BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI KEMISKINAN A. KETIDAKBERDAYAAN Dalam beberapa dekade terakhir ini, pengertian dan pemahaman tentang kemiskinan telah banyak bergeser dari pengertian dan pemahaman sebelumnya. Apabila sebelumnya kemiskinan dipandang secara sempit hanya pada aspek ekonomi saja, kini pengertian kemiskinan berkembang mencakup aspek – aspek kahidupan yang jauh lebih luas. Secara umum kemiskinan mencakup aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik. Dimensi kemiskinan yang mudah diamati adalah bahwa suatu keluarga tersebut tidak mampu untuk ememnuhi standar minimum kebutuhan pokok keluarga untuk hidup secara layak. Namun dalam perkembangan selanjutnya kemiskinan ditandai dengan adanya kerentanan dan ketidak berdayaan sekelompok
masyarakat
terhadap
sistem
dan
kebijakan
pemerintah
yang
diberlakukan, sehingga mereka berada pada posisi terpinggirkan. Analisa tentang dimensi dan penyebab kemiskinan menjadi sangat penting karena pemahaman terhadap masalah kemiskina penanggulangannya.
Terdapat
4
masalah
ini akan menentukan strategi
penting
yang
berkaitan
dengan
ketidakberdayaan masyarakat menghadapi kemiskinan yaitu : 1. Terjadinya perubahan pemikiran tentang kemiskinan yang dipicu oleh pengalaman empiris kegagalan penanggulangan kemiskinan secara efektif dan berkelanjutan. Pemahaman tersebut berkembang dari hanya sekedar kemiskinan materi ( ukuran pendapatan atau pengeluaran/ konsumsi ) menjadi kemiskinan insani ( memasukkan aspek pendidikan dan kesehatan) yang kemudian menjadi kemiskinan martabat yaitu kurangnya partisipasi sosial
dan
politik
yang
tercermin
dalam
wujud
ketidakberdayaan
(powerlessness ), keterdiaman ( voicelessness) dan kerentanan (vulnerability ). Pada tahapan ini kemiskinan menjadi lebih kompleks bukan hanya sekedar basic needs saja. 2. Sebagai konsekwensinya pemecahan masalah kemiskinan bukan hanya berkutat pada masalah ekonomi namun juga berkembang menjadi masalah
68
sosial, budaya dan politik. Secara lebih detail akar masalah kemiskinan menjadi lebih kompleks seperti dalam gambar 4.1. berikut ini : Gambar 4.1 Akar Permasalahan Kemiskinan di Indonesia
Ketidakberdayaan masyarakat miskin
Rendahnya keterlibatan dlm ekonomi produktif
Terhambatnya mobilitas sosial
Terbatasny a kapasitas pengemb potensi diri
• • •
Kondisi ksehatan & pendidikan Rendahnya motivasi pengemb diri Tertekannya ksadaran hak dasar
Kterasingan sosial
• • •
Lemahnya modal sosial Hilangnya kpercayaan sosial Disfungsi klembagaan lembaga sosial
Rendahnya kmampuan akses kesempatan usaha
• • •
Tbatasnya kepemilikan aset produktif Lemahnya sumber daya modal usaha Rendahnya tk kwirausahaan sosial
Menyempit nya kesempatan ekonomi/ usaha
• • •
Kpincangan distribusi kekayaan Kecurangan praktek bisnis Degradasi sumber daya alam dan lingkungan
Ketiadaan partisipasi dlm penentuan kebijakan publik
Ketiadaan representasi si miskin
• •
•
Lemahnya swa organisasi Krg berkembangn ya kepemimpina n kelompok Lemahnya jejaring kaum miskin
Terbatsany a ruang publik
• • •
Birokrasi tll berkuasa Elit politik yg tidak responsif Tata pemerintahan yang otokratis
Sosio ekonomi Sosio kultural
Sosio politik
Akar masalah kemiskinan multi dimensional
Dalam bagan akar permasalahan kemiskinan tersebut, ditunjukkan bahwa terdapat 3 unsur utama pembentuk akar permasalahan kemiskinan yaitu dari sisi sosio kuktural, sosio ekonomi dan sosio politik. Yang masing – masing bisa diterjemahkan dalam kehidupan baik dari sisi terbatasnya kapasitas pengembangan potensi diri, keterasingan sosial, rendahnya kemampuan akses kepentingan usaha, menyempitnya kesempatan ekonomi/ usaha,
69
ketiadaan representasi si miskin, terbatasnya ruang publik. Muara dari kasus – kasus tersebut adalah ketidakberdayaan masyarakat miskin.
