BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu telah dilakukan oleh Dahmiri (2009) dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Bauran Penjualan Eceran (Retailing Mix) terhadap Citra
Department Store ( Studi Pada Ramayana Department Store Kota Jambi ). Bertujuan untuk menganalisis pengaruh unsur bauran pemasaran eceran yang meliputi barang dagangan/produk, harga, lokasi, promosi, fasilitas fisik, pelayanan, dan wiraniaga terhadap citra merek Department Store Ramayana Kota Jambi. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen Ramayana Department
Store Kota Jambi. Jumlah sampel yang digunakan adalah 100 orang. Adapun alat uji yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan skala ordinal. Pengujian atas hipotesis yang diajukan diperoleh kesimpulan bahwa terdapat
pengaruh
langsung
positif
dan
signifikan
variabel
barang
dagangan/produk (X1), harga (X2), lokasi (X3), promosi (X4), fasilitas fisik (X5), pelayanan (X6), dan wiraniaga (X7) berpengaruh signifikan terhadap citra merek (Y). Variabel yang memiliki pengaruh terbesar adalah variabel lokasi (X3) sebesar 3,556. Rahmad (2009) dalam skripsinya yang berjudul ”Analisis Pengaruh Bauran Pemasaran Eceran (Retailing Mix) Terhadap Citra Merek Konsumen Super Swalayan Semarang” menunjukkan bahwa permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana faktor keragaman produk, layanan toko, atmosfer toko, harga, promosi dan lokasi dalam
Universitas Sumatera Utara
menentukan tingkat kepuasan super swalayan. Pada keenam faktor yang diukur untuk mengetahui citra merek konsumen, diketahui bahwa konsumen memiliki citra merek atau penilaian yang positif dengan kinerja super swalayan dalam memberikan pelayanan pada faktor keragaman produk, layanan toko, lokasi, dan promosi sedangkan pelanggan menilai negatif pada harga dan kinerja super swalayan dalam atmosfer toko. Penelitian ini menggunakan alat ukur analisis regresi linier berganda dengan menggunakan skala likert. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan konsumen super swalayan semarang memiliki citra yang negatif akan kinerja super swalayan. Namun demikian ada faktor dimana konsumen memiliki citra yang positif. Oleh karena itu disarankan kepada pihak super swalayan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya dalam memenuhi kebutuhan konsumen agar konsumen memiliki citra yang positif. Sedangkan pada faktor dimana konsumen memiliki citra yang negatif hendaknya super swalayan dapat mempertahankan prestasinya dan lebih ditingkatkan lagi.
B. Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan salah satu aspek penting dalam pemasaran, karena melalui pemahaman tentang perilaku konsumen, pemasar dapat memahami harapan pelanggan tentang produknya, sehingga perilaku pelanggan sebagai fokus bisnis saat ini dapat lebih dipahami oleh pemasar (Tjiptono, 2003: 38). Istilah perilaku erat hubungannya pada permasalahan manusia. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan
Universitas Sumatera Utara
menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Setiadi, 2003: 3). Perilaku konsumen menurut Schiffman & Kanuk (Tjiptono, 2003: 40) adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghentikan konsumsi produk, jasa, dan gagasan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku konsumen menyangkut perilaku seseorang dalam mendapatkan dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses pengambilan keputusannya. Perilaku konsumen menurut Kotler (2003:203), dapat dipahami melalui rangsangan pemasaran dan lingkungan yang masuk ke kesadaran pembeli, serta karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusannya, yang kemudian menghasilkan keputusan pembelian tertentu.
