Peranan Bauran Penjualan Eceran (Retailing Mix) yang Baik Dalam Membangun Industri Ritel Modern Yang Tangguh di Indonesia Disusun Oleh : Dr. Ir. Bob Foster., M.M. (Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia) Abstrak Persaingan dalam bisnis eceran saat ini menjadi sangat ketat dan kompetitif seiring dengan semakin berkembangnya teknologi dan globalisasi dan juga dibukanya pasar bebas baik itu dalam region Asia Tenggara dan juga region pasar bebas dunia lainnya seperti Uni Eropa. Bisnis eceran dalam kategori ritel modern dihadapkan dengan berbagai regulasi yang menghambat pertumbuhan dan keleluasaan pertumbuhan ritel modern oleh pemerintah daerah di Indonesia di atmbah lagi dengan semakin ketatnya persaingan dengan pelaku ritel lainnya sehingga ritel modern membutuhkan suatu keunggulan kompetitif sebagai daya dongkrak gerai ritelnya dan dapat bertahan hidup menghadapi persaingan. Bauran penjualan eceran (retailing mix) sangatlah penting dalam memajukan bisnis ritel terutama ritel modern. Para pelaku bisnis ritel modern dapat memakai bauran penjualan eceran dalam menciptakan keunggulan bersaing usahanya dan memenangkan persaingan baik itu dengan sesama ritel modern juga dengan ritel tradisional. Kata kunci : Bauran Penjualan Eceran (Retailing Mix)
Pendahuluan A.
Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan dunia bisnis terutama dalam bisnis eceran sangatlah pesat dan intensitas persaingan bisnis pun sangat ketat. Ritel modern dihadapkan oleh berbagai regulasi yang begitu ketat terutama yang dirancang oleh berbagai pemerintahan daerah di Indonesia ini yang dengan sengaja mengebiri ritel modern dengan dalih untuk melindungi ritel tradisional. Selain itu ritel modern dihadapkan pula oleh persaingan yang begitu ketat dengan sesama ritel modern itu sendiri, ini semua mengharuskan para pelaku ritel menjalankan bisnisnya dengan sangat baik dan kompetitif jika ingin bertahan hidup dalam dunia bisnis eceran yang sangat menjanjikan keuntungan ini. Untuk mendukung usaha eceran yang baik untuk dapat bertahan dibutuhkan strategi-strategi yang terpadu, agar di dalam mengambil suatu keputusan tidak menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Para pakar ekonomi menyebut strategi ritel dengan istilah retailing mix (bauran penjualan eceran) yang pada dasarnya bauran penjualan eceran ini mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bauran pemasaran (marketing mix). Bauran penjualan eceran terdiri dari unsur-unsur strategis yang digunakan untuk mendorong pembeli melakukan transaksi usahanya dengan pedagang eceran tertentu. Penjabaran unsur-unsur dari bauran penjualan eceran dari masing-masing pakar berbeda satu sama lain, tetapi jika dikaji lebih jauh akan tampak kesamaan konsep dan tujuannya. Menurut Davidson (1988:66):
the marketing mix of a firm has classically been called the retailing mix consist of location and physical facilities, merchandising, pricing, promotion, service, and organization/personal. the concept of a marketing mix or retailing mix help describe the decision areas the marketing manager is involved with and by extention, the kinds of decisions market executive in manufacturing and retailing enterprises must make. Dunne, Lusch dan Griffith (2002:53) mengemukakan pengertian bauran penjualan eceran sebagai berikut: bauran penjualan eceran adalah kombinasi dari merchandise, harga, periklanan dan promosi, pelayanan konsumen dan penjualan, serta suasana toko dan desain toko yang digunakan untuk memuaskan konsumen. Masson, Mayer, F. Ezeel (1998:49) mengemukakan, bauran penjualan eceran adalah semua variabel yang dapat digunakan sebagai strategi pemasaran untuk berkompetisi pada pasar yang dipilih. Dalam variabel penjualan eceran termasuk produk, harga, pajangan, promosi, penjualan secara pribadi, dan pelayanan kepada konsumen (customer service).
Menurut Berman dan Evans (2004:105), untuk bentuk toko yang berdasarkan store based retail terdapat strategi bauran penjualan eceran yang terdiri dari lokasi department store (store location), produsedur pembelian/ pelayanan (operating procedures), produk/ barang yang ditawarkan (goods offered), harga barang (pricing tactics), suasana department store (store atmosphere), karyawan (customer service), dan metode promosi (promotional methods). B.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan ilustrasi di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana menerapkan bauran eceran yang baik untuk ritel modern?”
