BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN 2.1
Pengertian Kredit Definisi tentang kredit dapat dilihat dari beberapa sumber bahan hukum,
seperti dari bahan hukum tersier dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa istilah kredit dipadankan dengan cara menjual barang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur. Dilihat dari sudut bahasa,kredit dapat berarti kepercayaan yaitu seseorang yang menerima kredit dari suatu bank adalah seseorang yang dipercayai oleh bank pemberi kredit. Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin, credere, yang berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah debitor yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitor adalah kepercayaan.1
1
Hermansyah, op.cit, h. 57.
Black’s Law Dictionary memberikan pengertian bahwa kredit : “The abillityof a business man to borrow money, or obtain goods on time, inconsequence of the favourable opinion held by the particular lender, as to his solvency and reliability”.2 Pengertian kredit menurut Collins Dictionary Law adalah : “1. to put money into a person’s account;in contrast to debit which is the taking of money from an account. 2. A period given to someone before he has to ake payment. 3. In the law of evidence, credit is synonymous with credibility; objections that were formely sufficient to make a witness incompetent are now, in general, only available as affecting his credit or worthiness to be believed”.3 2.2
Unsur-Unsur Kredit Sebagaimana diketahui bahwa unsur esensial dari kredit bank adalah
adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai debitur.
Henry Black Campbell, 1990, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co, St. Paul Minn, h. 367. 3 W.J. Steward and Robert Burgess, 1996, Collins Dictionary Law, Harper Collins Publisher, Sidney, h. 108. 2
Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan, dan lain-lain.4 Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut : 1.
Kepercayaan Kepercayaan merupakan keyakinan si pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan (baik berupa uang, barang atau jasa) akan benarbenar diterima kembali di masa datang sesuai dengan jangka waktu kredit. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, karena sebelum dana dikucurkan, sudah dilakukan penelitian dan penyelidikan tentang nasabah. Penelitian dan penyelidikan ini dilakukan untuk mengetahui kemauan dan kemampuan penerima kredit dalam membayar kredit yang disalurkan.
2.
Kesepakatan Disamping unsur kepercayaan di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara pemberi kredit dengan penerima kredit yang dituangkan dalam bentuk perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. Kesepakatan
4
Hermansyah, op.cit, h. 58.
penyaluran kredit dituangkan dalam akad kredit yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yaitu pihak bank dan nasabah. 3.
Jangka waktu Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah pihak.Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.
4.
Resiko Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu resiko kerugian yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya dan resiko yang diakibatkan karena nasabah tidak sengaja yaitu akibat terjadinya musibah seperti bencana alam. Penyebab tidak tertagih sebenarnya dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengembalian (jangka waktu). Semakin panjang jangka waktu suatu kredit semakin besar resikonya tidak tertagih, demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja maupun resiko yang tidak disengaja.
5.
Balas jasa Dalam bank konvensional balas jasa kita kenal dengan nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga merupakan
keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syari’ah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.5 2.3
Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Kredit Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian
suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P dan Formula 5C.6
Formula 4P dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Personality Dalam hal ini pihak bank mencari data lengkap mengenai kepribadian si pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya , pengalamannya dalam berusaha, pergaulan dalam masyarakat, dan lain-lain. Hal ini diperlukan untuk menentukan persetujuan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit.
2.
Purpose Selain mengenai kepribadian (personality) dari pemohon kredit, bank juga harus mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai line of business kredit bank yang bersangkutan.
3.
26
Prospect
Kasmir,2006, Manajemen Perbankan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 74 Hermansyah, op.cit, h.63
27
Bank harus melakukan analisis secara cermat dan mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit. Misalnya, apakah usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit mempunyai prospek dikemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan masyarakat. 4.
Payment Bank harus mengetahui dengan jelas mengnai kemampuan dari pemohon kredit untuk melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang bersangkutan. Mengenai Formula 5C dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Character Character adalah data tentang kepribadian dari calon pelanggan seperti sifat-sifat pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui apakah nantinya calon nasabah ini jujur berusaha untuk memenuhi kewajibannya.
2.
Capacity Yang dimaksud dengan capacity adalah kemampuan calon nasabah debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan yang menjamin bahwa ia mampu melunasi hutang kreditnya dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
3.
Capital
Capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-mata berdasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi lebih difokuskan kepada bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif 4.
Collateral Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman ( back up) atas resiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur dikemudian hari, misalnya terjadi kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa hutang kredit baik hutang pokok maupun bunganya.
5.
Condition of Economy Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sector usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.7
7
Hermansyah, op.cit, h. 64
Berkaitan dengan prinsip pemberian kredit diatas, pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur berpedoman kepada 2 prinsip, yaitu : 1.
