BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI BATU MULIA DI DESA GENDARAN, KECAMATAN DONOROJO, KABUPATEN PACITAN, PROVINSI JAWA TIMUR
A. Perkembangan Industri Batu Mulia Desa Gendaran Batu mulia atau yang dikenal sebagai batu permata adalah semua jenis batu-batuan yang memiliki nilai tinggi dan mempunyai harga yang mahal. Batu mulia adalah batu yang dibentuk dari hasil proses geologi yang unsurnya terdiri atas satu atau beberapa komponen kimia yang mempunyai harga jual tinggi. Pembentukan batu mulia sendiri tidak jauh berbeda dengan pembentukan batuan atau mineral secara umum oleh karena itu, pembentukan batu mulia terjadi melalui proses diferensiasi magma, proses metamorfosa, atau sedimentasi1. Pembentukan batu mulia (akik) terjadi melalui proses geologi yang sangat panjang yaitu melalui diferensi magma, metamorfosa atau sedimentasi. Proses awal pembentukan batu mulai terjadi ketika adanya aktivitas di dapur magma di dalam perut Bumi, batuan cair tersebut bersuhu di atas 1000 derajat celcius dan terus bergerak dalam mantel bumi (selubung). Di luar mantel bumi lapisan kerak yang tersusun rapi dari lempeng-lempeng yang secara terus-menerus bertumbukan sehingga menyisakan banyak retakan. Adanya tekanan yang kuat dari dalam, cenderung mendorong magma untuk mencari jalan keluar ke
1
Jawa Pos, “Batu Cincin Bikin Pede”, Bulan Mei 2015 edisi 82.
39
40
permukaan. Ketika cairan super panas yang tertekanan tinggi tersebut mulai menaik, maka cairan magma ini akan melarutkan berbagai batuan lain yang ada disekitarnya. Maka terjadilah proses pelarutan atau ubahan hidrotermal.2 Di dunia ini tidak semua tempat mengandung batu mulia. Di Indonesia hanya beberapa tempat yang mengandung batu mulia antara lain di provinsi Banten dengan Kalimayanya, di Lampung dengan batu jenis-jenis anggur yang menawan dan jenis cempaka,di Pulau Kalimantan dengan Kecubungnya (amethys) dan Intan (berlian) dan tentu Pacitan dengan jenis kalsedonnya. Batu mulia mempunyai nama dari mulai huruf a sampai huruf z yang diklasifikasikan menurut kekerasannya yang dikenal dengan Skala Mohs dari 1 sampai 10.3 Mohs seorang ahli perbatuan mengklasifikasi atau menggolongkan tingkatan keras batu menjadi 10 tingkatan. Berlian digolongkan dalam kekerasan paling keras yaitu 10. Dengan adanya ukuran nilai kekerasan, orang dengan mudah membedakan batu mulia. Semua jenis batu yang mempunyai nilai keras tujuh setengah ke atas skala Mohs dinamakan atau digolongkan sebagai batu mulia. Batu yang mempunyai kekerasan 6,5 sampai dengan 7,5 dinamakan batu setengah Mulia.
2
Mahardi Paramita., Kemilau Batu Permata, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 10. 3
Skala Mohs adalah skala yang digunakan untuk mengukur kekerasan suatu mineral dengan jalan membandingkannya dengan mineral lain. Skala kekerasan mineral Mohs didasarkan pada kemampuan suatu materi alami untuk menggores materi yang lain.
41
Batuan akik dapat ditemui hampir di seluruh wilayah Indonesia, dari 34 provinsi di Indonesia, hanya di Jakarta tidak mempunyai batuan akik. Di Indonesia sendiri jenis batu yang dikenal lebih dulu adalah jenis baatu intan. Intan sendiri sudah digali atau ditambang oleh rakyat Indonesia sejak pemerintahan Hindia Belanda yang pada waktu itu melalui usaha penggalian di Kalimantan Selatan sebagai usaha sampingan. Intan sendiri hanya ditemukan di Kalimantan, dan Intan yang diketemukan di Kalimantan bukan berasal dari intinya, melainkan batuan intan yang berasal dari sumber sekunder yang diendapkan atau terbawa air dari tempat lain. Jenis-jenis batu permata yang paling banyak diminati adalah yang berkristal yang selain jenis batu mulia seperti Berlian, Zamrud, Ruby dan Safir, sedangkan untuk jenis batu mulia batu-batu yang diminati adalah jenis Bacan Hijau, Kalsedon, Topaz, Sungai Dareh, Opal, Giok, Kecubung, dan Lavender.4 Batu mulia memiliki keindahan dan kelangkaan magis. Sejak dulu hingga sekarang batu mulia banyak diburu oleh para kolektor. Mereka punya alasan sendiri mengapa mereka mengoleksi batu mulia. Batu mulia menarik tidak hanya dari segi keindahan dan kelangkaannya saja, tetapi juga energi tertentu yang terkandung di dalamnya. Biasanya batu mulia digunakan sebagai penghias cincin pria , gelang dan kalung bagi wanita sebab batuan ini berasal dari mikro Kristal kuarsa dengan tingkat kehalusan dan warna yang indah. Karena punya nilai jual tinggi, banyak dimunculkan berbagai mitos untuk
4
www.serambigeologi.blogspot.co.id diakses pada tanggal 17 April 2016 pukul 17.07
42
memikat calon pembeli. Antara lain dapat menambah rasa percaya diri, memikat lawan jenis dan lain-lain.5 Keberadaan Industri batu mulia di Desa Gendaran tidak langsung tumbuh dan berkembang seperti saat ini. Hal ini tidak terlepas dari peran dan perintis atau pendiri pertama industri batu mulia di Desa Gendaran. Dalam membahas perkembangan industri batu mulia di Desa Gendaran, dapat dibagi dalam beberapa periode sebagai berikut :
1. Sejarah Kerajinan Batu Mulia Desa Gendaran Sejarah berdirinya industri rumahan batu mulia di Desa Gendaran dimulai ketika pada tahun 1942, seorang bernama Irorejo penduduk di Dusun Krajan, Desa Gendaran bersama teman-temannya berjualan batu rijang dan batu apung. Batu-batu ini dijual ke kota Solo dan Semarang menggunakan transportasi kereta api. Batu Rijang sendiri digunakan untuk membuat api dengan cara digoreskan dengan segelintir baja. Karena pada waktu itu belum ada korek api yang bisa digunakan masyarakat umum seperti sekarang. Goresan antar baja dan batu rijang ini keluar percikan api yang ditempeli serabut enau namanya nitik. Sedangkan untuk batu apung sendiri digunakan untuk menggosok perabotan rumah tangga seperti almari, rak supaya halus. Pada tahun 1950 Irorejo mulai aktif mengirim batu ke Solo dan Semarang. Pada awalnya Irorejo menjual dan mengirim batu itu masih berupa
5
Kedaulatan Rakyat, “Batu Mulia, Perhiasan atau tanggal 10 Februari 2015 edisi 210.
Benda Bertuah?”,
43
batu mentahan dan masih belum diolah.6 Ketika sedang bertransaksi dengan pembelinya di Semarang terdapat sebuah batu jernih berwarna violet yang dibawanya dari rumah. Kemudian ditunjukkan kepada pembelinya batu berwarna violet itu yang membuat pembeli itu tertarik. Dia meminta kepada Irorejo supaya mencari batu jernih seperti yang ditunjukkan tadi dan akan dibeli dengan harga yang layak. Pikir Irorejo, untuk apa batu-batu itu kok dibeli dengan harga yang layak tanyanya dalam hati. Kemudian setelah hari itu Irorejo mencari dan mengumpulkan batu jernih seperti yang diinginkan pedagang itu. Namun di kemudian hari itu pedagang tersebut tidak pernah muncul lagi yang membuat Irorejo sedikit kecewa. Namun pada suatu hari Irorejo bertemu dengan pembantu dari pedagang tersebut bernama
Bero.