3. Transformasi struktur dan proses a. Transformasi Struktur, dalam transformasi struktur ini terdapat 4 permasalahan yaitu : •
pemerintah tingkat masyarakat lebih cenderung mementingkan kepentingan minoritas yang tidak miskin dalam menentukan kebijakan politiknya,
•
sektor swasta melakukan eksploitasi pemerintah pada tingkat masyarakat untuk mengambil sumber daya alam dan modal komunitas dengan mengurangi akses kaum miskin terhadapnya,
•
Bantuan LSM berhasil dalam menangani keterbatasan akses atas modal manusia dan modal finansial
•
pendekatan
partisipatif
meningkat
penggunaannya
dalam
kegiatan pengembangan, membantu kaum miskin menggunakan hak – haknya. b. Transformasi Proses, dalam transformasi proses terdapat beberapa hal mengacu pada proses berkesinambungan yang dilakukan oleh pemerintah terkadang belum ramah pada kemiskinan (pro poor policy), antara lain : •
Beberapa kebijakan untuk pemanfaatan lahan, impor makanan, pertanian, sumber daya alam bersifat melemahkan pemberdayaan dan mengganggu mata pencaharian kaum miskin.
•
Sebagian dari kemajuan tehnologi mengganggu mata pencaharian kaum miskin dan tidak adanya perlindungan atas kebijakan/ peraturan
•
Program pembangunan yang kurang peka terhadap persoalan gender
•
Tidak adanya investasi pada pendidikan anak – anak pasca SD.
4. Masalah kemiskinan yang berakar pada faktor internal dan eksternal pada berbagai aras yang lebih dominan dan berujung pada masalah institusi atau tata kelembagaan yang mencerminkan relasi kekuasaan yang tidak adil. Di
70
mana issue strategis masalah kemiskinan antara lain berhubungan dengan kesempatan bagi si miskin, rendahnya kemampuan masyarakat miskin dalam melakukan kegiatan ekonomi produktif, lemahnya keberdayaan masyarakat miskin sehingga berakibat pada rendahnya kemampuan berorganisasi dan membentuk lembaga sosial. Kurangnya perlindungan sosial namun secara langsung berbenturan dengan kekhawatiran akan timbulnya ketergantungan masyarakat miskin terhadap bantuan dari pemerintah. Untuk menggambarkan permasalahan ini, berikut akan dipaparkan aspek ekonomi dan sosial yang mengikuti kemiskinan
B. ASPEK EKONOMI Terbatasnya kesempatan di bidang ekonomi didasarkan pada indikator yang berhubungan dengan akses terhadap lapangan kerja dan akses terhadap faktor produksi. Gambaran umum aspek ketenagakerjaan bisa dideskripsikan berdasarkan pengelompokan penduduk dalam kategori usia produktif – pra produktif, angkatan kerja – non angkata kerja, angkatan kerja yang bekerja – pengangguran, golongan miskin – tidak miskin, serta daerah perkotaan – perdesaan. Sedangkan faktor produksi yang mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat antara lain adalah modal, lahan, teknologi, tenaga kerja dan akses terhadap pasar. Berdasarkan indikator ketenagakerjaan, secara umum penduduk miskin di daerah perdesaan menunjukkan persentase yang lebih besar dibandingkan dengan penduduk miskin di daerah perkotaan, kecuali untuk indikator pengangguran terbuka. Pendekatan yang lebih spesifik untuk menggambarkan akses terhadap lapangan kerja didekati melalui indikator kesempatan kerja, kontribusi sektor usaha, dalam
penyerapan
tenaga
kerja,
tingkat
pengangguran
terbuka,
setengah
pengangguran dan kualitas pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan.
71
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii BOX 4.1 Hal yang menarik dalam kaitannya dengan fenomena pengangguran di perdesaan dan perkotaan adalah mengenai distribusinya berdasatkan indikator pengangguran terbuka dan setengah terbuka. Dua kecenderungan tersebut menunjukkan kondisi yang berkebalikan antara daerah perdesaan dengan daerah perkotaan. Pengangguran terbuka lebih banyak berada di daerah perkotaan sekitar 60%, dan sekitar 85% dari pengangguran terbuka di daerah perkotaan tersebut tergolong tidak miskin. Kondisi ini berbalikan dengan klasifikasi setengah pengangguran di mana populasinya sebagian besar berada di daerah pedesaan. Lebih dari 70% yang dikategorikan sebagai setengah pengangguran berada di daerah perdesaan di mana sekitar 80% di l
d k
k
C. ASPEK SOSIAL Aspek sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk mengakses fasilitas – fasilitas yang berkaitan dengan dimensi sosial. Terdapat beberapa indikator mengenai kekurangmampuan masyarakat dalam melakukan akses terhadap berbagai fasilitas publik, antara lain karena 1. rendahnya akses masyarakat terhadap berbagai informasi ( terutama di daerah terpencil atau terisolasi ) yang menyangkut informasi umum dan khususnya yang berkaitan dengan kebijakan publik 2. Kurangnya akses pendukung untuk pendidikan dan kesehatan seperti tenaga guru, fasilitas pendidikan, tenaga kesehatan. Secara rinci indikator kemampuan masyarakat untuk mengakses fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan bisa dijelaskan sebagai berikut. Sejalan dengan program wajib belajar 9 tahun, informasi mengenai kemampuan masyarakat dalam mengakses pendidikan dapat didekati melalui tingkat ketersediaan sekolah dasar ( SD/ MI ). Dan sekolah lanjutan tingkat pertama ( SLTP/ MTS).
