BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Sektor transportasi merupakan salah satu subsektor dari sektor infrastruktur di Bursa Efek Indonesia (BEI). Infrastruktur merupakan salah satu faktor penentu pembangunan ekonomi yang sama pentingnya dengan faktorfaktor produksi umum lainnya seperti modal dan tenaga kerja. Sejak krisis ekonomi 1998, perhatian pemerintah terhadap penyediaan infrastruktur sangatlah minim, khususnya di wilayah luar Jawa. Hal tersebut terjadi karena setelah krisis pemerintah harus fokus terhadap hal-hal yang lebih mendesak seperti menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan perekonomian secara keseluruhan, mencegah pelarian modal, menanggulangi hutang luar negeri, serta menstabilkan kembali situasi politik dan sosial. Akibatnya kondisi infrastruktur terpuruk. Sektor transportasi di Indonesia baik sebagai infrastruktur maupun layanan jasa adalah suatu urat nadi utama kegiatan perekonomian yang pada gilirannya akan menentukan tingkat keunggulan daya saing suatu perekonomian. Ketersediaan prasarana dan sarana yang mencukupi dan efektif, serta tumbuhnya industri jasa yang efisien dan berdaya saing tinggi pada setiap sektor perhubungan, baik darat, laut maupun udara, akan menentukan kecepatan pertumbuhan perekonomian Indonesia mengatasi persaingan global yang makin ketat dan berat. Sebagai gambaran luas, kondisi transportasi di Indonesia saat ini masih mengalami hambatan yang belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
11 Universitas Sumatera Utara
Hal-hal tersebut antara lain karena terbatasnya dukungan pembiayaan dari dunia perbankan maupun lembaga keuangan non-bank dalam memberi pinjaman kredit yang mengakibatkan industri transportasi saat ini sulit berkembang. Pemerintah memperkirakan kebutuhan dana investasi sektor transportasi yang tertuang dalam Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) kurun 2010 sampai 2025 mencapai Rp 475 triliun. Kebutuhan investasi tersebut terdiri atas modal transportasi kereta api Rp 326 triliun, pelabuhan Rp 117 triliun dan pembangunan bandara Rp 32 triliun. Faktor yang menahan implementasi dari rencana ini, salah satunya pendanaan. Sektor transportasi masih memiliki peluang investasi yang besar dengan permintaan akan transportasi darat, udara dan laut, disamping itu pasar domestik masih memiliki peluang yang cukup kuat. Walaupun sektor transportasi mengalami pertumbuhan pada tahun 2012, namun berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di BEI beberapa perusahaan transportasi mengalami kerugian tidak hanya satu tahun tetapi juga beberapa tahun. Beberapa perusahaan transportasi yang mengalami kerugian atau laba negatif selama dua tahun berturut-turut adalah sebagai berikut: Tabel 1.1 Daftar Perusahaan Transportasi Yang Memiliki Laba Negatif 2 Tahun atau Lebih Pada Tahun 2012-2014 TAHUN NO
KODE
NAMA PERUSAHAAN
(Dalam Jutaan Rupiah) 2012
1
APOL
ARPENI PRATAMA OCEAN LINE TBK.
2
BULL
BUANA LISTYA TAMA TBK.
2013
2014
-769.747
-1.241.320
-17.331
-7.784.527
-43.130.203
-12.566.533
12 Universitas Sumatera Utara
TAHUN NO
KODE
NAMA PERUSAHAAN
(Dalam Jutaan Rupiah) 2012
CITRA MAHARLIKA NUSANTARA CORPORA TBK. GARUDA INDONESIA (PERSERO) TBK. INDONESIA AIR TRANSPORT TBK.
3
CPGT
4
GIAA
5
IATA
6
KARW
7
MIRA
8
RIGS
9
TRAM
TRADA MARITIME TBK
10
ZBRA
ZEBRA NUSANTARA TBK.