Beliau kemudian mengajari bagaimana cara membuat batu yang dibawa Irorejo supaya kelihatan mengkilap. Bero mengatakan bahwa batu-batu itu digosok memakai gerenda, dihaluskan dengan kaca dan digilap dengan bambu muda yang kering lalu dibasahi dengan air. Lama-kelamaan Bero dan Irorejo menjadi akrab layaknya saudara. Kebetulan Bero adalah seorang duda dan Irorejo sendiri mempunyai keponakan tapi sudah menjanda bernama Sisok. Untuk memperdalam dan mengkaji tentang cara penggosokan batu akik ini maka dijodohkanlah Bero dengan Sisok. Kemudian Irorejo sendiri mengajak Bero untuk menetap di Pacitan.
6
Wawancara dengan Suyatin, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April 2016
44
Di Pacitan, dengan bahan baku yang sudah tersedia Bero mengajarkan kepada Irorejo cara penggosokan akik dan berhasil. Meskipun dalam sehari hanya mendapat beberapa 3-4 biji batu yang digosok, Irorejo tetap menekuninya. Setelah batu akik yang sudah digosok tersebut terkumpul cukup banyak, Irorejo kemudian menjualnya ke beberapa daerah seperti Solo, Semarang, hingga Cirebon. Melihat apa yang dilakukan oleh Irorejo yang menjual batu akiknya ke beberapa daerah luar Pacitan, teman-teman dari Irorejo kemudian mulai mengikuti jejaknya seperti Giyotirto, Sukromo, Sogimin dan Paimin. Paimin sendiri yang masih keponakan dari Irorejo memasok batu akiknya ke Bandung. Suatu hari beliau ditemui oleh penggosok batu akik dari Sukabumi. Penggosok tersebut memperlihatkan batu akik hasil gosokannya. Ternyata gosokan batu akik dari orang Sukabumi tersebut sangat halus dan bagus. Hingga kemudian Paimin mengajak orang Sukabumi tersebut untuk datang ke Pacitan. Tahun 1955, orang Sukabumi tersebut datang ke Pacitan dengan 3 orang temannya. Cara penggosokan sudah maju pada waktu itu. Penggosokannya sendiri dilakukan dengan cara tradisonal pada waktu itu yaitu dengan memanfaatkan barang-barang sekitar yang ada. Untuk membangkitkan batu garenda, maka dirakit jinontro dari onderdil sepeda ontel. Dalam sehari, satu orang pengrajin mampu membuat sekitar 20 batu akik jadi. Setelah 3 bulan menetap dan mengajari Paimin cara penggosokan batu, orang Sukabumi tersebut kembali ke rumah mereka di Sukabumi. Paimin sendiri meneruskan
45
penggosokan ini yang diikuti oleh teman-temannya. Termasuk Irorejo sendiri dan anak-anaknya dan berjalan sampai bertahun-tahun. Salah satu anak Irorejo bernama Mulyadi menekuni pekerjaan ini yang diikuti beberapa temannya yang juga merupakan pengrajin batu mulia yang dibantu oleh istri masing-masing. Para istri tersebut dengan tekunnya menekuni kerajinan ini dan mendirikan sebuah perkumpulan yang dinamakan “Paguyuban Pengrajin Batu Akik KB. Lestari” pada tahun 1978. Perkumpulan ini mendapat perhatian dari pemerintah daerah dan kemudian mendapat tanggapan dari Dinas BKKBN Kab. Pacitan dan mendapatkan bantuan sebesar Rp.700.000,00. Tahun 1980, untuk meningkatkan cara dan kualitas penggosokan batu akik, Mulyadi mengambil pinjaman dari KIK untuk membeli diesel dan dinamo. Tujuannya adalah untuk meningkatkan cara penggosokan batu akik dengan menggunakan tenaga listrik. Karena selama ini cara penggosokan batu akik sendiri masih menggunakan alat seadanya dan masih tradisional. Hal ini berhasil dan kemudian Mulyadi menghimpun pengrajin batu akik dengan awal anggota sejumlah 22 orang. Hingga akhirnya tahun 1984, kelompok ini mendapat bantuan diesel dari Dinas Perindustrian untuk meningkatkan usaha. Atas jasanya karena telah membuka lapangan kerja baru, pada tahun 1987 Mulyadi mendapat penghargaan dari pemerintah pusat berupa UPAKARTI.7 Dan atas prakarsanya juga, dibentuklah UBIBAM pada tanggal 28 Maret 1989.
7
Wawancara dengan Mei Rohani, Perangkat Desa Gendaran, Sabtu, 9 April 2016
46
UBIBAM merupakan singkatan dari Usaha Binaan Industri Batu Mulia yang tujuannya adalah mengupayakan masyarakat sekitar supayaa bisa bekerja dengan cara mendapatkan pelatihan tata cara pengolahan batu mulia hingga cara memasarkannya sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Gambar 1.
Bapak Mulyadi ketika mendapatkan penghargaan Upakarti di Istana Negara, Bogor pada tahun 1989. Sumber : Album Foto Koleksi Bapak Mulyadi
2. Perkembangan Kerajinan Batu Mulia Desa Gendaran Tahun 19891998 Kegiatan suatu usaha akan mengalami peningkatan dari masa ke masa. Adanya beberapa faktor mendorong para pengrajin untuk berbuat sesuatu yang lebih baik guna meningkatkan kualitas dan kuantitas kerajinan yang mereka
47
hasilkan. Seiring dengan didirikannya UBIBAM oleh pemerintah, banyak warga sekitar mulai mengembangkan industri batu mulia. Keberhasilan yang didapat oleh Mulyadi mendapatkan UPAKARTI dari pemerintah telah membangkitkan semangat masyarakat di Desa Gendaran. Mereka ingin mengikuti jejak Mulyadi untuk menekuni usaha industri batu mulia. Salah satunya adalah pasangan suami istri Adi dan Suyatin. Suyatin sendiri merupakan anak ke 4 dari Mulyadi. Pada awalnya Adi dan Suyatin membuka usaha industri batu mulia pada tahun 1992. Adi sendiri awalnya bekerja di bengkel motor Vespa milik kakaknya di kios pinggir jalan dekat proliman daerah Sukoharjo. Adi yang kemudian menikah dengan Suyatin kemudian mulai menekuni usaha kerajinan batu mulia seiring dengan keberhasilan Mulyadi mengenalkan Desa Gendaran sebagai sentra indutri batu mulia ke seluruh daerah hingga mendapatkan penghargaan UPAKARTI dari pemerintah Dia mendapat ilmu dari istrinya sendiri yang merupakan anak dari Mulyadi. Sejak kecil Suyatin sendiri sering diajak untuk melihat cara pengolahan batu mulia dari proses pengolahan, pengadaan bahan baku, sampai proses finishing yang kemudian dia ajarkan kepada suaminya.8 Untuk kebutuhan bahan baku sendiri yang diperlukan para pengrajin setiap bulannya tidak dapat dipastikan jumlahnya setiap bulan, hal ini disebabkan adanya beberapa faktor yaitu tergantung banyaknya pesanan barang, jenis pesanan yang berbeda tiap bulannya. Untuk pengadaan bahan baku sendiri pengrajin memperoleh dari daerah sekitar seperti Wonogiri, 8
Wawancara dengan Suyatin, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April 2016
48
Ponorogo, dan Pacitan sendiri. Awal mula sebelum tahun 1989, pembuatan kerajinan batu mulia sendiri ada yang masih menggunakan alat tradisional. Seiring berkembangnya jaman, sebagian besar pengrajin lebih memilih untuk memakai alat yang lebih modern dengan menggunakan mesin. Karena dianggap lebih cepat dan menghemat waktu dan tenaga. Mulai tahun 1995, industri batu mulia ini mulai berkembang dan menunjukkan kemajuan yang pesat. Hal ini terbukti dengan mulai banyaknya penduduk sekitar yang menggeluti usaha ini. Selain itu setelah mengetahui Desa Gendaran sebagai sentra industri batu mulia, banyak pesanan untuk pengrajin batu mulia dari luar daerah seperti Solo, Semarang, Surabaya, Bali, Yogyakarta, dan daerah-daerah lainnya. Tidak hanya wilayah domestik saja tapi juga telah merambah ke pasar luar negeri seperti Amerika, Belanda, Cina, Jepang. Kemajuan usaha kerajinan indusri batu mulia ini tidak terlepas dari peran berbagai pihak baik pemerintah maupun pihak swasta. Tahun 1998 terjadi krisis moneter yang menimpa Indonesia yang disebabkan perekonomian Indonesia memburuk, akibat dari krisis moneter yang melumpuhkan perenomian Indonesia itu adalah banyaknya perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia sehingga menimbulkan kerusuhan dimana-mana yang menyebabkan tidak menentunya kondisi pada saat itu. Hal itu juga berimbas pada kerajinan batu mulia. Sebagian pengrajin mengalami dampak dari krisis moneter tersebut dengan semakin menurunnya daya beli masyarakat.
