VIII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP KEMISKINAN Ada dua pendekatan dalam menghitung pendapatan masing-masing individu sebagai dasar menghitung angka kemiskinan. Pertama, berdasarkan rata-rata pendapatan perkapita (diproxy dari pengeluaran) dengan membagi total pengeluaran rumah tangga (makanan dan non makanan) dengan total jumlah anggota rumah tangga. Pendekatan ratarata perkapita ini belum mempertimbangkan perbedaan tingkat konsumsi menurut golongan umur, jenis kelamin dan skala ekonomi ekonomi rumah tangga (yang ditentukan oleh komposisi umur anggota rumah tangga). Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan pendekatan ini untuk menghitung angka kemiskinan di Indonesia. Kedua, berdasarkan skala ekivalensi atau
Equivalence Scales (ES),
yang
menunjukkan ukuran pendapatan relatif dari masing-masing rumah tangga yang berbeda untuk mencapai standar hidup.
Penghitungan melalui pendekatan skala ekivalensi
didasarkan pada kenyataan bahwa kriteria untuk menentukan garis kemiskinan pada umumnya lebih banyak didasarkan pada kecukupan kebutuhan energi kalori sementara kebutuhan kecukupan pangan individu berbeda menurut umur dan jenis. Dengan demikian pengeluaran perkapita dihitung dengan mempertimbangkan perbedaan kebutuhan kecukupan kalori antara anak-anak dan orang dewasa. Metoda ini merupakan metoda alternatif disamping metoda melalui pendekatan rata-rata pendapatan perkapita untuk menghitung angka
kemiskinan. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan tersebut
untuk menghitung indeks kemiskinan dasar dan dampak kebijakan agroindustri terhadap pengurangan kemiskinan. Sudah barang tentu melalui dua pendekatan tersebut akan dihasilkan angka kemiskinan yang berbeda. Namun pembahasan analisis dalam penelitian ini lebih difokuskan pada perubahan angka kemiskinan yang terjadi dengan dilakukannya berbagai kebijakan di sektor agroindustri. Selain itu pembahasan akan lebih difokuskan pada hasil
231 perhitungan
melalui pendekatan rata-rata pendapatan per kapita agar diperoleh
pembahasan yang searah dengan angka-angka kemiskinan yang diterbitkan oleh BPS.
8.1.
Persentase Rumah Tangga Miskin Nilai dasar indeks kemiskinan (headcount index) dan perubahan indeks kemiskinan
menurut berbagai Skeenario kebijakan disajikan pada Tabel 40. Headcount index pada Skenario Dasar (sebelum dilakukan simulasi kebijakan) untuk rumah tangga secara agregat sebesar 17.33. Angka ini menunjukkan proporsi penduduk yang memiliki pendapatan per kapita di bawah garis batas kemiskinan terhadap total populasi, yang dinyatakan sebagai persentase, adalah sebesar 17.4 persen. Garis batas kemiskinan yang digunakan mengikuti garis batas kemiskinan nasional yang dikeluarkan BPS untuk tahun 2002, yaitu daerah Tabel 40. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri terhadap Kemiskinan (Headcount Index) Menurut Golongan Rumah Tangga, Tahun 2002 1
SIMULASI KEBIJAKAN
DASAR2
23.476
DAMPAK THD KEMISKINAN (%) NP Non Pert Non Pert Non Pert Petani Rendah Rendah Agregat Atas Desa Atas Kota Desa Kota 19.763 12.702 4.652 10.806 3.341 17.40