Prinsip kepercayaan Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi hutang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
2.
Prinsip kehati-hatian Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antra lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarka itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan periundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh yang bersangkutan.8
8
Hermansyah, op.cit, hal. 65.
2.4
Pengertian Perjanjian Kredit Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351 Bab II
Buku III KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu : 1.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau
lebih dengan puhak lainnya. Yang sesuai adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat atau diketahui orang lain. 2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum dalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Seseorang dapat dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum berumur 21 tahun. Seseorang dikatakan tidak cakap membuat perjanjian menurut pasal 1330 KUHPerdata ialah orang yang belum dewasa, orang yang dibawah pengampuan, dan wanita bersuami ( menurut hukum nasional Indonesia sekarang, wanita bersuami sudah dinyatakan cakap melakukan perbuatan hukum, jadi tidak perlu ijin suami). 3.
Ada hal tertentu
Yang dimaksud hal tertentu merupakan objek perjanjian yang merupakan prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan menjadi hak kreditur. 4.
Ada suatu sebab yang halal (causa) Kata causa berasal dari bahasa Latin yang berarti sebab. Sebab adalah suatu
yang menyebabkan dan mendorong orang membuat perjanjian. Suatu perjanjian haruslah dibuat dengan maksud atau alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting yang menjadi dasar dalam suatu pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani antara pihak bank dan kreditur maka tidak ada pemberian kredit tersebut. Perjanjian kredit adalah ikatan antara bank dengan nasabah peminjam dana yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak yang berhubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit berdasarkan persetujuan atau kesepakatan dalam jangka waktu tertentu yang telah disetujui dan disepakati bersama akan melunasi utangnya tersebut dengan sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. 2.5 Bentuk Perjanjian Kredit Dalam praktek perbankan ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu : 1.
Perjanjian kredit di bawah tangan Perjanjian kredit dibawah tangan dinamakan dengan akta dibawah tangan.
Menurut pasal 1874 KUHPerdata yang dimaksudkan dengan akta dibawah tangan
adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. 2.
Perjanjian dibuat oleh dan di hadapan notaries Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris atau pengikatan
yang dilakukan dihadapan notaris dinamakan dengan akta otentik atau akta notariil. Pasal 1868 KUHPerdata akta otentik adalah akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat atau dihadapan pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya. Notaris merumuskan apa yang diinginkan para pihak yang bersangkunan dan dirumuskan dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. 2.6
Pengertian Jaminan Kredit Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu zekerheid
atau cautie, yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum debitur terhadap barangbarangnya. Dalam KUHPerdata memang tidak secara tegas merumuskan tentang apa yang dimaksud dengan jaminan itu sendiri, namun dari ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata dapat diketahui arti dari jaminan tersebut.
Ketentuan pasal 1131 KUHPerdata merumuskan bahwa jaminan adalah segala kebendaan si berhutang (debitur), baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur tersebut.9 Ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata tersebut mengandung asas bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap utangnya, tanggungjawab yang mana berupa penyediaan kekayaan, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika perlu dijual untuk melunasi hutang-hutangnya. 2.7
Fungsi Jaminan Kredit Dalam hal pemberian kredit kepada debitur pihak bank harus tetap berhati-
hati karena dapat saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti tindak debitur yang wanprestasi/ cidra janji/ debitur tidak menepati janjinya untuk membayar hutang (mengembalikan kredit) tepat pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Jaminan kredit umumnya dipersyaratkan dalam suatu pemberian kredit.10 Oleh karena itu dalam pemberian kredit diperlukan adanya jaminan sebagai upaya pengamanan pihak bank, karena dengan adanya jaminan bank mendapatkan keyakinan bahwa dana yang dipinjamkan akan dapat kembali.
9
Sutarno, op.cit, h. 145
10
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 102
Berdasarkan hal tersebut, jaminan merupakan persyaratan dalam permohonan kredit karena jaminan memiliki fungsi sebagai berikut: 1.
Jaminan kredit sebagai pengamanan pelunasan kredit Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur wajib
melakukan upaya pengamanan agar kredit tersebut dapat dilunasi oleh debitur yang bersangkutan. Kredit yang tidak dilunasi oleh debitur baik seluruhnya maupun sebagian akan merupakan kerugian bagi bank.11 Kerugian yang menunjukkan jumlah yang relatif besar akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank dan kelanjutan usaha bank. Oleh karena itu, sekecil apapun nilai uang dari kredit yang telah diberikan kepada debitur harus tetap diamankan sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Secara umum pengamanan kredit dapat dilakukan melalui tahap analisis kredit dan melalui penerapan ketentuan hukum yang berlaku. Khusus mengenai jaminan kredit, untuk pengamanannya dapat ditemukan baik pada tahap analisis kredit maupun melalui penerapan ketentuan hukum. Keterkaitan jaminan kredit dengan pengamanan kredit dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata sehingga merupakan upaya lain atau alternatif yang dapat digunakan bank untuk memperoleh pelunasan kredit pada waktu debitur inkar janji kepada bank.12
11
Ibid, h. 103
12
M.Bahsan, loc.cit.
