BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pada hari Sabtu, 27 Mei 2006 terjadi gempa bumi yang cukup besar. Gempa bumi berpusat di Bantul, Yogyakarta dengan kekuatan 5,9 SR. Salah satu kerugian akibat gempa adalah lumpuhnya aktivitas ekonomi di daerah Bantul.
Kemacetan
aktivitas
ekonomi
dikarenakan
sejumlah
pasar
bangunannya mengalami kerusakan. Berdasarkan data dari badan pemerintah daerah terdapat 27 pasar kabupaten yang mengalami kerusakan bangunan. Kerusakan bangunan cukup parah sekitar 85% bangunan roboh terjadi di Pasar Niten, Pasar Piyungan dan Pasar Imogiri (Rusdi, 2010:18). Hancurnya bangunan pasar berupa kios dan los menyebabkan pedagang tidak dapat berjualan. Salah satu langkah untuk mengatasi keadaan tersebut adalah merevitalisasi pasar. Revitalisasi merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi, menjadi lebih baik dari sebelumnya (Suharso, 2009: 427). Bentuk revitalisasi dilakukan dengan membangun kembali bangunan pasar. Pembangunan kembali bangunan pasar di samping untuk memperbaiki pasar yang rusak akibat gempa bumi, juga dilakukan untuk mempertahankan eksistensi pasar tradisional di era globalisasi. Pemerintah mengatur ketentuan – ketentuan terkait dengan pembangunan pasar dalam Peraturan Bupati No.2 Tahun 2009 tentang pedoman penataan Pasar Piyungan, Pasar Imogiri dan Pasar Niten.
1
Secara umum, Peraturan bupati tersebut berisi mengenai tujuan penataan tiga pasar yang direlokasi, penempatan pedagang lama dan pedagang baru, kewajiban pedagang, perizinan dan pembiayaan pembangunan pasar (Rusdi, 2010:85). Pembangunan kembali bangunan Pasar Niten, Pasar Piyungan dan Pasar Imogiri tidak dilakukan di lokasi semula. Pemerintah memindahkan lokasi pembangunan pasar di area baru, sekitar 1 kilometer dari lokasi pasar lama. Pemindahan pasar dikarenakan area di pasar lama dirasa kurang memadai. Banyak diantara pedagang yang harus menjajakan barang dagangannya di luar pasar, sehingga lalu lintas menjadi terhambat. Di samping itu, sering terjadi kasus kejahatan, seperti pencurian barang dagangan, pencopetan, penjambretan dan lain sebagainya. Biasanya kasus kejahatan tersebut terjadi pada hari pasaran1 karena pada saat pasaran, pasar lebih ramai dari biasanya. Pada hari pasaran inilah, pedagang pasar yang mengikuti sistem periodik akan berkumpul di pasar yang telah disepakati. Pedagang pasar yang mengikuti sistem periodik sering disebut sebagai pedagang periodik. Pedagang periodik akan berpindah – pindah sesuai dengan hari pasaran yang telah ditentukan. Hari pasaran disejumlah pasar yang ada di Bantul mengikuti hari sesuai dengan penanggalan Jawa. Hari dalam penanggalan Jawa tersebut yakni Wage, Kliwon, Legi, Pahing dan Pon. Dari sistem periodik yang berlangsung dalam perdagangan ini, maka pedagang pasar dapat dibedakan menjadi dua sesuai dengan waktunya yakni 1
Pasaran : Jw Sebutan periode perdagangan secara tradisional.
2
pedagang periodik dan pedagang tetap. Selain, dari segi waktu pedagang pasar juga dapat dibedakan berdasarkan pada tempat mereka menjajakan barang dagangan. Berdasarkan tempat menjajakan barang dagangannya, pedagang pasar tradisional dapat dibedakan menjadi tiga yakni pedagang kios, pedagang los, dan pedagang pelataran/ arahan. Pedagang kios adalah pedagang yang berjualan mengelilingi pasar. Pedagang los adalah pedagang yang menempati los – los yang berada di dalam pasar. Pedagang pelataran adalah pedagang yang menjajakan dagangannya di dalam pasar, tetapi tidak mempunyai los khusus. Pedagang pelataran biasanya hanya menggelar dagangnnya di halaman pasar. Dalam istilah lokal masyarakat menyebut pedagang pelataran ini sebagai pedagang eber – eber. Kembali pada persoalan pemindahan pasar. Pemindahan pasar tidak hanya memindahkan bangunan pasar ke lokasi baru, tetapi juga mengubah bangunan pasar. Pasar Imogiri lama berada di dekat pemukiman penduduk dan tidak berpagar, sehingga masyarakat dapat dengan leluasa untuk masuk. Berbeda dengan keadaan Pasar Imogiri baru. Pasar Imogiri baru secara letak memang strategis berada di jalur persimpangan Yogyakarta – Selopamioro dan Yogyakarta – Dlingo, tetapi Pasar Imogiri yang baru dikelilingi tembok, sehingga masyarakat hanya dapat masuk lewat pintu depan dan wajib membayar ongkos parkir. Perubahan bangunan pasar dapat dilihat pada penataan kios dan los. Saat ini kios dan los yang digunakan untuk berjualan telah dikelompokkan
3
berdasarkan jenis dagangannya. Ada los untuk daging dan los untuk dagang. Los daging merupakan los yang khusus disediakan untuk berjualan daging. Los dagang merupakan los yang digunakan untuk menjual barang – barang kebutuhan sehari – hari. Ada kelompok buah – buahan, bumbu, makanan ringan, hasil bumi, pakaian, kelontong, mainan, peralatan rumah tangga dan makanan. Pembagian tempat untuk berjualan telah diurus oleh panitia, pedagang hanya menerima saja. Berikut penuturan informan terkait dengan pembagian tempat berjualan di Pasar Imogiri baru, “Ana penguruse sing ngurusi. Ibu mbiyen ngurusi ngon bumbon. Sing pinggir dalan, nang pinggir dalan, sing tengah yo ning tengah. Mbiyen kie kae ana dalane, ning sakiki ditableg, nak ora ditableg mbiyen sakjane kabeh pinggir.” 2 (Ada pengurusnya yang mengurusi. Ibu dulu mengurus bagian bumbu. Yang pinggir jalan, dipinggir jalan, yang tengah ya di tengah. Dulu itu sana ada jalannya, tetapi sekarang ditutup, kalau tidak ditutup dulu sebenarnya semua di pinggir.)