C.
PEMBAHASAN
Ketujuh komponen alat-alat bauran penjualan eceran yang dapat dikontrol oleh perusahaan ritel terutama ritel modern tersebut akan diuraikan berikut ini. 1) Lokasi Toko (Store Location) 2) Prosedur Pembelian/Pelayanan (Operation Procedures) 3) Merchandising (Produk/Barang yang Ditawarkan) 4) Harga (Pricing Tactics) 5) Suasana Toko (Store Atmosphere) 6) Karyawan/karyawati Toko (Customer Service) 7) Metode Promosi (Promotional Method) 1)
Lokasi Toko
Keputusan mengenai lokasi bagi suatu usaha ritel memegang peranan yang sangat penting. Lokasi toko sangat mempengaruhi tingkat profitabilitas dan keberhasilan usaha dalam jangka panjang. Menurut Kotler (2004:446), “Retailing are accustomed to saying that the three keys to success are location,location and location“. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa tiga kunci sukses bagi pedagang eceran adalah lokasi,lokasi, dan lokasi. Hal ini menyiratkan arti bahwa betapa pentingnya keputusan mengenai lokasi bagi usaha eceran. Lokasi akan mempengaruhi jumlah dan jenis konsumen yang akan tertarik untuk datang ke lokasi yang strategis, mudah dijangkau oleh sarana transportasi yang ada, serta kapasitas parkir yang memadai. Lokasi juga akan mempengaruhi citra toko atau kepribadian toko dan kekuatan daya tarik yang dibuat oleh toko tersebut terhadap pelanggan utamanya. Davidson (1988:234), mengatakan bahwa bila semua faktor mempunyai nilai yang hampir sama dalam pemutusan pemilihan toko, pada umumnya konsumen akan memilih toko yang paling dekat, karena hal itu akan memberikan kenyamanan yang lebih bagi konsumen dalam hal waktu dan tenaga. 2) Prosedur Pembelian/Pelayanan (Operation Procedures) Pelayanan yang berkualitas tinggi dapat menggunakan program relationship retailing yang di dalamnya termasuk desain untuk menarik, memelihara, dan meningkatkan customer relationship (Dunne, Lusch dan Griffith, 2002:447). Pelayanan kepada konsumen dilakukan pedagang eceran untuk memberikan: (a) kemudahan kepada konsumen potensial dalam berbelanja atau mengenal tempat barang/jasa yang disediakan, (b) kemudahan pelaksanaan transaksi pada saat konsumen berusaha melakukan pembelian, (c) kepuasan pelanggan terhadap jasa atau barang setelah transaksi dengan cara: a. Pre transaction service, pelayanan yang disediakan untuk pelanggan sebelum masuk ke dalam transaksi penjualan yaitu information aids (bantuan informasi dan convenience hours (saat yang menyenangkan). b. Transaction service, pelayanan yang disediakan selama penjualan, seperti credit, lay way, gift wrapping and packaging/pembungkusan hadiah, checking chasing, personal shopping, aktivitas perakitan bermacam-macam barang untuk langganan, merchandise availability (adanya barang, personal selling, sales transaction). c. Past transaction service, pelayanan yang disediakan setelah penjualan dilakukan seperti complain handling (penanganan keluhan), merchandise return (pengembalian barang), servicing and repair (pelayanan dan perbaikan) dan delivery (pengiriman barang). Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan pelayanan konsumen adalah karakteristik toko, persaingan, jenis merchandise, citra/image, harga, serta biaya pelayanan. 3)
Merchandising (Produk/Barang yang Ditawarkan) Merchandising merupakan perencanaan dan pengendalian dalam pembelian dan penjualan barang dan jasa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pengecer. Merchandise adalah grup produk yang sangat berhubungan satu sama lain yang ditujukan untuk kegunaan akhir yang dijual kepada group konsumen yang sama atau dengan kisaran harga yang hampir sama (Dunne, Lusch dan Griffith, 2002:277). Menurut Berman dan Evans (2002:452), “Merchandising consists of the activities involved in
