BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Mini riset yang dilakukan dalam program pelatihan guru-guru Biologi dalam mengemas materi Biologi berbasis inkuiri ini bertujuan agar guru Biologi dapat memahami bagaimana sains diperoleh, merasakan bagaimana menjadi seorang saintis, dan pada akhirnya memahami bagaimana cara menguasai konsepkonsep Biologi. Melalui kegiatan mini riset ini diharapkan ketika mengajar nanti guru dapat menjiwai pembelajaran Biologi. Mini riset ini merupakan suatu bentuk inkuiri terbuka (Open ended inquiry), yang mana guru-guru melakukan inkuiri secara penuh mulai dari observasi,
pencarian
literatur,
merumuskan
permasalahan,
mengajukan
pertanyaan/hipotesis, mendesain percobaan, menyusun atau menggunakan alat dan bahan, menentukan metoda pengumpulan data, merekam data, menyusun dan menganalisis data, menarik kesimpulan, dan memberikan rekomendasi. Sebelum melakukan mini riset, guru-guru peserta program pelatihan membuat rancangan mini risetnya yang kemudian dipresentasikan di depan pembimbing dan peserta yang lainnya untuk mendapat masukan atau tanggapan tentang rancangan mini riset mereka. Guru-guru tersebut diberi kebebasan untuk meneliti apa
yang diinginkan sesuai dengan permasalahannya
sendiri,
pembimbing hanya membantu dalam kemudahan memperoleh alat dan bahan, serta memberi saran tentang teknik atau cara kerja suatu alat, juga memberi peringatan untuk keselamatan kerja mereka. Setelah rancangan mini risetnya
50
matang, guru-guru melakukan mini risetnya, kemudian dipresentasikan di depan pembimbing dan peserta yang lainnya untuk mendapat komentar dan kritik. Peserta program pelatihan guru-guru Biologi dalam mengemas materi Biologi berbasis inkuiri ini semuanya berjumlah 10 orang, tapi 2 orang diantaranya melakukan mini riset bersama dengan alasan kemudahan pelaksanaan karena mereka satu sekolah tempat mengajar, sehingga diperoleh data 9 laporan mini riset.
A. Hasil Analisis Data Penelitian 1. Hasil Analisis Penilaian Laporan Mini Riset Sesuai dengan tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kualitas laporan mini riset yang dilakukan oleh guru-guru Biologi, maka dilakukan penilaian (penskoran) terhadap laporan mini riset guru, baik pada laporan tertulis (LT) maupun pada laporan saat presentasi (LP) dengan menggunakan rubrik penilaian laporan mini riset (tabel 3.1), yang hasil penilaiannya terlihat pada Tabel 4.1. Laporan mini riset memuat beberapa aspek yang dapat menunjukkan bagaimana guru-guru melakukan mini riset sebagai bentuk dari inkuiri. Beberapa aspek dalam laporan mini riset tersebut adalah mulai dari menentukan permasalahan (menentukan judul), merumuskan latar belakang, mengajukan rumusan masalah, merumuskan hipotesis, mendesain percobaan untuk menguji hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan merekomendasikan hasil.
51
Penghitungan skor pada setiap aspek laporan mini riset baik pada laporan tertulis maupun laporan pada saat presentasi akan menentukan kualitas laporan mini riset. Kategorisasi kualitas laporan mini riset dilakukan terhadap setiap laporan mini riset dan terhadap setiap aspek laporan mini riset. Kategorisasi kualitas setiap laporan mini riset dilakukan berdasarkan hasil rata-rata skor penilaian dari semua aspek laporan mini riset. Kualitas laporan mini riset kurang jika rata-rata skor penilaian laporan mini risetnya kurang dari 1,5, kualitas cukup jika rata-rata skor penilaian laporan mini risetnya antara 1,5-2,4, kualitas baik jika rata-rata skor laporan mini risetnya antara 2,5-3,4, dan kualitas sangat baik jika rata-rata skor laporan mini risetnya 3,5 atau lebih. Sedangkan kategorisasi kualitas setiap aspek laporan mini riset dilakukan berdasarkan rata-rata skor setiap aspek mini riset dari semua mini riset guru. Kualitas kurang jika rata-rata skor aspek kurang dari 1,5, kualitas cukup jika rata-rata skor aspek antara 1,5-2,4, kualitas baik jika rata-rata skor aspek antara 2,5-3,4, dan kualitas sangat baik jika rata-rata skor aspek 3,5 atau lebih. Kategorisasi kualitas laporan mini riset merupakan modifikasi dari kategorisasi pelaksanaan sains Reichel (2004). Laporan mini riset yang berkualitas kurang menggambarkan guru belum terlatih atau berpengalaman dalam melakukan dan melaporkan mini riset, laporan mini riset yang berkualitas cukup menggambarkan guru masih perlu banyak berlatih dalam melakukan dan melaporkan mini riset, laporan mini riset yang berkualitas baik menggambarkan guru sudah bisa melakukan dan melaporkan mini riset,
52
dan laporan mini riset yang berkualitas sangat baik menggambarkan guru sudah ahli dalam melakukan dan melaporkan mini riset. Berdasarkan hasil penskoran (penilaian) laporan mini riset guru seperti yang terdapat pada Tabel 4.1, diperoleh hasil bahwa sebanyak 22,22% laporan mini riset guru berkualitas kurang (guru belum mampu melakukan dan melaporkan mini riset), 22,22% berkualitas cukup (guru masih perlu banyak berlatih dalam melakukan dan melaporkan mini riset), dan 55,55% berkualitas baik (guru sudah mampu melakukan dan melaporkan mini riset). Hal ini berarti bahwa sebagian guru sudah mampu melakukan dan melaporkan hasil mini riset. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah dan persentase kualitas pada setiap aspek laporan mini riset (Tabel 4.2), diketahui bahwa terdapat sebaran yang bervariasi pada kualitas setiap aspek laporan mini riset, yang menunjukkan kemampuan guru yang berbeda pada setiap aspek mini riset.
53
Tabel 4.1. Data Hasil Penilaian Laporan Mini Riset
Mini Riset
1 2 3 4 5 6 7 8 9
S R S R S R S R S R S R S R S R S R
Rata-rata skor LT/LP
Skor dan Rata-rata Skor Setiap Aspek Mini Riset pada Laporan Tertulis (LT) dan Laporan Presentasi (LP) Metode Latar Rumusan Desain Analisis Judul Hipotesis pengumpulan Kesimpulan Rekomendasi belakang Masalah percobaan data data LT LP LT LP LT LP LT LP LT LP LT LP LT LP LT LP LT LP 2 2 0 3 3 3 3 3 3 3 4 4 2 2 4 4 3 3 2 1,5 3 3 3 4 2 4 3 4 4 0 2 3 3 4 4 3 3 3 3 2 2 4 4 3 3 4 1 3 4 3 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 2 1 1 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 2 2 3 3 3 3 1 3 3 4 4 4 2 3 3 2 2 0 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 3 3 2 3 2 2 2 4 4 2 2 3 3 4 4 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 4 2 3 4 3 3 2 3 3 1 1 0 2 3 3 3 3 1 1 1 1 1 1 2 2 0 0 1 1 3 3 1 1 1 2 0 1 1 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2,5 3 3 3 2 1 2 2 0 2 0 1 0 3 0 2 0 1 0 0 0 0 0 2 0 0 1 0,5 1,5 1 0,5 0 0 1 0 2
2,22
1,11
2,33
2,67
3
3
3,22
2,44
2,56
2,56
2,56
1,56
1,56
Rata-rata 2,11 1,72 2,83 3,11 2,50 2,56 1,56 Kualitas Cukup Cukup Baik Baik Cukup Baik Cukup Keterangan : S = Skor, R = Rata-rata skor, LT = Laporan tertulis, LP = Laporan pada saat presentasi
2,44
2,67
2,56 Baik
2
Ratarata
Kualitas Mini Riset
2,83
Baik
3
Baik
2,67
Baik
3
Baik
2,22
Cukup
3
Baik
1,44
Kurang
2,17
Cukup
0,61
Kurang
2
2 Cukup
54
Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Kualitas pada Setiap Aspek Mini Riset Jumlah dan Persentase Kualitas pada Setiap Aspek Mini Riset Kualitas
Kurang (rata-rata skor <1,5) Cukup (ratarata skor 1,5-2,4) Baik (ratarata skor 2,5-3,4) Sangat baik (rata-rata skor ≥ 3,5)
Judul
Latar belakang
Rumusan Masalah
Hipotesis
Desain percobaan
Metode pengumpulan data
Analisis data
Kesimpulan
Rekomendasi
Σ
%
Σ
%
Σ
%
Σ
%
Σ
%
Σ
%
Σ
%
Σ
%
Σ
%
4
44,44
4
44,44
0
0
1
11,11
2
22,22
2
22,22
3
33,33
1
11,11
2
22,22
2
22,22
2
22,22
1
11,11
0
0
1
11,11
1
11,11
6
66,67
4
44,44
3
33,33
1
11,11
3
33,33
8
88,89
5
55,56
5
55,56
4
44,44
0
0
2
22,22
4
44,44
2
22,22
0
0
0
0
3
33,33
1
11,11
2
22,22
0
0
2
22,22
0
0
Ket : Σ = jumlah (banyaknya) suatu kualitas dalam setiap aspek mini riset % = persentase kualitas dalam setiap aspek mini riset
55
2. Data Hasil Analisis Biodata Guru dan Kualitas Laporan Mini Risetnya Tabel 4.3 Kualitas mini riset guru dan biodata guru Kualitas mini riset Kurang
Biodata guru Mini Riset
Usia
Riwayat pendidikan
7
43 th
9
55 th
5 8
46 th 47 th
- D3 Pend. Biologi - S1 Pend. Biologi - PGSLA - S1 Pend. Biologi S1 Pend.Biologi - S1 Pend. Biologi - S2 Pend. Biologi SL
1
43 th
2
43 th
2
42 th
3
45 th
4 6
41 th 46 th
Pengalaman mengajar Biologi
Pengalaman penelitian
Pengalaman pelatihan
23 tahun
-
-
32 tahun
-
-
21 tahun 22 tahun
21 tahun
- 2010, PTK : Penggunaan Teknik SQ3R untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa Kelas X pada Materi Jamur - 2010, PTK : Pendekatan Lingkungan untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X pada Konsep Plantae -
19 tahun
-
D3 Pend.Biologi
19 tahun
-
- S1 Pend. Biologi - S2 Pend. Biologi SL S1 Biologi S1 Pend. Biologi
22 tahun
Cukup
Baik
-
D3 Pend. Biologi S1 Pend. Biologi D3 Pend. Biologi S1 Pend. Biologi
13 tahun 21 tahun
2010, PTK : Pembelajaran dengan Role Playing pada Konsep Meiosis -
- Pelatihan PCK bagi guru Biologi Kelas XII, tahun 2011, LPMP - Pelatihan Bioteknologi Bagi Guru-Guru Biologi SMA, tahun 2010, UPI - Pelatihan Bagi Calon Instruktur Biologi SMA, tahun 2009, P4TK - Lokakarya Pembuatan Bahan Ajar dan Asesmennya, tahun 2009,UPI -
Pembuatan Bahan Ajar Berbasis TIK, tahun 2011 (Diknas Provinsi Jabar) - Pembuatan Preparat, UPI - Biomonito-ring, tahun 2008, BPLHD Jabar Pembuatan Preparat, UPI Teacher Training Program, Tokyo Gakugei, tahun 1998-2001 Diklat Sekolah Binaan P3G IPA, tahun 1998
56
Keterangan : Mini Riset 1. Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida 2. Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor 3. Beberapa tumbuhan yang mengandung enzim protease 4. Pigmen photosintesis Lichen 5. Perbandingan pertumbuhan tunas akar pada bawang merah, bawang putih, dan bawang Bombay dalam kondisi yang sama 6. Kandungan zat tepung dalam bagian-bagian biji kacang merah (Vigna angularis) 7. Uji Enzim Katalase 8. Uji Vitamin C 9. Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ginjal, dan otot ikan terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida
57
3. Data Hasil Analisis Angket Penelitian ini menggunakan angket untuk memperoleh informasi tentang kegiatan mini riset yang dilakukan oleh guru-guru, termasuk juga kendala (kesulitan), hal-hal yang dibutuhkan dalam kegiatan mini riset, dan kesan/persepsi guru tentang kegiatan mini riset. Angket ini ditanggapi oleh seluruh peserta program pelatihan guru Biologi dalam mengemas materi Biologi berbasis inkuiri yang juga mengikuti pelatihan mini riset yang berjumlah 10 orang. Berikut adalah tabel rekapitulasi tanggapan guru terhadap angket yang diberikan. Tabel 4.4 Data Hasil Analisis angket Guru No Pertanyaan Tanggapan Alasan 1 Kriteria apa yang Anda gunakan untuk pemilihan permasalahan yang akan diteliti pada Mini Riset? 10% 30% 10% 50% 0%
2
20%
40%
berdasarkan hubungannya dengan kehidupan sehari-hari berdasarkan kemungkinan dapatnya diterapkan di kelas berdasarkan kemudahannya untuk diteliti berdasarkan menariknya permasalahan untuk diteliti
60%
Bagaimana Anda menentukan topik (permasalahan) yang Anda teliti dalam mini riset? mengacu pada masalah yang sedang trend di masyarakat
10%
mengacu pada konsep-konsep yang ada dalam pembelajaran
60% 20%
mengacu pada bacaan-bacaan ilmiah populer
10%
0%
20%
40%
60%
80%
mengacu peda jurnal-jurnal penelitian sebelumnya
58
3
4
5
6
7
Menurut Anda, apakah uji coba rancangan mini riset perlu dilakukan sebelum melakukan penelitian (mini riset) yang sebenarnya?
(70%) sangat perlu (20%) perlu (10%)tidak perlu
Apakah Anda (100%) ya melaksanakan mini riset sesuai dengan desain percobaan yang Anda buat? Dalam kegiatan mini (100%) ya riset, apakah Anda untuk menjawab pertanyaan lanjutan, guru : menemukan - 50% melakukan penelitian lanjutan pertanyaan lanjutan? - 30% mencari informasi dari literatur dan Jika ya, apa yang internet Anda lakukan? - 20% berdiskusi dengan teman/pembimbing Dalam melakukan (100%) ya Agar hasil yang didapatkan bisa penelitian (mini riset) dibandingkan, mendapatkan apakah kita harus nilai rata-rata data hasil melakukan penelitian dan mendapatkan data pengulangan? yang akurat Dari seluruh kegiatan mini riset yang anda lakukan, apa yang dirasa paling sulit? menentukan permasalahan menyusun rancangan percobaan menganalisis data mendapatkan literature yang tepat pelaksanaan (teknik) percobaan
30% 20% 10% 30% 10% 0%
8
9
agar dapat mendata kekurangan atau hal-hal yang diperlukan pada saat pelaksanaan agar dapat meminimalisir kesalahan pada saat pelaksanaan mini riset Karena sudah pernah dipraktekan bersama siswa pada saat pembelajaran Karena desain percobaan merupakan acuan dalam pelaksanaan mini riset
Apakah mini riset yang Anda lakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan? Saya jarang melakukan kegiatan mini riset, karena akan mengeluarkan dana yang tidak
(90%) ya (10%) tidak
10%
20%
30%
40%
Kendala yang dihadapi dalam ketidak sesuaian jadwal pelaksanaan mini riset adalah karena alasan waktu
(100%) karena bisa mencari alternatif tidak setuju yang dapat meminimalkan dana; Bukan masalah biaya, tapi lebih karena keterbatasan waktu, ide/gagasan, jadi memang guru
59
sedikit
10
11
12
Apakah mini riset yang Anda lakukan dapat membantu dalam memahami suatu konsep? Apakah dalam pengembangan pengetahuan ilmiah (Biologi) membutuhkan penyelidikan (seperti mini riset)?
Setelah melakukan pelatihan mini riset, apa yang menurut Anda paling dirasakan manfaatnya?