Berdasarkan penuturan informan tersebut dapat dikatakan bahwa pengelola pasar menjaga agar tidak terjadi rebutan tempat dasaran3 dengan cara menata pedagang sesuai dengan posisi dasaran di pasar lama. Seorang pedagang tentu memperhatikan tempat dasaran karena secara tidak langsung tempat mempunyai pengaruh terhadap pendapatan seorang pedagang. Seorang pedagang yang mempunyai dasaran di tepi jalur yang menghubungkan antar los, tentu berbeda dengan pedagang yang menempati 2 3
Wawancara dengan Ibu Iya. Pedagang. Kamis, 12 September 2013. Dasaran: Jw sebutan untuk tempat berjualan.
4
dasaran di dalam los pasar. Biasanya pedagang yang berada di tepi, lebih ramai dikunjungi pembeli karena pembeli yang lewat jalur tersebut bisa saja tertarik untuk membeli barang dagangan yang dijajakan oleh pedagang. Lain halnya bagi pedagang yang tempat dasarannya berada di dalam los yang jarang dilewati pembeli, tentu akan sulit menarik pembeli. Terlebih barang dagangan yang diperjualbelikan dalam satu los hampir sama. Misalnya, los bumbu dapur, maka sederet akan berjualan bumbu dapur semua. Perubahan lokasi yang terjadi di Pasar Imogiri tersebut secara tidak langsung mengharuskan pedagang untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan baru tempat mereka berjualan. Penyesuaian diri penting dilakukan pedagang karena perubahan lokasi dan bangunan pasar juga merubah kebiasaan pembeli. Pedagang harus mampu melayani pembeli dengan baik, sehingga pembeli tidak pindah ke pedagang yang lain. Upaya penyesuaian diri sering disebut pula dengan istilah adaptasi. Suparlan mengatakan bahwa adaptasi adalah proses mengatasi keadaan biologi alam dan lingkungan sosial, untuk memenuhi syarat – syarat yang diperlukan untuk melangsungkan kehidupan (Suparlan dalam Salamun, 1991: 01). Dengan demikian, artinya ketika seorang pedagang ingin tetap eksis, maka pedagang yang bersangkutan harus mampu mengatasi berbagai macam perubahan yang terjadi akibat berkembangnya sistem pasar. Saat ini, dilihat dari susunan kios dan los pedagang pasar, pasar Imogiri telah mengadopsi penataan pasar modern.
5
Pedagang pasar mempunyai kemampuan adaptasi yang berbeda – beda. Setidaknya adaptasi pedagang dapat dipengaruhi oleh interaksi pedagang dengan pihak lain. Pihak lain dalam perdagangan antara lain, sesama pedagang, pengelola pasar, distributor barang dagangan, tukang kredit dan pembeli. Hasil dari proses interaksi yang terjalin diantara pedagang pasar dengan pihak lain ini biasanya berupa kerjasama. Melalui kerjasama yang dilakukan oleh pedagang pasar dengan pihak lain, akan mempermudah pedagang dalam menjaga kestabilan usahanya.
1.2. Rumusan Masalah Revitalisasi pasar Imogiri merupakan upaya untuk mempercepat pemulihan kondisi ekonomi pasca gempa 2006. Adapun proses revitalisasi yang berlangsung di pasar Imogiri berupa membangun kembali bangunan pasar Imogiri dan pemindahan lokasi pasar. Pemindahan lokasi pasar menjadi penyebab terjadinya perubahan sosial maupun budaya. Perubahan sosial menyangkut perubahan struktur masyarakat yang salah satunya disebabkan oleh modernisasi. Perubahan budaya merupakan perubahan yang menyangkut berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Perubahan sosial termasuk dalam perubahan budaya. Dalam setiap perubahan mengharuskan pedagang untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang baru. Biasanya pedagang memerlukan waktu yang lama untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang baru. Bahkan,
6
ada kecenderungan pedagang untuk kembali ketempat berdagang semula, karena pedagang kurang nyaman dengan lingkungan sosial yang baru. Namun, pedagang di pasar Imogiri tetap bertahan di pasar yang baru, meskipun awalnya pedagang merasa pendapatannya kurang. Pedagang tetap berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya. Berlandaskan latar belakang di atas, peneliti mengajukan pertanyaan penelitian yakni: Bagaimana proses adaptasi yang dilakukan pedagang pasca revitalisasi pasar Imogiri?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dilakukan di pasar Imogiri ini adalah untuk mempelajari revitalisasi pasar tradisional dan adaptasi pedagang pasar tradisional. Adapun hal – hal yang diamati selama penelitian berlangsung yakni pelaku pasar, aliran barang dagangan, dan aktivitas yang berlangsung di pasar Imogiri.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat, baik manfaat praktis maupun manfaat akademis. a. Laporan penelitian ini nantinya akan menambah wawasan tentang pasar tradisional.
7
b. Hadirnya laporan penelitian ini diharapkan akan menarik peneliti lain untuk melakukan penelitian terkait dengan pasar. c. Melalui laporan penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam menyusun kebijakan khususnya yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat.
