31
BAB II URAIAN TEORITIS
II.1.
Komunikasi Komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu
maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Sejak dilahirkan manusia sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Selain itu komunikasi diartikan pula sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan. Atau dapat pula diartikan bahwa komunikasi adalah saling tukar menukar pikiran atau pendapat. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin communication
dan bersumber dari kata communis yang berati
sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Menurut Wilbur Schramm, komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komuniakator cocok dengan kerangka acuan (frame of references), yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences), yang pernah diperoleh komunikan (Effendy, 1992: 13). Lasswell memberikan sebuah formalasi yang banyak digunakan dalam ilmu komunikasi yaitu “Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect?” yang menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan : 1. Komunikator (communicator, source, sender) adalah orang yang menyampaikan pesan atau informasi.
Universitas Sumatera Utara
32
2. Pesan (message) adalah pernyataan yang didukung oleh lambang, bahasa, gambar dan sebagainya. 3. Media (chanel) adalah sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya, maka diperlukan media sebagai penyampai pesan. 4. Komunikaan (communicant, communicate, receiver, recipient) adalah orang yang menerima pesan atau informasi yang disampaikan komunikator. 5. Efeck (effect, impact, influence) adalah dampak sebagai pengaruh dari pesan.
Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 1992 : 10). Defenisi-defenisi yang dikemukakan di atas tentunya belum mewakili semua defenisi yang telah dibuat oleh banyak pakar, namun sedikit banyaknya telah tergambarkan seperti apa yang diungkapkan oleh Shanon dan Weaver, 1949 bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunkan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan seni dan teknologi (Cangara, 2005: 20) Menurut Onong komunikasi sebagai proses terbagi dua tahap yakni (Effendy, 1992: 11): 1.
Proses komunikasi primer. Proses komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
33
2.
lambang-lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Proses komunikasi sekunder. Proses komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Proses ini termasuk sambungan dari proses primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, dalam prosesnya komunikasi sekunder ini semakain efektif dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin canggih, yang ditopang oleh teknologi-teknologi lainya.
Dalam berkomunikasi tidak hanya untuk memahami dan mengerti satu dengan yang lainnya tetapi juga memiliki tujuan dalam berkomunikasi. Pada umumnya komunikasi mempunyai beberapa tujuan anatara lain (Effendy 1992: 8): 1.
2.
3.
4. 5.
Untuk mengubah sikap (to change the attitude). Memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan berubah sikapnya. Untuk mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion). Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan akhir supaya masyarakat mau berubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan. Untuk mengubah perilaku (to change the behaviour). Memberikan berbagai informasi dengan tujuan agar masyarakat akan berubah perilakunya. Untuk mengubah masyarakat (to change society). Memberikan berbagai infomasi pada masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan.
Adapun fungsi komunikasi itu sendiri adalah sebagai berikut : 1. Menginformasikan (to inform). Kegiatan komunikasi itu memberikan penjelasan, penerangan mengenai bentuk informasi yang disajikan dari seorang komunikator kepada
Universitas Sumatera Utara
34
komunikan. Informasi yang akurat diperlukan oleh beberapa bagian masyarakat untuk bahan dalam membuat keputusan. 2. Mendidik (to educate). Penyebaran informasi tersebut sifatnya memberikan pendidikan atau menganjurkan sesuatu pengetahuan, meyebarluaskan kreativitas untuk membuka wawasan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal di sekolah maupun di luar sekolah. 3. Menghibur (to entertain). Penyebaran informasi yang disajikan kepada komunikan untuk memberikan hiburan. Menyampaikan informasi dalam lagu, lirik dan bunyi maupun gambar dan bahasa membawa setiap orang pada situasi menikmati hiburan. 4. Mempengaruhi (to influence). Komunikasi sebagai sarana untuk mempengaruhi khalayak untuk memberi motivasi, mendorong untuk mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang dilihat, dibaca, dan didengar. Serta memperkenalkan nilai-nilai baru untuk mengubah sikap dan prilaku ke arah yang baik dan modernisasi. II.2.