(100%) ya
harus benar-benar kreatif; karena penelitian untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan harus ada pengorbanan Karena pelaksanaan penelitian dialami sendiri, maka dapat membuktikan sendiri hasilnya dan melihat proses yang terjadi, sehingga menjadi paham
(100%) ya
karena Biologi berdasarkan fakta-fakta, berisi konsepkonsep yang lahir dari hasil pengamatan fenomenafenomena alam, proses-proses biologis menuntut pembuktian secara ilmiah melalui penyelidikan (seperti mini riset); dengan penyelidikan kita dapat menjawab keingintahuan, sehingga pengetahuan ilmiah semakin berkembang - bertambah kemampuan dalam melakukan penelitian (40%) - bertambahnya rasa ingin tahu (20%) - bertambahnya pengetahuan tentang konsep Biologi (40%)
B. Pembahasan Hasil Analisis Data 1. Kualitas Laporan Mini Riset Guru Dalam
mini
riset
guru-guru
melakukan
pemilihan
topik
permasalahan (judul), merumuskan latar belakang, memberikan rumusan permasalahan,
merumuskan
hipotesis,
menentukan metoda pengumpulan data,
membuat
desain
percobaan,
menganalisis data, membuat
kesimpulan, dan memberikan rekomendasi, yang dapat dianalisis dari laporan mini risetnya. Laporan mini riset yang dianalisis berupa laporan
60
tertulis maupun laporan pada saat mereka mempresentasikan laporan mini risetnya. Berdasarkan hasil penskoran (penilaian) terhadap laporan mini riset guru seperti yang terdapat pada Tabel 4.1, diperoleh hasil bahwa sebanyak 22,22% laporan mini riset guru berkualitas kurang (berarti guru belum mampu melakukan dan melaporkan mini riset), 22,22% berkualitas cukup (berarti guru masih perlu banyak berlatih dalam melakukan dan melaporkan mini riset), dan 55,55% berkualitas baik (berarti guru sudah mampu melakukan dan melaporkan mini riset), seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.1. Distribusi persentase kualitas laporan mini riset kualitas laporan mini riset kurang kualitas laporan mini riset cukup
55,55%
kualitas laporan mini riset baik
22,22%
22,22%
Gambar. 4.1 Distribusi persentase kualitas laporan mini riset
Berdasarkan data pada tabel 4.1, laporan mini riset yang berkualitas kurang adalah mini riset nomor 7 dan 9, yang berkualitas cukup adalah mini riset nomor 5 dan 8, dan yang berkualitas baik adalah mini riset nomor 1, 2, 3, 4, dan 6 (judul mini risetnya dapat dilihat pada tabel 4.5). Berikut adalah pembahasan contoh mini riset pada setiap kategori kualitas (kualitas kurang, cukup, dan baik) :
61
a) Laporan Mini Riset berkualitas Kurang Laporan mini riset berkualitas kurang jika rata-rata skor penilaian dari semua aspek laporan mini risetnya kurang dari 1,5, seperti pada mini riset nomor 9. Pada mini riset tersebut guru tidak membuat laporan tertulis, laporan dibuat hanya dalam bentuk laporan presentasi (power point). Jika dianalisis dari judulnya “Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ginjal, dan otot ikan terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida” mini riset 9 ini memiliki judul yang tidak ringkas (lebih dari 15 kata), padahal sebaiknya judul dibuat singkat, tidak lebih dari 15 kata, jelas menunjukkan dengan tepat masalah yang akan diteliti (Anonim, 2011). Meskipun tidak ringkas, judul mini riset 9 tersebut cukup berhubungan dengan rumusan masalah “Bagaimanakah efektifitas kerja enzim katalase dalam mengurai hydrogen peroksida di dalam berbagai jaringan tubuh hewan?”, hanya tidak spesifik (seharusnya bukan di dalam jaringan tubuh hewan, tapi di dalam organ dalam ikan). Judul mini riset 9 ini juga hanya berhubungan sebagian dengan hipotesis “Semakin giat kerja jaringan tubuh, maka enzim katalase akan semakin banyak atau berarti penguraian hydrogen peroksida semakin efektif; hati ikan mengandung lebih banyak enzim katalase dibandingkan makhluk lainnya”. Dalam hal ini hipotesis yang kedua seharusnya “hati ikan mengandung lebih banyak enzim katalase dibandingkan organ dalam ikan yang lain”. Jika melihat judul, rumusan permasalahan, dan
62
hipotesis tersebut, maka yang lebih cocok judul yang diajukan adalah “Efektifitas kerja enzim katalase dalam mengurai hydrogen peroksida di dalam berbagai ‘organ dalam’ ikan” atau “Perbandingan pengaruh enzim katalase dalam ‘organ dalam’ ikan terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida”. Rumusan latar belakang mini riset 9 juga kurang mendukung permasalahan, karena dengan rumusan masalah “Bagaimanakah efektifitas enzim katalase dalam menguraikan hydrogen peroksida di dalam berbagai jaringan tubuh hewan?” latar belakang yang disusun adalah : “Pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang berbasis kompetensi, menuntut guru menjadi seseorang yang kreatif dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna (meaningfully) dan membekali siswa dengan kecakapan hidup (life skill), penerapan tentang ilmu pengetahuan yang diberikan di sekolah dalam kehidupan sehari-hari tercantum dalam kurikulum 2004 (depdiknas 2003) yaitu : pendidikan biologi di kehidupan menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitar melalui pemberian pengalaman secara langsung” Pada latar belakang tersebut hanya memuat tentang alasan dilakukannya mini riset sebagai pembelajaran bermakna yang disyaratkan KTSP, tidak mengemukakan alasan dilakukannya mini riset tentang efektifitas enzim katalase dalam menguraikan hydrogen peroksida di dalam berbagai jaringan tubuh hewan. Pada pendahuluan juga hanya diungkap telaah pustaka tentang enzim tanpa mencantumkan rujukannya, seperti yang dapat dilihat pada rumusan pendahuluan berikut :
63
“Dalam tubuh manusia senantiasa berlangsung reaksi kimia atau sering disebut dengan metabolisme, dalam metabolisme dibutuhkan dua komponen penting : ATP dan Enzim, enzim adalah senyawa yang dibentuk oleh sel tubuh organisme. Salah satu jenis enzim adalah enzim katalase yang berfungsi untuk menguraikan hydrogen peroksida (H2O2) dan merupakan racun dalam tubuh yang terbentuk pada proses respirasi sel…” Pada hipotesis mini riset 9 ini “Semakin giat kerja jaringan tubuh, maka enzim katalase akan semakin banyak atau berarti penguraian hydrogen peroksida semakin efektif; hati ikan mengandung lebih banyak enzim katalase dibandingkan makhluk lainnya”, terlihat bahwa hipotesis dikembangkan sebagian-sebagian dan belum jelas dalam hal ini dalam kalimat “semakin giat kerja jaringan tubuh” belum spesifik menjelaskan giatnya dalam hal apa, seharusnya mungkin hipotesis yang diajukan adalah “semakin banyak gelembung oksigen atau semakin lama bara api menyala maka penguraian hydrogen peroksida semakin efektif pada suatu organ, yang berarti bahwa organ tersebut lebih banyak mengandung enzim katalase”. Pada hipotesis juga terdapat kalimat “hati ikan mengandung lebih banyak enzim katalase dibandingkan makhluk lainnya”, hipotesis ini salah karena mini riset ini tidak membandingkan efektifitas enzim katalase yang terdapat pada organ hati dari berbagai makhluk hidup, tapi membandingkan efektifitas enzim katalase pada berbagai organ dalam ikan, seharusnya hipotesis tersebut adalah “hati ikan mengandung lebih banyak enzim katalase dibandingkan organ dalam yang lain pada ikan”.
64
Desain percobaan juga dirancang tidak relevan dengan hipotesis, banyak aspek yang hilang sehingga percobaan tidak memungkinkan untuk diulang. Pada desain percobaan tersebut tidak ditentukan kontrol, alat/bahan tidak dirinci, langkah kerja tidak tersusun, seperti yang terlihat pada langkah percobaan berikut: “Membedah ikan mas pada bak bedah dan diambil bagianbagiannya yaitu A (jantung), B (hati), C (usus), D (ginjal), E (otot), masukkan ekstrak jantung ke tabung reaksi yang berlabel A sebanyak 1 ml dan teliti H2O2 sebanyak 1 ml, amati gelembungnya dan tutup dengan ibu jari lalu pelan-pelan dibuka dan masukkan bara api, dilakukan kembali kepada ekstrak yang lainnya yaitu tabung B (hati), C (usus), D (ginjal), E (otot) masing-masing sebanyak 5x ulangan.” Pada langkah kerja tersebut tidak dijelaskan bagaimana membuat ekstrak setiap organ dalam ikan, juga terdapat kerancuan pada kalimat “masukkan ekstrak jantung ke tabung reaksi yang berlabel A sebanyak 1 ml dan teliti H2O2 sebanyak 1 ml”, dalam hal ini seolah-olah setelah memasukkan ekstrak kemudian meneliti H2O2, seharusnya “masukkan ekstrak jantung ke tabung reaksi yang berlabel A sebanyak 1 ml dan tambahkan H2O2 sebanyak 1 ml”. Pada langkah kerja tersebut juga seharusnya menutup tabung dilakukan sebelum mengamati gelembung, karena dikhawatirkan oksigen yang terbentuk dari reaksi enzim katalase dengan H2O2 segera menguap sehingga tidak bisa diidentifikasi dengan uji bara api. Selain kekurangan-kekurangan yang sudah dijelaskan di atas, pada mini riset 9 juga tidak dilakukan pengumpulan dan analisis data, guru langsung menyimpulkan hasil percobaannya. Pada kesimpulan pun
65
masih terdapat kerancuan. Berikut adalah kesimpulan yang dirumuskan pada mini riset tersebut : “Dari hasil percobaan yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa semakin giat kerja jaringan tubuh, maka enzim katalase akan semakin banyak atau berarti penguraian hydrogen peroksida semakin efektif, hal tersebut dibuktikan pada gelembunggelembung yang dihasilkan saat mengekstraksi hati, jantung, usus, dan ginjal. Namun pada saat mengekstrak otot ikan gelembung yang dihasilkan sedikit karena otot ikan adalah bagian yang kurang giat bekerja pada jaringan tubuh ikan.” Pada kesimpulan tersebut, ditemukan adanya miskonsepsi guru karena menyebutkan bahwa efektifitas enzim katalase ditandai dengan adanya gelembung-gelembung yang dihasilkan saat mengekstraksi organ dalam ikan (hati, jantung, usus, dan ginjal, dan otot), padahal gelembung-gelembung sebagai tanda adanya oksigen dihasilkan ketika terjadi reaksi enzim katalase yang terdapat pada organ dalam ikan dengan H2O2. Selain tidak dilakukannya pengumpulan dan analisis data, dalam mini riset 9 juga tidak ada rekomendasi. Padahal rekomendasi juga penting dalam upaya memperbaiki percobaan selanjutnya berdasarkan pada percobaan (mini riset) yang sudah dilakukan. Berdasarkan hasil analisis setiap aspek pada laporan mini riset 9 ini, ternyata jelas mini riset 9 berkualitas kurang. Kekurangan terjadi pada semua aspek laporan mini riset. Hal ini berarti guru belum bisa melakukan dan melaporkan mini riset.
66
b) Laporan Mini Riset Berkualitas Cukup Laporan mini riset berkualitas cukup jika rata-rata skor penilaian dari semua aspek laporan mini risetnya antara 1,5 sampai 2,4 seperti pada mini riset nomor 8 yang berjudul “Uji Vitamin C” yang memiliki rata-rata skor 2,17. Berdasarkan judul tersebut diketahui bahwa judul berkualitas kurang karena meskipun sudah ringkas, tetapi kalimatnya hanya berhubungan sebagian dengan permasalahan, tujuan, dan hipotesis. Rumusan permasalahan yang diajukan dalam mini riset ini adalah “Apakah sifat vitamin C akan berubah apabila mengalami pemanasan?, Apakah penambahan soda bikarbonat mempengaruhi vitamin C?”, tujuan percobaannya adalah “Mengetahui pengaruh suhu terhadap keadaan vitamin C; Mengetahui pengaruh NaHCO3 terhadap vitamin C di dalam makanan”, dan hipotesisnya adalah “Keadaan vitamin C dipengaruhi oleh suhu, pemanasan akan merusak struktur kimia vitamin C; Untuk mempertahankan kandungan vitamin C dalam makanan, maka dibutuhkan NaHCO3”. Dengan demikian sesuai dengan rumusan permasalahan, tujuan, dan hipotesis yang diajukan maka sebaiknya judul mini riset 8 ini adalah “Pengaruh suhu dan NaHCO3 terhadap vitamin C di dalam makanan”. Latar belakang permasalahan mini riset ini juga pada laporan tertulisnya tidak dijelaskan sebagai latar belakang tapi tergabung dalam pendahuluan, sedangkan pada saat laporan presentasi jelas terangkum
67
berupa latar belakang, berikut adalah rumusan latar belakang yang dikemukakan : “Struktur kimia vitamin akan mengalami kerusakan, biasanya karena pemanasan. Jika struktur kimia vitamin rusak, maka vitamin akan kehilangan fungsinya. Banyak yang menambahkan senyawa soda bikarbonat (NaHCO3) ketika memasak sayuran atau buah-buahan. Sayuran dan buah-buahan adalah sumber vitamin C yang baik bagi tubuh manusia. Vitamin C itu adalah sebuah contoh zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit tetapi ternyata memiliki fungsi yang sangat penting diantaranya adalah untuk membantu mengembalikan atau menyembuhkan kembali sel-sel yang rusak, kemudian yang kedua yang sangat penting adalah sebagai salah satu antioksidan yang bisa menangkal radikal bebas sehingga menghindari pertumbuhan sel-sel kanker dalam tubuh. Kemudian di buku yang lain saya menemukan bahwa banyak yang menambahkan senyawa soda bikarbonat atau dikenal dengan natrium bikarbonat yang rumus kimianya NaHCO3 yang dalam kehidupan seharihari dikenal dengan tepung soda kue, diberikan pada sayursayuran atau buah-buahan ketika memasak. Nah jadi dua hal ini menarik saya untuk melakukan mini riset tentang vitamin C, Apakah penambahan soda bikarbonat mempengaruhi keadaan vitamin C? Yang kedua Apakah sifat vitamin C akan berubah apabila mengalami pemanasan?“ Berdasarkan latar belakang tersebut maka latar belakang sudah cukup mendukung permasalahan, memuat alasan pemilihan masalah, telaah pustaka (meskipun tidak mencantumkan rujukannya dan diurai sangat sedikt), dan perumusan masalah pokok dalam bentuk pertanyaan untuk membangkitkan perhatian. Rumusan masalah yang diajukan tersebut menarik, walau bukan sesuatu yang baru, dan dapat diaplikasikan dalam pembelajaran siswa. Hipotesis mini riset ini “Keadaan vitamin C dipengaruhi oleh suhu, pemanasan akan merusak struktur kimia vitamin C; Untuk mempertahankan kandungan vitamin C dalam
makanan,
maka
dibutuhkan
NaHCO3”,
hipotesis
ini
68
dikembangkan secara cukup tepat, mengidentifikasi kedua variable (suhu terhadap keadaan vitamin C dan NaHCO3 terhadap keadaan vitamin C), keduanya dapat diuji. Dalam desain percobaan mini riset 8 ini, variabel-variabel percobaan, kontrol, alat/bahan, cara kerja, dan jumlah pengulangan diurai cukup jelas.
Hanya saja pada penentuan variabel-variabel
percobaan “Variabel bebas: konsentrasi vitamin C, Variabel terikat: jumlah tetes (volume) larutan I2, Variabel kendali: volume NaHCO3”, seharusnya
variabel
bebasnya
adalah
penambahan
suhu
atau
penambahan NaHCO3 pada vitamin C, variabel terikatnya adalah konsentrasi vitamin C yang dapat diketahui berdasarkan jumlah tetes (volume) larutan I2, dan variabel kendalinya adalah volume vitamin C dan volume amilum, karena dalam hal ini percobaan dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh suhu dan NaHCO3 terhadap konsentrasi vitamin C yang dapat diketahui dari jumlah tetes (volume) larutan I2. Adanya kesalahan pada penentuan variabel ini menunjukkan bahwa guru mengalami kendala dalam membedakan antara variabel terikat, variabel bebas dan variabel kendalinya di dalam mini riset mereka. Meskipun demikian langkah kerja dalam mini riset ini sudah sesuai untuk menguji pengaruh suhu dan NaHCO3 terhadap konsentrasi vitamin C, sehingga percobaan masih dapat diulang. Pada pengumpulan data hasil mini riset 8 ini, data dicatat dan disajikan tapi tidak tersusun, seperti yang terlihat pada tabel berikut:
69
Tabel hasil percobaan “Uji Vitamin C” Rata-rata volume I2
Perlakuan
3 ml vitamin C 2,4 ml
3 ml vitamin C + 3 ml air 2,5 ml
Vitamin C dipanaskan
2,5 ml
2,7 ml
Vitamin C + NaHCO3
2,3 ml
2,5 ml
Vitamin C dipanaskan + NaHCO3
2,4 ml
2,5 ml
Vitamin C normal
Berdasarkan tabel tersebut, data dicatat tapi tidak tersusun. Pada baris pertama tabel tersebut tertulis “rata-rata volume I2”, pada baris keduanya tertulis “3 ml vitamin C” dan “3 ml vitamin C+3 ml air”, hal ini tidak jelas menyebutkan rata-rata volume I2 yang bagaimana apakah yang ditambahkan pada 3 ml vitamin C dan yang ditambahkan pada 3 ml vitamin C+3 ml air, atau rata-rata I2 yang dibutuhkan untuk iodometri pada 3 ml vitamin C dan 3 ml vitamin C+3 ml air pada setiap perlakuan. Metoda pengumpulan data tersebut tidak dapat dengan jelas mengkomunikasikan apa yang hendak disampaikan, kemungkinan dapat menimbulkan misunderstanding pada beberapa pembaca yang tidak mengetahui tujuan dan desain percobaan. Selain itu pada tabel tersebut juga hanya disajikan rata-rata data dari setiap pengulangan perlakuan, sedangkan data pengulangan setiap perlakuannya tidak disajikan, sehingga tidak terlihat adanya pengumpulan data dari setiap pengulangan percobaan. Proses analisis data pada mini riset ini dilakukan kurang tepat. Analisis hanya berisi :
70
“Apakah hubungan antara volume I2 dengan konsentrasi vitamin C? Semakin sedikit volume larutan I2 yang dibutuhkan untuk mengubah warna bening menjadi biru, maka konsentrasi vitamin C semakin tinggi; Apakah fungsi amilum pada percobaan ini? Fungsi amilum adalah sebagai indikator untuk mengetahui titik akhir pemberian larutan I2; Bagaimanakah pengaruh suhu terhadap keadaan vitamin C? Suhu mengurangi keadaan vitamin C; Bagaimanakah pengaruh pemberian NaHCO3 terhadap keadaan vitamin C? Pemberian NaHCO3 dapat mempertahankan keadaan vitamin C” Seharusnya dari data-data yang terdapat pada tabel di atas, dijelaskan kenapa misalnya vitamin C yang normal (pada perlakukan 1) membutuhkan I2 untuk iodometri sebanyak 2,4 ml (rata-rata), demikian juga vitamin C yang dipanaskan (pada perlakuan 2) membutuhkan volume I2 untuk iodometri sebanyak 2,5 ml (rata-rata), dan seterusnya, lalu dihubungkan artinya dengan semua perlakuan, adakah keteraturan yang diperoleh dari hubungan antara volume I2 pada setiap perlakuan dengan konsentrasi vitamin C, sehingga diperoleh kesimpulan yang benar. Dengan adanya analisis data yang kurang tepat maka mengakibatkan kesimpulan kurang memberikan penjelasan dari hasil dan hanya sedikit memberikan hubungan dengan pertanyaan/hipotesis. Kesimpulan yang dirumuskan dalam mini riset ini adalah “Keadaan vitamin C dapat dipengaruhi oleh keadaan suhu dan penambahan NaHCO3”. Seharusnya kesimpulan dapat menjelaskan keadaan suhu atau penambahan NaHCO3 yang bagaimana yang dapat mempengaruhi konsentrasi vitamin C, misalnya suhu yang tinggi dapat mengurangi
71
konsentrasi vitamin C yang ditandai dengan besarnya volume I2 yang diperlukan untuk iodometri amilum dalam vitamin C. Rekomendasi yang diajukan dalam mini riset ini adalah : “Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan lebih baik, maka volume vitamin C yang digunakan adalah 10 ml, sehingga perlu dilakukan pengujian ulang; Untuk mengetahui peranan NaHCO3 terhadap vitamin C, perlu dilakukan percobaan dengan perlakuan menggunakan penambahan NaHCO3 yang berbeda; Untuk mengetahui kandungan vitamin C pada berbagai buah-buahan dapat dilakukan percobaan dengan teknik Iodometri karena hasil yang didapatkan berupa data kuantitatif juga” Berdasarkan rekomendasi
tidak
rekomendasi konsisten
tersebut
dengan
terlihat
penemuan.
