BAB IV AKTIVITAS EKONOMI SEKUNDER
4.1. Klasifikasi Industri Pada mulanya klasifikasi industri menurut Renner dibagi kedalam 8 macam industri yaitu : 1. Hunting dan fishing industries 2. Forest gathering industries 3. Pastoral industries 4. Agricultural industries 5. Mineral working industries 6. Manufacturing industries 7. Commercial industries 8. Services industries
Menurut Renner poin pertama sampai dengan lima biasanya digunakan sebagai bahan mentah untuk keperluan manufacturing, sedangkan manufacturing (poin enam) bahan-bahan mentah tersebut akan diproses lebih lanjut. Industri manufactur dicirikan dengan pengumpulan bahan Baku, memprosesan menjadi bahan yang berguna atau bermanfaat dan transfer hasil produk.
Dalam
perkembangan
selanjutnya
industri
diklasifikasikan
berdasarkan
kepemilikannya menjadi tiga macam yaitu : 1. Individual enterprize sector Sifat industri adalah, owner operator, very small scale operation, limited sales, little investment dan often seasonal character 2. Family enterprize sector Sifat industri ini adalah small number workers, relatively little investment dan often traditional dan actional production type 3. Modern sector Sifat industri ini adalah very numbers of works, over helming wage workers, job specialization, mass production dan hardly directly destimated for final consumer.
Universitas Gadjah Mada
Sementara itu industri menurut jenis barang yang diproduksinya dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis industri yaitu :
1. Industri bukan barang tahan lama Sifat industri ini memproduksi barang-barang yang tidak mahal, jenis barang yang diproduksi adalah bahan pangan dan non pangan dengan jenis produknya mudah dibuat 2. Industri barang tahan lama Sifat dari industri ini memproduksi barang yang sukar dibuat, harga produk mahal dan konsumen golongan menengah ke atas. 3. Industri intermediet Sifat industri ini adalah memproduksi barang-barang setengah jadi dan hasil produksinya sebagai bahan baku industri lain. 4.2. Teori Lokasi Industri
4.2.1. Faktor Yang Mempengaruhi Berdirinya Industri
Walaupun acapkali berdirinya industri dalam suatu lokasi secara kebetulan, namun sebenarnya banyak faktor yang menentukan berdirinya industri tersebut. Adapun faktor-faktor tersebut adalah faktor ekonomis, historis, manusia, politis dan akhirnya geografis.
Memang dimasa lampau terlalu kuat diduga bahwa pengaruh yang sifatnya geografi itu yang paling menentukan, akan tetapi bagi para geograf pemikiran seperti itu haruslah dapat dipertanggungjawabkan juga. Sehubungan dengan itu Robinson (1979) memasukkan enam unsur geografi yang mempengaruhi berdirinya industrii yaitu bahan mentah, sumber energi, tenaga kerja, suplai air, pasar dan transportasi. 4.3. Teori Lokasi Industri Weber
Seperti halnya pada aspek-aspek lain dari geografi manusia, kajian lokasii industri telah bergeser dari tata kerjanya yang bersifat deskriptif ke kajian ilmiah, artinya deduktif. Secara khusus berbagai teori dan modelnya merumuskan penjelasanpenjelasan lokasi-lokasi yang tepat bagi suatu industri.
Universitas Gadjah Mada
Tujuan utama dari teori ini adalah untuk menemukan lokasi bagi pabrik atau industri yang optimal yaitu lokasi yang terbaik secara ekonomi. Dalam hal ini kebanykan ahli ekonomi berpendapat bahwa lokasi yang terbaik adalah yang memberikan keuntungan maksimal yaitu keuntungan tertinggi yang diperoleh dari biaya yang minimal. Untuk menjelaskan teori tersebut Weber menggunakan dua pembahasan yaitu :
1. Teori least cost location Least cost location adalah lokasi optimum. Menurut Weber dipandang suatu hal yang primer (biaya transport bahan mentah dan barang jadi yang di supply industri ke pasar adalah minimal. Prinisp teori least cost location didasarkan pada asumsi berikut : 1. Wilayah seragan (topografi, iklim, dan penduduknya) 2. Sumberdaya atau bahan mentah (SDA tersebar merata) 3. Upah buruh (Upah UMR, tanpa ketentuan UMR) 4. Biaya bahan mentah (bibit dan jarak) 5. Kompetisi antar industri 6. Manusia bersifat rasional
Untuk membuktikan adanya enam pra-kondisi yang diasumsikan diatas, Weber menyusun segi tiga lokasional seperti yang terlihat pada Gambar 12. Berikut
a. Jarak ke pasar (M) dan bahan baku (R) sama dekat b. Jarak ke pasar (M) jauh dan dekat ke bahan baku (R) c. Jarak ke pasar (M) dekat dan ke bahan baku (R) jauh
Universitas Gadjah Mada
4.4. Penentuan Lokasi Pabrik
Menurut Weber tIga faktor utama penentu lokasi yaitu material, konsumen dan tenaga
kerja.
