BAB II URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu
Parwati (2005) melakukan penelitian yang berjudul: “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio Pada Saham LQ45 di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2002”. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 66 perusahaan dan sampel sebanyak 14 perusahaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan Dividend Payout Ratio, Earning Growth, Variance of Earning Growth, Return on Equity dan Financial Leverage secara bersama-sama
mempengaruhi Price Earning Ratio sebesar 44,3% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini dan nilai Fhitung>Ftabel (5,734 > 2,44) dengan taraf signifikansi 0,001 (kurang dari 0,05). Secara parsial Dividend Payout Ratio dan Variance of Earning Growth berpengaruh terhadap Price Earning Ratio.
Kusumaputra (2006) melakukan penelitian yang berjudul: “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio (PER) Perusahaan LQ45 di Bursa Efek Jakarta”. Sampel dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang masuk dalam perhitungan Indeks LQ45 tahun 2002-2004 sebanyak 45 perusahaan. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dan 2
pengujian hipotesis dilakukan dengan Uji F dan Uji t dan Uji R (Koefisien Determinan). Hasil analisis menunjukkan bahwa secara simultan variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen sebesar 17,2%.
31
Universitas Sumatera Utara
Secara parsial hanya variabel Standard Deviation of Growth yang tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Price Earning Ratio. Sedangkan, variabel Growth, Return on Investment, dan Return on Equity berpengaruh signifikan terhadap variabel Price Earning Ratio pada derajat kepercayaan 5% (α = 0.05) sedangkan variabel Financial Leverage berpengaruh signifikan pada derajat kepercayaan 10% (α = 0.10). Kholid (2006) melakukan penelitian yang berjudul: “Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Price Earning Ratio Saham-Saham Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sejak tahun 2000 sampai tahun 2003 dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Uji statistik menunjukkan bahwa secara serentak faktor-faktor yang diteliti berpengaruh terhadap nilai Price Earning Ratio saham-saham pada Bursa Efek Jakarta, dan mampu menjelaskan sebesar 63,4 %.dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar variable penelitian. Analisis secara individual menunjukan hasil bahwa Pertumbuhan Penjualan, Pertumbuhan Return on Equity, Dividend Payout Ratio, Tingkat suku bunga SBI, dan Pertumbuhan Return on Investment berpengaruh
secara signifikan. Perwira (2005) dalam penelitiannya yang berjudul: ”Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Price Earnings Ratio (PER) pada Perusahaanperusahaan yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta (BEJ)” menggunakan variabel Total Asset, Debt to Equity Ratio, Return on Equity, Total Sales, The Growth of Earning per Share untuk melihat pengaruhnya terhadap Price Earnings Ratio.
32
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh yang paling signifikan dibandingkan faktor lainnya.
B. Pengertian Pasar Modal
Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga bisa diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi. (Tandelilin, 2001:13) Dengan demikian, pasar modal disatu pihak merupakan salah satu alternatif pembelanjaan bagi masyarakat (individu ataupun lembaga) yang mempunyai kelebihan dana. Di Indonesia, pengertian pasar modal adalah sebagaimana tertuang didalam Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yaitu pihak yang menyelenggarakan
dan
menyediakan
sistem
dan
atau
sarana
untuk
mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka
C. Saham 1. Pengertian Saham
Saham dapat didefinisikan sebagai surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan (Anoraga, 2006:58). Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang
33
Universitas Sumatera Utara
menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut. Saham yang diperdagangkan di bursa ada dua jenis yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (prefered stock) (Anoraga, 2006:54). Saham biasa (common stock) adalah saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi yang paling junior dalam pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Sedangkan, saham preferen (prefered stock) adalah saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan yang tetap, tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor (Darmadji, 2006:7). Dari kedua jenis saham tersebut, saham biasa (common stock) yang paling banyak diperdagangkan di pasar modal. 2. Manfaat Kepemilikan Saham
Investor yang melakukan pembelian saham, otomatis akan memiliki hak kepemilikan di dalam perusahaan yang menerbitkannya. Banyak sedikitnya jumlah saham yang dibeli akan menentukan persentase kepemilikan dari investor tersebut. Semakin besar jumlah saham yang dimiliki investor maka semakin besar juga haknya atas perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Secara umum, ada dua manfaat yang bisa diperoleh pembeli saham yaitu manfaat ekonomis dan manfaat non ekonomis (Anoraga, 2006:60).