1.5. Teoritisasi Perubahan sosial terjadi karena masyarakat selalu berubah. Penyebab perubahan sosial dapat berasal dari dalam masyarakat dan dari luar masyarakat (Soekanto, 2006: 275 – 283). Faktor penyebab perubahan yang berasal dari dalam masyarakat antara lain, bertambah atau berkurangnya penduduk, adanya penemuan – penemuan baru, terjadi konflik dalam masyarakat, dan terjadinya pemberontakan. Faktor penyebab perubahan yang berasal dari luar masyarakat antara lain, terjadinya bencana alam, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Perubahan di pasar Imogiri termasuk perubahan yang berasal dari luar masyarakat, karena perubahan yang terjadi di pasar Imogiri akibat adanya revitalisasi pasar setelah gempa bumi 2006. Setiap ada perubahan dalam masyarakat terjadi proses penyesuaian atau sering disebut sebagai adaptasi. Adaptasi diartikan sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap lingkungan, pekerjaan dan pelajaran (Suharso, 2009: 15). Adaptasi juga dapat dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan
8
seseorang untuk menjaga eksistensinya terhadap perubahan yang terjadi. Upaya penyesuaian diri ini sangat penting dilakukan oleh manusia karena dunia ini terus mengalami perubahan. Berbicara tentang adaptasi, tentu tidak dapat terlepas dari evolusi. Gagasan evolusi Darwin memang telah tergolong tua untuk melihat kondisi sosial yang terjadi di era teknologi ini. Hanya saja pemikiran Darwin masih mengakar kuat dibenak para ilmuwan besar. Bahkan, teori evolusi telah menjadi landasan untuk melahirkan teori – teori selanjutnya. Gerung dalam sambutannya di sebuah buku karya Wijayanto mengatakan, hanya manusia yang berpikir kritis yang akan bertahan dalam seleksi pikiran (Gerung dalam Wijayanto, 2011 : viii). Dalam pandangannya tentang seleksi atau proses adaptasi, Darwin menggunakan istilah survival of the fittest. Manusia berjuang untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi akibat perubahan alam atau evolusi sosial. Manusia juga bersaing dengan manusia lain untuk mempertahankan eksistensi dirinya. Salah satu cara untuk mempertahankan diri adalah beradaptasi dengan lingkungannya (Darwin, 2003 : 67). Begitu halnya dengan pedagang pasar untuk dapat bertahan, maka seorang pedagang harus dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Lingkungan dapat dibedakan menjadi lingkungan fisik, lingkungan biologis, dan lingkungan sosial (Soekanto, 2006 : 339). Lingkungan fisik merupakan keberadaan benda – benda yang ada di sekitar manusia. Lingkungan biologis yakni berbagai macam organisme yang ada di sekitar
9
manusia. Lingkungan sosial yakni orang – orang yang berada di sekitar manusia. Orang terdiri dari individu maupun kelompok. Lingkungan fisik pasar adalah bangunan pasar yang terdiri dari kios, los dan perumahan penduduk. Lingkungan biologis pasar dapat diartikan sebagai barang dagangan yang diperjualbelikan di pasar. Lingkungan sosial pasar adalah keterlibatan pelaku pasar dalam aktivitas ekonomi. Pasar tidak hanya terdiri dari pedagang dan pembeli, tetapi juga ada pemasok barang dagangan, buruh pasar, tukang keamanan, tukang parkir, dan pemerintah. Secara umum, adaptasi dapat dibedakan menjadi 2 yakni: adaptasi genetik dan adaptasi somatis (Soekanto, 2006: 339- 340). Adaptasi genetik merupakan upaya yang dilakukan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan cara membentuk struktur yang spesifik dan permanen. Adaptasi somatis adalah upaya penyesuaian yang sifatnya sementara. Adaptasi juga dapat dilihat dari 2 bentuk yakni adaptasi fisik dan adaptasi sosial budaya. Adaptasi fisik adalah upaya penyesuaian diri terhadap perubahan kondisi fisik, seperti halnya yang dilakukan pedagang pasar Imogiri. Pedagang pasar melakukan proses adaptasi fisik karena revitalisasi setidaknya telah merubah lingkungan fisik pasar berupa bangunan. Bangunan pasar yang dulunya terbuka, saat ini berpagar. Dengan adanya pagar yang mengelilingi area pasar masyarakat tidak dapat sembarangan memasuki ke area pasar. Masyarakat hanya dapat masuk lewat pintu yang telah disiapkan. Terdapat 6 pintu yang dapat digunakan untuk memperlancar aktivitas ekonomi di pasar Imogiri. Pintu – pintu tersebut terdiri dari 2 pintu utama yang digunakan untuk
10
masuk dan keluar. Dua pintu samping yang dapat digunakan untuk lewat bagi pejalan kaki. Satu pintu khusus untuk pedagang ayam dan satu pintu darurat. Perubahan bangunan fisik tersebut tidak hanya mengharuskan pedagang untuk menyesuaikan dengan keadaan lingkungan fisik semata, namun juga mengharuskan pedagang untuk beradaptasi dengan budaya yang baru. Adaptasi budaya ini timbul karena, setelah revitalisasi terjadi penataan pedagang
berupa
pengelompokan
pedagang
sesuai
dengan
barang
dagangannya. Adanya pengelompokan pedagang ini mengubah perilaku pembeli dalam berbelanja. Pembeli mempunyai banyak pilihan untuk barang dagangan yang sama, sehingga pedagang harus memberikan pelayanan prima agar calon pembeli tidak pindah ke pedagang yang lain. Proses adaptasi pedagang pasar dapat pula dilihat menggunakan bentuk – bentuk penyesuaian yang telah dikemukakan oleh Merton. Bentuk penyesuaian dengan diagram Merton meliputi: konformitas, inovasi, ritualisme dan retreatisme (Merton dalam Sunarto, 1993: 78 – 79). 1.5.1. Konformitas Konformitas yakni upaya yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Masyarakat dalam penelitian ini adalah orang yang terlibat dalam aktivitas ekonomi. Adapun bentuk konformitas yang berlangsung di pasar Imogiri terlihat dari kerjasama yang terjalin diantara pelaku pasar. Melalui proses
11
kerjasama
ini
pedagang
pasar
dapat
saling
membantu
dalam
mempertahankan usahanya.
1.5.2. Inovasi Inovasi yakni upaya yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan, tetapi mengabaikan norma yang berlaku dalam masyarakat. Seorang pedagang tentu tidak ingin rugi, untuk itu pedagang berusaha untuk mempertahankan eksistensi usahanya di pasar Imogiri yang baru. Pedagang pasar dalam mempertahankan usahanya dapat dengan cara menambah jumlah barang dagangan dan menambah variasi barang dagangan.
1.5.3. Ritualism Ritualism sering diartikan sebagai upaya penyesuaian seseorang terhadap kondisi tanpa mempertimbangkan tujuan, tetapi sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Dalam sebuah buku dicontohkan, ada seorang karyawan yang ingin mendapatkan kenaikan gaji, tetapi hanya berdiam diri karena ada rasa takut untuk mencoba hal – hal baru. Keadaan yang sama juga terlihat di pasar Imogiri dimana seorang pedagang hanya pasrah terhadap keadaannya. Ada pula pedagang yang hanya menunggu kebijakan pengelola pasar terkait dengan peningkatan usahanya.