49
Batu mulia sendiri termasuk barang kesenangan bukan bahan kebutuhan pokok. Sebagai barang kesenangan batu mulia tidak seperti emas. Kalau sudah dibeli batu mulia tidak bisa dijual lagi. Dijual lagi bisa tetapi jarang ada yang mau beli karena hanya sebagai barang kesenangan, saat krisis ekonomi terjadi, orang lebih memilih menahan untuk membeli batu mulia dan tentu lebih mengutamakan membeli kebutuhan-kebutuhan pokok. Terlebih sejak krisis moneter, banyak orang yang kehilangan sumber pendapatan karena menjadi korban PHK.9
a. Modal Dalam memulai usaha tentu tidak terlepas dari modal baik berskala besar maupun skala kecil. Modal yang dibutuhkan jumlahnya berbeda-beda tergatung dari besar kecilnya usaha. Modal adalah kolektivitas dari alat produksi yang masih berlangsung dalam proses produksi industri dan mempunyai peranan yang penting yang berhubungan dengan proses produksi.10 Untuk modal dapat dibagi menjadi dua, yaitu modal tetap dan modal lancar. Modal tetap merupakan modal yang berhubungan dengan alat produksi. Untuk industri kerajinan batu mulia, modal tetap yang diperoleh adalah tanah yang dimiliki pengrajin, bangunan pengrajin, dan peralatan produksi. Modal kedua
9
Wawancara dengan Parto Wiyono, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April
2016 10
Bambang Riyanti., Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Yayasan Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 10
50
adalah modal lancar yang berupa uang yang digunakan untuk membeli bahan baku, upah pekerja dan rekening bank. Para pengrajin batu mulia Desa Gendaran dalam menjalankan usaha kerajinannya, memperoleh modal dengan berbagai cara antara lain dari modal pribadi, modal pinjaman dari bank, ataupun pinjaman dari lain bank misal dari kerabat atau keluarga. Untuk pengrajin sendiri berbeda cara dalam memperoleh modal. Sebagian besar para pengrajin di Desa Gendaran memproleh modal dari modal sendiri dan hanya beberapa meminjam dari bank. Seperti yang dilakukan
oleh
Adi,
dalam
memproleh
modal
awal
usaha,
beliau
mengumpulkan uang sedikit demi sedikit dan menjual peralatan bengkel miliknya dan kemudian membeli peralatan produksi seperti alat pemotong, dinamo, gergaji amplas, gerinda dengan biaya Rp. 5.000.000. Kemudian Adi menambah modal dari pinjaman bank BRI sebesar Rp. 10.000.000. Uang itu digunakan untuk modal pengembangan usahanya. Adi mengambil pinjaman dari bank BRI karena jika hanya dari modal pribadi, masih dirasa kurang. Sebagian pengrajin memilih dari modal sendiri karena mereka mempunyai pemikiran bahwa dengan modal sendiri mereka lebih tenang dan tidak ada beban yang ditanggung tanpa harus dituntut untuk bisa mengembalikan pinjaman. .11
11
Wawancara dengan Adi, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April 2016
51
b. Bahan Baku Pengadaan bahan baku untuk industri batu mulia periode tahun 19891998, Pengrajin mendapatkan bahan baku masih dari wilayah sendiri seperti di dusun Kladen, Nawangan, Banjar. Tidak hanya dalam wilayah saja para pengarajin mendapatkan bahan baku juga dari luar daerah seperti daerah Ponorogo di Kecamatan Mranyan dan Sawung, dan daerah Wonogiri di Kecamatan Kismantoro. Pengusaha mendapatkan bahan baku dengan cara membeli dari pedagang ataupun mencari sendiri dengan melakukan penggalian di daerah tertentu. Pengrajin biasanya membeli bahan baku tersebut per Kg dengan harga yang berbeda-beda. Harga bahan baku tersebut berkisar Rp 15.000,00 – Rp 30.000,00 tergantung dari jenis batu. Untuk jenis batu yang bernilai tinggi seperti batu Kalsedon, harga jual tidak tergantung pada per Kg tapi dinilai dari per bongkahannya. Harga per bongkahannya sendiri bisa mencapai Rp 200.000,00 hingga Rp 2.000.000,00 tergantung besar kecilnya, warna dan kualitas bongkahan batu.12
c. Tempat Usaha Tempat usaha sebagian besar para pengrajin batu mulia di Desa Gendaran memilih rumah mereka sebagai tempat usaha mereka atau home industry.
Mereka beranggapan tidak perlu memiliki tempat yang khusus
karena rumah mereka 12
sudah cukup luas untuk sebagai tempat usaha.
Wawancara dengan Adi, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April 2016
52
Penempatan lokasi tempat usaha semacam itu memberi beberapa keuntungan diantaranya pengrajin dapat mengawasi proses produksi dan apabila ada pekerjaan rumah, pengrajin tidak perlu meninggalkan tempat kerja karena tempat usaha mereka berada di rumah. Keuntungan lainnya adalah para pengrajin bisa langsung mengawasi proses produksi dan pengawasan langsung terhadap para pekerjanya, sehingga apabila terjadi kesalahan-kesalahan dalam proses pembuatan dapat langsung diatasi sehingga pengrajin dapat menghasilkan barang yang bermutu dan berkualitas. Selain itu, adanya interaksi langung antara pengusaha dengan para pekerjanya dapat menciptakan hubungan yang harmonis yang akan berpengaruh baik terhadap proses pengerjaan barang.
d. Tenaga Kerja Proses produksi dapat berjalan dengan baik bila didukung oleh tenaga kerja yang baik pula. Secara tidak laangsung orang bekerja untuk medapatkan hasil kerja yaitu berupa upah yang akan menggantungkan hidupnya kepada suatu industri dengan menerima upah sebagai kebutuhan hidupnya.13 Industri kecil maupun industri besar sangat bermanfaat pada penyerapan tenaga kerja yang tidak tertampung di lapangan kerja lain. Adanya laju pertumbuhan penduduk yang pesat di pedesaan menyebabkan tidak terserapnya angkatan
13
45
Mohammad As’ad, 1980, Psikologi Industri, Yogyakarta : Liberti, hlm.