2013
2014
76.291.345
-128.477.305
-266.619.956
177.864.464
-3.921.920
-333.972.698
-3.032.285
-2.381.546
-2.234.116
5.616.394
-4.696.188
-2.970.414
10.736
-1.308
-44.649
6,056,530
-6,801,280
-2,122,231
-30.684.235
3.862.762
-33.839.976
-8.700
-7.933
-8.999
ICTSI JASA PRIMA TBK MITRA INTERNATIONAL RESOURCES TBK RIG TENDERS INDONESIA TBK
PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (APOL) mengalami penurunan kinerja pada kuartal-1 2015 dengan membukukan kerugian bersih Rp 114,07 miliar, sedangkan pada kuartal-1 2014 perseroan membukukan laba bersih Rp 44,36 mililar. Merosotnya kinerja APOL pada kuartal-1 2015 tersebut terutama disebabkan oleh kerugian kurs yang cukup besar yaitu Rp 75,56 miliar, sedangkan pada kuartal-1 2014 perseroan membukukan keuntungan kurs mencapai Rp 132,83 miliar (Britama, 2015). Dalam laporan keuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia, laba bersih PT Buana Listya Tama Tbk (BULL) anjlok 95,81% menjadi US$ 475.537 setara dengan Rp 5,9 miliar pada kuartal-III 2014 dari sebelumnya US$ 11,35 juta. Penurunan laba bersih dalam kuartal-III 2014 ini diakibatkan karena pendapatan perseroan tercatat merosot menjadi US$ 33,71 juta dari sebelumnya US$ 36,21 juta (Financeroll Indonesia, 2015).
13 Universitas Sumatera Utara
Emiten transportasi dan taksi PT Citra Maharlika Nusantara Corpora Tbk / Dahulu Cipaganti Citra Graha (CPGT) membukukan kerugian bersih pada kuartal-1 2015 mencapai Rp 2,06 miliar, kerugian tersebut menunjukkan kinerja perseroan pada kuartal-1 2015 anjilok bila dibandingkan dengan kinerja pada kuartal-1 2014 yang masih membukukan laba bersih sebesar Rp 7,11 miliar. Merosotnya kinerja CPGT pada kuartal-1 2015 tersebut disebabkan oleh pendapatan pokok yang mengalami kemerosotan sebesar 47,62% menjadi Rp 72,69 miliar dari pendapatan pokok pada kuartal-1 2014 yaitu Rp 138,75 miliar (Bursa JKSE, 2015). Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. akhirnya mengantongi laba bersih US$ 11,3 juta pada kuartal-I 2015 setelah pada periode yang sama tahun lalu menderita rugi bersih US$ 168,04 juta. Hal ini diakibatkan karena pendapatan usaha perseroan meningkat menjadi US$ 927,32 juta pada tiga bulan pertama tahun ini dari US$ 817,41 juta (Sukirno, 2015). Emiten penyewaan pesawat dan manajemen port, PT Indonesia Transport Tbk (IATA) melaporkan penurunan kerugian bersih pada semester-I 2015 sebesar 46,68% menjadi USD 2,54 juta dari kerugian bersih pada semester-I 2014 yaitu USD 4,67 juta (Britama, 2015). PT Itcsi Jasa Prima Tbk (KARW) membukukan rugi bersih sebesar USD 2,14 juta pada semester-I 2014. Rugi bersih semester-I 2014 menunjukkan membaiknya kinerja perseroan bila dibandingkan dengan rugi bersih pada semester-I 2013 sebesar USD 2,20 juta (Britama, 2014).
14 Universitas Sumatera Utara
Sedangkan PT Mitra International Resources Tbk (MIRA) membukukan laba bersih sebesar Rp 0,50 miliar pada kuartal-I 2014. Laba bersih kuartal-I 2014 menunjukan penurunan kinerja sebesar 70,59% bila dibandingkan dengan laba bersih pada kuartal-I 2013 sebesar Rp 1,70 triliun (Britama, 2014). Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang dipublikasikan di BEI oleh Perseroan RIGS, PT Rig Tenders Indonesia Tbk (RIGS) masih membukukan rugi bersih sebesar US$ 904.304 setara dengan Rp 11,3 miliar pada periode 2014. Hal ini disebabkan karena pendapatan perseroan tercatat anjlok menjadi US$ 34,05 juta dari periode 2013 yang mencapai US$ 53,24 juta (Sukirno, 2015). Emiten pelayaran yang dulu sangat lancar transaksi sahamnya, PT Trada Maritim Tbk (TRAM) melaporkan kerugian pada semester-I 2015 yang mencapai USD 62,05 juta (asumsi kurs saat ini adalah Rp13.500, maka kerugian perseroan mencapai Rp 837,68 miliar). Kinerja TRAM pada semester-I 2015 tersebut anjlok dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama tahun 2014 yang masih membukukan laba bersih sebesar USD 4,21 juta. Terpuruknya kinerja TRAM pada semester-I 2015 tersebut disebabkan oleh penurunan nilai aset perseroan dan pendapatan pokok perseroan. Kerugian dari penurunan nilai aset perseroan mencapai USD 57,41 juta pada semester-I 2015, sedangkan pada periode yang sama tidak ada. Pendapatan pokok perseroan mengalami penurunan dari USD 30,09 juta menjadi USD 16,88 juta atau turun 43,90% (Britama, 2015). PT Zebra Nusantara Tbk (ZBRA) membukukan rugi bersih pada quarter-2 2015 sebesar 5,3 miliar. Naik bila di bandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014 yang mencetak kerugian sebesar 2,3 miliar (Indopremier, 2015).