C. Perilaku Konsumen Dalam Ritel Menurut Peter dan Olson (dalam Simamora, 2003:163), khusus dalam pembelian ritel terdapat pola perilaku tertentu pada konsumen. Pola perilaku ini terbagi menjadi tujuh kategori, dimana masing-masing kategori dapat berubah urutannya. Karena pada dasarnya setiap manusia berbeda maka perilakunya pun berbeda walaupun perilaku tersebut relatif sama. Pola perilaku tersebut digambarkan pada Gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tahap Konsumsi
Tahap Perilaku
PREPURCHASE
Information Contact
Fund Acces
Store Contact
Contoh Perilaku MembacaKoran,majalah,brosur Mendengar iklan radio Menyaksikan iklan tv Mendengarsalesman,teman,keluarga Mengambil uang dari ATM Menggunakan kartu kredit Menggunakan pinjamandari bank Ataupun keanggotaan belanja
Mencari lokasi belanja Pergi menuju lokasi Masuk ke lokasi belanja
……………………………………………………………………………………
PURCHASE
Product Contact
Transaction
Mencari produk di dalam toko Menemukan produk yang dicari Membawa produk ke kasir
Pembayaran dengan uang yang tersedia Membawa produk ke lokasi pemakaian
…………………………………………………………………………………… Consumption
Menggunakan produk Membuang sisa produk Pembelian ulang
USAGE Communication
Memberi informasi kepada orang lainmengenai produk Mengisi kartu garansi Memberikan informasi lainnya kepada retailer
Gambar 2.1 Perilaku Konsumen dalam Ritel Sumber : Peter dan Olson dalam Simamora(2003), diolah penulis (2010)
Universitas Sumatera Utara
D. Proses Pengambilan Keputusan Suatu keputusan melibatkan pilihan alternatif. Pemasar biasanya tertarik pada perilaku konsumen, terutama pilihan mereka. Semua aspek pengaruh dan kognisi dilibatkan dalam pengambilan keputusan konsumen. Akan tetapi inti dari pengambilan
keputusan
konsumen
adalah
proses
pengintegrasian
yang
mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi alternatif-alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Mengenali kebutuhan
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Perilaku pasca pembelian
Keputusan pembelian
Gambar 2.2: Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Sumber: Setiadi, (2003 :16) Secara rinci tahap-tahap ini dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pengenalan masalah, yaitu konsumen menyadari akan adanya kebutuhan. Konsumen menyadari adanya perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diharapkan. b. Pencarian Informasi, yaitu konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak lagi. Proses ini diperoleh dari bahan bacaan, bertanya pada teman ataupun melakukan kegiatan-kegiatan mencari yang lainnya. c. Evaluasi alternatif, yaitu mempelajari dan mengevaluasi alternatif yang diperoleh melalui pencarian informasi untuk mendapatkan alternatif terbaik yang akan digunakan untuk melakukan keputusan pembelian. d. Keputusan pembelian, yaitu melakukan keputusan untuk melakukan pembelian yang telah diperoleh dari evaluasi alternatif.
Universitas Sumatera Utara
e. Perilaku pasca pembelian, yaitu keadaan dimana sesudah pembelian terhadap suatu produk atau jasa, maka konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. f. Kepuasan sesudah pembelian, yaitu setelah membeli suatu produk, seorang konsumen mungkin mendeteksi adanya suatu cacat. Beberapa pembeli tidak akan mengiginkan produk cacat tersebut, yang lainnya akan bersifat netral dan beberapa bahkan mungkin melihat cacat itu sebagai sesuatu yang meningkatkan nilai dari produk. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari dekatnya antara harapan dari pembeli tentang produk dan kemampuan dari produk tersebut. g. Tindakan-tindakan sesudah pembelian, yaitu kepuasan atau ketidakpuasan konsumen pada suatu produk akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Jika konsumen merasa puas, maka ia akan memperlihatkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli produk itu lagi. Konsumen yang tidak puas akan mengambil satu atau dua tindakan. Mereka mungkin akan mengurangi ketidakcocokannya dengan meninggalkan atau mengembalikan produk tersebut, atau mereka mungkin berusaha mengurangi ketidakcocokan tersebut dengan mencari informasi yang mungkin mengkonfirmasikan produk tersebut sebagai bernilai tinggi. h. Penggunaan dan pembuangan sesudah pembelian, yaitu pemasar harus mengontrol bagaimana pembeli menggunakan dan membuang suatu produk. Bila konsumen menemukan cara pemakaian penggunaan baru, ini haruslah menarik minat pemasar karena penggunaan baru tersebut dapat diiklankan. Bila konsumen menyimpan produk tersebut di lemari mereka, ini merupakan
Universitas Sumatera Utara
petunjuk bahwa produk tersebut kurang memuaskan dan konsumen tidak akan menjelaskan hal-hal yang baik dari produk tersebut kepada orang lain. Bila mereka menjual atau menukar produk, maka ini berarti penjualan produk berikutnya akan menurun. Apabila mereka membuangnya, terutama bila dapat merusak lingkungan seperti susu kaleng, minuman ringan dan popok bayi yang tahan lama. Pada akhirnya, pemasar perlu mempelajari pemakaian dan pembuangan produk untuk mendapatkan isyarat-isyarat dari masalah-masalah dan peluang-peluang yang mungkin ada.