0.000 0.000 0.000
-0.050 -0.010 -0.010
-0.070 -0.010 -0.010
0.000 0.000 0.000
-0.011 0.000 0.000
-0.061 0.000 -0.020
-0.286 -0.476 -0.476 -0.476
-0.272 -0.277 -0.363 -0.378
-0.279 -0.339 -0.319 -0.369
-0.274 -0.274 -0.274 -0.328
-0.133 -0.202 -0.138 -0.234
-0.081 -0.121 -0.081 -0.121
-0.286 -0.476 -0.476 -0.382
-0.476 -0.476 -1.286 -1.286 -2.000
-0.378 -0.293 -0.898 -0.974 -1.538
-0.329 -0.339 -0.708 -0.758 -1.078
-0.547 -0.547 -0.493 -0.493 -0.712
-0.160 -0.218 -0.409 -0.420 -0.707
-0.101 -0.121 -0.263 -0.263 -0.344
-0.269 -0.280 -0.718 -0.750 -1.127
-0.286 -0.524
-0.182 -0.479
-0.229 -0.449
-0.493 -0.602
-0.096 -0.282
-0.061 -0.142
-0.170 -0.389
-0.286
-0.479
-0.070
0.219
-0.005
0.040
0.088
Buruh Tani
PENGELUARAN PEM
SK1 (Primer) SK2 (Mak) SK3 (Non mak) EKSPOR SK4 (Mak) SK5 (Non mak) SK6 (SK4+SK1) SK7 (SK5+SK1) INVESTASI SK8 (Mak) SK9 (Non mak) SK10 (Prioritas) SK11(SK10+Gprm-prior) SK12 (SK10+X prior)
-0.029 -0.010 -0.010
INSENTIF PAJAK
SK13 SK14
(Mak) (Non mak)
REDISTR PENDAP
SK15 1
Nilai headcount index menurut Skenario adalah nilai perubahan antara indeks simulasi Dasar dengan indeks masing – masing Skenario. 2 Nilai headcount index sebelum dilakukan simulasi.
232 perdesaan sebesar Rp. 96 512 per kapita per bulan, perkotaan Rp. 130 499 per kapita per bulan dan agregat Indonesia sebesar Rp. 108 889 per kapita per bulan. Angka kemiskinan untuk tahun yang sama, yaitu tahun 2002 yang diterbitkan oleh BPS sebesar 18.2 persen. Perbedaaan angka kemiskinan pada analisis ini dengan angka kemiskinan nasional disebabkan: (1) data yang digunakan dalam analisis ini adalah data SUSENAS yang berupa sampel, sementara untuk mewakili data tingkat nasional perlu dilakukan pembobotan, (2) SUSENAS tahun 2002 tidak termasuk empat provinsi, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Maluku, Maluku utara dan Papua, sementara angka kemiskinan tingkat nasional sudah memasukkan empat provinsi tersebut dengan angka estimasi. Jumlah penduduk miskin menurut golongan rumah tangga terbesar pada golongan rumah tangga buruh tani yaitu 23.5 persen dan golongan rumah tangga petani sebesar 19.8 persen. Rumah tangga non pertanian golongan rendah di desa memiliki angka kemiskinan yang lebih besar dibandingkan angka kemiskinan pada rumah tangga non pertanian golongan rendah di kota. Hal ini menunjukkan bahwa sumber kemiskinan di Indonesia berada di perdesaan. Sedangkan untuk rumah tangga non pertanian golongan atas di desa maupun di kota proporsi populasi miskin sebesar 4.7 persen dan 3.6 persen. Keberadaan penduduk miskin pada golongan rumah tangga golongan atas ini disebabkan pengelompokan rumah tangga yang digunakan untuk membangun neraca SNSE oleh BPS berdasarkan Klasifikasi Jenis Pekerjaan/Jabatan, bukan berdasarkan tingkat pendapatan. Dengan mengelompokkan berdasarkan jenis pekerjaan tersebut sebagai konsekuensi tidak semua rumah tangga golongan atas merupakan rumah tangga kaya atau berpendapatan di atas garis kemiskinan.