53
kerja di sektor pertanian. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran di desa. Tenaga kerja mempunyai peran yang penting dan strategis dalam suatu usaha atau industri. Pada awal berdirinya sekitar tahun 90-an, para pengrajin mengelola usaha mereka dibantu oleh para anggota keluarganya. Hal ini disebabkan karena minimnya modal yang mereka dapatkan sehingga mereka memilih keluarga mereka sendiri untuk mengelola usaha mereka.14 Namun jika ada permintaan pesanan banyak dari luar, maka pengusaha akan mencari tenaga kerja sementara dari luar misal dari tetangga yang menganggur atau dari tenaga kerja dari daerah lain. Pengusaha biasanya memperkerjakan 2-4 orang tergantung banyaknya pesanan. Dalam hal ini, jika order pesanan sudah selesai dikerjakan dalam waktu yang ditentukan maka tenaga kerja tersebut sudah tidak bekerja lagi. Mereka beralasan jika hanya mengandalkan tenaga kerja dari keluarga saja masih dirasa kurang sanggup untuk mengerjakan pesanan dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini upah yang diberikan Rp 500,00 – Rp 2.000,00 per hari tergantung banyaknya pesanan.15
14
Wawancara dengan Parto Wiyono, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April
15
Wawancara dengan Adi, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April 2016
2016
54
e. Proses Produksi Proses produksi merupakan bagian yang penting dalam proses kegiatan produksi. Tanpa adanya proses produksi suatu kegiatan produksi tidak bisa berjalan dengan lancar Pengolahan atau pembuatan batu mulia pada umumnya sangat sederhana dan tidak memerlukan alat dan mesin yang rumit. Yang menjadi hal utama dalam proses produksi ini adalah desain, pengalaman dan ketrampilan untuk memperoleh hasil yang bagus. Meskipun barang ini bersifat komersial, tetapi usaha seperti kerajinan ini harus didukung oleh bakat dan kesenangan. Pada awalnya, pengrajin batu mulia di Desa Gendaran mengolah batu mulia menggunakan alat yang masih tradisional dan sederhana. Bahan – bahan yang diperlukan dapat mudah ditemukan di toko-toko. Berikut alat tradisonal yang dipakai untuk mengolah batu akik : 1) Kuali Alat ini dibuat dari tanah liat yang biasa dipergunakan untuk membakar batuan yang keras. Dengan cara ini maka batu akan sedikit lunak ssehingga memudahkan untuk memecahkannya. Alat ini bisa mudah dibeli di warungwarung terdekat dengan harga sekitar Rp 3.000,00-Rp 6.000,00 tergantung kualitas dan besar kecilnya barang. 2) Pukul atau Palu Alat ini dibuat dari besi sedangkan tangkainya bisa terbuat dari kayu ataupun besi, tetapi kebanyakan dari kayu. Kegunaan alat ini adalah untuk
55
memecah bongkahan batu sehingga bisa diproses lebih lanjut untuk menjadi kerajinan batu mulia. 3) Gergaji Alat ini dibuat dari besi yang dipipihkan dan salah satu sisinya dibuat bergerigi. Biasanya penyangga yang dipakai sebagai pegangan gergaji juga terbuat dari besi. Kegunaan alat ini adalah untuk memotong batu sesuai yang dikehendaki. 4) Gir Sepeda (Ontelan) Alat ini terbuat dari besi dan biasanya merupakan lepasan dari bagian dari sepeda ontel yang terdiri dari gir, rantai, dan pedalnya. Penggunaan alat ini adalah pedal digerakkan sampai gir dapat berputar sehingga amplas atau gerinda yang dipasang pada gir dapat berputar untuk menghaluskan atau membentuk batu akik yang ditempelkan pada alat tersebut. Gambar 2.
Gir Sepeda Ontel yang digunakan untuk menghaluskan atau membentuk batu akik. Sumber : Dokumentasi Pribadi
56
5) Wungkal Wungkal adalah tanah liat padat yang dibentuk empat persegi panjang. Alat ini berfungsi untuk mengasah mata pasah yang telah tumpul. Cara penggunaan alat ini adalah mata pasah digosok-gosokkan pada wungkal yang datar yang sebelumnya sudah dibasahi air. Sehingga akan membuat mata pasah menjadi tajam kembali. Gambar 3.
Wungkal. Sumber : Dokumentasi Pribadi
6) Pasah Pasah adalah alat semacam pengiris yang terbuat dari besi. Adapun untuk alat pegangan atau penyangga terbuat dari kayu yang sudah didesain dan dibentuk sehingga pas dan sesuai untuk mata pasah. Mata pasahnya sendiri terbuat dari besi logam yang dipipihkan dan salah satu sisinya dipakai untuk mengasah. Alat ini dulunya dipakai untuk mengasah batu mulia atau membentuk batu mulia sesuai keinginan. Namun alat ini sekarang sudah banyak ditinggalkan dan beralih ke gerinda.
57
7) Pecahan Kaca Pecahan kaca adalah alat untuk menggosok batu akik agar mengkilat. Dahulu pada tahun 1953 kaca ini dipakai oleh pengrajin batu mulia untuk menggosok batu mulia supaya mengkilat. Agar batu yang digosok tidak lepas dari tempatnya maka diberi ciking atau semacam cat tau meni. Jadi ceking ini untuk pengikat batu mulia yang digosok. Namun sekarang ini banyak pengrajin yang lebih menggunakan amplas. 8) Amplas Amplas adalah lembaran kertas yang salah satu permukaannya diberi serbuk kaca sebagai tempat menggosok. Untuk menggosok batu mulia ini, amplas yang dipakai adalah amplas besi yang ukuran ada 120, 320, 800, dan 1000. Dalam hal ini, tergantung dari jenis pemakaian penggosokan. Gambar 4.
Amplas. Sumber : Dokumentasi Pribadi
9) Sangling
58
Alat ini dibuat dari bambu apus yang masih muda lalu dikeringkan sehingga bambu tersebut akan berkerut-kerut atau kisut. Alat ini dipakai untuk menggosok batu mulia supaya mengkilat. Alat ini bisa dikatakan sebagai pengganti amplas. Supaya batu yang digosok itu tidak terlepas dari sanglingnya, maka ketika menggosok batu mulia tersebut diletakkan pada kayu jati yang telah diberi lubang untuk tempat menempelkannya batu mulia yang disebut coplokan. 10) Gerinda Alat ini dibuat dari besi baja yang dibentuk sesuai dengan keinginan. Alat ini ada yang bentuknya bulat, ada juga yang panjang, dan pada salah satu sisinya dibuat pipih sebagai tempat untuk menggosok. Fungsi dari alat ini adalah untuk menghaluskan dan menggilapkan batu mulia. Gambar 5.
Gerinda Manual. Sumber : http://tanjungpinas.co.id
59
11) Panci Panci terbuat dari seng atau plastik. Alat ini banyak terdapat di toko-toko ataupun bisa dibeli di pasar. Fungsi dari alat ini adalah untuk merendam batu mulia yang sudah jadi dengan air dan siap untuk dijual.
Untuk proses pembuatan batu mulia dengan menggunakan alat tradisional sendiri terdapat beberapa langkah : Pertama, bahan yang akan diproses menjadi batu mulia dipecah-pecah sesuai dengan bentuk, jenis, dan ukuran yang dikehendaki. Dalam hal pemecahan batuan ini, ada beberapa pengrajin yang sebelumnya membakar batuan tersebut sebelum dioalah selama semalam. Tujuan dari pembakaran tersebut adalah supaya batu tersebut panas dan lunak sehingga mudah diolah dan diubah bentuknya. Untuk pembakaran itu sendiri pengrajin biasanya menggunakan ampas dari limbah kayu gergaji atau biasanya orang menyebutnya taigraji, yang tidak terpakai. Tempat yang dipakai untuk membakar batu tersebut adalah kuali dari tanah liat. Adapun cara pembakaran yaitu kuali terlebih dahulu diisi oleh limbah gergaji kemudian baru diisi dengan batu, dan atasnya ditutupnya oleh limbah gergaji lagi. Setelah itu kuali tersebut disiram dengan minyak tanah dan kemudian api dinyalakan. Dengan demikian limbah kayu gergaji akan membakar batu yang ada di dalam kuali sehingga batu-batu tersebut menjadi panas dan lunak sehingga mudah untuk dipecahkan dan diolah.