E. Bauran Pemasaran Ritel a. Pengertian Bisnis Ritel Kotler dan Armstrong (2003: 51) mendefinisikan bisnis ritel sebagai kegiatan yang menyangkut penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen untuk penggunaan pribadi dan nir-bisnis. Bisnis ritel tidak hanya menjual produk-produk di toko (store retailing) tetapi juga di luar toko (nonstore
retailing). Kegiatan yang dilakukan dalam bisnis ritel adalah menjual berbagai produk, jasa, atau keduanya, kepada konsumen untuk keperluan konsumsi pribadi maupun bersama. Para peritel berupaya memuaskan kebutuhan konsumen dengan mencari kesesuaian antara barang-barang yang dimilikinya dengan harga, tempat, dan waktu yang diinginkan pelanggan. Karena itu usaha eceran memiliki peranan penting dalam proses pemenuhan kebutuhan konsumen, karena merupakan tahap akhir dari saluran distribusi yang menyampaikan produk langsung kepada konsumen akhir.
Universitas Sumatera Utara
Ada 4 fungsi utama bisnis ritel: a. Membeli dan menyimpan barang b. Memindahkan hak milik barang tersebut kepada konsumen akhir c. Memberikan informasi mengenai sifat dasar dan pemakaian barang tersebut d. Memberikan kredit kepada konsumen (dalam kasus tertentu). Peritel perorangan atau peritel kecil memiliki jumlah gerai bervariasi, mulai dari satu gerai hingga beberapa gerai. Gerai dalam segala bentuknya berfungsi sebagai tempat pembelian barang dan jasa, yaitu dalam arti konsumen datang ke gerai untuk melakukan transaksi belanja dan membawa pulang barang atau menikmati jasa. Kata ”gerai” merujuk pada tempat di mana seseorang dapat membeli barang atau jasa dan merupakan terjemahan dari kata outlet. Gerai-gerai dari peritel kecil terdiri atas dua macam, yaitu gerai tradisional dan gerai modern (Ma’ruf, 2005:71). b. Gerai Tradisional Gerai tradisional adalah gerai yang telah lama beroperasi di Indonesia, yaitu berupa: warung, toko, dan pasar. Warung biasanya berupa bangunan sederhana yang permanen, semi permanen, atau pun kayu seluruhnya. Warung menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari (Ma’ruf, 2005:72). Toko adalah format gerai tradisional yang bentuk yang bentuk dan penataan interiornya lebih baik daripada warung yang menjual produk-produk baik kebutuhan sehari-hari maupun produk-produk tahan lama. Toko barang kebutuhan sehari-hari dikenal dengan julukan lama ’toko kelontong’ atau grocery
store dalam bahasa Inggris.
Universitas Sumatera Utara
Pasar adalah pusat belanja versi tradisional. Di setiap kota, ibukota kecamatan, sampai pada tingkat desa, pasar dapat ditemukan. Dalam suatu pasar tersedia berbagai gerai dengan segala macam produk yang diperlukan masyarakat, dari barang kebutuhan sehari-hari hingga produk tahan lama. c. Gerai Modern Gerai modern mulai beroperasi awal 1960-an di Jakarta. Arti modern disini adalah penataan barang menurut keperluan yang sama dikelompokkan di bagia yang sama yang dapat dilihat dan diambil langsung oleh pembeli penggunaan alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga profesional. Modernisasi bertambah meluas pada dasawarsa 1970-an. Supermarket mulai diperkenalkan pada dasawarsa ini. Konsep one-stop shopping mulai dikenal pada tahun 1980-an. Kemudian konep one-stop shopping ini mulai digantikan oleh istilah pusat belanja. Banyak orang yang mulai beralih ke gerai modern seperti pusat belanja ini untuk berbelanja. Jenis-jenis gerai modern: 1. Minimarket: terjadi pertumbuhan sebanyak 1.800 buah selama kurun waktu sepuluh tahun sampai tahun 2002. Luas ruang minimarket adalah antara 50m2 sampai dengan 200m2. 2. Convenience Store : gerai ini mirip minimarket dalam hal produk yang dijual, tetapi berbeda dalam hal harga, jam buka, luas ruang, dan lokasi. Convenience store ada yang buka 24 jam dengan luas ruang antara 200m2 hingga 450m2 dan berlokasi di tempat yang strategis. Sebagian produknya sedikit lebih mahal daripada yang dijual minimarket.
Universitas Sumatera Utara
3. Specialty Store : sebagian maasyarakat lebih menyukai belanja di toko di mana pilihan produk tersedia lengkap sehingga tidak harus mencari lagi di toko lain. Keragaman produk disertai harga yang bervariasi dari yang terjangkau hingga yang premium membuat specialty store unggul.