Definisi dan pengelompokan masing-masing golongan rumah
tangga disajikan pada Lampiran 2 dan lampiran 3). Dampak kebijakan ekonomi di sektor agroindustri yang dinyatakan sebagai perubahan indeks kemiskinan dari setiap Skenario terhadap Skenario Dasar konsisten dengan dampak kebijakan ekonomi terhadap pendapatan rumah tangga, yaitu peningkatan
233 investasi agroindustri yang dialokasikan ke agroindustri prioritas dan dikombinasikan dengan peningkatan ekspor agroindustri prioritas (SK12) merupakan skenario kebijakan yang menghasilkan penurunan tingkat kemiskinan paling besar dibandingkan skenario lainnya. Kebijakan tersebut dapat menurunkan tingkat kemiskinan pada golongan rumah tangga buruh tani sekitar 2.0 persen dari total populasi rumah tangga buruh tani. Secara umum kebijakan tunggal maupun kebijakan kombinasi peningkatan investasi agroindustri prioritas (SK 10, SK11 dan SK12) akan menurunkan angka kemiskinan lebih besar dibandingkan kebijakan lain meskipun mengkombinasikan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian prioritas dengan peningkatan investasi prioritas (SK 11 dan SK 10) tidak menghasilkan perbedaan dalam mengurangi kemiskinan. penambahan
Hal ini dapat diartikan
pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari peningkatan pengeluaran
pemerintah di sektor primer tidak cukup besar untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga mencapai garis batas kemiskinan. Apabila peningkatan investasi dialokasikan secara proporsional ke seluruh agroindustri makanan (SK8) dan agroindustri non makanan (SK9), akan menurunkan tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani lebih kecil, hanya sekitar 0.5 persen. Kebijakan peningkatan ekspor agroindustri makanan (SK4) dan non makanan (SK5) akan menurunkan tingkat kemiskinan lebih kecil dibandingkan peningkatan investasi. Kebijakan gabungan peningkatan ekspor ke agroindustri makanan dan pengeluaran pemerintah ke sektor pertanian primer (SK6) mengurangi kemiskinan lebih besar dibandingkan apabila kebijakan dilakukan secara tunggal. Alternatif kebijakan lain adalah meningkatkan pengeluaran pemerintah di sektor agroindustri makanan (SK2) dan non makanan (SK3). Kebijakan ini relatif lebih fleksibel dan secara operasional lebih mudah dilakukan karena pemerintah memiliki keleluasaan dalam mengalokasikan sumberdya. Namun dampak kebijakan tersebut terhadap penurunan tingkat kemiskinan kurang menunjukkan pengaruh. Sedangkan kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah ke sektor pertanian primer (SK
234 1) menunjukkan dampak penurunan kemiskinan yang lebih besar dibandingkan kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor agroindustri. Kebijakan lain adalah melalui perpajakan (SK14). Pemberian insentif pajak agroindustri sebesar 10% ke agroindustri non makanan (SK14) akan menurunkan tingkat kemiskinan lebih besar dibandingkan bila kebijakan ditujukan ke agroindustri makanan (SK13). Namun kebijakan ini menghasilkan dampak yang lebih kecil dibandingkan dengan kebijakan peningkatan investasi dan ekspor. Kebijakan terakhir (SK15) adalah melakukan redistribusi pendapatan dari rumah tangga golongan atas ke rumah tangga golongan rendah (kelompok buruh tani, petani kecil dan rumah tangga golongan rendah di desa dan kota). Kebijakan ini efektif memperbaiki distribusi pendapatan rumah tangga dan mengurangi kemiskinan golongan rumah tangga buruh tani,
petani dan golongan rendah, tetapi meningkatkan kemiskinan rumah tangga
golongan atas di desa. Kebijakan ini juga secara agregat menurunkan output nasional (Tabel 31). Secara umum dampak kebijakan ekonomi di sektor agroindustri menghasilkan penurunan tingkat kemiskinan lebih besar bagi rumah tangga buruh tani dan petani. Hal ini disebabkan dampak kebijakan tersebut akan menghasilkan marginal utility bagi golongan rumah tangga berpendapatan rendah yang lebih besar dibandingkan golongan rumah tangga lain. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa peningkatan investasi dan ekspor yang ditujukan ke agroindustri non makanan dapat menurunkan tingkat kemiskinan relatif lebih besar dibandingkan bila kebijakan yang sama ditujukan ke agroindustri makanan. Hal ini dapat dijelaskan melalui analisis jalur struktural (SPA) yang menunjukkan bahwa pengembangan sektor agroindustri non makanan pengaruhnya akan dipancarkan secara terbatas ke rumah tangga non pertanian setelah melewati sektor perdagangan, modal, sektor industri berat dan ringan dan tenaga kerja non pertanian baik di desa maupun di kota.