acquiring particular goods and/or services and making them available at the places, times, and prices and in the quantity that enable a retailer to reach its goals”. Selanjutnya Berman dan Evans (2002:489), mengemukakan skema dari pembelian produk dan proses pemeliharaan merupakan sesuatu yang saling berhubungan. Menurut Kotler (2003:540), “the retailer’s product assortment must match the target market’s shopping expectations. The retailer has to decide on product-assortment breadth and depth.” (Pedagang eceran harus memutuskan ragam produk dan perolehan untuk mencapai tujuan yang diinginkan). Ritel modern haruslah memutuskan ragam produk dan kualitas produk yang akan dijajakannya. Pelanggan akan pergi meninggalkan toko ritel dengan kecewa dan tidak akan kembali lagi salah satu faktornya dikarenakan ketersediaan produk dan kualitas produk yang sangat mengecewakan. 4) Harga (Pricing Tactics) Strategi kebijakan penetapan harga merupakan suatu masalah jika perusahaan akan menetapkan harga pertama kalinya, karena penetapan harga akan mempengaruhi pendapatan total dan biaya. Harga merupakan faktor utama penentuan posisi dan harus diputuskan sesuai dengan pasar sasaran, bauran ragam produk, dan pelayanan, serta persaingan (Kotler dan Amstrong, 2004:348). Penetapan harga jual yang layak memungkinkan penjualan eceran mempunyai profit yang layak, sambil memberikan kepada konsumen suatu nilai kepuasan tertentu, baik sebelum, selama, maupun setelah penjualan (Lewinson, 1994:491). Ada konsumen yang memperhitungkan harga sebagai kriteria yang paling penting dalam memilih produk, sementara ada pula yang kurang memperhatikan harga. Menurut Lewinson (1994:491), peritel memandang harga sebagai berikut: a) Profitabilitas, yaitu keuntungan yang mereka dapat setelah memperhitungkan harga beli dan biaya operasi.
b) Volume penjualan, yaitu berapa unit barang dagangan yang dapat mereka jual pada berbagai tingkat harga. c) Lalu lintas konsumen, yaitu berapa banyak konsumen yang dapat menggunakan berbagai toko dan strategi harga. d) Citra toko, yaitu jenis citra apa yang mereka proyeksikan kepada konsumen melalui tingkat, kebijakan, dan strategi harga yang berbeda-beda. Pedagang eceran ingin menetapkan strategi harga tinggi dan volume penjualan yang tinggi, tetapi biasanya tidak akan mungkin terwujud kedua-duanya. Pedagang eceran biasanya menentukan keuntungan yang tinggi dan volume yang rendah, atau keuntungan yang rendah dengan volume yang tinggi. Suasana Toko (Store Atmosphere) Menurut Kotler (2003:542), suasana (atmosphere) setiap toko mempunyai tata letak fisik yang memudahkan atau menyulitkan untuk berputar-putar di dalamnya. Setiap toko mempunyai penampilan yang berbeda-beda baik itu kotor, menarik, megah, dan suram. Suatu toko harus membentuk suasana terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan dapat menarik konsumen untuk membeli. 5)
Gilbert (2003:129) menjelaskan bahwa
Atmosphere toko merupakan kombinasi dari pesan secara fisik yang telah direncanakan, atmosphere toko dapat digambarkan sebagai perubahan terhadap perancangan lingkungan pembelian yang menghasilkan efek emosional khusus yang dapat menyebabkan konsumen melakukan tindakan pembelian Agar konsumen merasa senang berkunjung, maka pedagang eceran harus senantiasa mengusahakan suasana yang menyenangkan bagi para pengunjung suasana tersebut dapat diciptakan melalui 3 hal berikut. a) Eksterior Eksterior meliputi keseluruhan bangunan fisik yang dapat dilihat dari bentuk bangunan, pintu masuk, dll. Dalam ritel, desain eksterior merupakan bagian dari fasilitas fisik yang mempunyai peranan dalam memberi tempat bagi mereka yang akan datang. b) Interior Desain interior yang dimiliki toko eceran pada dasarnya harus sesuai dengan desain eksteriornya. Hal ini sangat perlu demi menjaga keseimbangan citra yang telah terbentuk dari luar gedung. Beberapa komponen yang dapat didefinisikan untuk interior adalah estetika toko, perancangan ruang, dan tata letak (lay out) toko. c) Tata letak (lay out) Tata letak toko merupakan pengaturan secara fisik dan penempatan barang dagangan, perlengkapan tetap, dan departemen di dalam toko. Tujuan dari tata letak toko adalah memberikan gerak pada konsumen, memperlihatkan barang dagangan atau jasa, serta menarik dan memaksimalkan penjualan secara umum. Karyawan/karyawati Toko (Customer Service) Bisnis ritel bukan hanya sekedar bisnis penjualan barang, tetapi di dalamnya melibatkan unsur jasa. Ujung tombak usaha jasa adalah orang atau dalam suatu bisnis ritel biasa disebut sebagai pramuniaga. Pramuniaga yang berkualitas akan menunjang suatu perusahaan untuk dapat mempertahankan konsumennya, perusahaan yang mampu membayar lebih para pramuniaganya akan mendapat keuntungan yang lebih daripada kompetitornya. Jadi, pengawasan dan memotivasi para karyawan/ti sangat dibutuhkan untuk menjaga penampilan karyawan. Pengawasan dapat dilakukan dengan cara melakukan kontak secara pribadi, rapat , dan menulis laporan.