4. Factory Outlet 5. Distro atau distribution outlet. 6. Supermarket : supermarket kecil mempunyai luas ruang antara 300m2 sampai 1.100m2, sedangkan supermarket besar mempunyai luas ruang antara 1.100m2 sampai 2.300m2. 7. Department Store : atau toserba (toko serba ada), gerai jenis ini mempunyai ukuran luas ruang yang beraneka, mulai dari beberapa ratus m2, hingga 2.000m2-3.000m2. 8. Perkulakan atau gudang rabat (semacam warehouse club). 9. Superstore : mulai 2.300m2 sampai 4.700m2. 10. Hypermarket : luas ruang di atas 5.000m2. 11. Pusat belanja yang terdiri atas dua macam : mal dan trade centre. Mal memuat banyak gerai mulai dari toko biasa sampai supermarket, department store,
amusement center, dan foodcourt. Trade center mirip mal tetapi tidak memiliki ruang publik seluas mal dan biasanya tidak tersedia department store
dan amusement store. Konsumen atau pembeli adalah fokus ke arah mana setiap gerak semua orang dalam perusahaan harus tertuju pada pemuasan kebutuhan konsumen. Pemasaran memiliki tugas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan program masing-masing
unit
perusahaan
agar
seirama
dalam
menciptakan,
Universitas Sumatera Utara
mempromosikan, dan menyampaikan barang/jasa mereka kepada kelompok konsumen mereka. Hal ini menjadi penyebab munculnya bauran pemasaran ritel. Yang terdiri dari unsur lokasi, merchandising, harga, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service. 1. Lokasi Lokasi adalah faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel. Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses diandingkan gerai kainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama, oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampil, dan sama-sama punya penataan yang bagus. Beberapa jenis gerai yang berbeda seperti supermarket, department store, toko asesori rumah, toko fashion, dapat berkumpul di suatu area perdagangan ritel seperti mal atau pusat bisnis. Masing-masing mendapatkan pembeli dari segmen yang sesuai dengan incaran mereka. Hal itu dimungkinkan setelah masing-masing peritel mempelajari karakteristik mal atau pusat perbelanjaan yang bersangkutan dari berbagai aspeknya-seperti luas dan kepadatan wilayah/area yang dilayaninya, kelas sosial ekonomi penduduk, luas mal/pusat perbelanjaan, kondisi lalu lintas, sarana transportasi umum. Berbagai informasi tersebut akan mendatangkan informasi tentang bannyaknya kinjungan masyarakat ke mal setiap harinya dan perkiraan belanja. Pemilihan tempat atau lokasi memerlukan pertimbangan cermat terhadap beberapa faktor berikut: a. Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana transportasi umum.
Universitas Sumatera Utara
b. Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas dari jarak pandang normal. c. Lalu-lintas (traffic), menyangkut dua pertimbangan utama berikut: 1. banyaknya orang yang lalu lalang bisa memberikan peluang besar terhadap terjadinya impulse buying, yaitu keputusan pembelian yang seringkali terjadi spontan, tanpa perencanaan, dan/atau tanpa melalui usaha-usaha khusus. 2. kepadatan dan kemacetan lalu-lintas bisa pula menjadi habatan, misalnya terhadap pelayanan kepolisian, pemadam kebakaran, atau ambulans. d. Tempat parkir yang luas, nyaman, dan aman, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat. e. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha di kemudian hari. f. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan. g. Kompetisi, yaitu lokasi pesaing h. Peraturan pemerintah, misalnya ketentuan yang melarang bengkel kendaraan bermotor terlalu berdekatan dengan pemukiman penduduk. 2. Merchandise Produk-produk yang dijual peritel dalam gerainya, disebut merchandise, adalah salah satu dari unsur bauran pemasaran ritel.
Merchandising adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani toko untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel.
Universitas Sumatera Utara
a. Manajemen Merchandise Manajemen merchandise, atau pengelolaan merchandise berkaitan dengan pembelian atau pembelanjaan, penanganan, dan keuangannya. Hal-hal yang berkenaan dengan manajemen merchandise adalah (Ma’ruf, 2005:138): 1. Target Market Untuk pengelolaan merchandise yang optimal, peritel harus mengetahui segmen konsumen yang dituju, misalnya segmen berdasarkan usia (tua, muda), kelas sosial (atas, menengah, bawah), perilaku (berhemat, suka berbelanja), status (berkeluarga, lajang), gaya hidup (pencari hiburan, kelompok modis, orang-orang praktis). 2. Jenis Gerai Pengadaan dan persediaan merchandise disesuaikan dengan jenis gerai. Misalnya department store akan memiliki keragaman kategori produk yang ditawarkannya banyak dan masing-masing lengkap dengan itemnya. Kualitas barang yang ditawarkannya bervariasi dari yang rata-rata hingga yang berkelas. Hypermarket sebagai gerai raksasa menawarkan ragam kategori yang lengkap hingga mencakup juga produk kesehatan dan kecantikan. 3. Lokasi di mana gerai berada Lokasi gerai turut memengaruhi macam produk yang dijual. Perumahan kelas menengah mempunyai selera dan kebiasaan belanja yang berbeda dari perumahan kelas atas atau kelas bawah.