34
Universitas Sumatera Utara
a. Manfaat ekonomis meliputi : 1) Dividen Dividen (dividend) adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai (cash dividend), yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan
dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham, atau dapat pula berupa dividen saham (stock dividend), yaitu kepada setiap pemegang saham diberikan
dividen dalam bentuk saham sehingga jumlah saham yang dimiliki investor akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut (Darmadji, 2006:12). 2) Capital Gain Capital gain adalah keuntungan yang diperoleh investor dari
hasil jual beli saham, berupa selisih antara nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan nilai beli yang lebih rendah (Anoraga, 2006:60). b. Manfaat Non-ekonomis Manfaat non-ekonomis yang bisa diperoleh oleh pemegang saham adalah kepemilikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk menentukan jalannya perusahaan. Semakin besar
35
Universitas Sumatera Utara
jumlah saham yang dimiliki oleh investor, maka semakin besar pula hak suaranya dalam RUPS. 3. Analisis dan Penilaian Saham
Analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik (Intrinsic Value) suatu saham, dan kemudian membandingkannya dengan harga
pasar saham tersebut pada saat ini (Current Market Price). Nilai intrinsik (NI) suatu saham menunjukkan Present Value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Pedoman yang dipergunakan adalah sebagai berikut: 1. Apabila NI > harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai Undervalued (harganya terlalu rendah), dan karenanya layak dibeli
atau ditahan apabila saham tersebut telah dimiliki. 2. Apabila NI < harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai Overvalued (harganya terlalu mahal) dan karenanya layak dijual.
3. Apabila NI = harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi keseimbangan. Model penilaian merupakan suatu mekanisme untuk mengubah serangkaian variabel ekonomi atau variabel perusahaan yang diramalkan (atau yang diamati) menjadi dasar perkiraan harga saham (Husnan, 2001:269). Variabel-variabel ekonomi tersebut misalnya: laba dan dividen yang dibagikan. Seorang investor sebelum mengambil keputusan untuk membeli saham, biasanya akan menganilisis terlebih dahulu untuk menentukan saham mana yang memberikan keuntungan paling optimal.
36
Universitas Sumatera Utara
Penentuan harga saham dapat dilakukan melalui analisis teknikal dan analisis fundamental. Pada analisis teknikal harga saham ditentukan berdasarkan catatan harga saham di waktu yang lalu, sedangkan dalam analisis fundamental harga saham ditentukan atas dasar faktor-faktor fundamental yang mempengaruhinya, seperi laba dan dividen. a. Analisis Teknikal
Analisis teknikal merupakan metodologi dari perkiraan pergerakan harga saham, baik sebagai saham individu atau pasar secara keseluruhan. Inti pemikiran dari teknik analisis ini adalah bahwa nilai dari sebuah saham merupakan hasil dari adanya penawaran dan permintaan yang terjadi. Metode ini mengamati dan mempelajari perubahan-perubahan harga saham di masa lalu dengan menggunakan analisis grafis untuk menetapkan estimasi harga saham. Analisis grafis ini kemudian dipelajari untuk mengetahui kemungkinan terjadinya suatu pengulangan fluktuasi dan arah trend harga. Prediksi ini dimungkinkan karena konsep pendekatan teknikal beranggapan bahwa pola pergerakan saham yang terjadi saat ini dan di masa yang lalu cenderung akan terulang di masa yang akan datang. Kelemahan utama yang dimiliki oleh analisis ini adalah tidak dimasukkannya variabel ekonomi yang terkait dengan perusahaan atau pasar pada umumnya, sehingga faktor-faktor penyebab kondisi penawaran dan permintaan menjadi tidak begitu berpengaruh
37
Universitas Sumatera Utara
b. Analisis Fundamental
Analisis fundamental mempunyai anggapan bahwa setiap pemodal adalah makhluk rasional, oleh sebab itu analisis fundamental mencoba mempelajari hubungan antara harga saham dengan kondisi perusahaan. Hal ini disebabkan karena nilai saham mewakili nilai perusahaan, tidak hanya nilai intrinsik suatu saat tetapi juga adalah harapan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Analisis fundamental mencoba untukmemperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan:(1) mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang, dan (2) menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Analisis fundamental memiliki dua model penilaian saham yang sering digunakan para analisis sekuritas (Jogiyanto, 2003:89) yaitu : 1) Pendekatan Nilai Sekarang (Present Value Approach) Pendekatan nilai sekarang juga disebut dengan metode kapitalisasi laba (capitalization of income method) karena melibatkan proses kapitalisasi nilai-nilai masa depan yang didiskontokan menjadi nilai sekarang. Jika investor percaya bahwa nilai dari perusahaan tergantung dari prospek perusahaan tersebut di masa mendatang dan prospek ini merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan aliran kas di masa depan, maka nilai perusahaan tersebut dapat ditentukan dengan mendiskontokan nilai-nilai arus kas
38
Universitas Sumatera Utara
(cash flow) di masa depan menjadi nilai sekarang sebagai berikut: (Jogiyanto, 2003:89): P0* =
∞
Arus Kas
∑ (1 + k ) t =1
t
Dimana: P0* = nilai sekarang dari perusahaan (value of the firm) t
= periode waktu ke-t dari t=1 sampai dengan ∞.
k
= suku bunga diskonto (discount rate) atau tingkat pengembalian yang diinginkan (required rate of return).
2) Pendekatan Price Earning Ratio (P/E Ratio Approach) Salah satu pendekatan yang populer yang menggunakan nilai earnings untuk mengestimasi nilai instrinsik adalah pendekatan Price Earning Ratio (PER) atau disebut juga dengan pendekatan earnings multiplier. Price Earning Ratio (PER) menunjukkan rasio
dari harga saham terhadap earnings. Rasio ini menunjukkan berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan dari earnings. (Jogiyanto 2003:105).
D. Price Earning Ratio (PER)
Price Earning Ratio (PER) merupakan salah satu pendekatan yang sering
digunakan oleh analis sekuritas untuk menilai suatu saham. Pendekatan ini mendasarkan atas ratio antara harga per lembar saham yang berlaku di pasar modal dengan tingkat keuntungan bersih yang tersedia bagi pemegang saham.
39
Universitas Sumatera Utara
Price Earning Ratio suatu saham merupakan harga pasar per lembar saham dibagi
dengan Earning per Share. Secara matematis, rumus dihitung sebagai berikut (Van Horne dan Wachowicz, 2007:300) : Price Earning Ratio =
Harga pasar per lembar saham Earning per Share
Brigham dan Houston (2006:110) menyatakan bahwa Price Earning Ratio menunjukkan berapa banyak jumlah uang yang dikeluarkan oleh para investor untuk membayar setiap satuan laba yang dilaporkan. Price Earning Ratio dihitung dalam satuan kali. Price Earning Ratio dihitung dengan rumus: Price Earning Ratio =
Harga per lembar saham Laba per lembar saham
Penilaian saham dengan Price Earning Ratio berusaha membuat analisis harga saham dengan memperhatikan kinerja keuangan perusahaan yang diambil dari komponen-komponen laporan keuangan yang mempengaruhi harga saham. Dari perhitungan ini, investor dapat mengetahui nilai instrinsik perusahaan sehingga dapat mengambil keputusan investasi secara lebih strategis apakah menjual, membeli, atau mempertahankan saham tertentu untuk mendapatkan keuntungan. Price Earning Ratio akan lebih tinggi pada perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek pertumbuhan yang kuat, jika hal-hal lain dianggap konstan, tetapi Price Earning Ratio akan lebih rendah pada perusahaanperusahaan yang lebih beresiko.