235 Apabila dicermati lebih lanjut meskipun pengaruh terbesarnya memancar hanya terbatas ke golongan rumah tangga non pertanian, besaran pengaruh yang dipancarkan dari faktor produksi tenaga kerja non pertanian ke rumah tangga menunjukkan nilai yang jauh lebih besar dibandingkan pengaruh yang dipancarkan dari tenaga kerja pertanian ke rumah tangga yang berasal dari pengembangan sektor agroindustri makanan. Tenaga kerja non pertanian dapat memancarkan kembali pengaruh yang jauh lebih besar ke rumah tangga non pertanian karena tenaga kerja non pertanian memiliki keterkaitan yang lebih luas dengan sektor non pertanian lain sehingga menghasilkan dampak pengganda jalur yang lebih besar. Dengan pancaran pengaruh yang lebih terbatas ke rumah tangga non pertanian namun dengan besaran pengaruh yang lebih besar maka pengembangan sektor agroindustri non makanan berdampak mengurangi kemiskinan yang lebih besar namun menghasilkan dampak yang lebih kecil terhadap distribusi pendapatan. Dengan menggunakan skala ekivalensi diperoleh angka kemiskinan headcount index yang lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan melalui rata-rata pendapatan perkapita (Lampiran 11). Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan menggunakan skala ekivalensi, indeks kemiskinan headcount untuk rumah tangga secara agregat sebesar 3.92, jauh lebih kecil dibandingkan dengan metoda yang digunakan oleh BPS sebesar 17.3 persen. Artinya bahwa pembobotan anak dalam menentukan pendapatan (diproxy dari pengeluaran) akan meghasilkan angka pendapatan perkapita yang lebih besar sehingga angka kemiskinan menjadi lebih kecil. Hal ini bisa disebabkan proporsi anak terhadap total anggota rumah tangga di Indonesia relatif tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan angka kemiskinan yang cukup tinggi tersebut adalah pada metode skala ekivalensi yang digunakan.
Mengingat belum ada penelitian untuk menghitung skala
ekivalensi yang sesuai untuk Indonesia, analisis ini menggunakan metoda yang dikembangkan oleh Cockburn (2002) yang telah digunakan di beberapa negara, terutama Australia, Nepal dan beberapa negara lain, namun belum tentu sesuai untuk Indonesia.
236 Oleh karena itu untuk memperoleh angka kemiskinan yang tepat, perlu dilakukan penyesuaian, terutama dalam hal metoda penghitungan skala ekivalensi yang digunakan. Seperti diuraikan sebelumnya bahwa fokus bahasan dari penghitungan indeks kemiskinan dalam penelitian ini terutama pada perubahan indeks kemiskinan sebelum dan sesudah diberlakukan kebijakan ekonomi di sektor agroindustri. Dari hasil analisis dengan menggunakan skala ekivalensi yang disajikan pada Lampiran 11, terlihat bahwa kebijakan yang ditujukan di sektor agroindustri menghasilkan perubahan kemiskinan yang searah dengan perubahan kemiskinan melalui pendekatan rata-rata pendapatan perkapita namun dengan besaran yang berbeda. Kebijakan yang menghasilkan pengaruh paling besar terhadap kemiskinan adalah kebijakan peningkatan investasi ke agroindustri prioritas baik melalui kebijakan tunggal maupun kebijakan kombinasi pengeluaran pemerintah di sektor pertanian primer prioritas dan peningkatan ekspor agroindustri prioritas. 8.2. Kesenjangan Pendapatan Rumah Tangga Miskin Tabel 41 menunjukkan indeks poverty gap. Kebijakan agroindustri berdampak menurunkan indeks poverty gap dengan perubahan indeks yang lebih kecil dibandingkan perubahan headcount index.