12
1.5.4. Retreatism Retreatism sering diartikan sebagai upaya seseorang untuk menarik diri dari sistem. Dalam artian bahwa tindakan seseorang tidak lagi berdasarkan pada norma dan tujuan yang berlaku dalam masyarakat. Melihat kasus yang terjadi di pasar Imogiri ada beberapa pedagang yang tidak menempati tempat yang sesuai dengan yang telah ditentukan. Pedagang yang harusnya menempati los yang ada di tengah, banyak yang pindah ke tepi. Pedagang yang harusnya menempati pasar arahan, pindah ke lorong – lorong di sela pedagang los.
Berdasarkan bentuk adaptasi yang diungkapkan Merton di atas Sari (2013) menggolongkan proses adaptasi menjadi proses adaptasi positif dan proses adaptasi negatif (Sari, 2013 : 09). Proses adaptasi positif meliputi, konformitas, inovasi, dan ritualism. Sedangkan bentuk adaptasi retreatism termasuk dalam bentuk adaptasi negatif, karena masyarakat cenderung untuk melarikan diri dari perubahan bukan melakukan penyesuaian diri. Guna menanggapi berbagai macam perubahan yang terjadi di pasar Imogiri, pedagang dihadapkan dalam dua pilihan. Pedagang dapat tetap eksis berjualan atau mereka akan tergusur dari pasar. Salah satu strategi yang dilakukan oleh pedagang untuk mempertahankan eksistensinya dengan melakukan adaptasi. Bentuk adaptasi yang dilakukan pedagang di pasar Imogiri adalah bentuk adaptasi fisik. Adaptasi fisik yakni usaha yang
13
dilakukan pedagang untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan fisik, dalam hal ini adalah perubahan bangunan pasar. Bangunan pasar yang dahulunya tersusun secara tradisional, saat ini telah berubah mendekati ciri – ciri modern. Ciri modernisasi dapat dilihat dari penataan los pasar dan pengelompokan pedagang berdasarkan jenis barang dagangan yang dijual. Tempat berjualan dan jenis barang dagangan secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan adaptasi pedagang pasar. Pembahasan terkait dengan bentuk adaptasi akan dijelaskan pada bagian pembahasan.
1.6.
Beberapa Penelitian Sebelumnya Kegiatan ekonomi telah melekat dalam kehidupan manusia sehari –
hari. Kegiatan yang bermula dari pertukaran barang dari satu orang ke orang lain ini, ternyata mempunyai arti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia tidak dapat dilepaskan dari manusia lain. Manusia dapat memproduksi suatu barang, tetapi barang tersebut tidak akan mempunyai arti tanpa adanya orang lain. Guna menampung kegiatan ekonomi yang dilakoni4 manusia tersebut, maka muncullah istilah pasar. Soetarno (1986) mengartikan pasar dalam dua bentuk yakni pasar nyata dan pasar abstrak. Pasar nyata yaitu tempat bertemunya antara permintaan dan penawaran suatu barang dan jasa, sedangkan pasar abstrak yaitu keseluruhan dari kegiatan permintaan dan penawaran suatu barang dan jasa (Soetarno (1986) dalam Nastiti, 2003: 16). 4
Dilakoni: Jw artinya dijalani
14
Sebagai suatu tempat untuk bertemunya manusia tentunya pasar menyimpan beranekaragam fungsi. Pasar tidak hanya berfungsi sebagai tempat pertukaran barang atau jasa, tetapi pasar juga sebagai tempat berinteraksi antara individu dengan individu lain. Keanekaragaman kegiatan yang berlangsung di pasar bukan semata – mata sebagai kegiatan ekonomi, tetapi juga tersimpan kegiatan sosial. Polanyi (1957) memperkenalkan istilah embeddedness atau keterlekatan yang artinya dalam suatu aktifitas ekonomi terkandung nilai – nilai sosial (Polanyi (1957) dalam Damsar, 2011: 26). Chandler (1984) dalam bukunya yang berjudul Market Trade in rural Java menyebutkan bahwa umumnya pasar – pasar yang ada di pedesaan Jawa mempunyai sistem pasar periodik. Melalui sistem pasar periodik ini pedagang dapat berpindah – pindah dari pasar satu ke pasar lain dalam menjajakan barang dagangannya (Chandler, 1984 : 01). Berdasarkan sistem pasar periodik ini, maka pasar dapat di kelompokkan menjadi pasar harian, pasar berkala, dan pasar khusus. Berbeda dengan penelitian Chandler di Yogyakarta yang melihat sistem berjualan para pedagang. Penelitian Alexander (1987) di Kebumen dalam bukunya yang berjudul Trade, traders and trading in rural java lebih menitik beratkan pada kegiataan pedagang. Alexander melihat pasar dari tiga sudut pandang yakni trade, traders dan trading. Trade melihat pasar berdasarkan lokasi berlangsungnya kegiatan pertukaran barang, distribusi, produksi dan sirkulasi komoditas. Traders, melihat pasar sebagai suatu sistem sosial, dengan keanekaragaman pedagang, pekerjaan dan institusi sosial yang
15
kompleks dimana di dalamnya terdapat relasi sosial antara pedagang. Trading, melihat pasar dari sisi kehidupan pedagang dan informasi jaringan perdagangan (Alexander, 1987 : 02). Alexander membedakan institusi ekonomi yang berhubungan dengan jual dan beli komoditas menjadi empat yakni pasar, depot, toko dan warung (Alexander, 1987 : 42). Selain itu, terdapat tiga tipe pedagang antara lain bakul5, juragan dan agen (Alexander, 1987 : 55). Geertz (1989) dalam penelitiannya di Mojokuto dan Tabanan mencoba melihat dualitas ekonomi antara pasar dan perusahaan (firma). Pasar mencerminkan sistem ekonomi tradisional. Firma mencerminkan sistem ekonomi modern. Firma – firma yang berdiri di Mojokuto dengan latar belakang pedesaan cenderung berasal dari ekonomi pasar. Sistem ekonomi firma muncul dari ekonomi pasar. Lain halnya yang berlangsung di Tabanan, sebagai kota kerajaan ekonomi firma yang berlangsung di Tabanan berasal dari ekonomi petani. Melihat latar belakang budaya ke dua daerah. Perkembangan ekonomi tipe Firma lebih cepat di Mojokuto dibandingkan Tabanan. Ikatan – ikatan tradisional di Tabanan masih sangat kental, sehingga memperlambat perkembangan ekonomi tipe Firma. Di Tabanan banyak perusahaan rakyat yang menjadi milik kerajaan. Berbeda dengan yang terjadi di Mojokuto sebagian besar perusahaan milik pribadi. Pasar menurut Geertz (1989) merupakan suatu pranata ekonomi sekaligus cara hidup, suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencakup 5
Bakul: Jw artinya Pedagang kecil
16