60
Setelah itu pada pagi harinya, batu-batu yang masih panas tersebut sebagian demi sebagian diambil dan dipecah-pecah. Alat yang digunakan untuk memecah batu tersebut adalah pukul besi atau gergaji. Pada saat memecah batu ini yang dipakai sebagai alas adalah batu yang rata atau besi. Setelah batu-batu yang dipecah tadi menjadi seukuran kerikil, maka proses selanjutnya adalah proses pembentukan batu sesuai yang dikehendaki. Alat yang dipakai untuk membentuk batu ini adalah gerinda yang digerakkan dengan menggunakan gir sepeda. Caranya membentuk yaitu gerinda bulat diletakkan pada gir sepeda, lalu pedalnya digerakkan. Dengan demikian gerinda akan berputar dan kemudian batu mulia yang akan dibentuk ditempelkan pada gerinda yang berputar tersebut dan lama-lama akan terbentuk sesuai yang dikehendaki. Pekerjaan membuat batu akik ini disebut mbrabas. Apabila batu mulia yang dibentuk kasar sudah sesuai dengan keinginan, maka hal yang dilakukan berikutnya adalah proses ngerik atau membentuk halus. Pada saat ngerik ini prosesnya seperti membentuk kasar yakni dengan menggunakan gerinda. Setelah batu mulia terlihat bentuknya pekerjaan selanjutnya yaitu mengamplas kasar atau cukup dengan menggosokkan batu tersebut ke bambu muda yang sudah kering. Bambu yang digunakan sendiri adalah jenis bambu apus. Proses ini dinamakan sangling. Dengan digosok atau disangling maka akan diperoleh batu mulia yang halus dan mengkilap. Setelah proses penghalusan batu mulia selesai, proses selanjutnya sekaligus proses terakhir yaitu merendam hasil batu mulia yang telah diolah tersebut ke dalam panci yang berisi air. Tujuan dari perendaman ini adalah
61
supaya sisa-sisa gosokan yang menempel di batu mulia tersebut ikut larut ke dalam air. Setelah itu batu mulia siap untuk dijual dan dipasarkan.16 Untuk hasil kerajinan yang diproduksi karena para pengrajin batu mulia memperoleh bahan baku berasal dari berbagai daerah, maka hasil produksi yang diperoleh juga bervariasi. Berikut jenis-jenis batu mulia yang diproduksi pengrajin batu mulia Desa Gendaran.
16
Amri Husniati., 2006, ”Pendapatan Industri Kecil Batu Akik Diinjau dari Aspek Modal, Tingkat Pendidikan dan Jumlah Tenaga Kerja di Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan”, Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, hlm. 57.
62
Tabel 9 Hasil Produksi Kerajinan Batu Mulia No
Nama Batu Akik
1.
Fosil
Warna -Coklat
dan
Gambar Coklat
Kehitam-hitaman
2.
Kecubung Es
-Putih
3.
Moss Agate
-Berwarna-warni(Merah, Hijau, Coklat)
4.
Calcedon
-Putih kuningan
5.
Obsidian
-Hijau, Biru
6.
Red Baron
- Merah Tomat
7.
Biduri
- Putih
Kekuning-
63
8.
Sulaiman
- Coklat Bermotif
9.
Pirus
- Hijau
10.
Yaman
- Coklat, Orange
11.
Badar Lumut
- Hijau
12.
Ati Ayam
Merah
13.
Tapak Jalak
- Coklat, Abu-abu, Hijau
Sumber : Koleksi Pengrajin Batu Mulia Desa Gendaran Hasil kerajinan batu mulia di Desa Gendaran selain dijual bijian atau kodian, ada juga yang dijual dalam bentuk perhiasan seperti cincin, kalung, gelang. Untuk cincin sendiri batu mulia tersebut diikat menggunakan emban yang biasanya terbuat dari perak atau tembaga. Dengan demikian pembeli dapat memilih hasil kerajinan yang disukai.
64
f. Pemasaran Pemasaran adalah suatu proses atau segala aktifitas yang dikerjakan oleh manusia untuk memindahkan barang dari produsen ke konsumen baik melalui perantara ataupun tidak.17 Pemasaran merupakan kegiatan yang penting bagi pengusaha karena bagian tersebut dapat untuk mempertahankan kelangsungan usahanya. Pemasaran terjadi apabila produsen telah menyediakan barang jadi ataupun barang mentah yang diinginkan oleh konsumen hingga akhirnya akan terjadi suatu proses jual beli antara produsen dan konsumen. Pengusaha harus pintar berinovatif dan melihat situasi pasar dengan menghasilkan barang yang bermutu dan berkualitas agar tidak kalah bersaing dalam pemasaran produknya dengan pengusaha lain dan konsumen tertarik untuk membelinya.18 Pada awalnya dalam memasarkan hasil produknya, penduduk di Desa Gendaran hanya menjual hasil produksi kepada para tetangganya. Mereka memasarkan hingga ke luar kota seperti di daerah Solo, Yogyakarta, dan Semarang. Pada waktu itu, para pengrajin batu akik menjual hanya batunya saja dan belum diolah. Para pengrajin sudah mempunyai pasar-pasar sendiri sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam berjualan karena mereka sudah mempunyai pasar sendiri-sendiri
17
M. Manulang., Pengantar Ekonomi Perusahaan, (Yogyakarta : Liberty, 1969), hlm. 210. 18
Agus Apriyanto., 2016, ” Dinamika Ekspor Kerajianan Rotan Desa Trangsan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo Tahun 1986-2009”, Skripsi, Surakarta : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret, hlm. 69
65
Pada awalnya untuk pemasaran produk kerajinan batu mulia, para pengrajin memasarkannya dengan cara pemasaran langsung. Pemasaran langsung adalah proses jual beli antara produsen dan konsumen tanpa melibatkan perantara atau orang ketiga. Untuk mejual hasil kerajinan mereka, para pengrajin menjual barang dagangannya di pasar Sukodono di Desa Sukodono. Mereka datang ke pasar Sukodono tidak setiap hari melainkan di waktu pasaran Kliwon antara pukul 05.30 sampai pukul 08.00. Setelah melewati waktu itu, pasar beralih fungsi menjadi pasar kebutuhan pokok sehari-hari misal sayur-sayuran, makanan pokok, bumbu-bumbu, buah-buahan, dan lain sebagainya. Di pasar Sukodono sendiri, penjual batu mulia tidak hanya dari Desa Gendaran saja, tetapi juga banyak dari luar daerah sekitar seperti Wonogiri, Ponorogo.19 Mengingat dari tahun ke tahun penjual batu mulia yang datang ke pasar Sukodono dari luar daerah semakin meningkat, hal ini berpengaruh terhadap pedagang lokal yang dulunya mendominasi pasar Sukodono. Satu per satu para pengrajin lokal sebagian berhenti memasarkan hasil dagangannya ke pasar Sukodono. Beberapa diantara mereka yang mempunyai cukup modal kemudian menjual dan membuat hasil produksinya di rumah sendiri atau home industri. Umumnya pengrajin batu mulia sekarang menjual barang kerajinannya dengan cara memajangnya di tempat usaha mereka biasanya di rumah mereka dan diletakkan dalam etalase-etalase. Dengan menyimpan di etalase-etalase ini, 19
Wawancara dengan Sony, pengrajin batu mulia, Sabtu, 21 Juni 2016
66
para pembeli yang datang akan dapat melihat-melihat hasil kerajinan batu mulia dalam berbagai bentuk jenis. Para pembeli dapat juga memilih ataupun memesan khusus kerajinan yang diinginkan, seperti pembuatan kerajinan batu mulia yang dibuat seperti telur puyuh, ataupun perhiasan seperti kalung, gelang, cincin maupun anting sesuai permintaan mereka. Pemasaran dengan cara ini memberikan keuntungan bagi produsen dan konsumen karena mereka dapat berinteraksi langsung dan dapat menawar harga dari harga yang ditetapkan penjual.
