerintahan daerah dalam hal pengelolaan keuangan daerah. Berdasarkan laporan realsiasi anggaran pada Pemerintah Kota Gorontalo,pajak daerah yang belum optimal pengelolaannya yaitu pajak parkir dan pajak bahan galian C. Dimana untuk pajak parkir masih belum optimal pengelolaannya, sedangkan pajak bahan galian C masih ada wajib pajak yang melakukan pengambilan bahan galian C tetapi pemerintah belum melakukan pemungutan pajak untuk bahan galian C tersebut. Sedangkan untuk retribusi daerah yang belum dilaksanakan secara optimal yaitu retribusi perizinan tertentu seperti retribusi izin mendirikan bangunan dan retribusi pendirian koperasi.
55
4.2.2 Pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah secara simultan terhadap alokasi belanja daerah. Berdasarkan hasil pengujian secara simultan didapat nilai Fhitung sebesar 988,419. Adapun nilai Ftabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas pembilang (df1) sebesar k = 2 dan derajat bebas penyebut (df2) sebesar N-k-1 = 20-2-1 = 17 adalah sebesar 3,592. Jika kedua nilai F ini dibandingkan, maka nilai Fhitung yang diperoleh jauh lebih besar Ftabel sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan Pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh secara simultan terhadap alokasi belanja daerah Hasil pengujian secara simultan menunjukan adanya pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap alokasi belanja daerah Kota Gorontalo selama periode 2007-2011. Adapun besar pengaruh dari pajak dan retribusi daerah terhadap belanja daerah juga sangat tinggi. Ini ditunjukkan dengan besarnya koefisien determinasi yang mencapai 0.9915. Koefisien determinasi ini dapat diartikan bahwa sebesar 99,15% perubahan belanja daerah Kota Gorontalo selama periode 2007-2011 dipengaruhi oleh besarnya penerimaan pajak dan retribusi daerah yang diperoleh, sedangkan sisanya sebesar 0,85% dipengaruhi oleh variabel lain. Hasil penelitian ini membuktikan teori yang diungkapkan oleh Blackly (1986), Joulfaian & Mokeerje (1990), menyatakan bahwa pendapatan asli daerah (terutama pajak dan retribusi) akan mempengaruhi anggaran belanja daaerah. Aziz,.et al (2000), Doi (1998). Dalam hal ini pengeluaran pemerintah daerah akan
56
disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan perubahan pengeluaran Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori atau penelitian yang dikemukakan oleh beberapa penelitian terdahulu oleh Maulida (2007) dan Bambang Prakosa (2004) di DIY dan Jawa Tengah, serta Halim (2003) di Jawa dan Bali, yang membuktikan adanya pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap alokasi belanja daerah. Dengan demikian hipotesis penulis yang berbunyi terdapat pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap alokasi belanja daerah pada Badan Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan Asset Daerah di Kota Gorontalo, dapat diterima dan terbukti kebenaranya. Kemampuan daerah dalam membangun sangat tergantung pada komposisi belanja daerah yang dialokasikan. Sedangkan besar kecilnya alokasi belanja daerah sangat ditentukan oleh jumlah pendapatan yang berhasil diperoleh daerah tersebut. Salah satu komponen penting dalam komposisi penerimaan daerah adalah pajak dan retribusi. Kedua jenis penerimaan ini merupakan sumber utama bagi pendapatan asli daerah. Karena memegang peran penting maka kedua jenis pendapatan ini cukup berpengaruh terhadap pengalokasian belanja daerah. Untuk konteks Kota Gorontalo juga menunjukkan hal yang tidak berbeda dimana besarnya jumlah pajak dan retribusi daerah sangat mempengaruhi jumlah belanja daerah Kota Gorontalo. Ini didasarkan pada hasil analisis regresi yang menunjukkan koefisien regresi yang positif baik untuk variabel pajak daerah maupun variabel retribusi daerah. Koefisien regresi yang positif ini menunjukkan
57
semakin besar nilai pajak dan retribusi yang berhasil diperoleh maka alokasi belanja juga akan semakin besar. Hasil yang sama juga dibuktikan oleh Sulistiowati (2011), hasil penelitiannya membuktikan pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus baik secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Sejalan dengan itu Panggabean (2009) juga membuktikan bahwa pendapatan asli daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain pendapatan yang sah berpegaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah.