BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN WANPRESTASI 2.1. Perjanjian Kredit 2.1.1. Pengertian Perjanjian Kredit Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian juga disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Perjanjian diatur dalam buku ke III KUHPerdata mengenai perikatan pada umumnya. Pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa “suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”. Jadi paling sedikit harus ada dua pihak sebagai subjek hukum, dimana masing-masing pihak telah sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu hal tertentu. Menurut R Subekti, Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau diman dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 23 Dari perjanjian itu akan timbul suatu perhubungan diantara ke dua belah pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Istilah kredit dalam bahasa latin disebut “ Credere” yang artinya percaya. Maksudnya si pemberi kredit percaya kepada sipenerima kredit, bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si 23
Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, Cet XXI, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 1. 25
penerima kredit berarti menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk
membayar
kembali
pinjaman
tersebut
sesuai
dengan
jangka
waktunya.Kredit didasari oleh kepercayaan atau keyakinan dan kreditur bahwa pihak lain pada masa yang akan datang sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan.24 Menurut Rachmadi Usman, Kredit adalah penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 25
Kredit juga berarti meminjamkan uang atau pemindahan pembayaran, apabila
orang menyaakan membeli secara kredit maka hal ini berarti si pembeli tidak harus membayarnya pada saat itu juga.26 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan menyatakan “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Perjanjian
kredit
Bank
merupakan
perjanjian
pendahuluan
(woorowereenkomst) dari penyerahan uang. Perjanjian uang ini merupakan hasil Eugenia Liliawati Muljono, 2003, Tinjauan Yuridis Undang-Undang nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya Denngan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, Harvaindo, Jakarta, hal. 8. 25 Rachmadi Usman, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta, Hal. 237. 26 Budi Untung.H, 2000, Kredit Perbankan Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta, hal.1. 24
26
permufakatan antara pemberi dan penerima jaminan mengenai hubunganhubungan hukum antara keduanya. Perjanjian kredit merupakan perikatan antara dua belah pihak atau lebih dimana perjanjian kredit menggunakan uang sebagai obyek dari perjanjian. Jadi perjanjian kredit itu merupakan perjanjian pinjam meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur, dimana dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit percaya terhadap nasabahnya dalam jangka waktu tertentu sebagaimana yang telah disepakati akan dikembalikan (dibayar) lunas. Tenggang waktu antara pemberian dan penerimaan kembali prestasi ini merupakan sesuatu yang abstrak, yang sulit diraba, karena masa antara pemberian dan penerimaan prestasi dapat berjalan dalam beberapa bulan, tetapi dapat pula berjalan selama beberapa tahun.27 Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsiipil) yang bersifat riil. Sebagaimana perjanjian kredit adalah prejanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessornya. Ada atau berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah kreditur.28 2.1.2. Asas-Asas Perjanjian Kredit Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas penting yang menjadi dasar dalam pelaksanaan perjanjian. Sama halnya dalam perjanjian kredit, asas-asas ini merupakan pedoman dan dasar kehendak masing-masing pihak dalam mencapai tujuannya. Terdapat 5 asas dalam membuat perjanjian, yaitu : Eugenia Liliawati Muljono, loc. Cit. Hermansyah, 2009, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 71. 27
28
27
1. Asas Pacta Sunt Servada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata , yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya bahwa mereka belah pihak wajib mentaati dan melaksaakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati undang-undang. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt servada adalah perjanjian tiak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak
lain. Hal ini disebutkan dalam pasal 1338 ayat (2)
KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat dua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. 2. Asas Konsensualisme Asas konsensualisme mempunyai arti yang terpenting, yaitu bahwa untuk
melahirkan
perjanjian
adalah
cukup
dengan
dicapainya
suatusyarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan bahwa perjanjian tersebut telah dilahirkan pada saat telah tercapainya suatu kesepakatan antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Dengan begitu, suatu perjanjian telah sah ketika syarat-syarat yang ada dalamPasal 1320 KUHPerdata tersebut telah dipenuhi dan lahir ketika para pihak telah mengucapkan kata sepakat. 3. Asas Itikad Baik Dalam KUHPerdata pada Pasal 1338 ayat (3) menyatakan bahwa : “perjanjian itu harus dilakukan dengan itikad baik”. Dengan kata lain,
28
setiap orang atau badan hukum (subyek hukum) yang ingin mengadakan perjanjian harus mempunyai itikatbaik. Itikad baik di sini merupakan suatu bentuk perlindungan untuk memberikan perlindungan hokum bagi salah satu pihak yang mempunyai itikad baik dalam perjanjian baik dalam waktu pembuatan perjanjian maupun pada waktu pelaksanaan perjanjian. 4. Asas Kepribadian Asas ini berhubungan dengan subyek yang terikat dalam suatu perjanjian. Asas kepribadian dalam KUHPerdata diatur dalam pasal 1340 ayat (1) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Pernyataan ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan mengenai hal ini ada pengecualiannya, sebagaimana yang diatur dalam pasal 1337 KUHPerdata yaitu, dapat pula perjanjia diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. 5. Asas Kebebasan Berkontrak Hal ini menjelaskan bahwa, setiap subyek hokum mempunyai kebebasan dalam mengadakan suatu bentuk perjanjian apa saja maupun perjanjian yang telah diatur dalam undang-undang. Perbuatan ini mengasumsikan bahwa adanya suatu kebebasan tertentu di dalam masyarakat untuk dapat turut serta di dalam lalu lintas yuridis. Dengan kata lain, kebebasan
29
berkontrak
adalah
begitu
esensial,
baikbagi
individu
untuk
mengembangkan diri di dalam kehidupan pribadi dan didalam lalulintas kemasyarakatan serta untuk mengindahkan kepentingan-kepentingan harta kekayaannya, maupun bagi masyarakatnya sebagai suatu kesatuan, sehingga hal-hal tersebut oleh beberapa peneliti dianggap sebagai suatu hak dasar.29 Dari pemaparan asas di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam asas kebebasan berkontrak para pihak dapat menentukan bentuk dan isi dengan bebas sesuai keinginan kedua belah pihak sepanjang dapat dipertanggung jawabkan secara hokum. Selanjutnya asas konsensualisme lahir pada saat para pihak mencpai puncak kesepakatannya yaitu dalam penandatanganan perjanjian. Kemudian setelah dilakukan tanda tangan yang diberikan menjadi pengakuan kehendak yang sah terhadap isi perjanjian, akibatnya perjanjian tersebut telah mengikat bagi kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik. 2.1.3. Bentuk Perjanjian Kredit Perjanjian kredit yang dibuat selama ini berpedoman pada hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Perjanjian kredit merupakan landasan hukum dalam pemberian kredit bagi para pihak karena merupakan suatu alat bukti tertulis sah yang diperlukan oleh para pihak.
Johannes Ibrahim danLindawatySewu, 2004, Hukum Bisnis Dalam Perseps iManusia Modern, PT Refika Aditama, Bandung, Hal. 99. 29
30
Bentuk perjanjian kredit dikaitkan dengan teori kepastian hukum dalam pemberian kredit sebaiknya dibuat dengan akta autentik. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hokum kepada pihak kreditur apabila terjadi sesuatu dikemudian hari. Bentuk perjanjian kredit ada yang lisan dan ada yang berbentuk tertulis. Perjanjian kredit pada umumnya dibuat dibuat secara tertulis, karena perjanjian kredit secara tertulis lebih aman dibandingkan dalam bentuk lisan. Dengan bentuk tertulis para pihak tidak dapat mengingkari apa yang telah diperjanjikan, dan ini merupakan bukti kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu terhadap kredit yang telah disalurkan atau juga dalam hal terjadi ingkar janji oleh para pihak. Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai alat bukti. Dalam praktek bank bentuk perjanjian kredit dapat dibuat dengan 2 (dua) cara yaitu : 1.