40
Universitas Sumatera Utara
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Price Earning Ratio
Jones (2004:265) menyatakan bahwa perkiraan Price Earning Ratio dapat dikembangkan dengan menderivasinya dari penghitungan nilai intrinsik menggunakan model diskonto dividen (dividend discount model), yaitu dengan menggunakan model pertumbuhan dividen yang konstan (zero growth model) sebagai berikut: Po =
D1 k−g
Jika kedua sisi dibagi E1: D1 E1 Po = E1 k−g
Dari persamaan diatas diketahui faktor-faktor yang menentukan besarnya Price Earning Ratio sebagai berikut:
1. Dividend Payout Ratio (DPR = D1/E1), Price Earning Ratio berhubungan positif dengan rasio pembayaran deviden terhadap earning (D1/E1). 2. Growth rate (tingkat pertumbuhan deviden: g), PER berhubungan positif dengan tingkat pertumbuhan dividen (g). 3. Required Rate of Return (tingkat pengembalian yang diinginkan: k), Price Earning Ratio berhubungan negatif dengan tingkat pengembalian yang
diinginkan (k). Elton,
et
al
(2003:458)
menjelaskan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi Price Earning Ratio adalah earnings, kebijakan dividen, pertumbuhan laba (growth), dan risiko (financial leverage). Penelitian Whitbeck-
41
Universitas Sumatera Utara
Kisor (1963) menggunakan tiga variabel yang menggunakan Price Earning Ratio, yaitu : 1. Tingkat Pertumbuhan laba (Earning Growth Rate) 2. dividend payout rate 3. deviasi standar tingkat pertumbuhan (Standard Deviation in Growth Rate) Persamaan yang berhasil mereka susun adalah: PER = 8,2 + 1,50 (Earning Growth Rate) + 0,067 (dividend payout rate) – 0,200 (Standard Deviation in Growth Rate) Elton, et al (2003:458) menjelaskan bahwa risiko (financial leverage) berpengaruh terhadap Price Earning Ratio. Semakin tinggi leverage perusahaan, yang diukur dengan Debt to Equity Ratio, semakin rendah nilai Price Earning Ratio.
Menurut Bodie dan Marcus (2006:243), Price Earning Ratio sebenarnya merupakan cerminan dari sikap optimistis pasar tentang prospek pertumbuhan perusahaan. Dalam penggunaan Price Earning Ratio, seorang analis harus memutuskan apakah dia lebih optimistis atau lebih tidak optimistis dibandingkan pasar. Jika lebih optimistis, maka mereka akan merekomendasikan untuk membeli saham. Adalah mudah untuk membuktikan bahwa Price Earning Ratio meningkat selaras dengan Return on Equity. Hal ini masuk akal, karena proyek-proyek dengan Return on Equity yang tinggi akan memberikan peluang pertumbuhan yang baik bagi perusahaan. Kita juga dapat membuktikan bahwa Price Earning Ratio akan meningkat jika rasio plowback, b, lebih tinggi, sepanjang Return on Equity lebih tinggi daripada k. Hal ini juga masuk akal. Ketika perusahaan
42
Universitas Sumatera Utara
mempunyai peluang investasi yang baik, maka pasar akan menghargainya dengan Price Earning Ratio yang lebih tinggi jika perusahaan mengeksploitasi peluang
tersebut secara lebih agresif dengan memasukkan kembali laba dengan tingkat lebih tinggi. Namun, ketika Return on Equity harapan lebih rendah dibandingkan dengan imbal hasil yang disyaratkan, k, maka investor akan lebih suka jika perusahaan mengeluarkan laba dalam bentuk dividen daripada menginvestasikan kembali laba ke dalam perusahaan dengan tingkat imbal hasil yang tidak tepat. Dengan kata lain untuk Return on Equity yang lebih rendah daripada k, perusahaan menawarkan peluang investasi yang menarik, sehingga akan nilai perusahaan akan meningkat ketika peluang tersebut dimanfaatkan dengan meningkatkan rasio plowback.
F. Dividend Payout Ratio (DPR)
Van Horne dan Wachowicz (2007:270) menyatakan bahwa Dividend Payout Ratio (DPR) merupakan rasio yang menentukan jumlah laba yang dapat
ditahan
dalam
perusahaan
sebagai
sumber
pendanaan.
Rasio
tersebut
menunjukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham secara tunai. Dividend Payout Ratio merupakan dividen tunai tahunan yang dibagi dengan laba tahunan, atau dividen per lembar saham dibagi dengan laba per lembar saham. Rumus: Dividen Tunai per Lembar Saham Laba per Lembar Saham
Dividend Payout Ratio =
43
Universitas Sumatera Utara
Dividend Payout Ratio dihitung berdasarkan rasio antara Dividend per Share (DPS) dengan Earning per Share (EPS).