6)
Metode Promosi (Promotional Method) Sebelum konsumen mengunjungi suatu toko ritel modern, mereka harus menyadari keberadaan toko tersebut, mengetahui lokasinya, dan memiliki pengetahuan akan apa saja barang yang ada di toko tersebut. Konsumen juga menginginkan informasi tentang harga, pelayanan, waktu buka toko, dan sebagainya, dan perlu dibujuk bahwa yang ditawarkan peritel adalah paling pas dengan kebutuhan mereka. Agar semua informasi tersebut sampai pada konsumen yang dituju, para pedagang eceran harus melakukan promosi. Promosi mempunyai arti luas meliputi semua metode yang dapat dipergunakan untuk mengomunikasikan produk kepada konsumen.
7)
D.
KESIMPULAN Dalam uraian yang telah disampaikan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. 2.
3.
4.
5.
6. 7.
Keputusan mengenai lokasi bagi suatu usaha ritel memegang peranan yang sangat penting. Lokasi toko sangat mempengaruhi tingkat profitabilitas dan keberhasilan usaha dalam jangka panjang. Pelayanan dalam dunia eceran haruslah berkualitas tinggi. Pelayanan kepada konsumen dilakukan pedagang eceran untuk memberikan: (a) kemudahan kepada konsumen potensial dalam berbelanja atau mengenal tempat barang/jasa yang disediakan, (b) kemudahan pelaksanaan transaksi pada saat konsumen berusaha melakukan pembelian, (c) kepuasan pelanggan terhadap jasa atau barang setelah transaksi. Harga merupakan faktor utama penentuan posisi dan harus diputuskan sesuai dengan pasar sasaran, bauran ragam produk, dan pelayanan, serta persaingan. Pedagang eceran ingin menetapkan strategi harga tinggi dan volume penjualan yang tinggi, tetapi biasanya tidak akan mungkin terwujud keduaduanya. Pedagang eceran biasanya menentukan keuntungan yang tinggi dan volume yang rendah, atau keuntungan yang rendah dengan volume yang tinggi. Agar konsumen merasa senang berkunjung, maka pedagang eceran harus senantiasa mengusahakan suasana yang menyenangkan bagi para pengunjung suasana tersebut dapat diciptakan melalui 3 hal yaitu eksterior, interior dan tata letak. Pramuniaga yang berkualitas akan menunjang suatu perusahaan untuk dapat mempertahankan konsumennya, perusahaan yang mampu membayar lebih para pramuniaganya akan mendapat keuntungan yang lebih daripada kompetitornya. Ragam produk dan kualitas produk haruslah diperhatikan dalam ritel modern sehingga konsumen dapat dengan senang hati untuk menjadi pelanggan ritel tersebut dan tidak mudah berpaling kepada pesaing. Metode promosi ritel modern dirancang dengan sangat baik jika dibandingkan dengan ritel tradisional. Konsumen ritel modern sangat menyadari keberadaan toko, produk yang di jual beserta harganya dan juga program – program promosi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Berman, Barry and Joel R. Evans, 1989. Retail Management: A Strategic Approach , Fifth Edition, Mac Millan, New York. __ 2002. Retail Management: A Strategic Approach , Eight Edition, Mac Millan, New York. __ 2004. Retail Management: A Strategic Approach , International Student Edition, Mac Millan, New York. Davidson R William, Sweeney J. Daniel, Stamp W Ronald, 1988, Retailing Management, sixth edition, The United States of America, John Wiley & Sons. Dunne, Lusch and Gable,1995. Retailing, second edition, International Thomson Publishing Compan Gilbert, David, 2003, Retail Marketing Management 2nd Edition, Pearson Educated Limited: Edinburgh Gate, England.y, South Western. Levy, Michael and Weitz, 2000, Retailing Management, Prentice Hall, New York. Fifth Edition. Masson J Barry, Morris L. Mayer, Hazell F. Ezell,1988, Retailing, third edition, Macmillan Canada Inc.