Perjanjian Kredit yang dibuat dibawah tangan. Akta dibawah tangan berarti perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempercepat kinerja bank, umumnya bank telah mempersiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standar (standard form) dimana isi, syaratsyarat dan ketentuan disipakan terlebih dahulu secara lengkap. Saat penandatatangan perjanian kredit yang mana isinya telah disiapkan sebelumnya oleh bank kemudian diberikan kepada setiap calon debitur agar calon debitur dapat mengetahui mengenai syarat-syarat dan
31
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam formulir perjanjian kredit. Maka mau atau tidak mau calon debitur harus bisa menerima semua ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam formulir perjanjian kredit. 2.
Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil. Bentuk perjanjian ini dibuat oleh notaries, Sebenarnya semua syarat dan ketentuan perjanjian disiapkan oleh bank terlebih dahulu setelah itu barulah diserahkan kepada notaris untuk dirumuskan sebagai akta notariil. Intinya yaitu perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.
2.1.4. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kredit Sesuai Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Hal ini merupakan peristiwa yang menimbulkan suatu hubungan hukum antara orang-orang yang membuatnya sehingga dari perjanjian tersebut nantinya akan menimbulkan suatu perikatan. Suatu perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri. Perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewaiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya. Para pihak dalam kredit pada dasarnya hanya dua, yaitu pihak kreditur yaitu bank dan pihak debitur yaitu nasabah. Menurut UndangUndang Perbankan, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
32
masyarakat dalam bentuk simapanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Sedangkam “nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank” dan “nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.” Pihak dalam perjanjian kredit menjadi beda apabila jaminan diberikan oleh pihak ketiga yang ikut serta menandatangani perjanjian kredit (hutang piutang) atau Personal Guarantee diberikan oleh pihak ketiga. Jadi disni pihak ketiga bertindak sebagai penjamin. Hal itu akan berdampak luas apabila debitur wanprestasi.30 Kreditur adalah pihak yang memberikan pinjaman kepada debitur. Sedangkan debitur adalah pihak yang meminjam atau menerima pinjaman dari kreditur. Kreditur memiliki hak untuk dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu kepada debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya. 2.1.5. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak dalam Perjanjian Kredit Dalam perjanjian kredit sejak saat adanya kesepakatan atau persetujuan dari kedua belah pihak (bank dan nasabah debitor) telah menimbulkan hubungan hokum atau menimbulkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai kesepakatan yang telah mereka sepakati.Bank sebagai kreditor berkewajiban untuk memberikan kredit sesuai jumlah yang disetujui, dan atas prestasinya itu.
Budi Untung, Op.cit, Hal. 3.
30
33
Selanjutnya bank berhak untuk memperoleh pelunasan kredit dan bunga dari debitor sebagai kontraprestasi. Sebagai kreditur, bank berhak secara sepihak dan sewaktu-waktu tanpa meberitahukan atau menegur debitur untuk tidak mengijinkan atau menolak penarikan atau penggunaan kredit lebih lanjut oleh debitur dan menghakiri jangka waktu kredit tersebut. Sebagai pemberi kredit bank memiliki posisi lebih kuat daripada nasabah sebagai penerima kredit. Pasal 17591762 KUHPerdata mengatur mengenai kewajiban-kewajiban orang yang meminjamkan dalam perjanjian pinjam meminjam yang berlaku pula dalam perjanjian kredit. Pemberi pinjaman (kreditur) tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum lewat waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Sedangkan debitur memiliki kewajiban pokok yaitu mengembalikan hutang atau pinjaman sesuai dengan yang diperjanjikan sebelumnya. Debitur memiliki kewajiban untuk membayar utang, biaya dan bunga. Biaya yang dimaksud adalah sejumlah biaya yang diperlukan guna persiapan perjanjian kredit, antara lain biaya persiapan dan bunga. Sedangkan bunga sesuai pasal 1264 KUHPerdata adalah keuntungan yang sedianya harus dinikmati. Tetapi dalam perjanjian kredit, pembebanan bunga pada debitur berarti bunga adalah kerugian yang harus dibayar untuk pemakaian pinjamanatau kredit tersebut. Pasal 1763-1764 KUHPerdata mengatur tentang kewajiban-kewajiban si peminjam. Kewajiban pokok peminjam (debitur) adalah mengembalikan pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang ditentukan. Sedangkan hak debitur selaku penerima kredit adalah mendapatkan kredit sejumlah yang diajukan dan disetujui oleh pihak