Universitas Sumatera Utara
4. Value Chain Peritel-peritel kecil dengan gerai minimarket yang bergabung dalam suatu kelompok memiliki peluang lebih baik dibandingkan peritel-peritel kecil lainnya yang mandiri, yaitu jaminan penyediaan barang secara berkesinambungan. 5. Kemampuan pemasok Kemampuan pemasok mengirim barang akan memengaruhi jenis barang yan dijual oleh peritel. Pemasok yang ideal adalah yang mampu mengirim barang sesuai jumlah, jenis, harga, dan harga yang diminta peritel. Permintaan peritel disini tentunya yang wajar sesuai dengan norma pasar yang berlaku. 6. Biaya Biaya pembelian barang dari pemasok akan menjadi komponen harga pokok penjualannya peritel. Jika ada dua barang yang berkualitas sama dan sama-sama dapat disediakan secara berkesinambungan tetapi yang satu lebih mahal dari yang juga harus disertai harga yang stabil supaya daya saing peritel tetap terjaga. 7. Kecenderungan mode produk lainnya tentu peritel akan memilih yang lebih murah. Kesinambungan pengiriman antisipasi atas perubahan fitur produk perlu dimiliki oleh peritel. Terdapat produk yang amat cepat berubah seperti pakaiannya dan perlengkapannya dan ada produk yang tidak berubah namun disiasati pembungkusan/pengepakannya. Citra sebuah toko atau ritel dapat dibangun berdasarkan karakteristik barang dagangan yang dipajang atau ditawarkan untuk dibeli pelanggan. Ritel harus memutuskan karakteristik barang dagangan yang dipilih untuk ditawarkan pada pelanggan. Barang dagangan dapat dipasarkan sebagai convenience
good(barang kebutuhan sehari-hari), shopping good (barang dagangan yang
Universitas Sumatera Utara
membutuhkan proses evaluasi lebih dibandingkan dengan saat membeli consumer
good seperti pakaian), atau impulse good (yaitu pembelian barang dagangan yang sering kali tanpa rencana). Dengan demikian karakteristik barang dagangan seperti (hard, soft, basic, fashion) akan membantu ritel untuk menentukan bagaimana membangun citra dan reputasi bisnisnya. 3. Harga Harga sebenarnya merupakan salah satu faktor yang harus dikendalikan secara serasi dan selaras dengan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Segala keputusan yang bersangkutan dengan harga akan sangat mempengaruhi beberapa aspek kegiatan suatu usaha, baik yang bersangkutan dengan kegiatan penjualan, atau pun aspek keuntungan yang ingin dicapai oleh suatu usaha. Ini berarti harga menggambarkan nilai uang sebuah barang dan jasa. Menurut Kotler dan Armstrong (2001:439) harga adalah jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk/jasa. Bagi perusahaan, penetapan harga suatu barang dan jasa memberikan pengaruh yang tidak sedikit, karena: a. Harga merupakan penentu bagi permintaan pasar b. Harga dapat mempengaruhi posisi persaingan suatu usaha c. Harga akan memberikan hal yang maksimal dengan menciptakan sejumlah pendapatan dan keuntungan bersih. Tjiptono (2002, 152-153) mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat jenis tujuan penetapan harga, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Tujuan berorientasi pada laba. Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang menghasilkan laba paling tinggi (maksimalisasi laba). b. Tujuan berorientasi pada volume. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan, nilai penjualan atau pangsa pasar. c. Tujuan berorientasi pada citra. Perusahaan dapat menetapkan harga yang tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. Sementara harga yang rendah digunakan untuk membentuk citra tertentu. d. Tujuan stabilitas harga. Tujuan stabilitas harga dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil. Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang produk. Menurut Simamora (2001:200), langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam penetapan harga adalah: a. Analisis keadaan pasar, yakni memahami hubungan permintaan dan harga, karena perubahan harga dapat memberikan pengaruh besar terhadap permintaan. b. Identifikasi faktor-faktor pembatas adalah faktor yang membatasi perusahaan dalam menetapkan harga. c. Menetapkan sasaran yang menjadi sasaran umum adalah memperoleh keuntungan untuk harga harus lebih tinggi dari biaya rata-rata operasional. d. Analisis potensi keuntungan. Suatu usaha perlu mengetahui beberapa keuntungan yang ingin mereka peroleh.
