BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan industri yang dikembangkan dan diandalkan sebagai salah satu sektor pendorong pertumbuhan ekonomi, dikarenakan
sektor pariwsiata
berpengaruh
signifikan
terhadap perekonomian masyarakat. Sekitar awal abad XX (kedua puluh), aktivitas perjalanan wisata hanya dilakukan oleh kaum elit di Eropa, namun kemudian berkembang menjadi lebih meluas. Pariwisata dapat memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi rakyat di dunia. Orang-orang yang melakukan perjalanan memerlukan sejumlah kebutuhan seperti transportasi, akomodasi, makan-minum, porter, pemandu, money changer, health service, dan cendera-mata. Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan
peluang usaha bagi
masyarakat penerima wisatawan yang melibatkan dirinya. Fenomena tersebut telah diakui oleh banyak pihak termasuk PBB, World Bank, dan WTO (World Tourism Organization). Pariwisata adalah kegiatan yang tidak mengenal batas ruang dan wilayah (borderless). Pengaruh globalisasi akibat perkembangan teknologi informasi yang diikuti dengan kemudahan akses membuat pergerakan manusia menjadi lebih cepat, lebih bervariasi, lebih
1
nyaman, lebih ekonomis, dan lebih mudah. Rekreasi, relaksasi, nostalgia, mencari pengalaman dan beberapa alasan lain membuat orang untuk melakukan perjalanan ke berbagai destinasi untuk menikmati berbagai produk pariwisata dan fasilitas yang tersedia. Kini berwisata merupakan salah satu kebutuhan manusia. Tak terkecuali negera berkembang seperti Indonesia, Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI (2005) dalam Sapta (2011:1) menjelaskan bahwa pembangunan kepariwisataan pada dasarnya ditujukan untuk beberapa tujuan pokok yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Persatuan dan Kesatuan Bangsa b. Penghapusan Kemiskinan (Poverty Alleviation) c. Pembangunan
yang
Berkesinambungan
(Sustainable
Development) d. Pelestarian Budaya (Culture Preservation) e. Pemenuhan Kebutuhan Hidup dan Hak Azasi Manusia f. Peningkatan Ekonomi dan Industri g. Pengembangan Teknologi Data Indonesia
statistik
budpar
merupakan
menyebutkan
penggerak
bahwa
perekonomian
kepariwisataan nasional
yang
potensial untuk memacu pertumbuhan perekonomian. Pada tahun
2
2008
kepariwisataan
Indonesia
berkontribusi
terhadap
Produk
Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp. 153,25 trilyun atau 3,09% dari total PDB Indonesia (BPS, 2010). Pada tahun 2009, kontribusinya meningkat menjadi 3,25%. Pertumbuhan PDB pariwisata pun sejak tahun 2001 selalu menunjukkan angka pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan PDB nasional. Pada tahun yang sama, devisa dari pariwisata meurpakan kontributor terbesar ketiga devisa negara, setelah minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit. Peringkat ini menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Indonesia memiliki banyak DTW (daerah tujuan wisata) andalan, salah satunya Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah sebuah daerah setingkat provinsi di Indonesia yang memiliki potensi besar dalam pariwisata. Masyarakat Indonesia selama ini mengenal Yogyakarta sebagai kota budaya, pendidikan dan pariwisata. Sebutan sebagai kota pariwisata diperoleh karena Yogyakarta memiliki banyak objek wisata mulai dari wisata alam, wisata budaya dan sejarah, wisata belanja, hingga wisata buatan. Yogyakarta juga merupakan daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali.