bahwa
Seharusnya
dijelaskan mengapa harus dilakukan pengujian ulang terhadap vitamin C dengan volume 10 ml, hasil yang diharapkan lebih baik itu yang seperti apa, seharusnya dikemukakan dahulu kekurangan pada hasil percobaan sebelumnya. Selain itu pada kalimat selanjutnya dikemukakan rekomendasi tentang uji kandungan vitamin C pada buah-buahan, padahal pada percobaan tidak disinggung tentang uji vitamin C pada buah-buahan, seharusnya dilakukan terlebih dahulu satu percobaan yang menguji vitamin C pada buah-buahan, baru kemudian merekomendasikan untuk dilakukan uji vitamin C pada buah-buahan yang lain sebagai pembanding. Dari hasil analisis semua aspek laporan, ternyata laporan mini riset 8 ini baru dalam kualitas cukup, yang berarti guru masih harus banyak berlatih melakukan mini riset, terutama dalam aspek menentukan judul, pengumpulan data, analisis data, membuat
72
kesimpulan, dan rekomendasi yang masih terdapat kekurangan seperti yang sudah dijelaskan di atas.
c) Laporan Mini Riset Berkualitas Baik Laporan mini riset berkualitas baik jika rata-rata skor penilaian dari semua aspek laporan mini risetnya antara 2,5 sampai 3,4 seperti pada mini riset nomor 2 yang berjudul “Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor” yang memiliki rata-rata skor laporan mini riset 3,0. Judul mini riset tersebut sudah ringkas (kurang dari 15 kata), tepat dan sesuai dengan
rumusan
permasalahan
“Bagaimana
pengaruh
berbagai
konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor?”, juga sesuai dengan tujuan percobaan yang ingin mengetahui awal terjadinya peristiwa plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor yang diletakkan pada larutan garam dengan konsentrasi 0%, 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, dan 1%. Judul tersebut juga sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu semakin tinggi konsentrasi larutan garam yang diberikan, maka semakin besar kemungkinan terjadinya awal plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor. Latar belakang masalah pada mini riset 2 ini tidak dikemukakan pada laporan tertulis. Latar belakang hanya dikemukakan pada saat presentasi laporan, berikut ini adalah hasil representasi laporan mini riset pada saat presesntasi yang memuat latar belakang :
73
“...Kenapa mengangkat masalah ini, karena kami ingin tahu sebetulnya sejauh apa atau sesensitif apa sel terhadap keadaan hipertonis di lingkungannya, sehingga pada aplikasinya nanti kami bisa menjelaskan pada anak kenapa pada pemberian pupuk yang berlebih akan terjadi kematian pada tanaman tersebut...” Berdasarkan latar belakang tersebut, terlihat bahwa latar belakang sudah memuat alasan pemilihan masalah dan manfaat praktis yang bisa diterapkan dalam kehidupan. Latar belakang akan lebih lengkap jika disertai dengan telaah pustaka atau komentar mengenai tulisan yang berhubungan dengan masalah, juga perumusan masalah pokok dalam bentuk pertanyaan yang dapat membangkitkan perhatian (Akhmadfauzi, 2008). Rumusan permasalahan pada mini riset 2 ini menarik, kreatif walau bukan suatu yang baru, dan dapat diaplikasikan untuk pembelajaran siswa. Rumusan masalah tersebut menarik karena dalam hal ini proses plasmolisis jaringan daun tanaman Rhoe discolor diamati pada konsentrasi garam yang berbeda, dan bisa dilihat langsung prosesnya dibawah mikroskop. Jadi dalam hal ini ada kreatifitas juga walau bukan suatu yang baru, dan dapat diaplikasikan untuk pembelajaran siswa yaitu di kelas XI pada konsep Jaringan Tumbuhan. Hipotesis yang diajukan dalam mini riset 2 ini “Semakin tinggi konsentrasi larutan garam yang diberikan, maka semakin besar kemungkinan terjadinya awal plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor”. Hipotesis tersebut sudah tepat, mengidentifikasi kedua variabel, dan dapat diuji. Variabel-variabel dalam mini riset ini
74
disebutkan bahwa “Variabel bebas : Konsentrasi larutan garam bervariasi mulai 0%, 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, 1,0%; Variabel terikat : Awal terjadinya sel epidermis bawah daun Rhoe discolor yang mengalami plasmolisis; Variabel kendali : Garam, jenis air, jenis tanaman, waktu rendaman”. Variabel-variabel tersebut dapat diuji dengan serangkaian cara kerja yang telah disusun pada desain percobaan untuk menguji hipotesis. Pada mini riset 2 ini selain sudah ditentukan variabel-variabel penelitian, juga telah dikemukakan kontrol, yang penting dalam merencanakan percobaan. Menurut Rustaman (2005), menentukan kontrol, menentukan variabel-variabel yang terlibat dalam suatu percobaan termasuk dalam kegiatan merancang penyelidikan.
Pada
desain percobaan mini riset 2 ini selain menentukan variabel dan kontrol, penentuan alat/bahan dan cara kerja sudah dirinci dengan baik, meskipun kurang dapat mengungkap keamanan/keselamatan kerja, sehingga percobaan masih dapat diulang. Cara kerja yang disusun guru pada mini riset 2 ini adalah: “1) Buat larutan garam 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, 1,0% (Larutan garam 1% yaitu 1 gram garam masukkan ke dalam gelas kimia lalu tambahkan air sampai volumenya 100 ml), 2) Buat 4 sayatan membujur epidermis Rhoeo discolor, lalu rendam dalam air aquades di cawan petri selama 1 menit (sebagai kontrol percobaan), 3) Letakkan 4 sayatan tersebut pada kaca preparat dan tutup dengan kaca obyek, 4) Amati di bawah mikroskop dan perhatikan apakah terjadi plasmolisis, 5) Dokumentasikan obyek yang sudah diamati, 6) Lakukan langkah yang sama untuk sayatan epidermis daun Rhoeo discolor pada larutan garam dengan berbagai konsentrasi.”
75
Pada saat pelaksanaan mini riset sesuai dengan desain percobaannya, guru melakukan pengumpulan data. Data hasil percobaan mini riset 2 ini dikumpulkan dalam keadaan yang sesuai, data dicatat dan disajikan dengan metode yang tersusun, seperti yang terlihat pada tabel data hasil pengamatan berikut : Tabel hasil pengamatan mini riset “Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor” Konsentrasi larutan garam 0% 0,2% 0,4% 0,6%
Keadaan sel
Keterangan
Normal Normal Normal Terplasmolisis
0,8%
Terplasmolisis
1.0%
Terplasmolisis
Keadaan membran sel tidak terjadi perubahan Keadaan membran sel tidak terjadi perubahan Keadaan membran sel tidak terjadi perubahan Pengerutan membran pada bagian ujung sel, sebanyak 30% Pengerutan membran dari ujung sampai setengah bagian sel, sebanyak 60% Pengerutan membran terpusat pada bagian tengah sel, sebanyak 100%
Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis untuk menemukan hasil. Analisis data pada mini riset 2 ini dilakukan secara sederhana, yaitu hanya menentukan keadaan sel yang mengalami atau tidak mengalami perubahan warna ungunya sebagai indikator terjadinya plasmolisis pada membran sel, juga menghitung persentase jumlah sel yang terplasmolisis pada setiap konsentrasi larutan garam yang berbeda. Tapi analisis tersebut sudah cukup menjawab hipotesis yang diajukan. Berikut adalah analisis data yang dilakukan guru pada mini riset 2 : 1. Sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang direndam dalam air aquades (sel normal) sebagai kontrol. Keadaan sel tidak mengalami perubahan, warna ungunya tetap penuh, sehingga warnanya tetap segar (gambar a)
76
2. Sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang direndam dalam larutan garam 0,2%. (Sel normal, warna ungunya masih kelihatan penuh, belum terjadi plasmolisis) (gambar b) 3. Sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang direndam dalam larutan garam 0,4%. (Sel normal, warna ungunya masih penuh, belum terjadi plasmolisis) (gambar c) 4. Sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang direndam dalam larutan garam 0,6%. (Sel mulai mengalami pengerutan, jadi sudah mulai terjadi plasmolisis di bagian ujung-ujung selnya, sekitar 30% yang mengalami plasmolisis, jadi disini memang bisa dihitung jumlah selnya karena ada batasnya, ada skalanya dengan pembesaran 10x) (gambar d) 5. Sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang direndam dalam larutan garam 0,8%. (Sudah terjadi pengerutan yang makin kearah tengah, dan ini sudah 60% sel terplasmolisis di bagian ujung sel sampai tengah sel) (gambar e) 6. Sayatan epidermis bawah daun Rhoe discolor yang direndam dalam larutan garam 1,0%. (Seluruh sel, 100% terplasmolisis, dan sudah menciut sampai ke tengah sel) (gambar f)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
77
Berdasarkan analisis data, dapat ditarik kesimpulan. Kesimpulan yang dibuat oleh guru pada mini riset 2 ini adalah : “Sel akan mengalami plasmolisis jika diletakkan dalam larutan hipertonis. Awal plasmolisis terjadi pada sel yang diletakkan pada larutan garam dengan konsentrasi 0,6%. Makin tinggi konsentrasi larutan garam makin besar kerusakan pada membran sel” Kesimpulan tersebut memberikan penjelasan yang jelas dari hasil, dan berhubungan langsung dengan hipotesis. Rekomendasi yang diberikan juga cukup konsisten dengan penemuan percobaan, yaitu : “Untuk penelitian berikutnya sebaiknya dibuat dokumentasi dengan cara merekam (video shooting) proses perubahan sel saat mengalami plasmolisis, sehingga akan terlihat perubahan sel dari normal sampai terjadi plasmolisis” Berdasarkan hasil analisis pada setiap aspek laporan mini riset 2 di atas, terlihat bahwa laporan mini riset 2 sudah berkualitas baik, hanya pada aspek latar belakang dan analisis data saja yang masih terdapat sedikit kekurangan. Hal ini berarti bahwa guru pada mini riset 2 ini sudah mampu melakukan dan melaporkan mini riset. Berdasarkan hasil analisis laporan mini riset yang berkualitas kurang, cukup, dan baik di atas dapat diketahui bahwa kualitas laporan mini riset guru bervariasi. Jika dihubungkan dengan latar belakang gurunya (tabel 4.3), diperoleh bahwa laporan mini riset yang berkualitas kurang dibuat oleh guru senior (usia 43 dan 55 tahun, pengalaman mengajar lebih dari 22 tahun), pendidikan S1 serta tidak memiliki pengalaman baik dalam melakukan penelitian maupun pelatihan. Laporan mini riset berkualitas cukup dibuat oleh guru yang berusia 46 dan 47 tahun, pengalaman mengajar
78
21 dan 22 tahun, pendidikan S1 atau S2 serta ada yang memiliki banyak pengalaman dalam pendidikan dan latihan juga ada yang tidak berpengalaman sama sekali. Laporan mini riset berkualitas baik dibuat oleh guru yang berusia antara 41 sampai 46 tahun dengan pengalaman mengajar antara 13 sampai 22 tahun, pendidikan S1 atau S2, berpengalaman dalam pendidikan atau pelatihan dan ada yang tidak berpengalaman dalam pendidikan dan pelatihan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa usia, pendidikan, dan pengalaman penelitian/pelatihan kurang berpengaruh terhadap kualitas laporan mini riset, karena ada guru yang usianya lebih muda kualitas laporan mini risetnya kurang dibandingkan guru yang usianya lebih tua. Guru yang pendidikannya S1 kualitas laporan mini risetnya ada yang lebih baik dari kualitas laporan mini riset guru pendidikan S2. Demikian juga guru yang tidak mempunyai pengalaman penelitian dan pelatihan sama sekali (guru pada mini riset 1) kualitas laporan mini risetnya lebih baik dari pada kualitas laporan mini riset guru yang pengalaman penelitian dan pelatihannya banyak (guru pada mini riset 8). Berdasarkan hal itu, faktor yang lebih berpengaruh pada kualitas laporan mini riset adalah lamanya pengalaman mengajar, yang mana guru yang laporan mini risetnya berkualitas kurang, pengalaman mengajarnya lebih dari 22 tahun, sedangkan guru yang laporan mini risetnya berkualitas cukup dan berkualitas baik pengalaman mengajarnya 22 tahun atau kurang. Hal ini mungkin guru yang pengalaman mengajarnya di atas 22 tahun sudah
79
kurang motivasi dalam melakukan suatu penelitian (mini riset), hal ini juga terbukti bahwa guru yang berusia 55 tahun dan pengalaman mengajarnya sudah 32 tahun tidak membuat laporan tertulis dan kualitas laporan presentasinya pun kurang. Spector at al. (2000) mendefinisikan motivasi sebagai serangkaian proses yang memunculkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku manusia untuk
mendapatkan
tujuan-tujuannya.
Harapan
masa
mendatang
mempengaruhi motivasi seseorang. Wahjosumidjo (1994) juga mengatakan bahwa motivasi merupakan daya dorong sebagai hasil proses interaksi antara sikap, kebutuhan, dan persepsi seseorang dengan lingkungan, motivasi timbul diakibatkan karena seseorang memiliki banyak harapan dan cita-cita untuk menjangkau masa depan. Dengan demikian maka guru yang mengajarnya sudah lama (apalagi usianya sudah mendekati pensiun) kemungkinan besar mempunyai persepsi bahwa kesempatan untuk mengajarnya tinggal sebentar lagi sehingga motivasi untuk mengembangkan kompetensi
berkurang,
harapan
dan
cita-cita untuk
meningkatkan
profesionalismenya juga sudah mulai berkurang. Meskipun laporan mini riset guru kualitasnya bervariasi (kurang, cukup, dan baik), tetapi jika dilihat dari hasil laporan mini riset secara keseluruhan seperti pada tabel 4.1, maka secara umum kualitas laporan mini riset adalah baik. Hal ini berarti bahwa secara umum guru-guru peserta program pelatihan dalam mengemas materi Biologi berbasis inkuiri sudah mampu melaksanakan dan melaporkan hasil mini riset mereka. Mini riset
80
(eksperimen sederhana) yang dilakukan guru-guru kali ini merupakan proses inkuiri, dengan demikian sebagian guru-guru Biologi peserta pelatihan
sudah
mampu
melaksanakan
inkuiri
disyaratkan
dalam
pembelajaran sains khususnya Biologi (NRC, 2000). Menurut Haigh (1996) seorang guru Biologi harus mampu mengembangkan keterampilan esensial (komunikasi, manipulasi, berfikir secara bebas, dan bekerjasama), mengembangkan seperangkat proses ilmiah, identifikasi, relevansi, dan penerapan konsep-konsep. Berdasarkan pernyataan ini tersirat bahwa keterampilan kerja yang mencakup keterampilan essensial dan proses ilmiah memegang peranan penting dalam belajar Biologi. Hal ini dapat dikembangkan dalam proses penyelidikan. Jika dilihat dari skor setiap aspek mini riset pada laporan tertulis (LT) dan laporan pada saat presentasi (LP) (Tabel 4.1) ternyata skornya secara umum sama. Perbedaan skor LT dan LP hanya pada aspek latar belakang (mini riset nomor 1, 2, 5, dan 7) dan pada semua aspek laporan mini riset 9 (karena mini riset 9 tidak membuat laporan tertulis, laporan hanya ada dalam bentuk laporan presentasi). Perbedaan skor pada LT dan LP tersebut mengakibatkan perbedaan rata-rata skor pada LT dan LP seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut.