Universitas Sumatera Utara
e. Penentuan harga awal harus disepakati bahwa harga awal bagi produk baru yang pertama kali diluncurkan berdasarkan kesepakatan bersama. f. Penetapan harga disesuaikan dengan keadaan lingkungan yang selalu berubah, oleh karena itu, harga harus disesuaikan. 4. Promosi Menurut Lupoyadi (2001:10) promosi adalah salah satu variabel dalam bauran pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan prosuk atau jasa. Kegiatan promosi bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi antara perusahaan dengan konsumen, melainkan juga untuk mempengaruhi konsumen dalam kegiatan pembelian/penggunaan jasa sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Perusahaan harus mengkoordinasi unsur-unsur dalam bauran promosi, kemudian mengkoordinasikan promosi dengan unsur-unsur dalam bauran pemasaran agar mencapai pasar sasaran dan memenuhi tujuan perusahaan secara keseluruhan. Beberapa alasan para pemasar melakukan promosi (Simamora, 2001:754755): a. Menyediakan informasi b. Merangsang permintaan c. Membedakan produk d. Mengingatkan para pelanggan saat ini e. Menghadang pesaing f. Memuluskan fluktuasi-fluktuasi permintaan.
Universitas Sumatera Utara
5. Atmosfer dalam Gerai Suasana atau atmosfer dalam gerai berperan penting memikat pembeli, membuat nyaman pembeli dalam memilih barang belanjaan, dan mengingatkan pembeli produk apa yang perlu dimiliki baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga. Suasana yang dimaksud adalah dalam arti atmosfer dan ambience yang tercipta dari gabungan unsur-unsur desain toko/gerai, perencanaan toko, komunikasi visual, dan merchandising. Ada dua macam perilaku berbelanja yang menjadi titik perhatian peritel dalam rangka menyiapkan suasana dalam gerai yang sesuai. Pertama adalah kelompok yang berorientasi ”belanja adalah belanja”. Kelompok ini lebih mementingkan aspek fungsional. Meskipun demikian, syarat minimal gerai yang kelompok ini pilih adalah yang tertata baik, bersih, dan berpendingin udara. Tetapi soal daya tarik visual dan fasilitas tambahan bukanlah hal yang penting bagi kelompok ini. Sedangkan bagi kelompok kedua, yaitu orang-orang yang berorientasi ”rekreasi”, faktor ambience, visual merchandising, dan fasilitas-fasilitas yang lengkap menjadi aspek penentu dalam keputusan mereka mengunjungi suatu pusat perbelanjaan. Dikaitkan dengan perilaku konsumen Indonesia, maka kebanyakan mereka saat ini berorientasi rekreasi. Sehingga menjadi semacam keharusan bagi semua peritel dan pemilik pusat perbelanjaan untuk mendandani tempat belanja dengan semenarik mungkin (Ma’ruf, 2005:202). Atmosfer dan ambience dapat tercipta melalui aspek-aspek berikut ini: 1. Visual, yang berkaitan dengan pandangan : warna, brightness (terang tidaknya), ukuran, bentuk.
Universitas Sumatera Utara
2. Tactile, yang berkaitan dengan sentuhan tangan atau kulit : softness,
smoothness, temperatur. 3. Olfactory, yang berkaitan dengan bebauan/aroma : scent, freshness. 4. Aural, yang berkaitan dengan suara : volume, pitch, tempo. Penyajian merchandise berkenaan dengan teknik penyajian barang-barang dalam gerai untuk menciptakan situasi dan suasana tertentu. Penyajian
merchandise sering kali dikaitkan dengan teknik visual merchandising. Teknik penyajian berupa cara-cara menyajikan atau men-display barang-barang. Sedangkan visual merchandising adalah gabungan unsur-unsur desain lingkungan toko, penyajian merchandise, dan komunikasi dalam toko. Salah satu contoh visual marketing adalah display harga, khususnya harga yang menciptakan citra ritel dan suasana ritel di benak pelanggan. Harga yang didiskon diletakkan pada tempat yang tepat dan dalam ukuran huruf yang cukup besar akan menarik perhatian. Penempatan konter kasir juga turut menentukan. Toko yang berbasis diskon menempatkan konter kasir di tempat yang mudah terlihat dari segala arah dalam gerai. Sementara toko bergengsi akan menempatkan konten kasir secara agak tersembunyi, misalnya akan ke belakang atau di balik tiang. Teknik penyajian atau teknik display adalah sebagai berikut: 1. Display terbuka, yaitu penataan yang dimaksudkan untuk menciptakan kedekatan antara konsumen dan merchandise. Konsumen cenderung berhenti untuk melihat dan menyentuh sehingga kemungkinannya mereka berbelanja menjadi meningkat. 2. Display gabungan, yaitu menyajikan banyak ragam merchandise.