15 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 1.1, perusahaan transportasi yang memiliki laba negatif selama 2 tahun atau lebih disebabkan oleh ekonomi global dan meningkatnya beban operasional terutama harga bahan bakar yang dipengaruhi harga minyak dunia sehingga berimbas kepada pendapatan perusahaan. Modal yang sangat penting dalam perusahaan transportasi adalah aset seperti pesawat terbang, kendaraan beroda, dan kapal karena aset yang digunakan memerlukan pemeliharaan atau pembaruan sehingga memerlukan biaya yang cukup besar. Dengan aset yang besar memungkinkan perusahaan memiliki total kewajiban hutang yang besar pula, dimana sebagian aset dibiayai oleh hutang perusahaan kepada pihak lain. Selain itu, rugi selisih kurs memiliki andil dalam naik turunnya laba bersih perusahaan karena masalah ekonomi global akan mempengaruhi kurs dunia salah satunya bagi perusahaan-perusahaan Go Public di Indonesia yang harus mengkonversi nilai mata uang asing ke mata uang rupiah. Jadi penurunan laba dapat menimbulkan pengaruh yang cukup besar terhadap kelangsungan operasi perusahaan. Ditahun 2015 perusahaan transportasi memiliki kemungkinan mengalami kenaikan laba atau penurunan laba. Kenaikan laba di tahun 2015 mengindikasikan adanya pemulihan perusahaan untuk dapat tumbuh lebih baik, dimana laba tersebut dapat menutupi kewajiban dan biaya operasional perusahaan tahun sebelumnya. Penurunan kinerja dengan kerugian yang terus menerus dapat mempersulit perusahaan dalam memenuhi beban operasional, beban kewajiban hutang, pengelolaan aset dan sudah tentu berimbas kepada keuangan perusahaan
16 Universitas Sumatera Utara
secara menyeluruh sehingga ada kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau kebangkrutan. Menurut Elloumi dan Gueyie dalam jurnal penelitian Adi dan Rahmawati (2015) mendefinisikan financial distress sebagai perusahaan yang memiliki laba per lembar saham negatif. Sedangkan menurut Khaliq dkk (2014), kesulitan keuangan atau financial distress adalah keadaan dimana perusahaan menemukan kesulitan atau bahkan tidak bisa untuk membayar kewajiban keuangannya kepada para kreditur. Financial distress penting untuk dipelajari karena berfungsi sebagai tanda bahwa suatu perusahaan akan bangkrut sehingga dapat dilakukan tindakan antisipatif untuk mencegah hal tersebut. Dalam jurnal penelitian Mas’ud dan Srengga (2015) pada perusahaan Manufaktur, rasio keuangan yang menggunakan likuiditas yang diukur dengan current ratio tidak berpengaruh terhadap financial distress. Profitabilitas yang diukur dengan return on asset berpengaruh terhadap financial distress. Financial leverage yang diukur dengan debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap financial distress dan arus kas operasi berpengaruh terhadap financial distress perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Pattinasarany (2010) pada semua perusahaan Go Public kecuali keuangan dan perbankan di BEI tanpa membedakan perusahaan besar dan kecil, yang didasarkan pada penelitian Plat and Plat menghasilkan hipotesis bahwa variabel rasio keuangan yang signifikan mendominasi pengaruh financial distress, meliputi rasio laba bersih terhadap penjualan, rasio aktiva lancar terhadap hutang, rasio penjualan terhadap total
17 Universitas Sumatera Utara
aktiva, rasio penjualan terhadap aktiva lancar, rasio laba bersih terhadap total aktiva dan rasio kas terhadap hutang lancar. Rasio-rasio ini berpengaruh terhadap financial distress karena tingkat signifikan < 0,05 dan atau 0,1 sedangkan rasio lainnya tidak berpengaruh terhadap financial distress. Peneliti juga menyarankan untuk mencari variabel yang memungkinan signifikan terhadap financial distress dengan menggunakan model Altman, Camel, Seta dan lain-lain. Berdasarkan penelitian Mas’ud dan Srengga (2015), dan penelitian Pattinasarany (2010), peneliti berpendapat bahwa tidak semua rasio keuangan dapat dilakukan untuk memprediksi financial distress karena size perusahaan yang berbeda akan berpengaruh terhadap rasio keuangan dan tingkat kesulitan keuangannya, di mana modal dan aset yang dimiliki akan berbeda. Selain itu, model
prediksi
financial
distress
dan
pengujian
terhadap
data
dapat