81
Perbandingan rata-rata skor setiap aspek mini riset pada laporan tertulis (LT) dan laporan presentasi (LP) LT (Laporan Tertulis) 3
3
3,22
2,67 2
2,44 2,56
2,33
2,22
LP (Laporan Presentasi)
2,56 2,56
2,44
2,67 2
2
1,56 1,56 1,11
Judul
Latar belakang Rumusan masalah
Hipotesis
Desain Metode Analisis data Kesimpulan Rekomendasi percobaan pengumpulan data
Gambar. 4.2 Perbandingan rata-rata skor setiap aspek mini riset pada laporan tertulis (LT) dan laporan presentasi (LP)
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa perbedaan rata-rata skor setiap aspek laporan mini riset hanya berkisar 0,12-0,33, kecuali pada aspek latar belakang terdapat perbedaan yang cukup besar yaitu 1,22 (pada LT rata-rata skornya 1,11 sedangkan pada LP rata-rata skornya 2,33). Hal ini terjadi karena pada laporan tertulis beberapa mini riset (mini riset nomor 1, 2, 5, dan 7) guru tidak mencantumkan latar belakang permasalahan, latar belakangnya hanya diungkapkan pada saat laporan presentasi, seperti yang dapat kita lihat dari hasil representasi video mini riset nomor 2 berikut : ”...Kenapa mengangkat masalah ini, karena kami ingin tahu sebetulnya sejauh apa atau sesensitif apa sel terhadap keadaan hipertonis di lingkungannya, sehingga pada aplikasinya nanti kami bisa menjelaskan pada anak (siswa) kenapa pada pemberian pupuk yang berlebih akan terjadi kematian pada tanaman tersebut..." Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data bahwa tidak munculnya latar belakang pada laporan tertulis karena mereka menganggap bahwa latar belakang sudah terwakili dalam dasar teori. Padahal latar belakang 82
seharusnya berisi keterangan atau informasi tentang masalah atau topik yang dibahas dalam penelitian. Disamping itu dikemukakan pula data dan fakta, temuan penelitian terdahulu dari berbagai sumber informasi dan beberapa asumsi yang mendorong timbulnya masalah yang dibahas, sedangkan dasar teori merupakan suatu kerangka teoretis yang mendasari perumusan hipotesis serta pemecahan masalah penelitian (Anonim, 2011). Berdasarkan hal di atas maka dapat diperoleh keterangan bahwa masih ada guru yang belum memahami penulisan latar belakang masalah. Berdasarkan gambar di atas juga seperti yang sudah dijelaskan bahwa adanya perbedaan skor pada LT dan LP, selain karena tidak munculnya latar belakang pada LT juga karena adanya guru yang tidak membuat laporan tertulis (LT), sehingga tidak mempunyai skor untuk semua aspek pada laporan tertulis yang mengakibatkan perbedaan skor pada LT dan LP. Adanya guru yang tidak membuat laporan tertulis (LT) pada mini riset ini menunjukkan bahwa ternyata masih ada guru yang belum menyadari pentingnya laporan penelitian karena dilihat dari laporan presentasi (LP)nya pun laporan tersebut mengalami kekurangan pada semua aspek mini riset seperti yang sudah dijelaskan pada bagian analisis laporan mini
riset
yang
berkualitas
kurang.
Padahal
melaporkan
(mengkomunikasikan) hasil penyelidikan merupakan hal yang penting dalam berinkuiri. Menurut Elliott et al. (2008) sifat global penyelidikan ilmiah menggarisbawahi pentingnya komunikasi antara ilmuwan dan komunitas ilmiah yang lebih luas.
83
Perbedaan rata-rata skor LT dan LP pada aspek mini riset yang lain (selain aspek latar belakang) terjadi karena tidak adanya skor untuk LT pada setiap aspek laporan mini riset 9 akibat tidak adanya laporan tertulis (LT), sehingga mengakibatkan rata-rata skor setiap aspek laporan mini riset pada LT lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata skor setiap aspek laporan mini riset pada LP. Hal ini menunjukkan bahwa guru masih ada yang tidak bersedia membuat laporan tertulis, yang berarti juga kemampuan guru dalam mengkomunikasikan hasil penyelidikan masih kurang. Jika dihubungkan dengan latar belakang guru yang melakukan mini riset 9 ini (tabel 4.3), diperoleh bahwa guru tersebut merupakan guru senior (usia 55 tahun dan pengalaman mengajar 32 tahun). Sepertinya hal ini berpengaruh besar terhadap motivasi guru dalam membuat laporan tertulis. Dengan demikian maka kemampuan mengkomunikasikan hasil penyelidikan perlu ditumbuhkan dan dikembangkan pada guru karena kemampuan ini memegang peran penting dalam pembelajaran berbasis inkuiri (Harlen, 1993), hal senada juga ditegaskan dalam BSNP (2006) bahwa hasil temuan harus dikomunikasikan baik secara lisan maupun tulisan. Berdasarkan hasil analisis terhadap rata-rata skor pada setiap aspek mini riset (pada LT dan LP), diperoleh jumlah dan persentase kualitas pada setiap aspek mini riset (Tabel 4.2), sehingga didapatkan distribusi persentase kualitas tiap aspek mini riset seperti pada gambar 4.3 berikut.
84
Distribusi Persentase Kualitas setiap Aspek Mini riset 100 80 60 40 20 0
Kurang
Cukup
Baik
Sangat baik
Gambar 4.3 Distribusi persentase masing-masing kualitas pada setiap aspek mini riset
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa terdapat kualitas yang bervariasi pada setiap aspek laporan mini riset, yang menunjukkan kemampuan guru yang bervariasi dalam setiap aspek laporan mini riset. Berdasarkan gambar tersebut juga diketahui bahwa masih terdapat kualitas kurang dalam aspek judul, latar belakang, desain percobaan, pengumpulan data, analisis data, kesimpulan, dan rekomendasi. Semua aspek dalam laporan mini riset juga sudah semuanya memiliki kualitas cukup terutama yang paling besar pada aspek menganalisis data karena memang belum ada yang dalam kualitas baik pada aspek menganalisis data. Hal ini berarti bahwa guru masih harus banyak berlatih dalam menganalisis data. Kualitas baik juga terdapat pada setiap aspek mini riset kecuali pada aspek menganalisis data. Kualitas sangat baik hanya terdapat pada aspek judul, hipotesis, desain percobaan, metode pengumpulan data, dan kesimpulan. Dengan dilengkapi hasil angket, hasil wawancara, dan hasil representasi
rekaman
video
yang
dilakukan
terhadap
guru
yang
85
melaksanakan dan melaporkan mini riset, berikut adalah pembahasan setiap kualitas setiap aspek laporan mini riset tersebut :
a) Kualitas Judul Dalam menentukan judul, para guru menentukan permasalahan yang akan ditelitinya terlebih dahulu. Berdasarkan hasil angket (Tabel 4.4, no 1) diperoleh data bahwa guru-guru memilih permasalahan yang diteliti pada mini riset sebagian besar (50%) berdasarkan menariknya permasalahan untuk diteliti, dan sebagian lagi yaitu 10% berdasarkan kemudahannya untuk diteliti, 30% berdasarkan kemungkinan dapatnya diterapkan di kelas, dan 10% berdasarkan hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini membuktikan bahwa topik yang dipilih guru dalam mini riset sebagian besar adalah yang menarik bagi mereka disamping kemungkinannya dapat diterapkan di dalam kelas. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Nazir (2009) bahwa dalam menentukan suatu topik permasalahan yang akan diteliti harus sesuai dengan klasifikasi peneliti paling tidak masalah dipilih sekurang-kurangnya menarik bagi si peneliti dan cocok dengan kualifikasi ilmiah si peneliti, dalam hal ini kualifikasinya adalah mengajar. Sehingga berbagai macam judul yang diajukan dalam mini riset ini pada umumnya adalah yang dapat diterapkan di kelas, karena berhubungan dengan konsep-konsep yang
86
ada dalam pembelajaran. Berbagai macam judul yang diajukan dalam mini riset dapat terlihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Judul Mini Riset No
Judul
1
Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor Beberapa tumbuhan yang mengandung enzim protease Pigmen photosintesis Lichen Perbandingan pertumbuhan tunas akar pada bawang merah, bawang putih, dan bawang Bombay dalam kondisi yang sama Kandungan zat tepung dalam bagian-bagian biji kacang merah (Vigna angularis) Uji enzim katalase Uji Vitamin C Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ginjal, dan otot ikan terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida
2 3 4 5 6 7 8 9
Berdasarkan hasil angket juga diketahui bahwa untuk membantu dalam menentukan topik permasalahan yang dipilih, sebanyak 10% guru mengacu pada jurnal-jurnal penelitian sebelumnya, 20% guru mengacu pada bacaan-bacaan ilmiah popular, 60% mengacu pada konsep-konsep yang ada dalam pembelajaran, dan 10% mengacu pada masalah yang ada di masyarakat (Tabel 4.4 no 2). Berarti dalam hal ini selain mengacu pada konsep-konsep pelajaran di kelas, guru juga melakukan studi kepustakaan untuk mencari topik permasalahan. Studi kepustakaan diperlukan untuk mencari data yang tersedia atau yang pernah ditulis peneliti sebelumnya yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin dipecahkan (Nazir, 2009).
87
Salah satu contoh studi kepustakaan untuk menentukan topik permasalahan yang diteliti pada mini riset adalah mengacu pada jurnal dari Nobuyasu (2003) dengan judul “An improved of separation pigmet of cromatografi“ dan buku dari Goffinet (2008) yang berjudul ”Morphology and Classification of Bryophyta” yang dapat ditemukan pada mini riset yang berjudul Pigmen Fotosintesis Lichen. Contoh lain misalnya buku yang berjudul “Materi Biokomia” dari Triman & Katrina dan buku “Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia” dari Kemal Adiyana yang dapat ditemukan pada mini riset yang berjudul Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida. Berdasarkan data pada Tabel 4.2 dan 4.5 diketahui bahwa judul rata-rata berkualitas cukup. Jika dianalisis secara spesifik kualitas judul pada setiap mini riset (Tabel 4.1) diperoleh data bahwa judul sebanyak 44,44% berkualitas kurang, 22,22% berkualitas cukup, 11,11% berkualitas baik, dan 22,22 % berkualitas sangat baik (gambar 4.4). Hal ini berarti bahwa secara umum guru sudah dapat membuat judul dengan benar.
88
Distribusi Persentase Kualitas Judul 50
44,44
40 30
22,22
20
22,22 11,11
10 0 Kurang
Cukup
Baik
Sangat baik
Gambar 4.4 Distribusi Persentase Kualitas Judul
Pada kualitas kurang, judul hanya berhubungan sebagian dengan permasalahan, tujuan, dan hipotesis, seperti pada judul “Pigmen fotosintesis Lichen”. Judul tersebut tidak sesuai dengan rumusan permasalahan “Apakah lichen dan bryophyta menghasilkan komposisi warna yang sama dengan tumbuhan darat lainnya?” dan tidak sesuai dengan hipotesis “ Lichen dan bryophyta mempunyai gradasi warnawarna
yang
sama
dengan
tumbuhan
plantae”.
Jika
rumusan
permasalahan dan hipotesisnya seperti itu, maka judul yang diberikan adalah “Perbandingan Pigmen Fotosintesis Lichen, Lumut, dan Plantae”, atau “Pigmen Fotosintesis Lichen dan Lumut”. Pada kualitas cukup, judul tidak ringkas tapi kalimatnya cukup sesuai dengan permasalahan, tujuan, dan hipotesis misalnya pada judul “Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ginjal, dan otot ikan terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida”, judul tersebut tidak ringkas (lebih dari 15 kata). Padahal sebaiknya judul dibuat singkat, tidak lebih dari 15 kata, jelas
89
menunjukkan dengan tepat masalah yang akan diteliti (Anonim, 2011). Dengan demikian maka judul tersebut sebenarnya masih bisa dibuat ringkas misalnya “Membandingkan pengaruh enzim katalase pada ‘organ dalam’ ikan terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida” atau “Efektifitas kerja enzim katalase dalam mengurai hydrogen peroksida pada berbagai organ dalam ikan”. Pada judul yang diajukan meskipun tidak ringkas, tapi kalimatnya cukup sesuai dengan rumusan permasalahan “Bagaimanakah efektifitas kerja enzim katalase dalam mengurai hydrogen peroksida di dalam berbagai jaringan tubuh hewan?” dan hipotesis yang diberikan ”semakin giat kerja jaringan tubuh, maka enzim katalase akan semakin banyak atau berarti penguraian hydrogen peroksida semakin efektif”. Jika melihat judul, rumusan permasalahan, dan hipotesis tersebut, maka yang lebih cocok mungkin untuk rumusan masalah dan hipotesis seperti itu maka judul yang diajukan adalah “Efektifitas kerja enzim katalase dalam mengurai hydrogen peroksida di dalam berbagai organ dalam ikan”. Dalam kualitas baik, judul ringkas, cukup sesuai dengan permasalahan, tujuan, dan hipotesis, seperti pada judul “Beberapa tumbuhan yang mengandung enzim protease”. Judul tersebut sudah ringkas (kurang dari 15 kata), cukup sesuai dengan rumusan permasalahan “Selain nenas dan pepaya, adakah tumbuhan lain yang mengandung protease?”, juga sesuai dengan tujuan percobaan untuk
90
mengetahui tumbuhan apa saja yang mengandung enzim protease, dan cukup sesuai dengan hipotesis “nenas, pepaya, jahe, jagung, dan buncis mengandung enzim protease”. Jika dilihat dari rumusan permasalahan “Selain nenas dan pepaya, adakah tumbuhan lain yang mengandung protease?” tersebut, berarti nenas dalam hal ini sudah diketahui mengandung enzim protease, sehingga seharusnya dalam hipotesis tidak dicantumkan lagi, karena jika dicantumkan berarti pada nenas belum diketahui ada atau tidaknya enzim protease. Pada kualitas sangat baik, judul dibuat dengan ringkas, tepat, sesuai dengan permasalahan, tujuan, dan hipotesis, seperti misalnya pada judul “Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor”. Judul tersebut sudah ringkas (kurang dari 15 kata), tepat dan sesuai dengan rumusan permasalahan “Bagaimana pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor?”, juga sesuai dengan tujuan percobaan yang ingin mengetahui awal terjadinya peristiwa plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor yang diletakkan pada larutan garam dengan konsentrasi 0%, 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,8%, dan 1%. Judul tersebut juga sesuai dengan hipotesa yang diajukan yaitu semakin tinggi konsentrasi larutan garam yang diberikan, maka semakin besar kemungkinan terjadinya awal plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor.
91
b) Kualitas Latar Belakang Latar belakang masalah adalah deskripsi singkat tentang obyek penelitian yang memuat : 1) Penalaran pentingnya pembahasan masalah atau alasan yang mendorong pemilihan masalah, 2) Telaah pustaka atau komentar mengenai tulisan yang telah ada yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, 3) Manfaat praktis hasil pembahasan, serta 4) Perumusan masalah pokok (grand problem) yang akan dibahas secara jelas dan eksplisit dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan yang dapat membangkitkan perhatian membaca (Akhmadfauzi, 2008). Berdasarkan data pada Tabel 4.1 diketahui bahwa latar belakang rata-rata berkualitas cukup, dan berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa sebanyak 44,44% latar belakang berkualitas kurang, 22,22% berkualitas cukup, dan 33,33% berkualitas baik (gambar 4.5). Distribusi Persentase Kualitas Latar belakang 50
44,44
40
33,33
30
22,22
20 10 0 0 Kurang
Cukup
Baik
Sangat baik
Gambar. 4.5 Distribusi Persentase Kualitas dalam Latar Belakang
Dalam kualitas kurang, latar belakang kurang mendukung permasalahan seperti pada mini riset 9 dengan rumusan masalah “Bagaimanakah efektifitas enzim katalase dalam menguraikan hydrogen
92
peroksida di dalam berbagai jaringan tubuh hewan” latar belakang yang disusun adalah : “pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang berbasis kompetensi, menuntut guru menjadi seseorang yang kreatif dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna (meaningfully) dan membekali siswa dengan kecakapan hidup (life skill), penerapan tentang ilmu pengetahuan yang diberikan di sekolah dalam kehidupan sehari-hari tercantum dalam kurikulum 2004 (depdiknas 2003) yaitu : pendidikan biologi di kehidupan menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitar melalui pemberian pengalaman secara langsung” Lalu pada pendahuluan diungkap telaah pustaka tentang enzim meskipun tidak mencantumkan rujukannya : “Dalam tubuh manusia senantiasa berlangsung reaksi kimia atau sering disebut dengan metabolism, dalam metabolism dibutuhkan dua komponen penting : ATP dan Enzim, enzim adalah senyawa yang dibentuk oleh sel tubuh organisme. Salah satu jenis enzim adalah enzim katalase yang berfungsi untuk menguraikan hydrogen peroksida (H2O2) dan merupakan racun dalam tubuh yang terbentuk pada proses respirasi sel…” Pada latar belakang tersebut hanya memuat tentang alasan dilakukannya mini riset sebagai pembelajaran bermakna
yang
disyaratkan KTSP dan telaah pustaka tentang enzim tanpa menyertakan rujukannya. Dalam kualitas cukup, latar belakang kurang mendukung permasalahan, karena hanya memuat 2 kriteria latar belakang, seperti pada rumusan permasalahan mini riset 5 “Diantara ketiga bawang (bawang merah, bawang putih, bawang bombay) adakah perbedaan kecepatan
pertumbuhan
tunas
akarnya?