Indeks poverty gap terbesar pada kelompok buruh tani
sebesar 3.85. Indeks tersebut menjelaskan rata-rata kesenjangan pendapatan rumah tangga buruh tani terhadap garis batas kemiskinan, yang tidak lain merupakan proporsi antara perbedaan pendapatan masing-masing penduduk miskin dengan garis batas kemiskinan terhadap garis batas kemiskinan yang dinyatakan dalam persen. Semakin besar indeks menunjukkan kesenjangan pendapatan terhadap garis batas kemiskinan yang semakin besar. Kebijakan peningkatan investasi ke agroindustri prioritas yang dikombinasikan dengan peningkatan ekspor ke agroindustri prioritas berdampak poverty gap paling besar dibandingkan kebijakan lainnya.
menurunkan indeks
Secara umum perubahan
poverty gap sebagai dampak kebijakan agroindustri menunjukkan pola yang konsisten
237 seperti halnya perubahan headcount index yaitu kebijakan ekonomi ke sektor agroindustri non makanan menghasilkan perubahan poverty gap yang lebih besar dibandingkan kebijakan ke agroindustri makanan kecuali untuk dampak kebijakan investasi terhadap rumah tangga buruh tani dan petani. Tabel 41. Dampak Kebijakan Agroindustri Terhadap Poverty Gap Index Menurut Golongan Rumah Tangga, Tahun 2002 1
SIMULASI KEBIJAKAN DASAR2
3.846
DAMPAK THD KEMISKINAN (%) Non Pert Non Pert Non Pert Non Pert Petani Rendah Rendah Agregat Atas Desa Atas Kota Desa Kota 3.476 2.075 0.614 1.934 0.490 3.280
Buruh Tani
PENGELUARAN PEM
SK1
(Primer)
-0.016
-0.014
-0.007
-0.003
-0.004
-0.001
-0.009
SK2
(Mak)
-0.004
-0.003
-0.002
-0.001
-0.001
0.000
-0.002
SK3
(Non mak)
-0.004
-0.003
-0.002
-0.001
-0.001
0.000
-0.002
EKSPOR
SK4
(Mak)
-0.089
-0.076
-0.039
-0.016
-0.028
-0.009
-0.055
SK5
(Non mak)
-0.099
-0.077
-0.049
-0.018
-0.040
-0.013
-0.066
SK6 (SK4+SK1)
-0.103
-0.089
-0.045
-0.018
-0.031
-0.010
-0.063
SK7
-0.115
-0.091
-0.055
-0.021
-0.044
-0.014
-0.074
(SK5+SK1)
INVESTASI
SK8
(Mak)
-0.106
-0.090
-0.047
-0.053
-0.033
-0.011
-0.065
SK9
(Non mak)
-0.103
-0.080
-0.050
-0.053
-0.041
-0.013
-0.068
(Prioritas)
-0.249
-0.204
-0.115
-0.045
-0.088
-0.028
-0.158
SK11 (SK10+Gprm-prior ) -0.265
-0.218
-0.122
-0.047
-0.092
-0.030
-0.167
SK12 (SK10+X prt)
-0.412
-0.337
-0.191
-0.073
-0.148
-0.047
-0.265
(Mak)
-0.062
-0.053
-0.027
-0.046
-0.019
-0.006
-0.038
SK14 (Non mak)
-0.141
-0.109
-0.069
-0.060
-0.057
-0.018
-0.094
-0.076
-0.108
-0.008
0.041
-0.003
0.004
0.020
SK10
INSENTIF PAJAK
SK13
REDISTR PENDAP
SK15 1
Nilai poverty gap index menurut Skenario adalah nilai perubahan antara indeks simulasi Dasar dengan indeks masing– masing skenario. 2 Nilai poverty gap index sebelum dilakukan simulasi.
Penghitungan indeks poverty gap dengan menggunakan skala ekivalensi menunjukkan angka yang lebih kecil dibandingkan indeks yang dihasilkan melalui metoda rata-rata pendapatan perkapita (Lampiran 12). Namun secara umum kebijakan di sektor
238 agroindustri menghasilkan
penurunan kesenjangan pendapatan rumah tangga miskin.