3
1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0
Wisatawan Mancanegara Wisatawan Domestik
2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 1.1. Jumlah Wisatawan di Kota Yogyakarta (2005-2009) Sumber: BPS DIY (2010)
Yogyakarta adalah kota yang memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sampai saat ini masih tetap hidup di tengah-tengah masyarakat. Keunggulan tersebut menjadikan Kota Yogyakarta banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara. Selain itu keunikan atraksi wisata dan budaya, sarana prasarana, serta letak geografis yang strategis merupakan aset yang jika dikelola secara baik dapat mendukung keberadaan Kota Yogyakarta sebagai kota tujuan wisata yang dapat diandalkan. 1.1.1 Isu Pariwisata Kota Kota merupakan destinasi dengan multimotivasi, tidak seperti resor-resor pada umumnya (Law, 1996: 3). Orang-orang datang ke suatu kota untuk berbagai tujuan: bisnis, kegiatan hiburan dan rekreasi, mengunjungi keluarga dan kerabat, atau urusan pribadi lainnya. Pariwisata Kota atau urban tourism
4
bukanlah konsep baru dalam dunia pariwisata. Di negara-negara maju, Eropa dan Amerika, konsep pariwisata kota (urban tourism) telah berkembang sejak puluhan tahun lalu. Bahkan, pada awal pembangunan pariwisata di duniapun, konsep pariwisata kota adalah yang lebih dulu diperkenalkan. Ada beberapa alasan mengapa pariwisata lebih dulu lahir di kota dibandingkan dengan di pedesaan. Pertama, kesiapan sarana dan prasarana pendukung dan penunjang pariwisata jauh lebih duluan tersedia di kota dibandingkan di desa. Kedua, volume pasar (konsumen) lokal lebih banyak terdapat di kota dibandingkan di desa. Jikapun pariwisata dibangun di desa, konsumennya juga berasal dari kota. Ketiga, ketersediaan kemudahan bagi wisatawan lebih terjamin di kota dibandingkan di desa. Keempat, mungkin dari segi keamanan lingkungan dari gangguan hewan liar juga lebih terjamin di kota dibandingkan di desa. Kelima, konsumen dari luar daerah/ luar negeri lebih memilih untuk berkunjung ke Daerah Tujuan Wisata (DTW) yang objek-objek wisatanya terdapat di kota
(bisa
dikarenakan alasan kemudahan, kenyamanan dan keamanan). Sebanyak 40% (empat puluh persen) motivasi untuk melakukan perjalanan pariwisata dikarenakan kebudayaan yang berbeda. Faktor ini menjadi faktor terkuat dibandingkan dengan keadaan alam ataupun yang lainnya, perbedaan kebudayaan dapat menimbulkan ketertarikan bagi wisatawan yang kemudian menjadi
5
kunci bagi kunjungan wisatawan ke suatu tempat, kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Wiendu Nuryanti, dalam konferensi bertema "Indonesia Tourism: The Role of Private Sectors" di Tourism & Creative Economy Fair 2012 (ITCEF), Jakarta Convention Center (JCC).1 Tidak sedikit jumlah atraksi dan aset-aset yang memiliki nilai sejarah dan budaya berada pada wilayah kota. Baik itu sebuah kawasan cagar budaya, bangunan-bangunan bersejarah, objek, festival, event, kehidupan sosial budaya keseharian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan keunikan lokal. Singapore dapat menjadi contoh sukses pembangunan pariwisata kota (urban tourism) di Asia Tenggara. Singapore pernah kehilangan popularitas pariwisata sekitar tahun 1970an akibat penghancuran gedung-gedung tua, sehingga jumlah wisatawan merosot tajam. Pengalaman itu membuat pemerintah Singapore sadar akan pentingnya pelestarian warisan budaya bagi kemajuan pariwisata.
Bangunan-bangunan
bersejarah
mampu
merajut
hubungan nostalgia. Kemudian pemerintah Singapore mengundang para ahli dari Amerika untuk mendesain dan merenovasi kembali bangunan-bangunan lama yang memiliki nilai seni dan arkiologis. Akhirnya dalam kurun waktu yang tidak begitu lama, Singapore dapat 1
bangkit
dan
mampu
menenggelamkan
popularitas
http://post.indah.web.id/?/read/2012/10/20/407/706901/motivasi-terkuat-berwisata-karena-budaya-bukan-alam
6
kepariwisataan
negara-negara
lain
di
sekitarnya
termasuk
Indonesia, Malaysia dan Thailand. Dalam skala kawasan, Xintiandi di Shanghai menjadi begitu hidup dengan adanya pengembangan kembali oleh arsitek Benjamin T. Wood and Nikken Sekkei International. Xintiandi pada awalnya merupakan kawasan cagar budaya yang tak terawat dan tidak produktif sebelum dikembangkan menjadi toko buku, kafe, restoran, dan pusat perbelanjaan kelas dunia. Dengan tetap mempertahankan bangunan-bangunan aslinya Xintiandi mampu menjadi salah satu pusat gaya hidup dan tujuan wisata andalan di Cina. Dengan pendekatan dari kedua isu mengenai Singapura dan Cina
dapat
ditarik
kesimpulan
bahwa
salah
satu
cara
menghidupkan sebuah pariwisata kota (urban tourism) adalah dengan cara mengembangkan potensi-potensi budaya yang sudah ada. Bentuk pengembangan dapat berupa pemanfaatan objek dengan diberikanya fungsi-fungsi kreatif yang dapat menarik wisatawan. 1.1.2 Potensi Pariwisata Kota di Yogyakarta Kota
Yogyakarta
memiliki
daya
tarik
tersendiri
bagi
wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Yogyakarta bisa dipandang sebagai kota yang kaya akan potensi pariwisata
7
kebudayaan baik fisik maupun nonfisik. Keberadaan Keraton Yogyakarta yang sarat dengan budaya Jawa yang masih kental di tengah-tengah kehidupan masyarakat modern merupakan salah satu keunikan yang mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Kota Yogyakarta. Pusat perbelanjaan tradisional seperti Pasar Beringharjo dan koridor Malioboro pada umumnya juga menjadi sasaran utama para wisatawan. Kota Yogyakarta juga memiliki sentra makanan tradisional seperti bakpia pathuk, gudheg, dan yangko. Selain itu, Kota Yogyakarta memiliki sepuluh museum, wisata buatan, dan secara rutin masih menyelenggarakan pentas kesenian, antara lain Ramayana, santi budoyo, dan wayang kulit. Kelompok-kelompok kesenian banyak tumbuh dan berkembang. Yogyakarta juga secara berkala mengadakan event kirab budaya dan karnaval. Pengembangan wisata Sungai Winongo dan kampung-kampung wisata juga menambah potensi wisata Kota Yogyakarta.