Faktor
apa
yang
mempengaruhinya? Apakah kandungan zat dan kadar air berpengaruh terhadap pertumbuhan akar?”, latar belakang yang disusun untuk
93
rumusan masalah tersebut hanya berupa penjelasan tentang kandungan zat yang terdapat pada masing-masing bawang, tanpa menyinggung secara khusus anatomi dan fisiologi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan akar, dan tidak mengungkap alasan mengapa diadakan penelitian tentang adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan tunas akar pada bawang merah, bawang putih, dan bawang bombay. Selain itu latar belakang pada mini riset tersebut tidak secara spesifik dirumuskan sebagai latar belakang, tapi sebagai dasar teori seperti yang dapat kita simak pada rumusan berikut : “Bawang merah (A. cepa L.) mengandung vitamin C, potassium, serat dan acid folic selain itu juga mengandung kalsium, zat besi, dan protein dengan kandungan yang tinggi. Bawang merah juga mengandung zat pengatur tumbuh alami berupa hormone auksin dan giberellin. Secara penelitian ilmiah oleh tim ahli, kandungan kimia dari bawang merah adalah minyak atsirisikloain, metialin, dihidroalin, kaemferol, dan floroglusin. Bawang putih (Allium sativum) juga merupakan bahan utama untuk bumbu dasar makanan Indonesia. Umbi batang ini mengandung zat kalsium, saltivine : bisa mempercepat pertumbuhan sel dan jaringan serta merangsang susunan sel saraf, diallysulfide, alilpropil-disulfida, belerang, protein, lemak, fosfor, besi, dan vitamin A, B1, dan C. Bawang bombay (Allium cepa L) perbedaannya tidak terlalu mencolok, kecuali bentuk and bau atau aromanya. Di dalam bawang Bombay terdapat kandungan allicin, asam amino, kalsium, mangan, sodium, sulfur, vitamin C, vitamin E, minyak atsiri, quercitin, dan curcumin”. Latar belakang seharusnya berisi keterangan atau informasi tentang masalah atau topik yang dibahas dalam penelitian. Disamping itu dikemukakan pula data dan fakta, temuan penelitian terdahulu dari berbagai sumber informasi dan beberapa asumsi yang mendorong timbulnya masalah yang dibahas, sedangkan dasar teori merupakan
94
suatu kerangka teoretis yang mendasari perumusan hipotesis serta pemecahan masalah penelitian (Anonim, 2011). Pada
kualitas
baik,
latar
belakang
cukup
mendukung
permasalahan dan diurai cukup jelas seperti pada rumusan permasalahan mini riset 4 “Apakah lichen dan bryophyta menghasilkan komposisi warna yang sama dengan tumbuhan tumbuhan darat lainnya? Pigmen apa saja yang terdapat pada lichen?”, latar belakangnya adalah: “Seperti diketahui bahwa fotosintetis berlangsung di daun, tepatnya terjadi di kloroplas. Kloroplas merupakan organel plastida yang mengandung klorofil yang berfungsi untuk menangkap gelombang cahaya sehingga terjadi proses potosintetis. Klorofil merupakan pigment utama yang terdapat pada tumbuhan. Klorofil dapat dibedakan menjadi klorofil a dan klorofil b. Selain klorofil di dalam kloroplas terdapat juga pigment karotenoid, antosianin, dan fikobilin. Tetapi sedikit siswa mengetahui seperti apakah pigmen yang bertanggung jawab atas terjadinya proses fotosintetis tersebut bahkan ada beberapa siswa yang mempertanyakan tentang kelangsungan fotosintetis pada daun daun yang berwarna lain selain hijau. Percobaan ini bisa dilaksanakan untuk tumbuhan darat baik itu tumbuhan hijau (Plantae) ataupun tumbuhan tumbuhan dari divisio lumut, serta ganggang. Berdasarkan penelitian terdahulu tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan darat dari divisio plantae dan algae sebagai specimen dan ternyata memberikan gradasi pigment yang cukup baik. Permasalahannya adalah bagaimanakah dengan lichen dan bryophyta apakah akan menghasilkan komposisi warna yang sama dengan tumbuhan tumbuhan darat lainnya? Pigment apa saja yang terdapat pada lichen?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut digunakan usnea, parmelia serta lumut musci sebagai specimen dan sebagai pembanding di ambil tumbuhan jeruk” Rumusan latar belakang tersebut sudah cukup memuat semua kriteria yaitu alasan pemilihan masalah, telaah pustaka meskipun tidak
95
menyertakan rujukannya, manfaat praktis, dan rumusan masalah pokok. Alasan pemilihan masalah pada latar belakang tersebut adalah “Sedikit siswa mengetahui seperti apakah pigmen yang bertanggung jawab atas terjadinya proses fotosintetis”, telaah pustakanya yaitu “Kloroplas merupakan organel plastida yang mengandung klorofil yang berfungsi untuk
menangkap
gelombang
cahaya
sehingga
terjadi
proses
potosintetis. Klorofil merupakan pigment utama yang terdapat pada tumbuhan. Klorofil dapat dibedakan menjadi klorofil a dan klorofil b. Selain klorofil di dalam kloroplas terdapat juga pigment karotenoid, antosianin, dan fikobilin. Berdasarkan penelitian terdahulu tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan darat dari divisio plantae dan algae sebagai specimen dan ternyata memberikan gradasi pigment yang cukup baik”, manfaat praktisnya yaitu “Percobaan ini bisa dilaksanakan untuk tumbuhan darat baik itu tumbuhan hijau (Plantae) ataupun tumbuhan tumbuhan dari divisio lumut, serta ganggang”, dan rumusan masalah pokok dalam bentuk pertanyaan yang dapat membangkitkan perhatian pembaca tetapi kurang diurai secara jelas yaitu “Permasalahannya adalah bagaimanakah
dengan lichen dan bryophyta apakah akan
menghasilkan komposisi warna yang sama dengan tumbuhan tumbuhan darat lainnya? Pigment apa saja yang terdapat pada lichen?”. Latar belakang belum ada yang dalam kualitas sangat baik. Berdasarkan hasil wawancara ternyata sulitnya merumuskan latar belakang karena sulitnya mendapatkan literature yang tepat dan ini
96
sesuai dengan hasil angket (Tabel 4.4) sebanyak 30% guru merasakan sulitnya mendapatkan literatur.
c) Kualitas Rumusan Permasalahan Disribusi Persentase Kualitas Rumusan Masalah 100 80 60 40 20 0
88,89
0 Kurang
11,11 Cukup
0 Baik
Sangat baik
Gambar 4.6 distribusi Persentase Kualitas Rumusan permasalahan
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh bahwa rumusan permasalahan yang dibuat guru rata-rata berkualitas baik, berarti semua guru sudah mampu merumuskan masalah, tetapi ada satu mini riset (mini riset nomor 9) yang rumusan masalahnya dikategorikan berkualitas cukup, hal tersebut karena tidak mampu membuat laporan tertulis sehingga tidak diketahui bagaimana rumusan permasalahannya, tetapi ketika dianalisis dari laporan pada saat presentasi rumusan permasalahan mini riset tersebut berkualitas baik. Rumusan permasalahan pada mini riset tersebut yaitu “Bagaimanakah efektifitas kerja enzim katalase dalam mengurai hidrogen peroksida di dalam berbagai jaringan tubuh hewan?”. Rumusan permasalahan tersebut menarik, kreatif walau bukan suatu yang baru, dan dapat diaplikasikan untuk pembelajaran siswa.
97
Menarik karena biasanya uji aktivitas enzim katalase yang sering dilakukan di sekolah terbatas pada organ hati saja sementara pada mini riset ini selain organ hati juga dibandingkan dengan berbagai organ yang lain, jadi dalam hal ini ada kreatifitas juga walau bukan suatu yang baru, dan dapat diaplikasikan untuk pembelajaran siswa, yaitu di kelas XII pada konsep Metabolisme. Contoh lain misalnya rumusan permasalahan pada mini riset 2 “Bagaimana pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya peristiwa plasmolisis pada daun tanaman Rhoeo discolor?”. Rumusan masalah tersebut menarik karena dalam hal ini proses plasmolisis jaringan daun tanaman Rhoe discolor diamati menggunakan konsentrasi garam yang berbeda, dan bisa dilihat langsung prosesnya dibawah mikroskop. Jadi dalam hal ini ada kreatifitas juga walau bukan suatu yang baru, dan dapat diaplikasikan untuk pembelajaran siswa yaitu di kelas XI pada konsep Jaringan Tumbuhan.
d) Kualitas Hipotesis Kegiatan merumuskan hipotesis (dugaan sementara) merupakan hal yang esensial dilakukan guru untuk memperkirakan apa yang terjadi dari suatu percobaan yang dilakukan siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sanjaya (2006) bahwa kemampuan guru dalam membuat hipotesis merupakan kemampuan setiap individu untuk menebak atau memperkirakan dari suatu permasalahan. Menurut Joyce
98
(2000) hipotesis dirumuskan setelah dikumpulkan fakta-fakta yang berhubungan dengan permasalahan, dan menurut Wenning (2007) hipotesis dapat dirumuskan dengan secara induktif. Berarti dalam hal ini guru harus mencari informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan. Distribusi Persentase Kualitas Hipotesis 55,56
60 50 40 30 20 10 0
33,33 11,11 0 Kurang
Cukup
Baik
Sangat baik
Gambar.4.7 Distribusi Persentase Kualitas Hipotesis
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa rata-rata kualitas hipotesis yang dibuat guru adalah baik, dan berdasarkan Tabel 4.2 diperoleh data bahwa sebanyak 11,11% hipotesis berkualitas kurang, 55,56% berkualitas baik dan 33,33% hipotesis berkualitas sangat baik (gambar 4.7). Hipotesis berkualitas kurang contohnya hipotesis mini riset 9 “Semakin giat kerja jaringan tubuh, maka enzim katalase akan semakin banyak atau berarti penguraian hydrogen peroksida semakin efektif;
hati
ikan
mengandung
lebih
banyak
enzim
katalase
dibandingkan makhluk lainnya”, terlihat bahwa hipotesis dikembangkan sebagian-sebagian dan belum jelas dalam hal ini dalam kalimat “semakin giat kerja jaringan tubuh” belum spesifik menjelaskan giatnya
99
dalam hal apa, seharusnya mungkin hipotesis yang diajukan adalah “semakin banyak gelembung oksigen atau semakin lama bara api menyala maka penguraian hydrogen peroksida semakin efektif pada suatu organ, yang berarti bahwa organ tersebut lebih banyak mengandung enzim katalase”. Pada hipotesis juga terdapat kalimat “hati ikan mengandung lebih banyak enzim katalase dibandingkan makhluk lainnya”, hipotesis ini salah karena mini riset ini tidak membandingkan efektifitas enzim katalase yang terdapat pada organ hati dari berbagai makhluk hidup, tapi membandingkan efektifitas enzim katalase pada berbagai organ dalam ikan, seharusnya hipotesis tersebut adalah “hati ikan mengandung lebih banyak enzim katalase dibandingkan organ dalam yang lain pada ikan”. Pada kualitas baik, hipotesis dikembangkan secara cukup tepat, mengidentifikasi kedua variable, dapat diuji, tapi tidak spesifik, seperti misalnya pada hipotesis mini riset 8 ”Keadaan vitamin C dipengaruhi oleh suhu, pemanasan akan merusak struktur kimia vitamin C; Untuk mempertahankan kandungan vitamin C dalam makanan, maka dibutuhkan NaHCO3”, hipotesis ini dikembangkan secara cukup tepat, mengidentifikasi kedua variable (suhu terhadap keadaan vitamin C dan NaHCO3 terhadap keadaan vitamin C), meskipun tidak spesifik karena belum jelas keadaan yang bagaimana dari vitamin C yang diteliti apakah konsentrasinya atau volumenya, tapi keduanya dapat diuji.
100
Pada kualitas sangat baik hipotesis dinyatakan tepat, spesifik, mengidentifikasi kedua variabel dan dapat diuji, misalnya pada hipotesis mini riset “Lichen dan bryophyte mempunyai gradasi warna-warna yang sama dengan tumbuhan plantae”, variable bebasnya lichen dan bryophyte, variable terikatnya gradasi warna, dan kontrolnya tumbuhan plantae, variable-variabel tersebut dapat diuji dengan serangkaian langkah kerja yang telah dirumuskan untuk mengidentifikasi pigmen apa saja yang terdapat pada lichen dan bryophyte (lumut), apakah sama dengan pigmen yang terdapat pada tumbuhan plantae atau tidak.
e) Kualitas Desain Percobaan Distribusi Persentase Desain percobaan 55,56
60 40 22,22 20
11,11
11,11
0 Kurang
cukup
Baik
Sangat baik
Gambar 4.8 Distribusi Persentase Kualitas Desain Percobaan
Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh data bahwa rata-rata aspek desain percobaan berkualitas baik, dan jika dianalisis secara spesifik dari skor aspek desain percobaan yang diperoleh setiap mini riset (Tabel 4.2) diperoleh data bahwa sebanyak 22,22% desain percobaan berkualitas kurang, 11,11% cukup, 55,56% baik, dan 11,11% desain percobaan berkualitas sangat baik seperti yang terlihat pada gambar 4.8.
101
Pada kualitas kurang, percobaan dirancang tidak relevan dengan pertanyaan/hipotesis,
banyak
komponen
yang
hilang
sehingga
percobaan tidak memungkinkan untuk diulang. Misalnya pada mini riset 7, untuk menguji hipotesis “Pada umbi terdapat enzim katalase”, alat/bahan tidak disebutkan, keselamatan kerja tidak diulas, eksrak yang dibuat tidak ditimbang dahulu umbinya dan jumlah gelembung yang dihasilkan tidak diukur volumenya, serta tidak dilakukan uji bara untuk membuktikan bahwa gas yang dihasilkan pada percobaan tersebut adalah oksigen, seperti dinyatakan dalam hasil rekaman berikut: “…Yang pertama saya coba itu lobak, setelah dimasukkan ke H2O2 gelembungnya itu sedikit sekali, saya lihatnya masingmasing selama 2 menit. Setelah 2 menit itu ternyata di dalam tabung reaksi terdapat gelembung sekitar seperempat tabung saja, sedikit sekali gitu… Berikutnya wortel, diamati juga sama selama 2 menitan, kalau wortel itu sampai setengahnya gelembungnya, tapi ketika yang saya masukkan singkong, itu langsung seperti ketika kita masukkan ekstrak hati, gelembungnya sampai ke atas. Kemudian ubi jalar, ubi jalar juga sedikit hampir sama seperti wortel gelembungnya terbentuk. Pada talas, gelembungnya tiga perempatnya lebih dikit…” Pada kualitas cukup, salah satu komponen disusun dengan tidak tepat sehingga percobaan susah untuk diulang, misalnya pada mini riset 5 untuk menguji hipotesis “Kecepatan pertumbuhan tunas akar pada ketiga macam bawang berbeda; Kandungan air mempengaruhi kecepatan pertumbuhan akar; Kandungan protein, lemak, dan amilum mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tunas akar”. Pada percobaan ini menggunakan bawang yang berbeda (dalam jenis yang sama) untuk
102
semua perlakuan, sebaiknya setiap jenis bawang (baik bawang merah, bawang putih, bawang bombay) yang digunakan untuk menguji kecepatan pertumbuhan, kandungan air, dan kandungan zat makanan, adalah sama, agar hasilnya bisa dibandingkan (berarti dalam hal ini membandingkan kecepatan pertumbuhan tunas akar pada berbagai jenis bawang). Pada kualitas baik semua komponen percobaan disusun, tapi terdapat sedikit kesalahan yang tidak berarti untuk menguji hipotesis, sehingga percobaan masih dapat diulang, seperti pada mini riset 1 untuk menguji hipotesis “Bagaimanakah efektifitas kerja enzim katalase dalam mengurai hydrogen peroksida di dalam berbagai jaringan tubuh hewan?”, terdapat kekurangan dalam pembuatan ekstrak, organ yang dibuat ekstrak tidak ditimbang dahulu dan aquadest yang ditambahkan ke dalam ekstrak juga tidak ditetapkan volumenya, hanya berdasarkan kekentalan saja, sehingga ada kemungkinan pembuatan ektrak yang lain tidak seragam, tapi percobaan masih dapat diulang. Dalam kualitas sangat baik, semua komponen desain percobaan (tujuan, kontrol, alat/bahan, cara kerja, jumlah pengulangan, keamanan kerja) dikembangkan dan disusun dengan tepat untuk menguji pertanyaan atau hipotesis yang diajukan, sehingga percobaan dapat diulang. Misalnya pada mini riset 4 untuk menguji hipotesis “Lichen dan bryophyte mempunyai gradasi warna yang sama dengan tumbuhan plantae”, ditetapkan tujuan untuk membuktikan bahwa lichen dan
103
bryophyte mempunyai gradasi warna yang sama dengan plantae, yang dijadikan kontrol adalah daun jeruk. Alat/bahan, cara kerja, jumlah pengulangan, dan keamanan kerja dikembangkan dengan sangat tepat, dan merujuk dari hasil penelitian sebelumnya. Jika dilihat dari hasil desain percobaan guru tersebut, kualitasnya bervariasi (ada yang masih kurang, sudah cukup, baik, dan sangat baik), hal ini menunjukkan bahwa terdapat variasi kemampuan guru dalam merencanakan (mendesain) mini riset. Hal ini berarti bahwa diantara guru masih ada yang belum memahami proses inkuiri, yang terbukti masih
adanya
kualitas
kurang
(22,22%)
pada
aspek
desain
(merencanakan) percobaan, yang berarti guru masih pemula (belum bisa melakukan/membuat) desain percobaan. Padahal menurut Alberta (2004) merencanakan dan melaksanakan percobaan sebagai proses inkuiri adalah kunci keberhasilan guru, karena pada aspek ini seharusnya dapat dipahami bahwa tujuan mendasar dari proses pembelajaran
berbasis
inkuiri
adalah
untuk
mengembangkan
keterampilan ‘belajar untuk belajar’. Menurut NRC (1996) guru perlu merancang percobaan (penelitian) agar dapat menyediakan ruang dan waktu yang cukup pada siswa untuk melaksanakan penelitian dan harus berpartisipasi dalam pemusatan alokasi waktu dan penelitian lain pada program sains.