segala aspek dari masyarakat, dan kegiatan sosial budaya. Geertz dalam melihat kegiatan ekonomi menggunakan 3 sudut pandang yakni pola arus barang dan jasa, mekanisme ekonomi untuk mengatur arus barang dan jasa, dan sistem sosial dan kebudayaan (Geertz, 1989: 30-31). Kebudayaan yang dimaksud adalah tradisi masyarakat Jawa dalam melakukan perdagangan. Pasar bukan hanya semata tempat untuk melakukan aktivitas ekonomi, tetapi juga tempat pertemuan berbagai macam kebudayaan. Di dalam perdagangan terdapat pula klasifikasi pedagang berdasarkan pada cara mereka dalam melakukan jual beli barang dagangan. Kuntanegara (1989) dalam penelitiannya di Jatinom menyebutkan bahwa ada 12 tipe pedagang yakni bakul adang- adang, bakul grabatan, bakul walik dasar, bakul ider, bakul pinggir mergi, bakul pasar lesehan, bakul pasar los, bakul candak kulak, pedagang bango, pedagang kios, pedagang warung, pedagang toko, dan blantik (Kuntanegara, 1989 : 11 – 22). Bakul adang – adang adalah pedagang yang membeli barang dagangan dari petani dengan cara menghadang petani yang hendak menjual hasil buminya ke pasar. Biasanya transaksi jual beli tidak berlangsung di pasar, tetapi di persimpangan jalan desa. Bakul Grabatan adalah pedagang yang menjual bermacam- macam barang hasil bumi dengan menggunakan bronjong. Bronjong adalah keranjang anyaman bambu yang biasanya diletakkan di belakang kendaraan (sepeda atau motor). Masyarakat Imogiri lebih mengenal benda tersebut dengan istilah kronjot. Bakul walik dasar adalah pedagang yang menjual dan membeli barang dagangannya di tempat yang sama. Dasar adalah istilah untuk
17
menyebut tempat berjualan. Bakul ider atau sering disebut sebagai pedagang keliling yakni pedagang yang menjajakan barang dagangannya dengan cara berkeliling. Bakul pinggir mergi yakni pedagang yang menjajakan barang dagangnnya dengan cara menggelar barang dagangan di pinggir jalan. Bakul lesehan yakni pedagang yang menjajakan barang dagangan di dalam pasar, tetapi dengan cara menggelar barang dagangan di tanah. Bakul candak kulak yakni pedagang yang membeli dan menjual barang dagangan sedapatnya, sesuai dengan ketersediaan barang dagangan. Biasanya musim panen mempengaruhi jenis barang dagangan yang dia jajakan. Pedagang kios yakni pedagang yang mejalankan usahannya di kios. Kios adalah bangunan yang mengitari pasar. Pedagang kios umumnya berdagang dalam skala besar. Pedagang bango dan pedagang warung yakni pedagang yang menjual barang dagangannya tidak di pasar, tetapi di rumah atau di tempat – tempat tertentu, seperti kantor – kantor. Pedagang bango dan pedagang warung dibedakan berdasarkan bangunan yang dia gunakan. Warung biasanya berupa bangunan permanen, sedangkan bango bangunan semi permanen. Pedagang toko yakni pedagang yang menjual barnag dagangannya di sebuah bangunan yang berada di tepi jalan. Barang dagangannya lebih banyak berupa produk pabrik, non – pertanian. Blantik yakni istilah yang digunakan untuk menyebut pedagang hewan. Biasanya pedagang hewan hanya datang ke pasar sesuai dengan hari pasaran. Seorang pedagang pada waktu tertentu bisa berkedudukan menjadi pembeli, sebaliknya seorang pembeli juga bisa berkedudukan menjadi pedagang.
18
Klasifikasi pedagang yang dikemukakan Kuntanegara (1989) dalam penelitiannya di Jatinom tersebut juga dapat dilihat di Imogiri. Berdasarkan formalitas usahanya pemerintah mengklasifikasikan pedagang yang berjualan di pasar Imogiri menjadi 3 yakni pedagang kios, pedagang los dan pedagang plataran atau arahan. Pedagang arahan termasuk dalam pedagang yang menjalankan usahanya secara tidak formal, karena pedagang arahan hanya dapat berjualan ketika mempunyai dagangan kalau tidak punya dagangan tidak berjualnya. Tipe pedagang arahan mirip dengan tipe bakul lesehan dalam penelitian Kuntanegara. Penelitian lain yang ada terkaitnya dengan pasar yakni penelitian yang dilakukan oleh Sadilah (2011) yang berjudul Eksistensi pasar Tradisional (Relasi dan Jaringan pasar Tradisional di Semarang – Jawa Tengah). Sadilah (2011) melihat bahwa semakin berkembangnya pasar modern di kota Semarang ternyata tidak membuat eksistensi pasar tradisional menjadi pudar. Terjadi sinergi antara pasar tradisional dengan pasar modern yang ada di kota Semarang. Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan keadaan yang ada di Kulon Progo, Yogyakarta. Nuryani (2011) mengatakan bahwa kehadiran pasar modern seperti Alfamart dan Indomart justru menjadi pesaing pasar tradisional. Banyak pedagang tradisional yang resah karena masyarakat Kulon Progo memilih berbelanja di pasar modern dibandingkan di pasar tradisional. Salah satu cara untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional adalah merevitalisasi pasar tradisional. Revitalisasi pasar setidaknya telah mendorong pedagang untuk melakukan adaptasi. Corliana (2005) mengelompokkan
19
adaptasi pedagang terdiri dari 2 yakni adaptasi terhadap lingkungan sosial yang terkait dengan usaha dagangnya dan adaptasi dalam kegiatan dagang seperti: modal, pemasaran dan sebagainya. Perilaku adaptasi akan selalu berubah tergantung pada kondisi lingkungannya. Mungkin sudah menjadi tradisi, bahwa sebuah penelitian tidak dapat dilepaskan dari penelitian sebelumnya. Demikian pula dengan penelitian yang telah Peneliti lakukan, penelitian ini mempunyai kemiripan dengan penelitian terdahulu yakni melihat aktivitas ekonomi di pasar tradisional. Letak perbedaannya dengan penelitian sebelumnya yakni jika penelitian sebelumnya melihat aktivitas pedagang, tempat berlangsungnya aktivitas ekonomi, perubahan sistem ekonomi, maka penelitian ini lebih melihat pada adaptasi pedagang pasar tradisional. Intensitas pengamatan lebih banyak dilakukan di dalam pasar karena yang dilihat adalah adaptasi pedagang setelah relokasi pasar. Walau demikian, Peneliti juga tidak dapat melepas pandangan untuk melihat kondisi sosial yang berada di sekitar pasar. Kondisi sosial pedagang pasar juga mempunyai efek terhadap perilaku pedagang pasar, sehingga Peneliti juga menyempatkan untuk melihat kondisi sosial pedagang dengan cara mendatangi rumah pedagang.