mempengaruhi signifikasi terhadap hasil pengujian sehingga perlu rasio keuangan yang terbaik dan tepat untuk memprediksi financial distress. Selain fenomena di atas, penelitian ini juga merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Eneng Firma (2013) mengenai pengaruh rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio rentabilitas ekonomi dan rasio leverage terhadap prediksi financial distress (suatu studi pada perusahaan jasa transportasi di bursa efek indonesia). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Eneng Firma (2013) adalah peneliti menggunakan periode tahun yang lebih baru yaitu periode tahun 2012-2014. Peneliti mencoba untuk mengembangkan penelitian ini dengan memilih perusahaan Transortasi yang listing di BEI dan menggunakan laporan keuangan
18 Universitas Sumatera Utara
selama tiga tahun (2012 sampai 2014) dengan variabel rasio keuangan model Altman sebagai rasio terbaik yang digunakan untuk memprediksi financial distress. Rasio keuangan model Altman memiliki lima rasio keuangan terbaik dari dua puluh dua rasio keuangan dalam memprediksi financial distress perusahaan atau kebangkrutan. Karena penulis menggunakan sampel penelitian pada perusahaan transportasi maka digunakan empat rasio keuangan model Altman. Sedangkan untuk mengetahui kekuatan pengaruh prediksi perusahaan transportasi yang mengalami financial distress, digunakan regresi berganda. Selain itu, peneliti ingin mengetahui apakah rasio keuangan dengan model Altman yang diterapkan pada perusahaan transportasi yang dinilai berkembang di Indonesia dan berpotensi tumbuh dengan baik namun beberapa emitennya mengalami kerugian dapat berpengaruh terhadap prediksi financial distress perusahaan transportasi atau tidak. Pentingnya prediksi financial distress perusahaan yang digunakan untuk mengetahui kondisi perusahaan saat ini dan yang akan datang, maka penulis tertarik mengambil judul “Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Profitabilitas, Rasio Rentabilitas Ekonomi dan Rasio Leverage Terhadap Prediksi Financial Distress (Suatu Studi Pada Perusahaan Transportasi Di Bursa Efek Indonesia).”
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka perumusan masalah penelitian adalah :
19 Universitas Sumatera Utara
1. Apakah rasio likuiditas secara parsial berpengaruh terhadap prediksi financial distress pada perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah rasio profitabilitas secara parsial berpengaruh terhadap prediksi financial distress pada perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia? 3. Apakah rasio rentabilitas ekonomi secara parsial berpengaruh terhadap prediksi financial distress pada perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia? 4. Apakah rasio leverage secara parsial berpengaruh terhadap prediksi financial distress pada perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia? 5. Apakah rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio rentabilitas ekonomi dan rasio leverage berpengaruh secara simultan terhadap prediksi financial distress pada perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh rasio likuiditas secara parsial terhadap prediksi financial distress pada perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia. 2. Untuk mengetahui pengaruh rasio profitabilitas secara parsial terhadap prediksi financial distress pada perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia. 3. Untuk mengetahui pengaruh rasio rentabilitas ekonomi secara parsial terhadap prediksi financial distress pada perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia.
20 Universitas Sumatera Utara
4. Untuk mengetahui pengaruh rasio leverage secara parsial terhadap prediksi financial distress pada perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia. 5. Untuk mengetahui pengaruh rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio rentabilitas ekonomi dan rasio leverage secara simultan terhadap prediksi financial distress pada perusahaan Transportasi di Bursa Efek Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat di dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagi Perusahaan Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi perusahaan dalam mengelola keuangannya dengan baik dan membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat pada situasi keuangan perusahaan dalam kondisi apapun.
2.
Bagi Investor Penelitian ini dapat memberikan masukan dalam memilih perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik sehingga investasi menjadi tepat dalam menghasilkan profit yang diharapkan.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan referensi yang dapat memberikan perbandingan dalam melakukan penelitian lebih lanjut.
21 Universitas Sumatera Utara