34
kreditur. Debitur berhak menikmati dan menggunakan fasilitas kredit yang diterima dari pihak kreditur. 2.1.6. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Suatu perjanjian menjadi sah apabila telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, antara lain : a. Adanya kata sepakat mereka yang mengikatkan diri Kata sepakat berarti adanya titik temu diantara para pihak tentang kepentingan-kepentingan para pihak. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup sebuah perjanjian dengan pernyataan salah satu pihak “cocok” dengan pernyataan pihak yang lain.31 b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Para pihak yang membuat perjanjian apabila orang-perorangan harus sudah dewasa, sehat akal-fikir, dan tidak di bawah perwalian/pengampuan. Apabila yang melakukan perjanjian adalah suatu badan hukum atau organisasi, maka harus orang yang mempunyai kewengangan atau kompeten untuk melakukan hubungan hukum dengan pihak lain. c. Suatu hal tertentu Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan Yang Dilahirkan Dari Perjanjian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal. 49. 31
35
Hal tertentu artinya adalah objek perjanjian itu sendiri, yaitu apa yang diperjanjikan. Hak-hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian itu harus jelas disebutkan
di dalamnya. Pasal 1333 KUH Perdata menyebutkan
bahwa :“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”. d. Suatu sebab yang halal Sebab adalah yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang membuat perjanjian. Suatu sebab yang halal berarti obyek yang diperjanjikan bukanlah obyek yang terlarang tapi diperbolehkan oleh hokum. Suatu sebab yang tidak halal itu meliputi perbuatan melanggar hokum, berlawanan dengan kesusilaan dan melanggar ketertiban umum. Perjanjian kredit bank antara pihak bank dengan pihak debitur harus memenuhi syarat-syarat perjanjian sebagaimana tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata tersebut di atas.
2.1.7. Berakhirnya Perjanjian Kredit Perjanjian berakhir apabila terjadi hapusnya perikatan, perikatan akan hapus apabila terjadi32 : a. Pembayaran
32
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2005, Hukum Perjanjian, Cet 21, PT. Intermasa, Jakarta, Hal. 64. 36
Yang dimaksud dengan “pembayaran” disini bukan hanya batas pembayaran sejumlah uang, tetapi termasuk setiap tindakan, pemenuhan prestasi,. Penyerahan barang oleh penjual, merupakan bentuk dari pembayaran yang dilakukan oleh penjual. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. b. Pembaharuan hutang Dalam Pasal 1413 KUHPerdata ada 3 macam jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan hutang : 1. Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang menghutangkannya, yang menggantikan hutang yang lama yang dihapuskan karenanya; 2. Apabila seorang yang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya; 3. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap si berpiutang dibebaskan dari perikatannya. c. Perjumpaan hutang atau kompensasi Perjumpaan hutang atau kompensasi dengan jalan memperhitungkan utang piutang secara timbale balik antara kreditur dan debitur merupakan suatu cara penghapusan hutang. d. Percampuran hutang
37
Apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hokum suatu percampuran hutang dengan mana uutang-piutang itu dihapuskan. e. Pembebasan hutang Pembebasan hutang terjadi apabila berpiutang menyatakan dengan tegas tidak menginginkan lagi prestasi dari yang berhutang. f. Musnahnya barang terhutang Musnahnya barang yang diperjanjikan akan menghapuskan perikatannya selama musnahnya barang tersebut di luar kesalahan berutanng. g. Batal/pembatalan Perjanjian
yang
kekurangan
syarat
objektifnya
dapat
dimintakan
pembatalanoleh orang tua atau wali dari pihak yang tidak cakap, atau oleh pihak yang dalam paksaan atau karena khilaf atau tipu. h. Berlakunya syarat batal Pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa “suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi menghentikan perikatan, dan membawa segala sesuatu kembali, pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan.” Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perikatan, hanyalah mewajibkan si berpitang mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan terjadi. i. Lewatnya waktu /daluwarsa Menurut Pasal 1946 KUHPerdata yang dimaksud “daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
38
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang”.