Selain
itu,
peninggalan-peninggalan
bangunan
bersejarah seperti Tamansari dan Kotagede membuat potensi wisata kota Yogyakarta semakin beragam. 1.1.3 Kondisi Pariwisata di Yogyakarta Visi pembangunan Kota Yogyakarta tahun 2007–2011 sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Yogyakarta 2007 – 2011 adalah Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan berkualitas, kota
8
pariwisata berbasis budaya dan kota pusat pelayanan jasa yang berwawasan
lingkungan.
Dalam
bidang
kepariwisataan,
visi
tersebut menentukan sasaran pembangunan kota Yogyakarta, yaitu sebagai kota pariwisata berbasis budaya dengan dukungan keragaman objek dan daya tarik wisata. Yogyakarta memiliki beragam potensi dalam pariwisata namun menurut data BPS tahun 2013 rata-rata lama menginap wisatawan di hotel bintang di Provinsi D. I. Yogyakarta pada bulan Januari 2013 menunjuk
besaran
angka 1,85 malam atau
mengalami kenaikan 0,14 malam, dari rata-rata lama menginap bulan sebelumnya. Rata-rata tamu menginap terlama mencapai 2,06 malam terjadi pada hotel bintang lima, sedangkan terpendek 1,48 malam pada hotel bintang tiga. Pada hotel non bintang /akomodasi lain rata-rata lama menginap 1,62 malam, naik 0,25 malam dibandingkan bulan sebelumnya yang menunjuk besaran angka 1,37 malam. Rata-rata menginap terpanjang selama 1,78 malam pada kelompok kamar 10-24 sedangkan terpendek 1,48 malam pada kelompok kamar < 10. Menurut Kepala Badan Promosi Pariwisata Kota Yogyakarta, Deddy Pranawa Eryana, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Yogyakarta jauh lebih banyak daripada wisatawan yang berkunjung ke Bandung. Namun lama tinggal (length of stay) wisatawan di Kota Yogyakarta rata-rata baru 2,3 hari, lebih rendah
9
dari Bandung yang mempunya lama tinggal wisatawannya sebesar 3 (tiga) hari. Hal ini disebabkan karena kurangnya inovasi tujuan wisata di Yogyakarta yang menyebabkan wisatawan tidak perlu berlama-lama tinggal.2 Yogyakarta merupakan kota kecil dengan luas wilayah 32.5 km2 dengan jumlah populasi 430.735 jiwa, sehingga kurang lebih terdapat 13.253 jiwa setiap km2. dengan luasan yang cenderung kecil dengan penduduk yang cukup padat Yogyakarta memiliki peluang besar mengalami “over carring capacity”, dalam hal ini adalah daya tampung wilayah yang tidak mencukupi. Kepala Dinas Pariwisata
dan
Kebudayaan
Kota
Yogyakarta,
Yulia
Rustiyaningsih mengatakan, libur panjang akhir pekan biasanya cukup mampu mendongkrak kunjungan wisatawan ke Kota Yogyakarta. "Hal itu bisa dilihat dari volume kendaraan yang semakin meningkat di beberapa objek wisata seperti Malioboro," katanya.