Persamaannya : Dividend Payout Ratio =
Dividend per Share Earning per Share
Di mana : DPS =
EPS =
Dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham Saham yang beredar Laba Bersih Sesudah Pajak Saham yang beredar
Dividend per Share menunjukkan arus kas utama dari perusahaan kepada
pemegang saham. Pada umumnya DPS lebih kecil daripada EPS karena dividen dibayarkan dari laba perusahaan. Namun pada tahun tertentu DPS dapat melampaui EPS, sehingga besarnya DPS lebih dari 100% tergantung dari kebijakan dividen. Kebijakan dividen menyangkut keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikan kembali di dalam perusahaan. Kebijakan dividen yang optimal pada suatu perusahaan adalah kebijakan yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa yang akan datang sehingga memaksimumkan harga saham. Jika perusahaan memiliki kelebihan kas dan tidak cukup banyak peluang investasi yang menguntungkan untuk pendanaan ini, mungkin pemegang saham memang ingin agar dana ini didistribusikan dengan pembelian kembali saham atau dalam bentuk kenaikan dividen. Dengan pembelian kembali saham, akan lebih sedikit saham yang beredar, dan laba per lembar saham, serta, pada akhirnya
44
Universitas Sumatera Utara
dividen per saham akan naik. Akibatnya, harga pasar per lembar saham akan naik juga. (Van Horne dan Wachowicz, 2007:290). Kebijakan deviden menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Kebijakan dividen masih merupakan masalah yang mengundang perdebatan. Miller dan Modigliani (M&M) memberikan argumen yang
paling
menyatakan
komprehensif bahwa,
mengenai
berdasarkan
ketidakrelevenan
keputusan
investasi
dividen.
Mereka
perusahaan,
rasio
pembayaran dividen, hanyalah rincian dan tidak mempengaruhi kesejahteraan pemegang saham. M&M berargumen bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan menghasilkan laba dari aset-aset perusahaan atau kebijakan investasinya, dan bahwa cara aliran laba dipecah antara dividen dan laba ditahan tidak mempengaruhi nilai ini. M&M menyarankan bahwa jumlah nilai diskonto per lembar saham biasa setelah pendanaan ditambah dividen saat ini yang dibayar adalah tepat sama dengan nilai pasar per lembar saham sebelum pembayaran dividen saat ini. Dengan kata lain, penurunan harga pasar saham biasa akibat dilusi (penurunan klaim proporsiional atas laba dan aktiva atas selembar saham biasa karena penerbitan saham tambahan) yang disebabkan oleh pendanaan eksternal akan dinetralkan seluruhnya melalui pembayaran dividen. Jadi, pemegang saham dikatakan tidak melihat perbedaan antara menerima dividen atau membiarkan laba ditahan oleh perusahaan.
45
Universitas Sumatera Utara
G. Earning Growth (EG)
Pertumbuhan laba yang akan diteliti adalah pertumbuhan laba per lembar saham (Earning per Share/EPS). Pada umumnya pemegang saham dan calon pemegang saham sangat tertarik akan EPS. Karena hal ini menyebabkan jumlah rupiah yang di peroleh untuk setiap lembar saham. Para calon pemegang saham tertarik dengan EPS yang besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan emiten. Dengan memperhatikan pertumbuhan laba per lembar saham tersebut dapat dilihat prospek perusahaan di masa yang akan datang sehingga akan mempengaruhi keputusan investor dalam berinvestasi. Tingkat pertumbuhan laba (Earning Growth) berpengaruh langsung terhadap Price Earning Ratio. Bila harga saham mencerminkan kapitalisasi dari laba yang diharapkan dimasa mendatang maka peningkatan laba akan meningkatkan harga saham dan total kapitaslisasi pasar. Bila investor yakin pertumbuhan laba ini terdukung baik, Price Earning Ratio akan meningkat. Earning Growth dapat diperoleh dengan menggunakan rumus (Tangkilisan, 2003
: 254): Earning Growth =
EPS t - EPS t -1 EPS t −1
Dimana: EPS t : laba per lembar saham tahun sekarang EPSt-1 : laba per lembar saham tahun sebelumnya
46
Universitas Sumatera Utara
H. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam membayar hutangnya dengan ekuitas pemegang saham. Semakin besar hutang, semakin besar risiko yang ditanggung. Hutang meningkatkan baik laba maupun risiko. Dengan menambahkan hutang ke dalam neraca, perusahaan secara umum dapat meningkatkan profitabilitasnya, yang kemudian menaikkan harga sahamnya, sehingga meningkatkan kesejahteraan bagi pemegang saham dan membangun potensi pertumbuhan yang lebih besar (Walsh, 2004:56). Brigham dan Houston (2006:104) menyatakan bahwa semakin tinggi rasio leverage yang diwakili oleh Debt to Equity Ratio, maka semakin besar laba
perusahaan. Hal ini disebabkan karena perusahaan memiliki modal kerja yang besar dan disertai dengan kemampuan perusahaan untuk mengelola modal kerja yang besar tersebut dengan efektif, sehingga menghasilkan laba yang besar. Apabila laba yang diperoleh perusahaan besar, maka Price Earning Ratio yang akan diterima oleh investor juga semakin banyak. Debt to Equity Ratio (DER) dihitung hanya dengan membagi total hutang
perusahaan (termasuk kewajiban jangka pendek) dengan ekuitas pemegang saham. Rasio ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Van Horne dan Wachowicz, 2005:209): Debt to Equity Ratio =
Total Utang Ekuitas pemegang saham
47
Universitas Sumatera Utara
I. Return on Equity (ROE)
Bodie dan Marcus (2006:243) menyatakan bahwa ada cara untuk membuat gambaran tentang Price Earning Ratio ini lebih persis. Perhatikan kembali pada rumus model diskonto dividen (dividend discount model), Po = D1/(k-g). Kemudian, perhatikan bahwa dividen sama dengan laba yang tidak diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan: D1 = E1(1-b). Perhatikan juga bahwa g = ROE x b. Maka, dengan mensubstitusi D1 dan g, kita temukan bahwa: Po =
E 1 (1 - b) k - ROE x b
Sehingga, rasio Price Earning Ratio-nya adalah:
1− b Po = E1 k − ROE − b Dimana: Po/E1
= PER = Price Earning Ratio
b
= plowback (faksi laba yang diinvestasikan kembali untuk menambah modal)
k
= tingkat kapitalisasi pasar
ROE
= Return on Equity
Satu cara untuk meringkas hubungan ini adalah dengan mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat plowback, maka akan semakin tinggi juga tingkat pertumbuhan, tetapi tingkat plowback yang tinggi tidak selalu berarti bahwa Price Earning Ratio akan lebih tinggi. Tingkat plowback yang tinggi hanya akan meningkatkan Price Earning Ratio jika penginvestasian kembali yang dihasilkan oleh perusahaan menawarkan imbal hasil harapan yang lebih tinggi daripada
48
Universitas Sumatera Utara
tingkat kapitalisasi pasar. Sebaliknya, tingkat plowback yang tinggi akan merugikan investor jika ini berarti perusahaan menanamkan lebih banyak dana pada proyek yang memberikan imbal hasil yang memadai. Return on Equity digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian perusahaan atau efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Return on Equity membandingkan laba bersih setelah pajak (dikurangi dividen saham biasa) dengan ekuitas yang telah diinvestasikan pemegang saham di perusahaan. Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Van Horne dan Wachowicz, 2005:225) : Return on Equity =
Laba bersih setelah pajak Ekuitas pemegang saham
J. Indeks Harga Saham
Indeks Harga Saham merupakan salah satu indikator utama pergerakan harga saham. Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu. Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui trend pergerakan harga saham saat ini; apakah sedang naik, stabil atau turun. Misal, jika di awal bulan nilai indeks 300 dan saat ini di akhir bulan menjadi 360, maka kita dapat mengatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar 20%.
49
Universitas Sumatera Utara
Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat pula. Ada beberapa macam pendekatan dan metode penghitungan indeks yang diterapkan di beberapa bursa dunia. Seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan, kebutuhan untuk memberikan informasi yang lebih lengkap kepada masyarakat mengenai perkembangan bursa, juga semakin meningkat. Salah satu informasi yang diperlukan tersebut adalah indeks harga saham sebagai cerminan dari pergerakan harga saham.
50
Universitas Sumatera Utara