2.2. Wanprestasi 2.2.1.Pengertian Wanprestasi Sebelum membahas apa itu wanprestasi terlebih dahulu harus diketahui apa itu prestasi. Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu perjanjian atau kontrak. Setiap perikatan memuat seperangkap hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan atau ditepati oleh para pihak yang dinamakan prestasi.33 Wanprestasi atau dikenal dengan istilah ingkar janji, yaitu kewajiban dari debitur untuk memenuhi suatu prestasi, jika dalam melaksanakan kewajiban bukan terpengaruh karena keadaan, maka debitur dianggap telah melakukan ingakar janji.34 Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian.35 Menurut pasal 1234 KUHPerdata, prestasi dapat berupa : a. Memberikan sesuatu Johanes Ibrahim, 2004, Cross Default dan Cross Colletral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, hal. 49. 34 Yahman, 2014, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan Yang Lahir Dari Hubungan Kontraktual, Prenadamedia, Jakarta, Hal.81. 35 Nindyo Pramono, 2003, Hukum Komersil, Pusat Penerbitan UT, Jakarta, Hal. 21. 33
39
Dalam praktek sewa guna usaha (leasing) lessee wajib membayar uang sewa guna usaha tiap bulannya sesuai tanggal jatuh tempo sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian leasing. b. Berbuat sesuatu Dalam praktek sewa guna usaha (leasing) lessee wajib atas pemeliharaan barang modal. c. Tidak berbuat sesuatu Dalam praktek sewa
guna usaha
(leasing) lessee tidak boleh
memindahtangankan barang modal tanpa persetujuan lessor. Dalam pelaksanaan perjanjian, dapat terjadi wanprestasi yang berarti tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan bersama. Wanprestasi adalah suatu keadaan yang menunjukkan debitur tidak berprestasi (tidak melaksanakan kewajibannya) dan dia dapat dipersalahkan. Debitur yang tidak memenuhi prestasinya karena kesalahan disebut wanprestasi, sedangkan kalau tidak ada kesalahan debitur, maka terjadi overmacht (force majeure, keadaan memaksa).36 2.2.2. Bentuk Wanprestasi Untuk menentukan apakah seorang debitur itu bersalah melakukan prestasi, maka ada tiga bentuk wanprestasi, yaitu : a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;
36
Sigit Arianto, 2000, Asas-Asas Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir dari Perjanjian), FH Utang, Semarang, Hal. 20. 40
Dalam hal ini debitur sama sekali tidak memberikan prestasi. Hal itu bisa disebabkan karena memang debitur secara objektif tidak mungkin berprestasi atau secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi. b. Debitur terlambat dalam memenuhi prestasi; Pihak debitur memang benar sudah melakukan prestasi dan objek prestasinya benar, namun tidak sesuai dengan yang diperjanjikan sebelumnya, seperti kelalaian dalam memenuhi prestasi tepat pada waktunya. c. Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya. Disini debitur memang dalam pikirannya telah memberikan prestasinya tetapi dalam kenyataannya yang diterima kreditur lain daripada yang telah diperjanjikan.37 Untuk mengetahui suatu kredit termasuk dalam kredit bermasalah atau kredit macet, dapat dilihat dari kolektibilitas kredit yang bersangkutan. Kolektibilitas adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran dan bunga kredit oleh debitur serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana tersebut. Penggolongan kredit berdasarkan kategori tertentu guna memantau kelancaran pembayaran kembali (angsuran) oleh debitur. Berdasarkan surat keputusan Direksi Bank Indonesia No.31 / 147 / Kep / DIR Tanggal 12 November 1998 tentang kualitas aktiva produktif pasal 4 ayat 1, membagi tingkat kolektibilitas kredit menjadi:
37
Ibid, Hal. 21.