Semua
itu
ditimbang
dengan
biaya
transportasi
dan
untuk
membuktikannya Weber menggunakan tiga asumsi yaitu : 1. Hanya tersedia satu jenis alat transport 2. Tempat produksi (lokasi pabrik) hanya ada satu tempat 3. Jika ada beberapa bahan mentah, berasal dari beberapa tempat Dengan menggunakan tiga asumsi di atas, maka biaya transportasi akan tergantung dari dua hal yaitu bobot barang dan jarak pengangkutan. Jika yang menjadi dasar penentuan itu bukan bobot, melainkan volume, maka yang menentukan biaya pengangkutan adalah volume. Untuk menguji konsep ini Weber menganalisisnya menggunakakn segi tiga bobit dan segi tiga jarak. 4.5. Kiblat Bahan Mentah dan Kiblat Pasar Menurut Weber apa yang telah dilakukannya tersebut tidak cukup sederhana karena ada industri yang mengolah weight losing (bahan mentahnya selama proses pemabrikan berkurang beratnya), misalnya pabrik kertas, dan ada industri yang weight gaining (bertambah beratnya), misalnya pabrik limun. Dari kondisi ini maka dapat dirumuskan sebagai berikut yaitu jika berat bahan mentah tetap setelah di proses di pabrik, maka diberi indeks =1, tetapi jika beratnya berkurang setelah diproses di pabrik maka diberi indeks >1 dan sebaliknya jika bahan mentah setelah di proses bertambah beratnya maka diberi indeks <1. Dengan penentuan angka indek ini maka kita dapat menentukan lokasi pabrik, apakah berkiblat ke pasar atau ke bahan baku. Jika berat bahan mentah setelah di proses di pabrik bertambah berat maka lokasi pabrik harus mendekati pasar. Hal ini terjadi karena dalam keadaan yang demikian, biaya transportasi barang jadi menuju pasar lebih mahal dibandingkan biaya transportasi bahan mentah, sedangkan jika indeks =1 maka lokasi pabrik berada diantara pasar dan bahan baku. Secara matematis untuk menentukan besarnya indeks tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bobot bahan mentah \Indek material = Bobot barang jadi
Universitas Gadjah Mada
4.6. Lokasi Teoritis dan Lokasi Praktis
Dalam kenyataannya jarak antara satu titik sumber bahan mentah dengan titik pasar atau titik lainnya untuk penentuan lokasi tidak menempatkan diri dalam bentuk transportasi atau jalan lurus. Jalan dapat berbelok atau naik turun sehingga hams dibedakan lokasi teoritis dan lokasi praktis. Demikian juga jenis alat transportasi terkadang lebih dari satu jenis. Berdasarkan kenyataan ini maka penentuan lokasi secara teoritis dan praktis menjadi sangat penting. Secara teoritis lokasi optimal bisa diperoleh dari penentuan lokasi segitiga bobot atau segitiga lokasi, namun secara praktis lokasi tersebut masih bisa jadi belum optimal. Hal ini terjadi karena secara praktis akan mempertimbangkan jalur transportasi melaluinya. Misalnya titik A secara praktis sangat optimal karena di lalui oleh jalur darat dan laut atau kereta api, sedangkan lokasi B hanya di lalui jalur truk/bus.
Universitas Gadjah Mada