20
1.7. Metode Penelitian 1.7.1. Jenis Penelitian Bagi peneliti penelitian adalah suatu kegiatan untuk mempelajari sebuah fenomena yang ada di masyarakat. Mengulur benang merah yang menjadi sekat antara apa yang seharusnya terjadi dengan kenyataan yang terjadi. Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus adalah strategi yang cocok digunakan untuk penelitian yang berangkat dari pertanyaan bagaimana atau mengapa, selain itu, menurut Yin merupakan suatu penyelidikan fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, dimana ada ketegasan batas antara fenomena dan konteks, serta menggunakan beragam sumber data. (Yin, 1997 : 18). Alasan peneliti mengunakan pendekatan studi kasus untuk melihat kasus yang berlangsung di pasar Imogiri karena kasus yang berlangsung di pasar Imogiri unik. Letak keunikan pasar Imogiri antara lain, a. Pasar Imogiri merupakan pasar peninggalan para wali, banyak pedagang yang percaya bahwa pasar Imogiri lama mendatangkan banyak rejeki. b. Pasar Imogiri buka setiap hari dan hari besarnya Senin dan Jum’at. Berbeda dengan pasar – pasar yang ada di sekitarnya yang hari besarnya menggunakan hari pasaran menurut penanggalan jawa, seperti wage, kliwon, pahing, legi dan pon pasar Imogiri hari besarnya menggunakan hari nasional.
21
c. Pasar Imogiri termasuk pasar tradisional semi modern, hal tersebut dapat dilihat dari pengelompokan pedagang berdasarkan jenis barang dagangan. Dengan melihat keunikan yang ada di pasar Imogiri tersebut menarik peneliti untuk mempelajari kasus yang terjadi di pasar Imogiri. Peneliti memfokuskan diri untuk mempelajari proses adaptasi pedagang pasar Imogiri di lokasi baru. Walaupun dipindahkan ke lokasi baru, tetapi pedagang pasar Imogiri dapat tetap menjaga eksistensi usahanya. Berbeda dengan yang terjadi di daerah lain, ketika pasar dipindahkan ke lokasi baru, pedagang selalu mengeluh lokasi yang baru sepi dan banyak dari pedagang yang kembali ke lokasi pasar lama. Keadaan seperti itu tidak ditemukan di pasar Imogiri. Walaupun pedagang mengeluh sepi, tetapi pedagang tetap bertahan di pasar baru.
1.7.2. Lokasi dan Setting Penelitian ini dilakukan di pasar Imogiri. Pasar Imogiri letaknya tidak jauh dari makam Raja – Raja Mataram yang berada di daerah Bantul, sekitar 17 KM dari pusat kota Yogyakarta. Keberadaan pasar Imogiri merupakan bagian dari sejarah kerajaan Mataram. Pasar ini menarik peneliti karena pasar Imogiri merupakan salah satu pasar yang hancur akibat gempa 2006. Pasar Imogiri tidak hanya mengalami perbaikan bangunan, tetapi juga terjadi pemindahan lokasi pasar. Awalnya pasar
22
Imogiri berada di kawasan sebelum pintu masuk makam Raja – Raja Mataram. Kemudian dipindahkan ke Jalan Imogiri Timur. Tepatnya berada di jalur persimpangan Yogyakarta – Parangtritis dan Yogyakarta – Dlingo.
1.7.3. Unit Analisis Unit analisis dalam sebuah penelitian mempunyai kedudukan yang penting, karena menunjukkan fokus dari penelitian. Unit analisis terdiri dari individu, kelompok dan masyarakat. Dalam penelitian ini unit analisisnya adalah pedagang sebagai pelaku ekonomi di pasar Imogiri. Pedagang terdiri dari individu – individu yang hidup berdampingan yang selanjutnya disebut sebagai masyarakat pasar Imogiri. Melihat banyaknya pedagang yang ada di pasar Imogiri, maka peneliti hanya memilih beberapa orang untuk memberikan informasi. Orang yang memberikan informasi tersebut selanjutnya disebut sebagai informan. Peneliti memilih 13 informan yang terdiri dari 5 informan utama dan 8 informan pendukung. Informan utama adalah orang yang terlibat langsung dalam fenomena yang sedang dikaji yaitu pedagang. Pada saat penelitian berlangsung terdapat 98 pedagang kios, 848 pedagang los, dan 305 pedagang plataran atau arahan yang aktif berjualan di pasar Imogiri. Jumlah tersebut sewaktu – waktu dapat berubah sesuai dengan musim. Pada bulan – bulan tertentu seperti bulan ruwah,
23
menjelang Idul Fitri dan musim panen, banyak orang yang menjajakan barang dagangannya ke pasar Imogiri. Dari keseluruhan pedagang yang menjajakan barang dagangan di Imogiri, peneliti memilih 5 pedagang sebagai informan utama yang terdiri dari 3 pedagang los dan 2 pedagang arahan. Peneliti memilih 5 informan karena informasi yang diperoleh dari 5 informan tersebut telah menunjukkan variasi adaptasi yang dilakukan pedagang pasar Imogiri. Walaupun informasi yang diperoleh dari 5 informan telah bervariasi, namun guna memperkaya informasi peneliti juga melibatkan 8 informan pendukung. Informan pendukung adalah orang yang terlibat dalam aktivitas yang sedang dipelajari, tetapi mereka hanya sekedar mengetahui tentang fenomena yang dipelajari. Informan pendukung terdiri dari, pengelola pasar, pekerja swasta, sesepuh6, pemilik warung, pedagang peralatan, pedagang pakaian, pedagang mlinjo kios dan pedagang bumbu arahan.