41
1. Kredit lancar Kredit lancar yaitu kredit yang perjalanannya lancar atau memuaskan, artinya segala kewajiban (bunga atau angsuran utang pokok diselesaikan oleh nasabah secara baik). 2. Kredit dalam perhatian khusus Kredit dalam perhatian khusus yaitu kredit yang selama 1-2 bulan mutasinya mulai tidak lancar, debitur mulai menunggak. 3. Kredit tidak lancar Kredit tidak lancar yaitu kredit yang selama 3 atau 6 bulan mutasinya tidak lancar, pembayaran bunga atau utang pokoknya tidak baik. Usaha-usaha approach telah dilakukan tapi hasilnya tetap kurang baik. 4. Kredit diragukan Kredit diragukan yaitu kredit yang telah tidak lancar dan telah pada jatuh temponya belum dapat juga diselesaikan oleh debitur yang bersangkutan. 5. Kredit macet Kredit macet sebagai kelanjutan dari usaha penyelesaian atau pengaktifan kembali kredit yang tidak lancar dan usaha itu tidak berhasil, barulah kredit tersebut dikategorikan kedalam kredit macet. Apabila sampai terjadi kredit macet, maka harus melakukan upaya-upaya dalam mengatasi kredit macet sampai tidak ada alternatif lainnya, serta melakukan penghapusan kredit dan pengelolaan kredit
42
yaitu telah dihapus bukukan. Penyelamatan kredit bermasalah tersebut dilakukan dengan cara (Rescedulling, Reconditioning, Retructuring). 2.2.3. Akibat Hukum Wanprestasi Sebagai akibat hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi maka ada beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada debitur, yaitu: 1) Membayar kerugian yang diderita kreditur; 2) Pembatalan perjanjian; 3) Peralihan resiko; 4) Membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan dimuka hakim.38 Debitur wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai tetapi ia tetap tidak memenuhi prestasi itu”. (Pasal1243 KUHPerdata). “Ganti rugi terdiri dari biaya, rugi, dan bunga” (Pasal 1244 s.d. 1246 KUHPerdata). a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh suatu pihak. b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur. c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayarkan atau dihitung oleh kreditur.
Nindyo Pramono, Op. Cit, Hal. 25.
38
43
Ganti rugi harus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji” (Pasal 1248 KUHPerdata) dan kerugian dapat diduga atau sepatutnya diduga pada saat waktu perikatan dibuat.Ada kemungkinan bahwa wanprestasi itu terjadi bukan hanya Karena kesalahan debitur (lalai atau kesengajaan), tetapi juga terjadi karena keadaan memaksa. (force majoure) Keadaan memaksa (force majoure) yaitu salah satu alasan pembenar untuk membebaskan seseorang dari kewajiban untuk menngganti kerugian (pasal 1444 dan Pasal 1445 KUHPerdata). Menurut Undang-Undang ada 3 hal yang harus dipenuhi untuk adanya keadaan memaksa, yaitu : a. Tidak memenuhi prestasi; b. Ada sebab yang terletak diluar kesehatan debitur; c. Faktor penyebab itu tidak terduga sebelumya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur. Pasal 1237 KUHPerdata menyatakan bahwa sejak debitur lalai, maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Bahwa jika perjanjian tersebut berupa perjanjian timbal balik, maka berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata, kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tidak disertai tututan ganti rugi.
44