104
f) Kualitas Metoda Pengumpulan Data Pada
tahap
pengumpulan
data,
hendaknya
guru
dapat
merangkum informasi baik dalam bentuk kata-kata, grafik, tabel, maupun gambar. Hal tersebut ditegaskan oleh NRC (2000) bahwa beberapa bagian yang esensial dari proses inkuiri yaitu kemampuan mengkomunikasikan, merangkum informasi, mengolah data dan menggunakan diagram, gambar, model, tabel, dan diagram grafik. Pada kegiatan percobaan menuntut guru untuk mengumpulkan informasi yang dapat membantu dalam menganalisis data yang terkumpul. Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce (2000) bahwa pada tahap melaksanakan percobaan, dilakukan pengumpulan informasi tentang peristiwa yang dialami atau dilihat, untuk membuktikan objek dan kondisi, dan menyelidiki peristiwa situasi masalah. Berdasarkan data pada Tabel 4.1, aspek metoda mengumpulkan data rata-rata berkualitas baik, dan berdasarkan Tabel 4.2 secara spesifik terlihat bahwa kualitas aspek metode pengumpulan data sebanyak 22,22% kurang, 11,11% cukup, 44,44% baik, dan 22,22% sangat baik. Ini berarti terdapat variasi kemampuan guru dalam mengumpulkan data. Distribusi Persentase Kualitas Metode pengumpulan data 60 40
44,44 22,22
22,22 11,11
20 0 Kurang
Cukup
Baik
Sangat baik
Gambar 4.9 Distribusi Persentase Kualitas Metoda Pengumpulan Data
105
Pada kualitas kurang, pengumpulan data tidak sesuai, data tidak dicatat atau disajikan secara tersusun, seperti pada tabel hasil pengumpulan data pengamatan mini riset 7 “Menguji enzim katalase pada umbi-umbian” berikut: Tabel hasil percobaan “Menguji enzim katalase pada umbi-umbian Pengulangan 1 Tabung
Perlakuan
A H2O2 + Ekstraks lobak B H2O2 + Ekstraks wortel C H2O2 + Ekstraks ubi jalar D H2O2 + Ekstraks singkong E H2O2 + Ekstraks talas Pengulangan 2 Tabung
Perlakuan
A H2O2 + Ekstraks lobak B H2O2 + Ekstraks wortel C H2O2 + Ekstraks ubi jalar D H2O2 + Ekstraks singkong E H2O2 + Ekstraks talas Pengulangan 3 Tabung
Perlakuan
A H2O2 + Ekstraks lobak B H2O2 + Ekstraks wortel C H2O2 + Ekstraks ubi jalar D H2O2 + Ekstraks singkong E H2O2 + Ekstraks talas Pengulangan 4 Tabung A B C D E
Perlakuan
Gelembung o oo oo ooo oooo Gelembung o oo oo ooo oooo Gelembung o oo oo ooo oooo Gelembung
H2O2 + Ekstraks lobak o H2O2 + Ekstraks wortel oo H2O2 + Ekstraks ubi jalar oo H2O2 + Ekstraks singkong ooo H2O2 + Ekstraks talas oooo Keterangan : oooo = bila gelembung sangat banyak ooo = gelembung banyak oo = sedang o = sedikit + = bila ada bara api = tidak ada bara api
Uji nyala api dengan bara api + + + + + Uji nyala api dengan bara api + + + + + Uji nyala api dengan bara api + + + + + Uji nyala api dengan bara api + + + + +
106
Pada tabel diatas, pengumpulan data tidak sesuai, data tidak dicatat atau disajikan secara tersusun. Pencatatan data “Gelembung” hanya berupa bulatan-bulatan dengan jumlah yang berbeda pada setiap perlakuan dan data “Uji nyala dengan bara api” hanya menampilkan data berupa tanda “+” dengan jumlah yang sama pada setiap perlakuan. Pada keterangan hanya dijelaskan jumlah gelembung yang berbeda tersebut dengan keterangan gelembung sangat banyak, banyak, sedang, dan sedikit tanpa menyebutkan berapa volumenya. Hal itu dapat mengakibatkan adanya kemungkinan interpretasi yang berbeda pada setiap perlakuan dan pengulangan, misalnya empat bulatan pada perlakuan 1 belum tentu interpretasinya sama dengan 4 bulatan
pada perlakuan 2, karena yang dibandingkan sangat banyak,
banyak, sedang, dan sedikitnya hanya diantara perlakuan pada satu pengulangan saja. Di samping itu, jika kita lihat dari data setiap pengulangan ternyata data yang ditampilkan sama semuanya, tidak ada perbedaan sama sekali, hal ini seolah-olah data yang dihasilkan merupakan “copy paste” dari pengulangan pertama, dan berdasarkan dari hasil pengamatan observer pada saat mini riset ini dilakukan, sebenarnya hasil percobaannya tidak sama persis seperti itu pada setiap pengulangan. Dengan demikian maka pengumpulan datanya masih berupa perkiraan, hal ini didukung oleh hasil rekaman audiovisual yang ditranskripkan sebagai berikut : “…Yang pertama saya coba itu lobak, setelah dimasukkan ke H2O2 gelembungnya itu sedikit sekali, saya lihatnya masingmasing selama 2 menit. Setelah 2 menit itu ternyata di dalam tabung reaksi terdapat gelembung sekitar seperempat tabung saja, 107
sedikit sekali gitu… Berikutnya wortel, diamati juga sama selama 2 menitan, kalau wortel itu sampai setengahnya gelembungnya, tapi ketika yang saya masukkan singkong, itu langsung seperti ketika kita masukkan ekstrak hati, gelembungnya sampai ke atas. Kemudian ubi jalar, ubi jalar juga sedikit hampir sama seperti wortel gelembungnya terbentuk. Pada talas, gelembungnya tiga perempatnya lebih dikit…” Pada kualitas kurang juga ada laporan mini riset yang tidak melakukan metode pengumpulan data sama sekali, yaitu pada mini riset 9 dengan judul “Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ginjal, dan otot ikan terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida”. Pada kualitas cukup pengumpulan data dilakukan secara minim, data dicatat dan disajikan tapi tidak tersusun, seperti yang terlihat pada tabel hasil pengamatan mini riset 8 “Uji Vitamin C” berikut: Tabel hasil percobaan “Uji Vitamin C” Perlakuan
Rata-rata volume I2 3 ml vitamin C
3 ml vitamin C + 3 ml air
Vitamin C normal
2,4 ml
2,5 ml
Vitamin C dipanaskan
2,5 ml
2,7 ml
Vitamin C + NaHCO3
2,3 ml
2,5 ml
Vitamin C dipanaskan + NaHCO3
2,4 ml
2,5 ml
Berdasarkan tabel tersebut, data dicatat tapi tidak tersusun. Pada baris pertama tabel tersebut tertulis “rata-rata volume I2”, pada baris keduanya tertulis “3 ml vitamin” dan “3 ml vitamin C+3 ml air”, hal ini tidak jelas menyebutkan rata-rata volume I2 yang bagaimana apakah yang ditambahkan pada 3 ml vitamin C dan yang ditambahkan pada 3 ml vitamin C+3 ml air, atau rata-rata I2 yang dibutuhkan untuk iodometri pada 3 ml
108
vitamin C dan 3 ml vitamin C+3 ml air pada setiap perlakuan. Metoda pengumpulan data tersebut tidak dapat dengan jelas mengkomunikasikan apa
yang
hendak
disampaikan,
kemungkinan
dapat
menimbulkan
misunderstanding pada beberapa pembaca yang tidak mengetahui tujuan dan desain percobaan. Selain itu pada tabel tersebut juga hanya disajikan rata-rata data dari setiap pengulangan perlakuan, sedangkan data pengulangan setiap perlakuannya tidak disajikan. Pada kualitas baik, sejumlah data yang masuk dikumpulkan dalam keadaan yang sesuai, data dicatat dan disajikan dengan menggunakan metoda yang tersusun, seperti dapat dilihat pada tabel hasil pengumpulan data dari mini riset 5 “Perbandingan pertumbuhan tunas akar pada bawang merah, bawang putih, dan bawang Bombay dalam kondisi yang sama” Tabel hasil percobaan “Perbandingan pertumbuhan tunas akar pada bawang merah, berikut : bawang putih, dan bawang bombay dalam kondisi yang sama” Jenis Bawang Bawang merah Bawang bombay Panjang Jumlah Panjang Jumlah 1 7,5 10 8,2 21 2 6,5 15 8,1 28 3 11,6 53 2 1 4 8,7 42 6,3 32 Rata-rata 8,58 30 6,15 20 Keterangan : Panjang dalam satuan cm Jumlah dihitung per helai akar
Pengulangan
Bawang putih Panjang Jumlah 1 2 1,6 5 1 4 1 39 1,15 12
Pada tabel diatas terlihat bahwa data sudah dicatat, pengumpulan dan penyajiannya sudah tersusun, tapi pada tabel kurang spesifik menyebutkan aspek “panjang” untuk menunjukkan panjang apa. Kalau mau dikomunikasikan harus secara jelas disebutkan bahwa panjang tersebut adalah panjang akar. Data pada setiap bawang dan pengulangannya dicatat,
109
baik pada panjang akar (dalam satuan cm) maupun pada jumlah helaian akarnya. Rata-rata data pada setiap bawang dan pengulangannya pun dicatat, sehingga kita sebagai pembaca dapat membuat kesimpulan sendiri pada jenis bawang yang mana yang akarnya paling panjang dan jumlah akarnya paling banyak. Pada kualitas sangat baik data yang signifikan dikumpulkan sangat efisien dengan cara yang tepat, data dicatat akurat dan disajikan menggunakan
metoda
tersusun
dan
sangat
relevan
seperti
pada
pengumpulan data mini riset 1 “Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida” berikut : Tabel hasil percobaan “Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida” N o 1 2
3
4
5
Percobaan /Perlakuan ekstrak Hati+ H2O2 ekstrak Jantung+H2 O2 ekstrak Usus + H2O2 ekstrak Otot + H2O2 ekstrak Ampela+ H2O2
1 A 24 ml
B 16’’
Hasil Reaksi dalam setiap pengulangan 2 3 4 A B A B A B 20 23 25 18’’ 16’’ 18’’ ml ml ml
A 25 ml
B 20’ ’
A 23,4 ml
B 17,6 detik
Rata-rata
5
15 ml
9’’
15 ml
12’’
8 ml
8’’
11 ml
14’’
12 ml
20’ ’
12,2 ml
12,6 detik
14 ml
13’’
10 ml
8’’
11 ml
10’’
15 ml
12’’
13 ml
12’ ’
12,6 ml
11 detik
-
1,6 ml
-
5’’
15,4 ml
1,88 detik
2 ml * 18 ml *
Catatan: A B 1–5 *
-
2’’
2 ml * 14 ml *
-
3’’
1 ml * 14 ml *
-
3’’
2 ml * 16 ml *
-
2’’
1 ml * 15 ml *
= Jumlah gelembung dalam satuan ml = perubahan bara menjadi nyala api (Lama nyala api) = Banyaknya Ulangan = gelembung / busa lebih padat kerapatannya
Pada tabel pengumpulan data tersebut, data dikumpulkan sangat efisien dengan cara yang tepat, data dicatat akurat dan disajikan
110
menggunakan metoda tersusun dan sangat relevan, seperti yang terlihat di atas hasil reaksi dari setiap perlakuan dengan kelima kali pengulangannya dicatat baik jumlah gelembungnya (dalam satuan milliliter) maupun lamanya nyala api (dalam satuan detik). Selain itu pada tabel tersebut juga terlihat adanya penghitungan rata-rata data dari semua pengulangan, sehingga bisa diperoleh kesimpulan umum dari hasil reaksi enzim pada setiap perlakuan, baik hasil reaksi berupa jumlah gelembungnya maupun lamamya nyala api dari bara, sebagai indicator dihasilkannya oksigen pada reaksi enzim tersebut, sehingga memudahkan pembaca yang lain juga untuk memberi kesimpulan perlakuan mana yang menghasilkan gelembung paling banyak dan nyala api paling lama. Jika dilihat dari bagaimana metoda pengumpulan data yang dilakukan guru, dapat diperoleh gambaran bahwa kemampuan guru dalam mengumpulkan data bervariasi, ada yang sudah mampu yang ditunjukkan dengan kualitas mengumpulkan datanya yang cukup, baik, dan sangat baik, tapi ada juga yang kurang mampu yang ditunjukkan dengan kualitas metoda pengumpulan datanya yang masih kurang. Kurangnya kemampuan guru dalam menenentukan metode pengumpulan data agaknya kurang disadari, hal ini karena berdasarkan hasil angket pada pertanyaan tentang kesulitan yang dialami pada saat melaksanakan mini riset tidak ada satu orang pun guru yang memilih aspek pengambilan dan pengumpulan data.
111
g) Kualitas dalam Menganalisis Data NSTA & AETS (1998) menyatakan bahwa siswa sains seharusnya diberi kesempatan untuk menganalisis data sehingga siswa dapat meningkatkan kreativitas dalam membuat suatu komunikasi seperti membuat tabel dan grafik, sehingga dalam pembelajaran berbasis inkuiri guru dituntut agar dapat mengasah keterampian siswa dalam menganalisis data untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang masuk akal. Dengan demikian guru pun harus mampu dalam menganalisis data. Carin
(1997)
mengatakan
bahwa
kemampuan
menganalisis
merupakan kemampuan membuat kesimpulan sementara berdasarkan penalaran untuk menjelaskan suatu hasil observasi. Berdasarkan data pada Tabel 4.1 diperoleh data bahwa aspek analisis data secara rata-rata berkualitas cukup dan berdasarkan Tabel 4.2 seperti dapat dilihat pada gambar 4.10 diperoleh bahwa aspek menganalisis data pada mini riset guru sebanyak 33,33% berkualitas kurang dan 66,67% analisis data berada pada kualitas cukup. Distribusi Persentase Kualitas Analisis data 80
66,67
60 40
33,33
20
0
0
Baik
Sangat baik
0 Kurang
Cukup
Gambar 4.10 Distribusi Persentase Kualitas Analisis Data
112
Pada kualitas kurang, analisis dilakukan kurang tepat atau bahkan tidak membuat analisis sama sekali seperti pada mini riset 9. Analisis yang kurang tepat misalnya pada analisis data laporan mini riset 7 “Menguji enzim katalase pada umbi-umbian” berikut : “Setelah dilakukan percobaan pada larutan H2O2 dengan ekstrak umbi tanaman didapatkan gelembung (ini menunjukkan adanya kerja enzim katalase pada peroksida/H2O2). Begitu juga ketika diuji dengan uji nyala api dengan bara lidi”. Analisis tersebut kurang tepat karena tidak menganalisis semua data hasil percobaan pada setiap umbi, analisis hanya dilakukan secara umum saja, sehingga perbedaan aktivitas enzim katalase pada masing-masing umbi tidak terjelaskan. Pada kualitas cukup, analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik/matematik sederhana, mereka hanya merata-rata atau menghitung persentase, seperti pada analisis data mini riset 1 berikut (lihat juga tabel hasil percobaan “Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida” diatas) : “Perlakuan 1 (Ekstrak Hati + H2O2) :Berdasarkan data hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah gelembung yang dihasilkan setelah 5 kali pengulangan menghasilkan rata-rata sebanyak 23,4 ml dan perubahan bara menjadi nyala api setelah 5 kali pengulangan menghasilkan rata-rata sebanyak 17,6 detik. Adapun kondisi gelembung yang terbentuk selama percobaan adalah gelembung yang besar-besar dan renggang disertai adanya tekanan udara yang menekan ibu jari pada saat menutup mulut tabung. Ini berarti jumlah oksigen yang terbentuk lebih banyak, sehingga nyala api cukup besar dan lama”.