3. Perkembangan Kerajinan Batu Mulia Desa Gendaran tahun 19992015 Setelah terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998, perlahan-lahan industri batu mulia mulai beranjak membaik. Seperti yang dialami oleh Parni, setelah krisis moneter mulai mereda, dia berkenalan dengan turis asal Belanda bernama Tom yang saat itu dia sedang jalan-jalan di Pacitan. Tom adalah seorang turis asal Belanda yang pada waktu itu sedang berkunjung Pacitan untuk melihat-lihat hasil kerajinan batu mulia di Desa Gendaran. Awalnya Tom tidak sengaja melihat hasil kerajinan batu mulia milik Parni yang dipajang di depan rumahnya. Tom tertarik dengan hasil kerajinan batu mulia yang berupa batu fosil kayu. Kemudian Tom berkenalan dengan Parni dan bertanya-tanya tentang batu tersebut. Setelah itu Tom itu mulai memesan hasil kerajinan batu mulia yaitu batu fosil kayu tersebut untuk dikirim ke Yogyakarta karena kebetulan Tom mempunyaai gudang disana sebagai tempat
67
penampungan sementara sebelum dikirim ke Belanda. Tom memberi uang muka kepada Parni sebesar Rp. 500.000,-. Pada tahun itu uang Rp. 500.000,bisa dikatakan banyak jumlahnya. Parni bertanya-tanya untuk apa memesan batu fosil kayu dengan jumlah sebanyak itu. Kemudian dia dan suaminya mulai mengolah dan mencari bahan baku untuk memenuhi permintaan pesanan dari Tom. Dengan pesanan dan pelanggan tetap dari Belanda tersebut membuat Parni sedikit demi sedikit mampu bangkit dari krisis moneter tahun 1998 dan mampu memperbaiki perekonomian keluarganya. Selain itu seiring perkembangan zaman, semua pengrajin mulai menggunakan alat yang lebih modern untuk proses pengolahan batu mulia. Hal ini tentu akan sangat membantu dalam menciptakan dan mempercepat pengolahan hasil produksi sehingga menghasilkan produk yang berkualitas dan bermutu. Dari tahun ke tahun jumlah permintaan pesanan semakin meningkat. Seperti yang dialami oleh Parni. Pada tahun 2007 banyaknya pesanan dari luar negeri seperti dari Amerika, Belanda membuat beliau menambah jumlah tenaga kerja dari awalnya yang hanya berjumlah 1 orang saja bertambah menjadi 7 orang untuk memenuhi banyaknya pesanan tersebut. 20
a. Modal Permintaan pesanan kerajinan batu mulia yang semakin besar menyebabkan para pengrajin berusaha menambah modal mereka untuk memenuhi permintaan yang semakin banyak. Bantuan yang diberikan pada 20
Wawancara dengan Parni, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April 2016
68
pemerintah pada tahun 1989 berupa dibentuknya UBIBAM yang berupa pemberian pelatihan dan peralatan yang jumlahnya terbatas dirasa masih kurang oleh pengrajin karena peralatan tersebut diberikan kepada kelompok bukan pada setiap pengrajin. Banyak usaha yang dilakukan oleh pengrajin untuk menambah modal mereka, antara lain dengan cara meminjam pinjaman dari bank, ataupun menggadaikan dan menjual barang berharga milik mereka ke pegadaian atau ke bank demi menambah modal. Penambahan modal dengan cara tersebut sangat membantu dalam memenuhi permintaan pasar. Bantuan modal tersebut digunakan untuk pengadaan bahan baku, mengganti peralatan produksi menggunakan alat yang lebih modern ataupun untuk menggaji karyawan. Seperti yang dialami oleh Parni, pada awalnya dia menggunakan dana pribadi sebesar Rp. 1.000.000,00. Namun seiring majunya usaha kerajinan dan banyaknya pesanan dia meminjam ke bank BRI sebesar Rp. 8.500.000,00.21 Dana tersebut digunakan untuk pembelian alat produksi yang bersifat lebih modern serta membeli bahan baku yang berkualitas.
b. Bahan Baku Bahan baku merupakan faktor penting dalam memulai proses produksi. Tanpa adanya bahan baku tidak akan ada proses pengolahan dan menjadi barang jadi. Tersedianya bahan baku yang memadai tentu akan berpengaruh guna memperlancar proses produksi dan peningkatan jumlah produksi. Dalam 21
Wawancara dengan Parni, pengrajin batu mulia, Sabtu, 15 April 2016
69
pengadaan bahan baku untuk industri batu mulia, pengrajin mendapatkan bahan baku dari wilayah sendiri seperti di daerah sekitar Pacitan seperti Gunung Kidul (Sawahan) dan Wonogiri. Setelah itu pengrajin harus membeli kepada penduduk setempat yang mengumpulkan batuan. Kemudian berkembang lagi takni para pengrajin tidak harus membeli bahan baku dimana bahan baku tersebut berasal, namun di daerah sendiri di desa sebelah yaitu di Desa Sukodono ada yang menjualnya. Lama kelaman yang menjual bahan baku tersebut semakin berkembang hingga pada saat ini berjumlah 7 orang. Kebanyakan yang menjual bahan baku tersebut berupa batuan mentah. Biasanya penjual bahan baku adalah para pengusaha yang mempunyai usaha yang sudah maju daripada lainnnya.
c. Tenaga kerja Seiring berkembangnya usaha kerajinan batu mulia di Desa Gendaran, tenaga kerja pengrajin batu mulia jika pada awalnya memperoleh tenaga kerja dari kerabat atau keluarga sendiri, mereka kini mulai memperkerjakan tenaga kerja dari luar kerabat mereka. Biasanya masih dari wilayah desa sendiri Misalnya industri kerajinan milik Sri Winarti yang mempunyai pegawai 7 orang. Usaha milik Sri Winarti trmasuk kategori industri yang sudah maju dibanding dengan yang lainnya. Pada awalnya jumlah tenaga kerja milik Sri Winarti hanya berjumlah 2 orang saja. Seiring berjalannya waktu tenaga kerja di industri batu mulia milik Sri Winarti mengalami pasang surut jumlah pegawai. Ketika mengalami masa
70
jaya pada tahun 2008 jumlah pegawai di usaha milik Sri Winarti mencapai 15 orang. Sebagian besar tenaga kerja industri batu mulia di Desa Gendaran kebanyakan berasal dari daerah desa itu sendiri, dan hanya sebagian saja yang berasal dari desa lain. Alasan pemilihan menggunakan tenaga kerja di wilayah sendiri adalah karena tenaga kerja di Desa Gendaran sudah terbiasa dengan lingkungan desa dan mengerti tentang kerajinan batu mulia. Untuk tenaga kerja dari desa lain hanya beberapa saja dan itu memang diminta untuk bekerja di industri tersebut. Untuk tingkat pendidikan tenaga kerja di Desa Gendaran sendiri berbedabeda, ada yang lulusan SMA, SMP, SD dan bahkan ada yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Perbedaan tingkat pendidikan tenaga kerja di Desa Gendaran tersebut tidak dipernasalahkan karena yang terpenting adalah kemampuan dia mengolah, ulet dan tanggung jawab mereka di tugas masingmasing. Namun sebagian besar tenaga kerja yang bekerja di Industri batu mulia Desa Gendaran adalah tenaga kerja usia muda sekitar umur 18-24 tahun. Dan hanya beberapa tenaga kerja yang umurnya diatas dari umur 24 tahun. Untuk pemilihan tenaga kerja yang lebih tua dimaksudkan karena mereka lebih berpengalaman dan ahli dalam pengolahan kerajinan batu mulia, sehingga mereka bisa memberi pengarahan dan pelatihan kepada tenaga kerja yang baru tentang cara pengolahan kerajinan yang baik dan benar sehingga akan menghasilan suatu produk yang berkualitas.22
22
Wawancara dengan Suparni, pengrajin batu mulia, Sabtu 9 April 2016
71
Untuk pembagian waktu. di industri milik Sri Winarti sendiri dimulai pada pukul 08.00 pagi sampai jam 12.00, kemudian mulai lagi jam 13.00 sampai dengan pukul 16.00 sore. Selak waktu antara pukul 12.00-13.00 digunakan pegawai untuk beristirahat, sholat, dan makan siang.23 Jika pengusaha mendapatkan pesanan dalam jumlah banyak , maka para pegawai tentu diwajibkan lembur. Lamanya waktu lembur tergantung dari banyak pesanan dan jenis bahan yang diinginkan. Hal ini dimaksudkan agar pesanan dapat selesai sesuai waktu yang diinginkan.