Universitas Sumatera Utara
3. Display lengkap, yaitu menyajikan secara lengkap produk-produk yang saling berkaitan dan saling mendukung. 4. Display tema, yaitu memperagakan produk yang dikaitkan dengan tema-tema yang sedang berlangsung dan diciptakan untuk memproyeksikan suasana terkait. 5. Display gaya hidup, ini berkaitan dengan segmen pasar tertentu yang menjadi target peritel. 6. Display terkoordinasi, yaitu suatu display yang melengkapi item utama yang di-display dengan item-item terkait sehingga membentuk suatu rangkaian yang lengkap dan utuh. 7. Display yang didominasi kategori produk, yaitu display yang mencakup segala ukuran, segala warna atau jenis gunanya untuk memberi kesan peritel yang bersangkutan memiliki keragaman dan kedalaman kategori produk yang dijualnya. 8. Power aisles, yaitu sedikit item tetapi dalam jumlahnya besar ditempatkan di suatu gang untuk memberi kesan bahwa harga item itu rendah. 9. Nama atau konsesi, yaitu display yang menawarkan koleksi produk merek tertentu atau merek private. 10. Display lemari, semacam rak barang tapi untuk jenis seperti CD musik, buku, barang-barang besar. 11. Display keaslian packaging, yaitu kotak atau dus tempat barang yang dipotong sebagiannya dan dijadikan sebagai display. 12. Teknik tertentu seperti penempatan produk pada posisi yang favorit display di ujung jalan, posisi sebatas tinggi mata, dan di konten kasir.
Universitas Sumatera Utara
6. Retail Service
Retail service bertujuan memfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja di gerai. Hal-hal yang dapat memfasilitasi para pembeli terdiri atas layanan pelanggan, personal selling, layanan transaksi berupa cara pembayaran yang mudah, layanan keuangan berupa penjualan dengan kredit, dan fasilitas-fasilitas seperti contoh toilet, tempat mengganti pakaian bayi, food court, telepon umum, dan sarana parkir. a. Pengertian layanan Layanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan suatu pihak yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi layanan bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak (Simamora, 2001:172). Pelayanan diberikan sebagai tindakan atau perbuatan sesorang atau organisasi unutk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Tindakan tersebut dapat dilakukan melalui cara langsung melayani pelanggan. Faktor utama dari pelayanan adalah kesiapan sumber daya manusia dan melayani pelanggan atau calon pelanggan. Oleh karena itu, sumber daya manusia perlu dipersiapkan secara matang sebelumnya hingga mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada calon pelanggannya. b. Jenis-jenis Pelayanan 1. Costumer service: a. Pramuniaga dan staf lain (seperti kasir dan SPG/sales promotion girl) yang terampil dengan cara pelayanan dan kesigapan membantu.
Universitas Sumatera Utara
b. Personel shopper, yaitu staf perusahaan ritel yang melayani pembeli melalui telepon dan menyiapkan barang pesanan yang nantinya tinggal di ambil oleh pelanggan. 2. Terkait fasilitas gerai a. Jasa pengantaran (delivery) b. Gift wrapping c. Gift certificates (voucher) d. Jasa pemotongan pakaian jadi (atau perbaikan) e. Cara pembayaran dengan credit card atau debit card f. Fasilitas tempat makan (food corner) g. Fasilitas kredit h. Fasilitas kenyamanandan keamanan berupa tangga jalan dan tangga darurat. i. Fasilitas telepon dan mail orders j. Lain-lain, seperti fasilitas kredit 3. Terkait jam operasional toko a. Jam buka yang panjang atau buka 24 jam 4. Fasilitas-fasilitas lain a. Ruang/ lahan parkir b. Gerai laundry c. Gerai cuci cetak film
Universitas Sumatera Utara
F. Citra Merek (Brand Image) 1. Merek Merek adalah suatu nama, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya yang mengidentifikasikan pembuat atau penjual produk dan jasa tertentu (Kotler, 2004:349). Menurut Aaker (1997:9), merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan
(seperti
sebuah
logo,
cap,
kemasan)
dengan
maksud
mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Dengan demikian, suatu merek membedakannya dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh kompetitor. Lamb(2001:423) mengungkapkan bahwa ciri-ciri dari nama merek yang efektif, yaitu: a. Mudah diucapkan b. Mudah dikenali c. Mudah diingat d. Pendek/singkat e. Berbeda atau unik f. Menggambarkan manfaat dari produk g. Mempunyai konotasi yang positif h. Memperkuat citra yang diinginkan 2. Citra Menurut Kotler (1997:607): ”image is the set of beliefs, ideas, and
impressions that a person holds regarding an object. People’s attitudes and actions toward an object are highly conditioned by that object’s image.” Image