113
Contoh lain untuk analisis data berkualitas cukup misalnya pada analisis data hasil pengamatan dari mini riset 5 “Perbandingan pertumbuhan tunas akar pada bawang merah, bawang putih, dan bawang bombay dalam kondisi yang sama” berikut : “Kecepatan pertumbuhan tunas akar pada ketiga macam bawang berbeda, karena setelah dilakukan pengamatan selama 7 hari, kecepatan pertumbuhan tunas akar pada ketiga macam bawang berbeda. Hal ini ditunjukkan oleh data yang didapatkan. Pada bawang merah rata-rata panjang tunas akar pada hari ke-7 adalah 8,58 cm dengan jumlah tunas akar sebanyak 30. Pada bawang bombay rata-rata panjang tunas akar pada hari ke-7 adalah 6,15 cm dengan jumlah tunas akar sebanyak 20. Pada bawang putih rata-rata panjang tunas akar pada hari ke-7 adalah 1,15 cm dengan jumlah tunas akar sebanyak 12. (Berdasarkan hasil perhitungan persentase kandungan air pada masing-masing bawang dengan membandingkan rata-rata jumlah kandungan air dan rata-rata berat bawangnya) diperoleh data bahwa kandungan air pada bawang merah adalah 70,06%, pada bawang putih adalah 66,41%, dan pada bawang bombay adalah 77,44%”. Pada analisis data tersebut sudah cukup dapat menunjukkan rata-rata panjang tunas dan jumlah tunas akar yang tumbuh, tapi belum dapat mengkorelasikan antara panjang tunas akar dan jumlah tunas akar yang tumbuh tersebut, misalnya pada bawang merah rata-rata panjang tunas akar pada hari ke-7 adalah 8,58 cm dengan jumlah tunas akar sebanyak 30, maka berarti berapa rata-rata pertumbuhan masing-masing tunas akar setiap harinya, mana yang lebih cepat rata-rata pertumbuhan tunasnya, apakah bawang merah, bawang bombay, ataukah bawang putih. Kemudian jika dilihat dari hipotesis bahwa kandungan air yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan akar tersebut, analisis datanya juga kurang. Harusnya dikorelasikan antara kecepatan pertumbuhan akar dengan persentase 114
kandungan airnya, sehingga jelas terlihat bedanya antara ketiga bawang tersebut mana yang lebih cepat pertumbuhan akarnya, dan apakah benar faktor penyebabnya adalah kandungan air. Jika dilihat dari hasil analisis aspek analisis data yang masih berada pada kualitas kurang dan cukup (tidak ada yang berkualitas baik, apalagi sangat baik) maka berarti banyak guru yang belum mampu menganalisis data dengan baik. Kemampuan guru masih lemah dalam hal menarik suatu pola atau keteraturan dari data, melakukan korelasi antara data yang satu dengan yang lainnya, juga dalam penggunaan uji statistiknya. Tapi hal itu sepertinya kurang disadari oleh guru karena berdasrakan hasil angket, hanya 10% guru saja yang merasa kesulitan dalam menganalisis data.
h) Kualitas Kesimpulan Kesimpulan merupakan penjelasan berdasarkan apa yang diketahui dan diamati, dan membutuhkan penalaran untuk menjawab hipotesis (Shavelson, 2002). Berdasarkan data pada tabel 4.1 diperoleh data bahwa rata-rata kualitas kesimpulan adalah baik, dan jika dianalisis secara spesifik kualitas pada aspek kesimpulan seperti pada tabel 4.2 diperoleh data bahwa sebanyak 11,11% kesimpulan berkualitas kurang, 44,44% berkualitas cukup, 22,22% berkualitas baik, dan 22,22% berkualitas sangat baik.
115
Distribusi Persentase Kualitas Kesimpulan 44,44
50 40 30 20
22,22
22,22
Baik
Sangat baik
11,11
10 0 Kurang
Cukup
Gambar 4.11 Distribusi Persentase Kualitas Kesimpulan
Pada kualitas cukup, kesimpulan kurang memberikan penjelasan dari
hasil
dan
hanya
sedikit
memberikan
hubungan
dengan
pertanyaan/hipotesis, misalnya pada mini riset 5 untuk menguji hipotesis “Kecepatan pertumbuhan tunas akar pada ketiga macam bawang berbeda; Kandungan air mempengaruhi kecepatan pertumbuhan akar; Kandungan protein, lemak, dan amilum mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tunas akar”, kesimpulan yang disusun adalah “Dari hasil pengamatan yang didapat ternyata kecepatan pertumbuhan tunas akar dari bawang merah, bawan bombay dan bawang putih didapat hasil yang berbeda-beda, 2) Kandungan air pada bawang berbanding lurus terhadap kecepatan pertumbuhan tunas akar. Dari hasil disimpulkan bahwa bawang yang memiliki kandungan air tinggi memiliki kecepatan pertumbuhan lebih cepat”. Dari kesimpulan tersebut, jelas sekali tidak menyinggung tentang pengaruh kandungan protein, lemak, dan amilum terhadap pertumbuhan tunas akar, padahal pada hipotesis ada, sehingga hanya sedikit berhubungan dengan hipotesis.
116
Pada kualitas baik, kesimpulan memberikan penjelasan yang masuk akal dari hasil dan cukup sesuai dengan hipotesis. Misalnya pada mini riset 4 “Pigmen photosintesis Lichen”, yang ingin menguji hipotesis “Lichen dan bryophyta mempunyai gradasi warna yang sama dengan tumbuhan plantae” dengan hasil seperti gambar berikut :
a.
b
Pemisahan pigmen pada : a) musci,
b) usnea
kesimpulan yang diberikan adalah : “Pada usnea ternyata terdapat pigmen : 1. Carotene, 2. Phaeophytin, 3. Lutein, 4. klorofil a dan klorofil b, 5. Neoxanthin. Pada parmellia muncul pigment: 1. Carotene, 2. Phaeophytin, 3. Lutein, 4. klorophyll a dan. klorophyll b. Pada tumbuhan musci di dapat gradasi pigmen: 1. Carotene, 2. Phaeophytin, 3. Lutein, 4. klorofil a dan klorofil b, 5. Neoxanthin.. Pada percobaan cromatografi kali ini muncul spot berwarna abu abu, dan terdapat di atas lutein . Diperkirakan ini adalah phaeophysin yang merupakan degradasi hasil pembentukan klorofil (katayama, journal of biology education, 2003 ) yang biasanya terdapat pada daun-daun yang tua, yang merupakan klorophyll yang kehilangan ion mg²+. Sementar lutein yang muncul lebih lambat dibandingkan klorofil a ternyata berpindah posisi diatas klorofil a dan di beberapa percobaan yang menggunakan solvent yang berbeda ( katayama , rini ( 2003 ) lutein muncul sebelum klorofil a dan terletak dibawah klorofil b. Terbukti bahwa pada tumbuhan lichen dan lumut mengandung pigment carotene, clorophyll a dan b, lutein dan neoxanthin (xanthophyll) seperti halnya terdapat pada tumbuhan plantae.” 117
Kesimpulan tersebut cukup masuk akal dengan hasil percobaan yang mengidentifikasi pigmen-pigmen pada Lichen (Usnea dan Parmelia) dan pada Bryophyta (Musci) dan dibandingkan dengan tumbuhan pembanding (Plantae) maka kesimpulan cukup sesuai dengan hipotesisnya. Pada kualitas sangat baik, kesimpulan memberikan penjelasan yang jelas sekali dari hasil, dan berhubungan langsung dengan pertanyaan atau hipotesis, seperti pada mini riset “Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida”. Kesimpulan yang disusun adalah sebagai berikut: “Setelah melihat dan membandingkan data hasil percobaan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1) Pada umumnya hampir di setiap organ/jaringan hewan (ayam), dapat ditemukan enzim katalase, tetapi dengan kadar yang bervariasi. Hal tersebut kemungkinan bergantung pada fungsi masing-masing organ. Semakin berat fungsi organ maka jumlah katalase semakin banyak. 2) Dari hasil percobaan sebanyak 5 kali pengulangan terlihat bahwa hati merupakan organ yang paling banyak menghasilkan gelembung dan perubahan nyala apinya paling lama. Ini membuktikan bahwa di dalam hati, jumlah katalase lebih banyak dan bekerjanya pun lebih efisien. 3) Jadi, berdasarkan rumusan masalah dan hipotesa yang dibuat, serta melihat hasil percobaan, diketahui bahwa : Efektifitas penguraian hidrogen peroksida di dalam jaringan hewan secara berurutan adalah di hati, jantung, usus, ampela, dan otot”. Kesimpulan tersebut memberikan penjelasan yang jelas sekali dari hasil percobaan
(lihat juga tabel hasil percobaan “Membandingkan
pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida”), dan sesuai dengan hipotesis “Semakin giat kerja jaringan tubuh, maka enzim katalase akan semakin banyak atau berarti penguraian hidrogen peroksida
118
semakin efektif; Hati ayam mengandung lebih banyak enzim katalase dibandingkan organ lainnya”. Contoh lain rumusan kesimpulan dalam kualitas sangat baik adalah pada mini riset “Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor“, kesimpulan yang disusun adalah “Sel akan mengalami plasmolisis jika diletakkan dalam larutan hipertonis, Awal plasmolisis terjadi pada sel yang diletakkan pada larutan garam dengan konsentrasi 0,6%, Makin tinggi konsentrasi larutan garam makin besar kerusakan pada membran sel”, kesimpulan tersebut sesuai dengan hasil percobaan dan hipotesis “Semakin tinggi konsentrasi larutan garam yang diberikan maka semakin besar kemungkinan awal terjadinya plasmolisis pada daun Rhoe discolor” Berdasarkan hasil analisis laporan mini riset, semua guru melakukan pengulangan dalam mini risetnya, rata-rata sebanyak 4 atau 5 kali ulangan. Dari hasil angket diperoleh keterangan bahwa mereka melakukan pengulangan dengan alasan agar mendapat jawaban/hasil yang stabil (valid) dan untuk menghilangkan/meminimalkan kesalahan-kesalahan teknik, juga supaya percobaan betul-betul mendapatkan fakta yang benar dan akurat. Hasil pengulangan percobaan/perlakuan akan berpengaruh terhadap kesimpulan. Jika hasil pengulangan sudah stabil (mendapatkan data yang tetap, tidak berbeda secara signifikan), maka kesimpulan yang diambil sudah dapat dipertanggungjawabkan, sehingga hal ini juga berpengaruh
119
pada kualitas dalam membuat kesimpulan yang berada pada kualitas cukup, baik, dan sangat baik, tidak ada yang dalam kualitas kurang.
i) Kualitas Rekomendasi Berdasarkan Tabel 4.1 rata-rata rekomendasi berkualitas baik, dan secara spesifik analisis data terhadap kualitas pada aspek rekomendasi (Tabel 4.2), diperoleh data bahwa sebanyak 22,22% berkualitas kurang, 33,33% berkualitas cukup, dan 44,44% rekomendasi berkualitas baik. Distribusi Persentase Kualitas Rekomendasi 50
44,44
40
33,33
30
22,22
20 10
0
0 Kurang
Cukup
Baik
Sangat baik
Gambar 4.12 Distribusi Persentase Kualitas Rekomendasi
Pada kualitas kurang, tidak ada rekomendasi yang disusun pada laporan mini riset, seperti pada mini riset 7 dan 9. Pada kualitas cukup, rekomendasi tidak konsisten dengan penemuan dan ada pembelaan pertahanan, contohnya pada percobaan untuk menguji hipotesis bahwa “Nenas, papaya, jahe, jagung dan buncis mengandung enzim protease”, kesimpulan yang dibuat dari hasil pengamatan adalah “Buah nenas, pepaya dan rimpang jahe mengandung enzim protease”, rekomendasi yang diberikan
adalah
“Penelitian
lebih
lanjut
yang
diharapkan
dapat
120
dilaksanakan: mengganti substrat dengan daging, atau dengan protein jenis lain (dengan alasan enzim bekerja spesifik), mencari faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas protease”. Rekomendasi tersebut hanya sedikit sekali berhubungan dengan hasil penemuan, tidak memberikan rekomendasi bagaimana seharusnya langkah kerja penelitian lebih lanjut agar mendapatkan hasil yang signifikan. Pada kualitas baik rekomendasi dibuat masuk akal, konsisten dengan penemuan percobaan dan dipertahankan dengan baik contohnya pada mini riset untuk membuktikan bahwa lichen dan bryophyta mempunyai gradasi warna yang sama dengan tumbuhan plantae, diperoleh rekomendasi : “Terbukti bahwa pada tumbuhan lichen dan lumut mengandung pigment carotene, clorophyll a dan b, lutein dan neoxanthin (xanthophyll) seperti halnya terdapat pada tumbuhan plantae”, rekomendasi yang diberikan adalah “1) Ekstrak daun digunakan lebih cepat lebih baik untuk menghindari kerusakan pigment, 2) Diameter penetesan pigmen tidak lebih dari 0,5 cm agar pigment lebih konsentrasi sehingga dapat dipidahkan oleh pelarut pemisah (running solvent), 3) Perendaman pada saat pemisahan tidak lebih tinggi dari 1 cm agar pelarut tidak cepat menyerap sehingga pigment dapat di pisah dengan jelas, 4) Kertas cromatografi dapat dipakai sebagai pengganti TLC mungkin dapat dicari solvent-solvent yang lebih cocok dan lebih aman dan murah”. Dari analisis di atas, aspek rekomendasi masih ada yang dalam kualitas kurang (22,22%). Berdsarkan hasil angket dan wawancara hal ini karena guru merasa kesulitan dalam menganalisis data (10%), kesulitan dalam mendapatkan literature yang tepat (30%), dan kesulitan dalam pelaksanaan percobaan (10%), sehingga kurang dapat menganalisis kekurangan atau kelebihan yang dapat dikemukakan dalam rekomendasi.
121
2. Kendala/Kesulitan yang dihadapi Guru-guru dalam melaksanakan mini riset Untuk kendala/kesulitan pelaksanaan mini riset dari seluruh kegiatan mini riset yang dilakukan guru-guru, berdasarkan hasil angket ternyata sebanyak 30% guru merasa kesulitan dalam menentukan permasalahan, 20% kesulitan menyusun rancangan percobaan, 20% kesulitan dalam menganalisis data, 20% kesulitan dalam mendapatkan literature yang tepat, dan 10% kesulitan dalam pelaksanaan percobaan. Dari seluruh mini riset yang anda lakukan, apa yang dirasa paling sulit? menentukan permasalahan
30
menyusun rancangan percobaan
20
menganalisis data
10
mendapatkan literature yang tepat
30
pelaksanaan (teknik) percobaan
10 0
5
10
15
20
25
30
35
Gambar 4.13 Distribusi Persentase kesulitan guru pada kegiatan mini riset
Berdasarkan data tersebut kesulitan yang paling besar dirasakan oleh guru dalam mini riset adalah menemukan ide untuk menentukan topik permasalahan dan mendapatkan literature yang tepat. Melalui wawancara diketahui bahwa kesulitan ini karena menurut mereka sumber-sumber informasi sangat sulit diperoleh karena perpustakaan sekolah buku-bukunya sedikit dan terbatas pada buku-buku pelajaran yang biasanya digunakan oleh siswa bukan buku teksbook untuk guru, sehingga mereka mencarinya di google (web selluler) dan kadang-kadang itupun tidak memberikan 122
jawaban atas apa yang mereka cari, bahkan ada beberapa orang guru yang merasa kesulitan juga dalam mencari literature dari internet. Sepertinya
hal
itulah
yang
menyebabkan
pemilihan
topik
permasalahan mini riset guru tidak jauh-jauh dari yang biasa dilakukan dalam pembelajaran di sekolah, mungkin hanya sedikit modifikasi. Seperti yang dapat kita ketahui dari judul-judul mini riset berikut : Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida (ini modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan pada bab Metabolime, kelas XII); Pengaruh berbagai konsentrasi larutan garam terhadap awal terjadinya plasmolisis pada daun tanaman Rhoe discolor (ini modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan pada bab Transportasi Zat dalam sel, kelas XI); Beberapa tumbuhan yang mengandung enzim protease (ini modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan pada bab Metabolime, kelas XII); Pigmen photosintesis Lichen (ini modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan pada bab Metabolime, kelas XII); Perbandingan pertumbuhan tunas akar pada bawang merah, bawang putih, dan bawang Bombay dalam kondisi yang sama (ini modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan pada bab Pertumbuhan dan Perkembangan, kelas XII); Kandungan zat tepung dalam bagian-bagian biji kacang merah (Vigna angularis) (ini modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan pada bab Pencernaan Makanan, kelas XI); Uji vitamin C (ini modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan pada bab Pencernaan Makanan, kelas XI); dan Menguji enzim katalase pada umbi-
123
umbian (ini modifikasi dari percobaan yang biasa dilakukan pada bab Metabolime, kelas XII). Sulitnya mendapatkan literatur akan sangat berakibat pada sulitnya melaksanakan tahap inkuiri yang lain, seperti dalam menentukan judul, latar belakang, desain percobaan, pengumpulan data, analisis data, kesimpulan, dan rekomendasi yang masih ada yang dalam kualitas kurang. Pada rumusan latar belakang kurang banyak diurai telaah pustakanya dan sebagian besar tidak mengacu pada hasil-hasil penelitian sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa permasalahan yang dibuat guru bukan sesuatu yang baru (hanya merupakan modifikasi dari permasalahan yang sudah terbiasa ditemukan dalam pembelajaran di kelas). Berdasarkan hal tersebut maka jelas sekali bahwa proses mengumpulkan informasi merupakan hal yang sangat penting dalam inkuiri. Menurut Chiappetta
et al. (2010) inkuiri ilmiah mencakup lebih dari
sekedar mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas-aktivitas hands-on (pengalaman langsung). Kerja laboratorium dan aktivitas-aktivitas hands-on bukanlah satu-satunya cara dimana para ilmuan dan yang lainnya mengembangkan pengetahuan. Sejumlah besar inkuri yang dilaksanakan ilmuwan melibatkan kegiatan membaca dan berdiskusi dengan orang lain. Banyak dari ilmuwan ini mungkin menghabiskan lebih banyak waktu dengan mengumpulkan gagasan dan informasi dari sumber-sumber literatur dan orang lain daripada yang mereka habiskan di dalam laboratorium.