Namun
meningkatnya
demikian,
jumlah
Yulia
kunjungan
tidak memungkiri wisatawan
apabila
tersebut
juga
menyebabkan munculnya berbagai masalah seperti kemacetan dan parkir kendaraan.3 Saat ini Kota Yogyakarta terkenal dengan wisata budayanya dan ragam situs bersejarah yang tidak dapat ditemukan di kota
2 3
http://travel.kompas.com/read/2012/04/09/15225273/ Lama.Tinggal.Wisatawan.di.Yogya.Belum.Mencapai.3.Hari http://travel.kompas.com/read/2012/ 04/09/15225273/Lama.Tinggal.Wisatawan.di.Yogya.Belum.Mencapai.3.Hari
10
lainnya. Sehingga wisata di Kota Yogyakarta yang paling sering menarik minat wisatawan adalah wisata budaya dan sejarah.4 Isu permasalahan pariwisata Kota Yogyakarta lainnya adalah pengembangan pariwisata di Kota Yogyakarta yang lamakelamaan justru mengakibatkan generasi muda di Kota Yogyakarta berduyun-duyun meninggalkan kebudayaannya sendiri (Nadjib, 1994). Padahal salah satu visi dalam RPJMD Kota Yogyakarta adalah menjadikan Yogyakarta sebagai kota pariwisata berbasis budaya. Menurut IUOTO (International Union of Official Travel Organization) yang dikutip oleh Spillane (1993), seharusnya pariwisata dikembangkan dengan mempertimbangkan delapan aspek yaitu: a. Pariwisata sebagai faktor pemicu bagi perkembangan ekonomi nasional maupun international. b. Pemicu kemakmuran melalui perkembangan komunikasi, transportasi, akomodasi, jasa-jasa pelayanan lainnya. c. Perhatian khusus terhadap pelestarian budaya, nilai-nilai sosial agar bernilai ekonomi.
4
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/09/18/eksotika-kota-jogja/
11
d. Pemerataan kesejahtraan yang diakibatkan oleh adanya konsumsi wisatawan pada sebuah destinnasi. e. Penghasil devisa. f. Pemicu perdagangan international. g. Pemicu
pertumbuhan
dan
perkembangan
lembaga
pendidikan profesi pariwisata maupun lembaga yang khusus yang membentuk jiwa hospitality yang handal dan santun. h. Pangsa pasar bagi produk lokal sehingga aneka-ragam produk terus berkembang, seiring dinamika sosial ekonomi pada daerah suatu destinasi. Namun sangat disayangkan perkembangan pariwisata kota di Yogyakarta saat ini, mulai dicemari dengan praktek-praktek mencari keuntungan semata tanpa mengindahkan kekhasan Yogyakarta sebagai kota yang berbudaya tinggi.5 Pengembangan pariwisata kota Yogyakarta sedikit demi sedikit mulai mengancam eksistensi dan kelestarian budaya lokal. Hal ini apabila dibiarkan dikhawatirkan dapat mengakibatkan menurunnya jumlah kunjungan wisatawan terutama wisatawan mancanegara. Para wisatawan mancanegara tersebut terutama adalah wisatawan mancanegara yang berasal dari Singapura dan Malaysia. Mereka mulai meninggalkan Kota Yogyakarta lebih memilih Kota Jakarta dan
5
http://agusyoto.wordpress.com
12
Bandung sebagai destinasi wisata mereka.6 Selain itu adanya pergeseran minat wisatawan yang lebih ke arah minat khusus mengakibatkan Kota Yogyakarta dengan luas wilayah yang terbatas mulai mengembangkan pariwisata kotanya tanpa harus dengan cara menambah objek wisata baru.7 Jika
kecenderungan-kecenderungan
yang
terjadi
di
Yogyakarta tersebut tidak segera diatasi, ada kemungkinan sektor pariwisata Yogyakarta akan semakin terpinggirkan dan kalah bersaing dengan daerah-daerah lain. Karena keuntungan yang cukup besar, daerah-daerah lain berlomba menawarkan sektor pariwisatanya kepada para wisatawan baik asing maupun dalam negeri. Untuk itu perlu sebuah solusi, gagasan dan inovasi agar pengembangan pariwisata di Yogyakarta dapat berkembang dan mampu bersaing. 1.2 Rumusan Masalah Yogyakarta memiliki potensi besar dalam pariwisata, namun rendahnya lama tinggal (length of stay) wisatawan di kota Yogyakarta masih menjadi permasalahan yang mendasar. Pergeseran minat wisatawan dari kota Yogyakarta ke destinasi kota yang lain dikarenakan kurangnya inovasi tujuan serta adanya penurunan jumlah
6
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/ 94440
7
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/travelling/11/07/08/lo06qt-inilahlima-kampung-di-yogyakarta-yang-jadi-tujuanwisata-mancanegara
13
wisatawan
mancanegara
mengindikasikan
kejenuhan
wisatawan
terhadap produk wisata di Yogyakarta. Sebagian besar objek wisata yang berada di dalam kota seperti bangunan-bangunan heritage, museum dan geleri seni, pusat perbelanjaan hingga event dan festival. Selain itu sebagai ibukota propinsi Kota Yogyakarta memiliki infrastruktur yang cukup memadahi. Degradasi sosial dan budaya serta praktek-praktek pembangunan mencari
keuntungan
semata
tanpa
mengindahkan
kekhasan
Yogyakarta menjadi isu yang penting. Dengan melihat Singapura yang pernah terpuruk dengan penghancuran situs bersejarahnya, tidak menutup kemungkinan kekhasan Yogyakarta yang ditenggelamkan dapat
mengurangi
ketertarikan
wisatawan
untuk
berkunjung
dikarenakan Yogyakarta menjadi “tidak berbeda” dibandingkan dengan kota-kota yang lain. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berikut adalah hal-hal yang akan dibahas dan dijelaskan dalam penelitian yaitu: 1. Apa sajakah jenis daya tarik dan derajat penawaran wisata kota di kota Yogyakarta yang menarik? 2. Seberapa besar daya tarik wisata kota di kota Yogyakarta dapat menangkap dan menahan wisatawan dalam satuan waktu?