Universitas Sumatera Utara
adalah suatu rangkaian dari kepercayaan, ide, dan kesan-kesan yang dimiliki seseorang mengenai suatu objek tertentu. Menurut William J. Stanton (dalam Setiadi, 2003:160), persepsi dapat didefenisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu serta stimuli (rangsangan-rangsangan) yang kita terima melalui lima indera. Sedangkan Webster (dalam Setiadi, 2003:160) menyatakan bahwa persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan. Dengan adanya persepsi maka seseorang akan mempunyai gambaran tersendiri terhadap produk yang berbeda dengan orang lain. Motif seseorang untuk berperilaku seringkali didasarkan dari persepsi yang mereka rasakan, bukan berdasarkan fakta atau realitas yang mereka lihat. Persepsi dapat diartikan sebagai ”Proses
dimana
seseorang
individu
memilih,
mengorganisasi
dan
menginterpretasikan stimulus ke dalam gambaran tentang dunia sekelilingnya yang bermakna dan saling berkaitan (Schiffman dan Kanuk, 2000:122)”. Persepsi sebagai suatu proses, dimana sesorang menyeleksi, mengorganisasikan, dan mengiterpretasikan stimuli ke dalam gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh (Simamora,2002:102). 3. Citra Merek (Brand Image)
Brand image merupakan keseluruhan persepsi terhadap suatu merek yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Brand
image dibangun berdasarkan pemikiran ataupun pengalaman yang dialami seseorang terhadap merek yang bersangkutan (Setiadi, 2003:180).
Brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat dibenak konsumen (Rangkuti, 2004:244). Citra merek juga merupakan
Universitas Sumatera Utara
keseluruhan dari persepsi konsumen mengenai merek tersebut, atau bagaimana cara mereka memandangnya yang mungkin tidak serupa dengan identitas merek. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa citra merek adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu. Brand Image dapat disampaikan melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia. Faktor-faktor yang membentuk citra merek dalam kaitannya dengan asosiasi merek menurut Keller (2004:71) adalah: 1. Favorability of brand associations Keberhasilan
suatu
program
pemasaran
tercermin
dalam
kemampuan menganalisis konsumen dan kompetisi untuk menentukan posisi yang optimal untuk merek, sehingga pembeli percaya bahwa merek yang mempunyai atribut dan keuntungan tersebut akan dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka sehingga terbentuklah sebuah perilaku positif terhadap merek tersebut secara keseluruhan. 2. Strength of brand associations Kekuatan dari sebuah asosiasi akan menentukan pembentukan citra merek. Hal ini juga tergantung pada bagaimana informasi masuk kedalam ingatan pembeli dan bagaimana kekuatan asosiasi tersebut bertahan sebagai sebuah bagian dari citra merek. Memastikan bahwa asosiasi terkait cukup kuat untuk merek akan bergantung pada bagaimana program pemasaran dan faktor lain mempengaruhi pengalaman merek konsumen.
Universitas Sumatera Utara
3. Uniqueness of brand associations Inti dari penempatan merek adalah merek mempunyai keuntungan
kompetitif (persaingan) yang dapat dipertahankan atau proporsi penjualan yang unik yang dapat mengikat pembeli sebagai suatu alasan yang kuat untuk membeli merek tertentu. Perbedaan ini dapat disampaikan langsung secara eksplisit dengan membuat perbandingan dengan pesaing, atau mungkin akan disampaikan secara implisit dengan menyatakan persaingan tertutup. Suatu brand image dibangun dengan menciptakan citra dari suatu produk. Konsumen bersedia membayar lebih tinggi dan menganggapnya berbeda karena
brand ini memancarkan asosiasi citra tertentu. Para perancang image dari brand berusaha memenuhi hasrat konsumen untuk menjadi bagian dari kelompok sosial tertentu yang lebih besar dan dipandang terhormat oleh orang lain, atau untuk mendefenisikan diri menurut citra yang diinginkannya. Brand image menjadi pilihan pada saat persaingan sudah menjadi taraf dimana produk-produk yang ditawarkan
sudah
tidak
lagi
memiliki
perbedaan
yang
berarti
(www.jakartaconsultingroup.com). Citra merek berhubungan dengan sikap. Sikap positif konsumen terhadap sebuah merek lebih mudah mengarahkannya untuk membeli merek dan produk tersebut. Karena itu, tujuan utama strategi pemasaran, baik melalui iklan, publisitas, maupun melalui cara tradisional adalah mengembangkan citra positif terhadap merek. Citra merek dibangun dengan memasukkan kepribadian atau citra kedalam produk atau jasa, untuk kemudian dimasukkan ke dalam alam bawah sadar konsumen.
Universitas Sumatera Utara