d. Proses Produksi Pada awal berdirinya proses pembuatan batu akik masih menggunakan alat yang masih tradisonal. Namun seiring majunya perkembangan zaman dan mulai dikenalnya Desa Gendaran sebagai sentra industri batu mulia. Maka terjadi peralihan alat produksi dari yang masih tradisional ke alat yang lebih modern atau menggunakan mesin. Adapun peralatan produksi yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Mesin Potong Mesin potong ini ada dua macam yaitu berupa pisau dan gergaji. Alat pisau dipakai untuk membersihkan batu atau mengupas batu yang istilahnya mbrabas. Sedangkan gergaji dipakai untuk memotong batu
23
2016
Wawancara dengan Sri Winarti, pengrajin batu mulia, Sabtu, 9 April
72
Gambar 6.
Mesin Pemotong. Sumber : Dokumentasi Pribadi
2) Mesin Placking Mesin dipakai untuk menghaluskan atau membersihkan sisa-sisa bekas potongan atau gergajian. Gambar 7.
Mesin Placking. Sumber : Dokumentasi Pribadi
73
3) Mesin Gerinda Alat ini terdiri dari beberapa ukuran yaitu kasar, sedang, dan halus. Alat ini dipakai untuk menghaluskan batu atau membentuk batu sesuai yang dikehendaki 4) Mesin Boor Alat ini dipakai untuk membuat lubang pda batu yang diproses. Boor ini ukurannya bermacam-macam dan jika harus membeli, harus 1 set. 5) Mesin Fased Alat ini dipakai untuk membentuk batu yang diolah menjadi seperti permata
Gambar 8.
Mesin Fased Sumber : www.batumuliacrystall.com
6) Mesin Amplas Alat ini berfungsi sebagai penghalus bentuk dasar setelah pembentukan dari mesin hand grinder (daun, tangkai, lempengan) dan mesin gerinda
74
7) Mesin Poles Alat ini digunakan untuk mengkilapkan bentuk yang sdah halus dari mesin amplas sehingga dapat berkilau dan tampak keindahnnya Untuk proses pembuatan batu mulia dengan menggunakan mesin sendiri terdapat beberapa langkah : a. Proses Pemotongan Merupakan langkah awal dari beberapa proses mengolah batu mulia menjadi barang jadi baik berupa kerajinan maupun aksesoris. Pertama-tama bahan baku berupa batu dipotong sesuai yang dikehendaki. Alat yang dipakai adalah mesin gergaji kemudian batu yang dipotong tadi diseleksi menjadi 3 bagian. b. Proses Pembentukan Adalah langkah kedua setelah proses pemotongan selesai. Setelah batu dipotong menjadi beberapa bagian, batu kemudian dipisahkan. Untuk bagian pertama dan keduanya sendiri terus digosok dengan menggunakan mesin placking supaya bekas potongan gergaji tidak terlihat. Sedangkan untuk batu bagian yang ketiga digerinda dengan mesin gerinda. Kemudian batu dibentuk sesuai dengan yang dikehendaki. Apabila ingin dibentuk liontin, maka batu di boor terlebih dahulu dengan menggunakan mesin boor. c. Proses Penghalusan / Pengamplasan Setelah pembentukan batu proses selanjutnya adalah proses penghalusan atau pengamplasan. Setelah batu dibentuk sesuai dengan apa yang dikehendaki, batu kemudian diamplas dengan menggunakan mesin amplas. Dalam proses
75
ini, batu harus diamplas betul-betul halus, sebab kalau tidak halus setelah dipoles bisa menimbulkan bitnik-bintik putih yang tentu akan mengurangi keindahan batu itu sendiri. d. Proses Pemolesan Proses pemolesan adalah proses dimana batu dipoles supaya kelihatan mengkilap. Setelah batu dihaluskan dengan mesin amplas. Batu kemudian dipoles dengan menggunakan mesin poles.
Dalam pemolesan ini, batu
sebelum dipoles diolesi obat poles terlebih dahulu sebagai landasannya menggunakan wol poles. Proses pemolesan ini juga harus dilakukan secara hati-hati sebab apabila terlalu lama pemolesannya, batu akan menjadi panas dan lama-kelamaan akan terbakar dan retak bahkan bisa pecah.24 Jika dulu barang yang dihasilkan dengan menggunakan alat yang masih tradisional masih berupa cincin, gelang, anting dan kalung. Hasil kerajinan dengan menggunakan mesin lebih banyak variasi yang dihasilkan. Para pengrajin dapat membuat kerajinan berupa hiasan kamar, patung, miniatur buah, gantungan kunci, tasbih dan lain-lain. Untuk harga sendiri tiap hasil kerajinan berbeda. Untuk gantungan kunci pengrajin biasanya menjual dengan harga Rp. 1.500,00 – Rp. 2.000,00. Sedangkan untuk miniatur buah dijual dengan harga Rp. 50.000,00 - Rp. 1.000.000 tergantung bentuk, ukuran dan bahan yang digunakan.
24
Isni Herawati, “Batu Akik Pacitan, Teknologi, Pemasaran dan Fungsinya”, Patra Widya, Vol. 6 Nomor 4, Desember 2005, hlm 219.
76
Gambar 9.
Hasil kerajinan batu mulia berupa liontin. Sumber : Dokumentasi Pribadi Gambar 10.
Hasil kerajinan batu mulia berupa bentuk gelang Sumber : http://dekranasdapacitan.blogspot.co.id/2015/08/batu-mulia.html
77
Gambar 11.
Hasil kerajinan batu mulia berupa hiasan patung. Sumber : http://dekranasdapacitan.blogspot.co.id/2015/08/batu-mulia.html
e. Pemasaran Pada periode ini, para pegusaha dan pengrajin memasarkan hasil kerajinannya dengan cara pemasaran tidak langsung. Pemasaran tidak langsung adalah apabila konsumen mendapatkan barang tidak langsung dari penjualnya tetapi dari perantara atau pihak ketiga. Biasanya pedagang menitipkan barang kerajinannya kepada pedagang yang memiliki tempat pemasaran sendiri di luar daerah seperti di daerah Solo, Bali, Yogyakarta. Untuk sebagian pengrajin, mereka mempunyai pasaran tidak hanya di pasaran lokal saja tetapi juga merambah ke luar negeri seperti Belanda, Amerika, China. Hal ini tidak terlepas dari usaha dari pengrajin sendiri dalam memperkenalkan hasil kerajinan mereka dengan cara mengikuti berbagai pameran kerajinan batu mulia baik yang diadakan oleh pemerintah setempat
78
maupun instansi swasta. Dan juga peran dari media massa dan elektronik yang meliput tentang kerajinan batu mulia di Desa Gendaran ini sehingga dapat memperkenalkan kerajinan ini ke masyarakat luar. Pameran dianggap sebagai sarana pemasaran yang baik bagi pengusaha karena pengunjung yang datang adalah dari berbagai daerah. Dan juga pameran dianggap sebagai ajang untuk menarik pengunjung dan pembeli dengan media elektronik dan massa sebagai perluasan jaringan pemasaran. Untuk konsumen luar negeri sendiri, pengrajin Sri winarti mempunyai pelanggan yang berasal dari Amerika Serikat yang berdomisili di Bali. Biasanya pembeli tersebut membeli bahan baku dari Sri Winarti berupa bahan mentah untuk kemudian diolah kembali di Bali lalu kemudian diekspor ke Amerika untuk dijual kembali disana.