1.7.4. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung. Pengamatan adalah kegiatan untuk melihat aktivitas obyek penelitian. Wawancara adalah kegiatan untuk berdiskusi dengan informan terkait dengan kasus yang sedang dipelajari. Data sekunder diperoleh dari 6
Sesepuh, jw artinya orang yang dianggap tua disebuah kampung.
24
dokumen. Data sekunder yang peneliti gunakan dalan laporan ini meliputi data
statistik
kependudukan
dan
data
pedagang.
Data
statistik
kependudukan diperoleh dari BPS kabupaten Bantul dan kantor kecamatan Imogiri. Informasi data pedagang diperoleh dari petugas pengelola pasar yang ada di pasar Imogiri dan website kantor pengelola pasar. Peneliti sempat putus asa karena petugas pengelola pasar seakan – akan berbelit – belit dalam memberikan informasinya. Banyak prosedur yang harus dilengkapi, seperti kelengkapan administrasi berupa surat izin. Surat izin harus diproses dari sekretaris DI. Yogyakarta ke Bappeda kabupaten Bantul, selanjutnya ke kantor pengelola pasar. Baru setelah mendapat izin atau acc dari pengurus pengelola pasar, petugas yang ada di pasar Imogiri memberikan informasinya. Banyaknya klien yang datang pada petugas pengelola pasar menyebabkan peneliti sering antri dan menunggu berhari – hari untuk menemui petugas pasar Imogiri. Guna memperoleh data peneliti melakukan pengamatan pada bulan September. Hasil pengamatan awal tersebut dijadikan sebagai landasan untuk menggali informasi lebih dalam tentang kasus yang sedang diamati. Selanjutnya, peneliti tinggal di lokasi penelitian selama 1 bulan pada bulan November 2013 dan pada bulan April 2014 peneliti melakukan pengecekan ulang terkait dengan informasi yang telah peneliti peroleh. Selama melakukan penelitian, peneliti menumpang di rumah salah seorang pedagang. Awalnya peneliti kebingungan untuk mencari rumah warga yang dapat ditumpangi, tetapi dengan alasan kost akhirnya peneliti dapat
25
tinggal di rumah seorang pedagang. Peneliti memilih untuk tinggal di rumah pedagang tersebut karena lokasi rumahnya tidak jauh dengan pasar dan dapat lebih mudah melakukan pendekatan dengan pedagang. Peneliti berusaha untuk berbaur dengan masyarakat sekitar, namun itu tidak mudah karena masyarakat melihat sebagai orang asing. Pada awal kehadiran peneliti di pasar banyak pedagang yang ingin mengenal lebih dekat dengan peneliti, mereka menanyakan identitas peneliti. Awalnya ada beberapa yang mengira peneliti adalah seorang tukang loper sandangan7. Ada yang mengira sales. Ada pula yang mengira tukang kredit. Pernah juga ada yang mengatakan peneliti sebagai intel. Bersama dengan berjalannya waktu lama kelamaan pedagang menerima kehadiran peneliti sebagai mahasiswa. Pedagang pasar lebih akrab menyebut peneliti sebagai mahasiswa KKN di pasar, karena sebagian dari mereka belum paham dengan istilah penelitian. Selama penelitian, peneliti ikut membantu berjualan walau hanya sekedar menunggukan barang dagangan. Melalui keterlibatan peneliti dalam proses perdagangan, peneliti baru mengetahui bahwa meyakinkan calon pembeli itu tidak mudah. Seorang penjual harus menaikkan harga jual guna memberi kesempatan pembeli untuk menawar. Pembeli tidak akan membeli barang dengan harga pas. Pembeli pasti mereka menawar terlebih dahulu, sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli barang tersebut. 7
Tukang loper sandangan: Jw artinya Tukang mengantar pakaian.
26
Penelitian bukanlah kegiatan yang mudah. Banyak sekali hambatan yang harus dilalui. Pada awal kehadiran peneliti disangka orang gila. Pada hari terakhir sebelum peneliti meninggalkan lokasi penelitian, ada seorang petugas keamanan parkir (gali) yang mengikuti peneliti. Orang itu mengikuti kemanapun peneliti berada dengan tatapan yang mengerikan. Penelitian kualitatif mungkin sering mendudukan peneliti bukan hanya sebagai subyek penelitian, tetapi juga objek penelitian wong8 pasar.
1.7.5. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara antara lain sebagai berikut: a. Pengamatan terlibat Selama penelitian berlangsung hal – hal yang diamati antara lain, keadaan lingkungan pasar, asal barang dagangan, dan orangorang yang terlibat dalam proses perdagangan. Peneliti datang ke pasar pukul 05.00 dini hari atau selepas ibadah subuh. Di hari yang masih gelap itu, truk, bis, angkutan dan sepeda motor para pedagang telah memadati pasar. Peneliti sempat bertanya pada seorang petugas parkir ternyata aktivitas yang menempati area sekitar 4 ha ini telah berlangsung sejak pukul 04.00 dini hari. Bahkan, ada yang datang sejak pukul 03.00 dini hari. 8
Wong : Jw artinya orang
27
Selama pengamatan peneliti tidak banyak bicara hanya melihat aktivitas yang berlangsung di pasar. Duduk – duduk di sebelah pintu keluar pasar, karena memang pada pagi hari pasar yang ramai ada di sebelah utara dekat pintu keluar. Pedagang menyebut lokasi itu sebagai pasar arahan. Pasar yang disediakan untuk pedagang arahan atau pedagang plataran. Pedagang arahan yakni pedagang yang tidak mempunyai los tetap, mereka dapat pindah kapan saja. Pedagang arahan ini juga tidak berjualan tetap, mereka hanya berjualan ketika mempunyai barang dagangan. Ketika jam mulai menunjukkan pukul 07.00, peneliti berjalan meninggalkan pasar arahan menuju los – los di pasar Imogiri. Saat peneliti melewati sederetan kios yang berada di depan los – los pasar. Kios – kios itu telah dibuka dan pemilik kios sibuk menata barang dagangannya. Akhirnya peneliti sampai di los bumbu tempat seorang bakul berjualan. Di depan los bakul bumbu ini, setiap paginya segerombol penagih hutang berjejer menunggu konsumen. Selanjutnya, sambil mengamati perilaku pedagang pasar peneliti membantu bakul itu menata dagangan saat buka dan merapikan ketika tutup. Peneliti juga ikut menunggukan barang dagangan pedagang arahan yang ada di samping dekat pedagang bumbu. Sebenarnya lokasi itu taman perindang, tetapi oleh sejumlah bakul digunakan untuk menggelar dagangannya. Setelah barang – barang selesai ditata bukan hanya pembeli dan petugas pasar saja yang
28
mendatangi los – los, pemasok barang, penjual makanan keliling, mindrink, bahkan pengemis dan pengamen datang silih berganti.