Kebijakan yang paling berpengaruh menurunkan kesenjangan pendapatan rumah tangga miskin tersebut konsiten dengan hasil sebelumnya yaitu kebijakan peningkatan investasi agroindustri yang ditujukan ke agroindustri prioritas. 8.3. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Miskin Indeks poverty severity menunjukkan seberapa parah kemiskinan rumah tangga atau menunjukkan distribusi pendapatan diantara rumah tangga miskin. Seperti halnya pada indeks headcount dan poverty gap kebijakan yang paling besar menurunkan indeks poverty severity adalah peningkatan investasi dikombinasikan dengan peningkatan ekspor agroindustri prioritas (SK12) kemudian diikuti dengan kebijakan peningkatan investasi di sektor agroindustri prioritas yang dikombinasikan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian primer prioritas. Golongan rumah tangga yang paling terpengaruh dengan adanya kebijakan agroindustri adalah rumah tangga buruh tani. Artinya kebijakan agroindustri mempengaruhi distribusi pendapatan rumah tangga miskin pada golongan buruh tani yang menjurus pada distribusi pendapatan antar rumah tangga miskin yang merata. Namun kebijakan redistribusi pendapatan dari rumah tangga golongan atas ke rumah tangga golongan rendah akan memperburuk distribusi pendapatan rumah tangga miskin golongan atas di desa dan di kota dan rumah tangga secara agregat (Tabel 42). Sedangkan indeks poverty severity melalui metoda skala ekivalensi disajikan pada Lampiran 13. Seperti halnya pada indeks headcount dan poverty gap kebijakan yang paling berpengaruh menurunkan indeks poverty severity adalah kebijakan kombinasi antara peningkatan investasi dan ekspor ke agroindustri prioritas (SK12). Golongan rumah tangga yang menerima dampak pengurangan kemiskinan paling besar adalah golongan rumah tangga buruh tani dan petani.
239 Tabel 42. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri Terhadap Poverty Severity Index Menurut Golongan Rumah Tangga, Tahun 2002 1
0.957
GOLONGAN RUMAH TANGGA Non Pert Non Pert Non Pert Non Pert Petani Rendah Rendah Atas Desa Atas Kota Desa Kota 0.937 0.531 0.146 0.535 0.123
(Primer) (Mak) (Non mak)
-0.005
-0.004
-0.001 -0.001
(Mak) (Non mak) (SK4+SK1) (SK5+SK1)
SIMULASI KEBIJAKAN DASAR 2
Buruh Tani
Agregat 0.940
PENGELUARAN PEM
SK1 SK2 SK3
-0.002
-0.001
-0.001
0.000
-0.003
-0.001
0.000
0.000
0.000
0.000
-0.001
-0.001
-0.001
0.000
0.000
-0.002
-0.001
-0.026
-0.024
-0.011
-0.004
-0.009
-0.002
-0.018
-0.029
-0.024
-0.014
-0.004
-0.013
-0.003
-0.022
-0.030
-0.027
-0.013
-0.004
-0.010
-0.003
-0.021
-0.034
-0.028
-0.016
-0.005
-0.014
-0.004
-0.030
-0.031
-0.028
-0.014
-0.013
-0.010
-0.003
-0.022
-0.030
-0.025
-0.015
-0.013
-0.013
-0.003
-0.023
SK11 (SK10+Gprm-prior)
-0.073 -0.077
-0.063 -0.067
-0.034 -0.035
-0.011 -0.011
-0.028 -0.029
-0.007 -0.008
-0.058 -0.061
SK12 (SK10+X prt)
-0.120
-0.104
-0.056
-0.018
-0.046
-0.012
-0.093
-0.018
-0.016
-0.008
-0.011
-0.006
-0.002
-0.013
-0.041
-0.034
-0.020
-0.014
-0.018
-0.005
-0.031
EKSPOR
SK4 SK5 SK6 SK7
INVESTASI
SK8 SK9 SK10
(Mak) (Non mak) (Prioritas)
INSENTIF PAJAK
SK13 SK14
(Mak) (Non mak)
REDISTR PENDAP
SK15
-0.022 -0.034 -0.002 0.009 -0.001 0.001 0.007 Nilai poverty severity index menurut Skenario adalah nilai perubahan antara indeks simulasi Dasar dengan indeks masing-masing Skenario. 2 Nilai poverty severity index sebelum dilakukan simulasi.
1