Komunikasi Antar Pribadi
II.2.1. Pengertian Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan suatu bidang ilmu komunikasi, bidang ini setiap hari hadir dalam setiap hubungan antar manusia kapan dan dimana saja. Seorang tukang kayu, tukang foto, dermawan dan sastrawan, pastor dan haji, profesor dan muskus, pelajar dan mahasiswa dalam dunianya sendiri maupun dunia bersamanya melakukan komunikasi antar manusia. Dari jenis pekerjaan dan profesi seseorang kepada orang lain, mungkin masih di tambah lagi dengan cara berpikirnya, melahirkan perasaanya dan perilaku nyatanya. Ilmu komunikasi, khususnya komunikasi antar pribadi mempelajari objek hubungan antara manusia (Liliweri, 1991: 27). Meskipun demikian banyak ahli yang berpendapat bahwa semua yang menjadi tekanan dalam komunikasi antar pribadi akhirnya bermuara pada:
Universitas Sumatera Utara
35
perspektif situasi. Perspektif situasi merupakan sautu perspektif yang menekankan bahwa sukses tidaknya komunikasi tergantung pada situasi komunikasi, mengacu pada hubungan tatap muka antara dua orang atau sebagian kecil orang dengan mengandalkan suatu kekuatan yang segera saling mendekati satu dengan yang lain pada saat itu juga daripada memperhatikan umpan balik yang tertunda (misalnya dalam hal komunikasi anatr pribadi bermedia seperti surat-menyurat, percakapan, telepon, faximile), menurut De Haan, 1952 (dalam Liliweri, 1991: 31). II.2.2. Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi Menurut Barnlund, ada beberapa ciri yang bisa diberikan untuk mengenal komunikasi antar pribadi, yakni (Liliweri, 199: 13) : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Komunikasi antar pribadi terjadi secara spontan. Tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur. Terjadi secara kebetulan. Tidak mengejar tujuan yang telah direncakana terlebih dahulu. Identitas keanggotaannya kkadang-kadang kurang jelas. Bisa terjadi hanya sambil lalu.
Menurut Reardon, 1987 (dalam Liliweri, 1991 :13) juga mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi mempunyai paling sedikit enam ciri yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Dilaksanakan karena adanya perbagai faktor penorong. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak disengaja. Kerapkali berbalas-balasan. Mempersyaratkan adanya hubungan (paling sedikit dua orang) antar pribadi. Serta suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan. Menggunakan pelbagai lambang-lambang yang bermakna.
De Vito (dalam Liliweri, 1991: 13) mengemukakan komunikasi antar pribadi mempunyai lima ciri yaitu :
Universitas Sumatera Utara
36
1.
2. 3.
4.
5.
Keterbukaan (Openes). Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antar pribadi. Empati (emphaty). Merasakan apa yang dirasakan orang lain. Dukungan (supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. Rasa positif (positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. Kesetaraan (equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
Dalam bukunya Liliweri (1991: 31), ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antar dua orang merupakan komunikasi antar pribadi dan bukan komunikasi lainnya. Sifat-sifat komunikasi antar pribadi adalah: 1.
2.
3. 4.
5.
Melibatkan didalamnya perilaku verbal dan non verbal. Dalam komunikasi, tanda-tanda verbal diwakili dalam penyebutan kata-kata, pengungkapannya baik yang lisan maupun tertulis. Sedangkan tandatanda non verbal terlihat dalam ekspresi wajah, gerakan tubuh atau gesture. Melibatkan pernyataan/ungkapan yang spontan, scripted dan contrived. Perilaku spontan dalam komunikasi antar pribadi dilakukan secara tiba-tiba, serta merta menjawab sesuatu rangsangan dari luar tanpa terpikir dahulu. Bentuk perilaku scripted terjadi atas reaksi dari emosi terhadap pesan yang diterima jika pada taraf yang terus menerus dan akhirnya perilaku ini dilakukan karena dorongan faktor kebiasaan. Perilaku contrived merupakan perilaku yang sebagian besar didasarkan pada pertimbangan kognitif. Komunikasi antar pribadi tidaklah ststis melainkan dinamis Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai interaksi dan koherensi (pernyataan yang satu harus berkaitan dengan yang lain sebelumnya). Komunikasi antar pribadi dipandu oleh tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Komunikasi yang bersifat intrinsik adalah suatu standart dari perilaku yang dikembangkan oleh seorang sebagai pandu bagaimana mereka melaksankan komunikasi. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
37
6.
7.
komunikasi yang bersifat ekstrinsik adalah adanya standart atau tata aturan lain yang ditimbulkan karena adanya pengaruh pihak ketiga atauh pengaruh situasi dan kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah dihentikan. Komunikasi antar pribadi merupakan suatu kegiatan dan tindakan. Kedua pihak yang berkomunikasi harus sama-sama mempunyai kegiatan, aksi tertentu sehingga tanda bahwa mereka memang berkomunikasi. Komunikasi antar pribadi merupakan persuasi antar manusia. Persuasi tidak lain merupakan teknik mempengaruhi manusia dnegan memanfaatkan data dan fakta psikologis maupun soosiologis dari komunikan yang hendak dipengaruhi.