B. Peran Unit Bina Batu Mulia (UBIBAM) SRIPATI dalam Industri Kerajinan Batu Mulia Unit Bina Batu Mulia atau UBIBAM didirikan pada tanggal 28 Maret 1989 atas prakarsa dari PT PUSRI (Pupuk Sriwijaya) Palembang dan diresmikan oleh Menteri Perindustrian pada saat itu, Ir Hartanto. PT PUSRI yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam rangka mengembangkan sentra industri kerajinan batu mulia dan himbauan dari pemerintah kepada BUMN untuk melaksanakan pembinaan terhadap industri kecil maka didirikan UBIBAM tersebut.
79
Pada awalnya, tujuan dari didirikannya UBIBAM adalah untuk membina pemuda yang putus sekolah atau pengangguran untuk dididik membuat dan mengolah batu mulia. Kebanyakan tenaga yang dipakai adalah penduduk setempat yang kebetulan longgar atau usaha mandiri di rumah. Sebelum adanya binaan dari PT. PUSRI para pengrajin batu mulia pengolahannya masih menggunakan alat yang masih tradisional yaitu dengan sistem genjot dan onthel. Setelah PT. PUSRI mengaadakan survey yang hasilnya menunjukkan para pengrajin batu mulia yang sudah ada tersebut sangat potensial untuk dibina terlebih bahan baku di Pacitan khusunya Kecamatan Donorojo melimpah.25 Dalam pengembangannya, PT PUSRI bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Pacitan dan CV. TIASKY EMMS Cibogo, Bogor yang merupakan perusahaan pengolahan batu mulia yang cukup terkenal dan mempunyai nama sebagai konsultan. Dalam kerja sama tersebut, PT PUSRI menyediakan gedung, mesin peralatan, dan mengadakan diklat pengrajin batu mulia. Pemda Dati II Kabupaten Pacitan menyediakan tanah untuk bangunan dan tenaga kerja. Sedangkan CV TIASKY EMMS menyeleksi tenaga kerja.26 Selanjutnya, pemuda atau tenaga pengangguran atau yang putus sekolah tersebut dikirim ke CV. TIASKY EMMS untuk dilatih selama satu bulan untuk pengenalan dan pengolahan batu mulia. Setelah dilatih selama satu bulan, 25
Adany Dyah Pratita., 2001, ”Penerapan Kaizen Costing Sebagai Upaya Tercapainya Cost Reduction Pada Ubibam Sripati Di Pacitan”, Skripsi, Surabaya : Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Surabaya, hlm. 30 26
Ibid., hlm. 31.
80
mereka kembali ke Pacitan, dilakukan pengenalan di UBIBAM dengan instruktur dari CV TIASKY EMMS tersebut selama setahun. Diharapkan dengan diberikannya pelatihan kepada pemuda atau tenaga kerja tersebut, maka akan tercipta pengrajin yang tangguh, terampil, dan mandiri sehingga dapat menciptakan lapangan kerja sendiri dan memberi penghasilan kepada mereka. Selain itu dengan teciptnya produk berkualitas yang dihasilkan oleh para pengrajin, maka mampu mengundang wisatawan mancanegara maupun domestik. UBIBAM sendiri berkantor di Desa Sukodono, bersebelahan dengan Desa Gendaran, Kecamatan Donorojo. Kabupaten Pacitan khususnya Kecamatan Donorojo dipilih sebagai sentra industri kerajinan batu mulia karena keadaan geografis yang berbatu dan berbukit-bukit sehingga sangat memungkinkan tersedianya bahan baku yang melimpah untuk industri batu mulia. Selain itu di daerah ini juga banyak terdapat pengrajin-pengrajin batu mulia walaupun masih sangat tradisional dan memiliki potensi bebatuan yang sangat potensial untuk dikembangkan seperti calcedon, obsidian, mailed, petrified wood, jasper, dan agate.27 Pada awal berdirinya UBIBAM memperkerjakan 20 orang tenaga kerja. Untuk pengadaan bahan baku sendiri kebanyakan didapat dari daerah sendiri yakni Pacitan ataupun daerah sekitar seperti di daerah Ponorogo, Wonogiri, Trenggalek, dan sekitarnya. Batuan yang dicari biasanya jenis fosil, obsidian, dan onix. Pengadaan bahan baku bongkahan batu tersebut kemudian 27
Ibid., hlm. 33.
81
berkembang ke luar daerah seperti daerah Lampung, dan Kalimantan. Namun karena pengadaan bahan baku dari kedua daerah tersebut memakan biaya yang cukup mahal, maka batuan tersebut digunakan hanya sebagai pelengkap. Pada dasarnya pendirian UBIBAM ini adalah untuk melengkapi kekurangan-kekurangan pada pengrajin melalui penerapan-penerapan teknologi tepat guna. Dalam hal ini peran UBIBAM adalah memperkenalkan teknologi industri batu mulia kepada masyrakat adalah sebagai berikut : 1. Sebagai pusat pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat khususnya dalam pengembangan teknologi proses, desain dan pembinaan manajemen yang baik dalam industri kecil 2. Sebagai unit produksi dan pelatihan batu mulia dengan penerapan teknologi yang tepat guna sehingga menghasilkan produk yang berkualitas 3. Sebagai tempat promosi sehingga membuka peluang untuk mendapatkan pasar baik wilayah dalam negeri maupun luar negeri. Tidak hanya teknologi saja yang diperkenalkan dalam pengolahan batu mulia, dalam peranannya, UBIBAM juga berusaha mengembangkan dan meningkatkan kualitas dari pengrajin dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mendorong semangat pengrajin dengan memberi motivasi bahwa industri batu mulia dapat dijadikan sebagai sumber hidup perekonomian mereka. Selain itu UBIBAM juga menyediakan fasilitas atau sarana untuk pengrajin dengan memberi tenaga ahli untuk mengajari mereka dalam berbagai bidang seperti manajemen dan teknologi, orientasi pendidikan, dan latihan dibidang pemasaran serta memberikan bantuan promosi. Tidak hanya pelatihan
82
saja UBIBAM juga memberikan keamanan kepada mereka dengan memberikan kesejahteraan karyawan dengan memberikan asuransi jiwa, kecelakaan, tenaga kerja dan menyediakan fasilitas kesehatan. Disamping itu para pengrajin juga dituntut untuk dapat membiayai biaya operasional sehari-hari secara mandiri. Karena dalam hal ini UBIBAM tidak hanya menghasilkan produk saja. Tetapi juga menghasilkan jasa berupa pengrajin yang bisa mandiri setelah mendapatkan pelatihan kerja di UBIBAM.28 Dalam
pemasaran
produk
hasil
dari
UBIBAM,
UBIBAM
memperkenalkan produknya kepada masyarakat dan memperluas promosi produknya dengan mengadakan pameran-pameran di beberapa daerah. Untuk sistem kerjanya sendiri, para karyawan atau pengrajin bekerja biasa pada mulai pukul 07.00 hingga pukul 15.00 sore. Khusus untuk hari sabtu mereka hanya sampai pukul 13.00. kemudian mereka mereka mendapat jam istirahat pukul 09.30-10.00 untuk waktu jeda dan jam 12.00-13.00 untuk waktu sholat dan makan siang. Setelah melewati jam itu mereka mulai melanjutkan kerja lagi. 29
28
Ibid., hlm. 33.
29
Isni Herawati, op.cit., hlm. 230.