b. Wawancara Sebagian besar informasi dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan masyarakat. Selama penelitian berlangsung, peneliti mewawancari beberapa orang yang selanjutnya disebut sebagai informan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan kunci dan informan pendukung. Informan kunci adalah orang yang terlibat langsung dalam aktivitas yang sedang dipelajari peneliti. Informan kunci terdiri dari pedagang pasar Imogiri, sedangkan informan pendukung terdiri dari orang yang tidak secara langsung melakukan aktivitas perdagangan. Peneliti menggunakan 2 bentuk wawancara yakni wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Dari kedua bentuk wawancara tersebut, peneliti sering melakukan wawancara tidak terstruktur karena ketika wawancara terstruktur informan cenderung menyembunyikan informasi yang mereka ketahui. Informan gugup dan sering tidak mau menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti. Kemudian, informan dipilih secara acak agar setiap orang mempunyai kesempatan untuk memberikan informasinya. Keseluruhan hasil dari pengamatan dan wawancara setidaknya telah memberikan gambaran
29
tentang perubahan lingkungan fisik dan sosial setelah revitalisasi di pasar Imogiri, serta respon mereka dalam menghadapi perubahan lingkungan fisik dan sosial tersebut. Guna
menambah
pengetahuan
peneliti
juga
mengikuti
pertemuan dan pelatihan pedagang pasar. Pertemuan pedagang berlangsung setiap sebulan sekali dan dihadiri oleh para koordinator pedagang saja. Sebelum hari pertemuan, biasanya ada petugas yang menarik iuran grobog9 pedagang. Pertemuan pedagang selain, untuk mengumpulkan uang grobog juga membahas rencana pasar di masa depan. Pelatihan yang baru – baru ini berlangsung di pasar Imogiri adalah sekolah pasar yang diselenggarakan pemerintah bekerjasama dengan pusat studi ekonomi kerakyatan UGM.
c. Dokumentasi Berkas – berkas atau dokumen juga menjadi sumber peneliti untuk memperkaya data yang diperoleh di daerah penelitian. Dokumen yang peneliti kumpulan berupa, laporan hasil penelitian pasar terdahulu, surat kabar yang memuat pemberitaan terkait dengan pasar, dan foto – foto yang peneliti kumpulkan selama penelitian. Peneliti merasa sangat terbantu dengan adanya penelitian terkait dengan pasar yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Melalui laporan
9
Grobog, Jw Almari tempat menyimpan barang dagangan.
30
penelitian tersebut peneliti setidaknya mengetahui hal – hal yang harus diperoleh selama penelitian. Berita yang terkait dengan pasar pada saat gempa telah membawa peneliti untuk berimajinasi tentang keadaan saat gempa terjadi dan kerusakan yang terjadi di pasar Imogiri. Walaupun peneliti juga termasuk korban gempa bumi 2006, tetapi peneliti saat itu tidak melihat kondisi pasar Imogiri. Peneliti mengetahui kerusakan tentang pasar dari sumber yang ada di internet. Foto – foto yang berhasil peneliti abadikan selama penelitian setidaknya bisa memperlihatkan keadaan yang tidak dapat diceritakan oleh pedagang. Melalui foto itu pula Peneliti memprediksikan sebuah tempat yang mungkin sebagai kawasan hitam. Sebuah warung yang sering digunakan sebagai tempat berkumpulnya para tukang pijat.
1.7.6. Teknik Pengelolaan Data Dari tulisan Hendrarso peneliti mendapatkan informasi bahwa pengolahan data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan cara mengklasifikasi atau mengkategorikan data berdasarkan beberapa tema sesuai dengan fokus penelitian (Hendrarso, 2012:173). Pengolahan data studi kasus, sedikit mempunyai perbedaan dengan pengolahan data dengan metode yang lain. Sedikitnya peneliti melakukan proses penjodohan pola, pembuatan penjelasan dan analisis deret waktu (Yin, 1997 : 133). Pada
31
proses analisis data peneliti juga berpedoman pada proses analisis yang telah dijelaskan oleh Miles dan Huberman yakni reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992 : 15 – 20). Reduksi data adalah proses pemilihan dan pengumpulan catatan lapangan. Penyajian data adalah mendiskripsikan kumpulan informasi tersebut dengan kata – kata yang teratur. Melalui proses penyajian data, peneliti menarik kesimpulan.
1.8. Sistematika Penulisan Laporan Laporan penelitian ini terdiri dari lima bagian. Pada bagian pertama laporan penelitian ini menguraikan latar belakang permasalahan, teori yang digunakan untuk melihat kasus yang dipelajari, penelitian terdahulu dan langkah – langkah yang dilakukan peneliti selama penelitian. Bagian pertama ini merupakan bagian pengantar dari laporan yang dijadikan sebagai acunan untuk menuliskan bagian selanjutnya. Bagian kedua, peneliti menguraikan tentang sejarah dan kondisi sosial lokasi penelitian. Sejarah pasar dan kondisi sosial masyarakat Imogiri perlu dijelaskan karena tanpa mengetahui sejarah dan keadaan sosial masyarakat tentu kita tidak dapat mengetahui perubahan yang terjadi. Setelah mengetahui latar sosial masyarakat Imogiri baru, kemudian memasuki uraian tentang karakteristik pasar.
32
Pokok pembahasan karakteristik pasar diuraikan di bagian ketiga. Karakteristik pasar terdiri dari pelaku pasar, aliran barang dagangan dan aktivitas ekonomi di pasar Imogiri. Dalam bagian ketiga tersebut semua informasi bersumber dari pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan selama di daerah penelitian. Pada bagian empat peneliti menguraikan tentang bentuk – bentuk adaptasi yang dilakukan pedagang pasar di pasar Imogiri. Terakhir adalah bagian penutup. Uraian pada bagian penutup lebih banyak berupa kesimpulan dari bagian – bagian sebelumnya.
33