Untuk melihat distribusi
penyediaan fasilitas pendidikan dalam agregat kabupaten/ kota, dihitung berdasarkan persentase desa / kelurahan yang tidak memiliki SD/MI dari seluruh desa/ kelurahan dalam satu kabupaten, dan juga dihitung berapa persentase desa/ kelurahan yang tidak memiliki SLTP/ MTs. Sedangkan untuk
72
menggambarkan kemampuan masyarakat dalam mengakses fasilitas kesehatan, dapat didekati melalui sebaran tingkat penyediaan pelayanan berupa informasi tentang persentase desa/ kelurahan dalam suatu kabupaten yang tidak memiliki fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan tersebut meliputi , Rumah sakit, Rumah bersalin, Poliklinik, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Balai pengobatan, Tempat praktek dokter, Tempat praktek bidan, Posyandu, Polindes, Apotik, Pos obat desa dan Toko khusus obat. 3. Praktek pelayanan kesehatan yang diskriminatif dan koruptif 4. Kurangnya fasilitas oleh masyarakat pada umumnya untuk menunjang perdagangan 5. Diskriminasi dan manipulasi penyaluran berbagai bantuan 6. Ketertutupan birokrasi. Berdasarkan berbagai pengalaman dari berbagai negara, para ahli tentang kesejahteraan rakyat berpendapat bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya cukup tertuju pada sektor ekonomi saja, namun merupakamn suatu gerak atas keseluruhan sistem yang memuat unsur – unsur yang saling berkaitan dan ketergantungan di mana pertumbuhan ekonomi hanya salah satu unsur di antara sekian banyak unsur yang lain.
D. KEMISKINAN DAN MASYARAKAT RENTAN Pemahaman mengenai masalah kemiskinan bukan hanya berkisar pada masalah definisi dan karakteristik masyarakat, serta masalah yang berkaitan dengan konsumsi atau material, namun juga mengacu pada ketidakberdayaan dalam berbagai aspek
kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Sumber
Kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat terdiri atas kerentanan struktural dan kerentanan sementara ( TKP3, KPK, Kementrian Bidang Kesra, 2004 ). Kerentanan Struktural ( Structural Vulnerability ) terdiri atas : a. Tingkat kemiskinan yang tinggi disertai ketidak setaraan b. Ketidakmampuan dalam mengakses terhadap pelayanan dasar hidup seperti pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan dan lain – lain c. Tingkat kejahatan tinggi atau daerah tanpa jaminan hukum karena adanya konflik horisontal
73
d. Konsentrasi kemiskinan secara gender, geografik, atau secara etnik miskin e. Kebijakan makroekonomi, pasar kerja, perburuhan dan atau kebijakan sosial yang jelek dan kurang berpihak kepada kelompok miskin dan rentan f.
Perubahan peraturan yang berakibat diversifikasi asset
g. Tenaga kerja dengan ketrampilan rendah dan pekerja lepas h. Keterbatasan jaringan keluarga, kerabat batih dan masyarakat, serta jaringan infromasi yang terbatas i.
Tingginya tenaga kerja/ buruh anak – anak
j.
Kondisi kerja tanpa perlindungan kerja
k. Secara individual mempunyai gangguan dan keterbatasan/ ketidakmampuan fisik dan mental Sedangkan kerentanan sementara ( Transitory Vulnerability ), terdiri atas : a. Kerentanan yang berkaitan dengan musim dan atau alami seperti akibat banjir, gempa bumi, kekeringan panjang dan wabah penyakit, hama dan lain – lain b. Krisis ekonomi dan inflasi yang hebat dan multidimensional c. Terjadi peperangan Kerentanan merupakan dimensi dinamik dari proses pemiskinan dan kemiskinan sehingga membutuhkan adanya penanganan yang terencana, dan terintegrasi. Salaha satu bentuk model penangangan kerentanan adalah pemberian perlindungan sosial. Perlindungan sosial harus bersifat investasi dan bukan hanya sekedar transfer biaya. Sehingga Perlindungan sosial haruslah merupakan suatu model yang bisa menyebabkan si penerima mampu berdikari dan mandiri dalam mengangkat dirinya dari lembah kemiskinan. Faktor struktural yang paling dominan adalah faktor sosial ekonomi meliputi semakin rendahnya lahan yang bisa digunakan sebagai sarana peningkatan usaha produktif ditambah lagi adanya kegagalan panen, rendahnya akses pendidikan yang mengakibatkan banyaknya tenaga kerja pada tataran unskills dan uneducated, rendahnya peluang atau kesempatan kerja yang diciptakan kalangan swasta/ industri maupun masyarakat sendiri melalui pembentukan wirausaha baru, tekanan ekonomi yang semakin berat diakibatkan adanya inflasi yang berkelanjutan, tingginya tingkat kriminalitas yang diikuti oleh lemahnya penegakan hukum. Di sisi politis, munculnya konflik berkepanjangan baik secara vertikal maupun horisontal.
74
Di sisi lingkungan hidup timbulnya bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, yang diakibatkan kesema – menaan terhadap kelestarian lingkungan. Dari kedua sebab tersebut, kerentanan yang diakibatkan struktural lebih membutuhkan penanganan karena sangat berkaitan dengan culture / budaya.
75