14
3. Bagaimana penawaran pariwisata kota di kota Yogyakarta dapat meningkatkan lama tinggal wisatawan? 1.4 Tujuan dan Sasaran Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan permasalahan kondisi penawaran wisata (supply) secara deskriptif dalam sudut pandang pariwisata kota di kota Yogyakarta, sehingga dapat dilakukan perumusan tindak lanjut Pengembangan Pariwisata Kota yang sesuai untuk Kota Yogyakarta. 1.4.2 Sasaran Penelitian Adapun sasaran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Sasaran jangka panjang Melelui penelitian ini diharapkan mampu mengarah pada terwujudnya kepariwisataan yang bukan hanya bersudut pandang pada “economical benefit” saja, namun kepariwisataan yang mampu melestarikan dan mengembangkan potensi budaya yang sudah ada.
b.
Sasaran jangka pendek Yogyakarta menjadi destinasi yang menarik dan mampu menahan wisatawan untuk lebih lama tinggal
15
dengan mengembangkan terlebih dahulu potensipotensi yang sudah dimiliki. 1.5 Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup dari batasan penelitian Pengembangan Pariwisata Kota di Yogyakarta ini adalah penawaran pariwisata kota yang berada di wilayah administratif Kota Yogyakarta. 1.6 Keaslian Penulisan 1. Peneliti: Judul:
Lalu Zulfa Halim (2006) Peran
Diversifikasi
Atraksi
Sebagai
Strategi
Peningkatan Lama Tinggal Wisatawan Fokus:
Peran
divesifikasi
atraksi
terhadap
strategi
peningkatan lama tinggal wisatawan mancanegara. Lokus: 2. Peneliti: Judul:
Lombok Tengah, NTB Cinthyaningtyas Meytasari (2006) Kajian Produk dan Elemen Penggerak Pariwisata Kota Lama (Urban Heritage)Semarang Dalam Aspek Lingkungan Fisik Spasial
Fokus:
Formulasi
untuk
Semarang
sebagai
mengembangkan kawasan
kota
wisata
lama
heritage
berdasarkan demand dan ekspektasi wisatawan, tour operator/tour guide dan masyarakat.
16
Lokus: 3. Peneliti:
Kota lama Semarang Sadar Pakarti Budi (2012)
Judul:
Kajian Tipologi Destinasi Pariwisata Kota Jakarta
Fokus:
Mengkaji tipologi destinasi pariwisata kota Jakarta dan daya tarik atraksi pariwisata kota di kota Jakarta.
Lokus: 4. Peneliti:
Kota Jakarta Taufiq Kurniawan Putra (2014)
Judul:
Penawaran Pariwisata Kota di Kota Yogyakarta
Fokus:
Mengkaji
daya
tarik
pariwisata
kota
di
kota
Yogyakarta berdasarkan sudut pandang penawaran (supply). Lokus:
Kota Yogyakarta
1.7 Manfaat Penelitian Penelitian ini ditulis dengan harapan dapat memberi manfaat sebagai berikut: a. Bagi pelaku pasar pariwisata Bermanfaat untuk menemukan peluang usaha dan melakukan pengembangan usaha wisata. b. Bagi perencanaan pariwisata
17
Bermanfaat sebagai referensi konseptual guna menyusun strategi perencanaan pengembangan pariwisata kota (urban tourism). c. Bagi ilmu pengetahuan Bermanfaat sebagai referensi teoritik pengembangan pariwisata kota (urban tourism).
18