II.2.3. Faktor-faktor Komunikasi Antar Pribadi Menurut
pendapat
Halloran,
1980
(dalam
Liliweri
1991:
48)
mengemukakan bahwa manusia sebenarnya berkomunikasi dengan orang lain karena beberapa faktor, yatu: 1.
Perbedaan antar pribadi
2.
Manusia meskipun merupakan makhluk yang utuh namun tetap mempunyai kekurangan
3.
Adanya perbedaan motivasi antar manusia
4.
Kebutuhan akan harga diri yang harus mendapat peangakuan dari orang lain
Cassagrande (Liliweri, 1991: 48) juga berpendapat hampir senada, bahwa orang berkomunikasi dengan orang lain karena: 1. Setiap orang memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan 2. Setiap orang terlibat dalam proses perubahan yang relatif tetap 3. Interaksi hari ini merupakan spektrum pengalaman masa lalu, dan buat orang mengantisipasi masa depan 4. Hubungan yang diciptakan kalau berhasil merupakan paengalaman yang baru.
Universitas Sumatera Utara
38
Kita akhirnya dapat mengatakan bahwa komunikasi antar pribadi sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat, terkhusus dalam keluarga, dimana adanya komunikasi yang terjalin antara orangtua dan anaknya. Kualitas komunikasi anak sangat dipengaruhi oleh sejauh mana orangtua berkomunikasi kepadanya, didalam komunikasi tersebut dinamakan komuniaksi antar pribadi. Dikatakan demikian karena komunikasi terjadi secara tatap muka (face to face) antara dua individu. II.3.
Teori S – O – R (Stimulus - Organisme – Respon) Teori S-O-R beranggapan bahwa organisme menghasilkan prilaku tertentu
jika ada stimulus tertentu pula. Jadi efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Pada awalnya model ini dikenal sebagai model Stimulus-OrganismRespon dimana unsur-unsur dasar ini terdiri dari: 1. Pesan atau Stimulus 2. Komunikan 3. Efek atau Respon Stimulus atau pesan adalah rangsangan atau dorongan berupa pesan, Organisme adalah manusia atau seorang penerima, Respon adalah reaksi, efek, pengaruh atau tanggapan.
Universitas Sumatera Utara
39
Menurut Efendy, usur-usur teori S-O-R dapat digambaran sebagai berikut: Organisme: STIMULUS
• • •
Perhatian Pengertian Penerimaan
Respon (Perubahan sikap) Gambar diatas menujukan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi dari apa yag didalamya. Hoveland, Jennis, dan Kelley (1998) menyatakan bahwa dalam menelaah sikap ada 3 variabel penting, yaitu: Perhatian, Pengertian, dan Penerimaan. II.4.
Remaja
II.4.1. Pengertian Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescencentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa.” Bangsa primitif demikian pula orang-orang zaman purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget, 1969 (Hurlock 1999: 206) yang mengatakan:
Universitas Sumatera Utara
40
Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak .Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok, transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataanya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini. Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Namun penelitian tentang perubahan perilaku, sikap dan nilai-nilai sepanjang masa remaja tidak hanya menunjukkan bahwa setiap perubahan terjadi lebih cepat pada awal masa remaja daripada tahap akhir masa remaja, tetapi juga menunjukkan bahwa perilaku, sikap dan nilai-nilai pada awal masa remaja berbeda dengan pada akhir masa remaja. Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut (Konopka, 1973 dalam Agustiani, 2006 : 29) : 1.
Masa remaja awal (12-15 tahun) Pada masa ini indivisu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi secara fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
2.
Masa remaja pertengahan/madya (15-18 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru, pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan
Universitas Sumatera Utara
41
tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai, selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu. 3.
Masa remaja akhir (18 – 21 tahun) Masa ini ditandai oleh persiapan akhir memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusah memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity.
II.4.2. Karakteristik Remaja Remaja bila ditinjau dari segi fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa. Sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja yaitu (dalam Ali, 2004 :16) : 1.
2.
Kegelisahan. Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idealisme, angan-angan atau keinginan yang hendak diwujudkan dimasa depan. Namun sesungguhnya mereka belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk memujudkan semua itu. Tarikmenarik anatar angan-angan yang tinggi dengan kemampuannya yang masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi oleh perasaaan gelisah. Pertentangan. Pada umumnya, remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dan orang tua. Pertentangan yang sering terjadi itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orangtua kemudian ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. Akibatnya, pertentangan yang sering terjadi itu akan menimbulkan kebingungan dalam remaja itu sendiri maupun orang lain
Universitas Sumatera Utara
42
3.
4.
5.