124
Pengumpulan informasi merupakan salah satu dari aktivitas paling penting yang mendukung inkuiri. Disamping sulitnya mendapatkan literatur yang tepat, sesuai dengan hasil angket ditemukan bahwa sebanyak 10% guru tidak dapat melakukan mini riset yang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan karena kendala waktu dan bahan-bahan mini riset yang tidak terorganisis dengan baik. Kajian Lawson (1994) menyatakan beberapa alasan mengapa inkuiri kurang digemari guru di Amerika Serikat, diantaranya karena : 1) membutuhkan waktu dan energy yang banyak, 2) metode yang lambat, 3) ketidakmatangan siswa, 4) sulit mengubah perilaku mengajar sebelumnya. Sementara itu, banyak pula nilai positif yang dapat diperoleh dengan mengembangkan pembelajaran berbasis inkuiri, seperti yang ditemukan pada hasil angket guru dan wawancara guru yang tidak setuju jika kegiatan mini riset jarang dilakukan. Hal itu karena banyak kelebihan yang dapat diperoleh dari pelaksanaaan mini riset ini, seperti yang dapat kita simak pada pendapat guru berikut : “…selama ini kita sudah terlena dengan pembelajaran yang sering kita lakukan di kelas. Dengan adanya kegiatan mini riset ini sekarang kita diingatkan tentang ruhnya Biologi, yaitu kita harus menemukan sendiri suatu konsep dalam pembelajaran…adapun masalah kendala/kesulitan yang kita hadapi dapat kita minimalisir dan dicari solusinya, misalnya dengan terus belajar dan bertanya kepada orang-orang yang lebih kompeten…” Pernyataan tersebut juga sesuai dengan hasil angket yang mengungkap pendapat guru tentang fungsi dana dalam kegiatan mini riset. Guru berpendapat bahwa dana bukan merupakan hal yang terlalu sulit
125
dalam pelaksanaan mini riset, karena dana masih bisa diupayakan dan masih dapat diminimalkan. Masalah alat dan bahan juga meskipun merupakan salah satu kendala, tetapi masih dapat diupayakan dengan membuat modifikasi alat yang diperlukan atau dengan meminjam ke sekolah lain. Yang lebih menjadi kendala atau kesulitan guru pada pelaksanaan mini riset ini adalah lebih pada keterbatasan waktu dan keterbatasan ide/gagasan. Berhubungan dengan kendala-kendala tersebut, kendala waktu karena sebagian besar guru sudah merasa disibukkan dengan rutinitas mengajar sehari-hari, apalagi guru yang sudah sertifikasi, dengan beban mengajar 24 jam perminggu mengakibatkan kesulitan mengatur waktu untuk melakukan penelitian seperti mini riset. Kendala sulitnya ide/gagasan topik permasalahan, karena sulitnya literature, seperti buku teks (teksbook), jurnal-jurnal ilmiah, dan majalah-majalah ilmiah popular, sulit mereka temukan di sekolah. Akhirnya mereka harus mencari ke tempat lain, seperti perguruan tinggi, itupun terbatas lagi oleh waktu. Ada juga guru yang bisa memanfaatkan fasilitas internet untuk pencarian literature, tapi tidak sedikit guru yang masih belum bisa memanfaatkan fasilitas tersebut karena keterbatasan
kemampuan
ataupun
keterbatasan
fasilitas.
Kendala
menentukan ide/gagasan ini juga disebabkan karena guru belum terbiasa dalam melakukan mini riset, karena selama ini ketika melaksanakan eksperimen bersama siswa, guru hanya mengandalkan LKS yang sudah tersedia pada buku pelajaran sehingga ketika diberikan tantangan untuk
126
merencanakan mini riset sendiri guru mendapatkan kesulitan dalam menentukan topik permasalahan.
3. Hal-hal yang diperlukan guru dalam pelaksanaan Mini Riset Berdasarkan kesulitan dan kendala yang dihadapi guru, menurut hasil wawancara, yang diperlukan guru dalam pelaksanaan mini riset adalah tersedianya atau mudah diperolehnya literatur yang tepat sebagai bahan untuk mendapatkan informasi, disamping itu adanya waktu yang cukup untuk pelaksanaan mini riset. Kebutuhan lain yang menyangkut dana, alat dan bahan masih bisa terkendali karena tersedia di sekolah ataupun kalau tidak ada dapat meminjam di sekolah lain. Hal-hal lain yang diperlukan guru dalam mini riset adalah adanya waktu untuk ujicoba rancangan mini riset, dan proses pembimbingan atau sekadar teman untuk berdiskusi pada saat pelaksanaan mini riset. Perlunya waktu ujicoba mini riset karena sebelum melaksanakan mini riset guru-guru membuat desain (rancangan) percobaannya terlebih dahulu, ternyata sebagian besar guru merasa perlu untuk melakukan ujicoba rancangan mini risetnya, hanya 10% saja yang merasa tidak perlu. Berdasarkan hasil wawancara, guru yang merasa tidak perlu untuk ujicoba rancangan mini riset karena mini riset tersebut sudah pernah dipraktekan bersama siswa pada saat pembelajaran. Sedangkan guru yang merasa perlu ujicoba mini risetnya beralasan bahwa uji coba mini riset dilakukan agar dapat meminimalisir kesalahan pada saat pelaksanaan mini riset, disamping itu
127
agar dapat mendata kekurangan atau hal-hal yang diperlukan pada saat pelaksanaan, sehingga pada akhirnya dapat melaksanakan mini riset dengan lancar, seperti misalnya dapat kita amati pada hasil transkrip rekaman audiovisual berikut : “…Ada perubahan pada alat yang awalnya menggunakan tabung reaksi diganti dengan menggunakan gelas ukur (yang ada satuan ukurannya), tusuk sate sebagai pengganti lidi. Semua bahan dihaluskan dengan menggunakan lumpang, bukan blender…” “…Awalnya konsentrasi larutan garam yang kami buat pada awal proposal adalah mulai dari 1% - 10%, tapi kemudian kami ubah karena pada saat uji coba ternyata pada konsentrasi 1% pun sudah terjadi plasmolisis sehingga kami menganggap bahwa pada konsentrasi dibawah 1% pun sudah terjadi plasmolisis (hampir setengah bagian sel terjadi plasmolisis). Oleh karena itu percobaannya kami ubah yaitu konsentrasinya kami turunkan, tapi dengan judul yang sama “Pengaruh Berbagai Konsentrasi Larutan Garam Terhadap Awal Terjadinya Plasmolisis Pada Daun Tanaman Rhoe discolor”. Adanya guru yang melaksanakan dan tidak melaksanakan uji coba rancangan mini riset tersebut, dapat menjadi penyebab bervariasinya kualitas pada desain percobaan, yaitu 22,22% berkualitas kurang, 11,11% berkualitas cukup, 55,56% berkualitas baik, dan 11,11% berkualitas sangat baik. Padahal pada program pelatihan guru-guru Biologi dalam mengemas materi Biologi berbasis inkuiri ini, pembimbing melatih bagaimana mengidentifikasi dan mengendalikan variabel percobaan, bagaimana melakukan percobaan, dan bagaimana menggunakan suatu alat atau bahan yang sesuai dengan percobaan. Hal ini seperti yang dikemukakan Lawson di atas, bahwa guru sulit untuk meninggalkan kebiasaan sebelumnya. Guru yang rancangan mini risetnya dalam kualitas kurang ternyata setelah dianalisis dari hasil angket juga menyatakan bahwa mereka merasa 128
kesulitan dalam menyusun rancangan percobaan mini riset (20%). Dan jika dianalisis dari biodatanya ternyata guru ini adalah guru senior yang sering merasa kesulitan dalam mendapatkan literatur dan membagi waktu untuk merencanakan dan melaksanakan mini riset. Hal ini pula yang mungkin menjadi penyebab adanya kualitas kurang pada metoda pengumpulan data dan analisis data. Pada tahap merencanakan percobaan guru harus mendapatkan cara pemecahan masalah melalui identifikasi variabel percobaan, parameter yang akan diukur, mengelompokkan perlakuan, dan merencanakan cara pengambilan dan pengumpulan data, dan bagaimana menganalisis data. Menurut Donham dalam Alberta (2004) pada tahap ini mereka akan aktif mencari informasi yang berhubungan dengan topik percobaan yang diinginkan. Dalam melaksanakan mini riset, 100% guru berpendapat bahwa mereka melaksanakan mini risetnya sesuai dengan desain percobaan yang dibuat dan dalam pelaksanaan mini risetnya mereka menemukan pertanyaan lanjutan. Untuk menjawab pertanyaan lanjutan tersebut sebanyak 50% guru merasa perlu melakukan penelitian lanjutan, tapi yang lainnya yaitu 30% guru sudah merasa cukup dengan mencari informasi dari literatur/internet, dan 20% guru cukup melakukan diskusi dengan teman/pembimbing (gambar 4.14)
129
Dalam kegiatan mini riset, apakah Anda menemukan pertanyaan lanjutan?
100
0 0 0 0 0 0
Jika ya, apa yang Anda lakukan
30 20 0
50
ya melakukan penelitian lanjutan mencari informasi dari literatur/internet berdiskusi dengan teman/pembimbing
20 40 60 80 100 120
Gambar 4.14 Distribusi persentase pendapat guru tentang ada tidaknya pertanyaan lanjutan pada saat pelaksanaan mini riset dan upaya apa yang dilakukan untuk menjawabnya
Adanya guru yang menemukan pertanyaan lanjutan tersebut, dapat kita lihat pada hasil representasi rekaman video berikut : Cuplikan hasil representasi rekaman pada saat presentasi mini riset “Uji Vitamin C” : ‘‘…Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan lebih baik, maka volume vitamin C yang digunakan adalah 10 ml, yang kemarin adalah 3 ml sehingga perlu dilakukan pengujian ulang. Untuk mengetahui peranan NaHCO3 terhadap vitamin C, perlu dilakukan percobaan kembali dengan perlakuan menggunakan penambahan NaHCO3 yang berbeda, artinya jadi perlakuannya nanti tidak hanya sekedar menambahkan saja, kemarin saya menambahkan natrium hidrokarbonat itu masing-masing 0,5ml pada setiap gelas erlemeyer yang saya gunakan untuk setiap pengulangan. Mungkin untuk mengetahui kadar yang tepat bagaimana pengaruh natrium bikarbonat ini pada vitamin C, mungkin saya akan melakukan percobaan dengan kadar atau dengan volume natrium bikarbonat yang berbeda pada setiap percobaan supaya nanti sekaligus mengetahui konsentrasi berapa efektif natirium bikarbonat ini bisa mempertahankan keadaan vitamin C pada makanan terutama pada pemasakan dengan suhu tinggi…”
130
Cuplikan hasil representasi rekaman pada saat diskusi presentasi mini riset “Membandingkan pengaruh enzim katalase yang terdapat di dalam hati, usus, jantung, ampela, dan otot ayam terhadap efektifitas penguraian hydrogen peroksida” : (P = Penyaji, A1= Audiens 1, A2= Audiens 2) A1 :Bagaimana bila ke depan dilakukan lagi penelitian yang bisa membuktikan bahwa gelembung udara itu adalah oksigen, misalnya seperti pada saat fotosintesis bahwa pada peristiwa fotosintesis dihasilkan oksigen dengan menambahkan beberapa pipa kecil dengan beberapa ukurannya, jadi mungkin kita bisa memodifikasi alat yang sederhana untuk menguji apakah memang betul gelembung udara yang dihasilkan itu benar oksigen. P : Alat yang lebih akurat mungkin ya untuk mendeteksi atau menguji benar dan tidaknya itu adalah oksigen yang dimaksud. A2: untuk mengukur dan menguji ya? kalau ibu apakah di sini ada proses pengukuran oksigen? adakah pengujiannya? P : Dalam penelitian ini saya tidak melakukan pengukuran dan pengujian apakah benar ada oksigen atau tidak. Tetapi saya yakin yang dihasilkan adalah oksigen karena berdasarkan teori yang kita ketahui bersama bahwa bila hidrogen peroksida mengalami penguraian dia akan terurai menjadi air dan oksigen, hal itu yang sementara ini menjadi pegangan saya. Oksigen merupakan gas yang tidak berwujud tidak bisa kita lihat tapi bisa kita yakini itu ada karena gelembung itu berarti ada air yang terdorong atau bersenyawa dengan oksigen itu sendiri jadi memang saya belum bisa mengukur berapa banyak oksigen yang bisa dihasilkan. A2: Jadi ibu sudah yakin bahwa gas tersebut adalah oksigen berdasarkan teori, adakah hal lain yang memperkuat pernyataan tersebut? P : Karena dalam kehidupan sehari-hari oksigen itu adalah sebagai oksidator yang bisa menimbulkan energi untuk memunculkan nyala api. Saya bandingkan dalam lingkungan luar tabung bara api tetaplah bara api tetapi ketika dimasukkan ke dalam gelas ukur, bara berubah menjadi nyala api yang cukup besar, berarti kekuatan oksigen di dalam gelas ukur cukup besar sehingga mampu mengubah bara menjadi nyala api. A2: Jadi memang sudah yakin bahwa gas tersebut adalah oksigen karena berdasarkan teori yang ada dan dengan pengujian bara api. Jadi bagaimana? perlu tidak apa yang disampaikan oleh ibu tadi (A1)? P :untuk lebih valid saja mungkin kita sebaiknya mengukur juga kadar oksigen, tetapi penelitian ini juga berlanjut pada pengujian bara. Jika tidak dilakukan uji bara mungkin bisa, jadi hanya mengukur jumlah oksigen yang dihasilkan saja Tapi bila kita lanjutkan ke uji bara mungkin akan repot nantinya seperti apa.
131
Cuplikan hasil representasi rekaman pada saat presentasi mini riset “Pigmen Fotosintesis Lichen” : “…Sebenarnya penelitian ini adalah penelitian awal yang bisa dilanjutkan ke penelitian yang lain. Selain kita bisa meneliti degradasi warna pada lichen dan lumut, kita bisa meneliti bagaimana perbedaan pigmen antara daun yang terletak di ujung pohon atau daun tua? atau dibandingkan dengan tumbuhan yang lainnya? Apakah bisa menjadi parameter dalam menentukan kualitas fotosintesis? hal-hal tersebut perlu dilakukan penelitian lanjut...” Selain hal-hal di atas, berdasarkan hasil angket dan wawancara juga diketahui bahwa guru memerlukan pengulangan pada pelaksanaan mini riset. Selama melaksanakan mini riset 100% guru melaksanakan pengulangan, dan alasan dilakukannya pengulangan adalah agar hasil yang didapatkan bisa dibandingkan, agar mendapatkan nilai rata-rata data hasil penelitian, dan agar mendapatkan data yang akurat .
4.
Persepsi guru tentang pelaksanaan mini riset Untuk persepsi guru tentang mini riset, ternyata semua guru menyatakan bahwa mini riset dapat membantu mereka dalam memahami suatu konsep. Hal ini bertolak belakang dengan kualitas laporan mini riset mereka yang sebagian masih memiliki kekurangan seperti yang sudah dijelaskan di atas. Ini berarti bahwa pemahaman guru dalam mini riset hanya bersifat konseptual, hanya dipahami konsep-konsepnya saja, sedangkan prosedur pelaksanaan dan teknik pelaporan mini riset pada kenyataannya masih banyak kekurangan, hal ini menunjukkan bahwa guru jarang melakukan mini riset.
132
Walaupun demikian, guru-guru sudah menyadari pentingnya mini riset dalam mengembangkan pengetahuan, hal ini terbukti dengan pendapat guru dalam hasil angket yang menyatakan bahwa sains berdasarkan faktafakta,
setiap
keingintahuan,
hal-hal dan
baru
selalu
untuk
diawali
menjawab
dengan
keingintahuan
keingintahuantersebut
bisa
dilaksanakan dengan mini riset. Selain itu juga mereka berpendapat bahwa sains (khususnya Biologi) berisi konsep-konsep yang lahir dari hasil pengamatan berupa fenomena-fenomena alam maka proses-proses biologis menuntut pembuktian secara ilmiah melalui eksperimen. Guru-guru juga mempunyai persepsi positip terhadap pelaksanaan mini riset, sebanyak 40% guru merasa bahwa melaluui mini riset mereka bertambah kemampuannya dalam melakukan penelitian, 20% guru merasa bertambah rasa ingin tahunya, dan
40% guru merasa bertambah
pengetahuannya tentang konsep-konsep Biologi.
Apakah mini riset yang Anda lakukan dapat membantu dalam memahami suatu konsep?
100
0
ya tidak
Apakah dalam pengembangan pengetahuan ilmiah membutuhkan eksperimen (seperti mini riset)
100
0
Setelah melakukan pelatihan mini riset, apa yang menurut anda paling dirasakan manfaatnya?
kemampuan dalam melakukan penelitian bertambah rasa ingin tahu bertambah
20
0
pengetahuan tentang konsep Biologi bertambah
40 40
50
100
150
Gambar 4.15 Sebaran Persentase hasil angket yang berhubungan dengan manfaat mini riset
133
Berdasarkan hasil angket juga diketahui bahwa guru tidak setuju jika jarangnya dilakukan kegiatan mini riset karena alasan dana. Hal itu karena dana masih bisa dicari dan diupayakan alternatifnya untuk diminimalkan, karena penelitian untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan harus ada pengorbanan. Disamping itu guru-guru juga ada yang beralasan bahwa dengan mini riset, guru justru termotivasi untuk melakukan mini riset pada materi yang lain, biaya bukan masalah karena masih bisa diusahakan, yang lebih menjadi alasan dari jarangnya dilakukan mini riset adalah karena adanya keterbatasan waktu dan keterbatasan ide/gagasan, sehingga dalam mini riset guru harus benar-benar kreatif.
134