Mengkhayal. Keinginan untuk berjelajah dan berpetualang tidak semuanya tersalurkan. Biasanya hambatannya dari sgi keuangan atau biaya. Akibatnya lalu mereka mengkhayal, mencari kepuasan bahakan menyalurkan khayalannya melalui dunia fantasi. Khayalan ini tidak selamanya bersifat negatif. Sebab khayalan ini kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang bersifat konstruktif, misalnya timbul ideide tertentu yang dapat direalisasikan. Aktivitas berkelompok Adanya bermacam-macam larangan dari orangtua seringkali melemahkan atau mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitan mereka setelah meraka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Keinginan mencoba segala sesuatu. Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Karena didorong rasa keingin tahuan yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang, mencoba semua yang mereka inginkan tanpa melihat efek dari apa yang mereka perbuat. Peran orangtua disini sangat diperlukan untuk mengontrol anak remajanya tanpa harus dan melarang apa yang mereka inginkan
Menurut Erikson, 1968 (dalam Agustiani, 2006 : 33), seorang remaja bukan sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tetapi bagaimana dan dalam konteks apa atau dalam kelompok apa dia bisa menjadi bermakna dan dimaknakan. Dengan kata lain, identitas seseorang tergantung pula pada bagaimana orang lain mempertimbangkan kehadirannya. Karena bisa lebih dipahami mengapa keinginan untuk diakui, keinginan untuk memperkuat kepercayaan diri, dan keinginan untuk menegaskan kemandirian menjadi hal yang sangat penting bagi remaja, terutama mereka yang mengakhiri masa itu. II.4.3. Perkembangan Remaja Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya
Universitas Sumatera Utara
43
perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001) 7, yaitu:
1.
2.
3.
7
Perkembangan fisik. Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan Kognitif. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian dan sosial. Perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson
Http ://rumahbelajarppsikologi.com/remaja.htm/diakses pada tanggal 20 April 2010
Universitas Sumatera Utara
44
dalam Papalia & Olds, 2001). Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanakkanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar. Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya.
II.4.4. Tugas Perkembangan Remaja Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst antara lain 8 :
1. Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan. 2. Memperoleh peranan sosial. 3. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif. 4. Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya. 5. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri. 6. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan. 7. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga. 8. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup.
8
S.D. Gunarsa, “Dasar dan teori perkembangan anak”. Jakarta. BPK Gunung Mulia. 1990. Halaman : 35
Universitas Sumatera Utara
45
II.5.
Pendidikan Seks
II.5.1. Pengertian Seksualitas Manusia adalah makhluk seksual. Seksualitas diartikan sebagai : bagaimana laki-laki dan perempuan berbeda (dan mirip) satu sama lain, secara fisik, psikologis, dan dalam istilah-istilah perilaku 9; - Aktivitas, perasaaan, dan dikap yang dihubungkan dengan reproduksi, dan ; - Bagaimana laki-laki dan perempuan berinteraksi dalam berpasangan dan di dalam kelompok. Seksualitas adalah bagaimana orang merasakan dan mengekspresikan sifat dasar dan ciri0ciri seksualnya yang khusus. II.5.2. Pengertian Pendidikan Seks Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspekaspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
9
Robert P. Masland, David Estridge, “Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks”. Jakarta. Bumi Aksara. 1997. Halaman : 23
Universitas Sumatera Utara
46
Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong remaja untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya
tentang
perbedaan
kelamin
antara
dirinya
dan
orang
lain,
berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak (dalam Psikologi praktis, anak, remaja dan keluarga, 1991) dikutip dari http://duniakita.com/ pendidikan-seksual-pada-remaja.html. Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga nilainilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga. Pendidikan seksual mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggungjawab. Pendidikan seksualitas merupakan proses pembudayaan seksualitas manusia yang harus ditempatkan dalam konteks keluarga dan masyarakat. Pendidikan seksualitas menyadarkan manusia akan keharusan mengatur dorongan seksualnya seturut nilai dan moralitas yang berlaku serta bertanggung jawab terhadap seksualitasnya 10.
10
Johan Suban Tukan, “Metode Pendidikan Seks, Perkawinan dan Keluarga”. Jakarta. Erlangga 1993, Halaman : 9
Universitas Sumatera Utara
47
Pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai
dengan
norma
agama,
sosial
dan
kesusilaan,
dikutip
dari
http://duniakita.com/ pendidikan-seksual-pada-remaja.html).
Penjabaran tujuan pendidikan seksual dengan lebih lengkap sebagai berikut http://images.arikbliz.multiply.com/pendidikanseksual.htm
1. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja. 2. Mengurangi
ketakutan
dan
kecemasan
sehubungan
dengan
perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab). 3. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi . 4. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
48
5. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual. 6. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya. 7. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan. 8. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat.
Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja.
Universitas Sumatera Utara