Bila dikemudian hari debitur inkar janji, yaitu tidak melinasi hutangnya kepada bank sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit, akan dilakukan pencairan (penjualan) atas objek jaminan kredit yang bersangkutan. Hasil pencairan jaminan kredit tersebut selanjutnya diperhitungkan oleh bank untuk pelunasan kredit debitur yang telah dinyatakan sebagai kredit macet.13 Cara pencairan jaminan kredit tersebut wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini cara pencairan jaminan kredit terkait dengan berbagai hal, antara lain kepada pengikatannya melalui lembaga jaminan atau tidak melalui lembaga jaminan, kemauan debitur untuk bekerjasama dengan bank, bentuk dan jenis jaminan kredit, kemampuan bank untuk menangani pencairan jaminan kredit, dan sebagainya. Fungsi Jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan muncul pada saat kredit dinyatakan sebagai kredit macet. Selama kredit telah dilunasi oleh debitur, tidak akan terjadi pencairan jaminan kreditnya. Dalam hal ini jaminan kredit akan dikembalikan kepada debitur yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan hukum dan perjanjian kredit.14 Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit sangat berkaitan dengan kepentingan bank yang menyalurkan dananya kepada debitur yang sering dikatakan mengandung resiko.
13
M.Bahsan, loc.cit.
14
M.Bahsan, op.cit, h. 104.
Dengan adanya jaminan kredit yang dikuasai dan diikat bank sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, pelaksanaan fungsi tersebut akan terlaksana pada saat debitur inkar janji.15 2.
Jaminan kredit sebagai pendorong motivasi debitur Pengikatan jaminan kredit yang berupa harta milik debitur yang dilakukan
oleh pihak bank, tentunya debitur yang bersangkutan takut akan kehilangan hartanya tersebut. Hal ini akan mendorong debitur berupaya untuk melunasi kreditnya kepada bank agar hartanya yang dijadikan jaminan kredit tersebut tidak hilang karean harus dicairkan oleh bank.16 Umumnya sesuai dengan peraturan intern masing-masing bank, nilai jaminan kredit yang diserahkan diatur kepada bank lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kredit yang diberikan bank kepada debitur yang bersangkutan. Hal tersebut memberikan motivasi kepada debitur untuk menggunakan kredit sebaik-baiknya, melakukan kegiatan usahanya dengan baik, mengelola kondisi keuangan secara hati-hati sehingga dapat segera melunasi kreditnya agar dapat menguasai kembali hartanya.tidak dapat dipungkiri siapapun juga pasti tidak ingin kehilangan harta kekayaanya karena merupakan sesuatu yang dibutuhkan, mempunyai nilai-nilai tertentu, atau disayangi. 3.
Fungsi yang terkait dengan pelaksanaan ketentuan perbankan
15
M. Bahsan, loc.cit. M. Bahsan, loc.cit.
16
Keterkaitan jaminan kredit dengan ketentuan perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, misalnya dapat diperhatikan dari ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang penilaian agunan sebagai faktor pengurang dalam penghitungan PPA, persyaratan agunan untuk restrukturisasi kredit yang dilakukan dengan carapemberian tambahan fasilitas kredit, penilaian terhadap jaminan kredit dalam rangka manajemen resiko kredit, dan sebagainya. PBI No. 7/2/ PBI/ 2005 beserta perubahannya sebagaimana yang telah diuraikan diatas mengatur dalam sebagian ketentuannya tentang agunan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan PPA, yaitu mengenai besarnya presentase nilai agunan sebagai faktor pengurang dan syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi masing-masing jenis agunan yang dijadikan faktor pengurang. Ketentuan PBI tersebutmenunjukkan adanya fungsi dari jaminan kredit dalam pembentukan PPA yang dikaitkan dengan kualitas kreditnya.17 Keterkaitan
dengan
ketentuan-ketentuan
dari
berbagai
peraturan
perundang-undangan tentang perbankan seperti yang tersebut diatas merupakan fungsi lain dari jaminan kredit dan mendukung keharusan penilaian jaminan kredit seacra lengkap oleh bank sehingga akan merupakan jaminan yang layak dan berharga.18 2.8
Macam-Macam Jaminan Kredit Secara umum jaminan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
17
M.Bahsan, op.cit, h.105.
18
M.Bahsan, loc. cit.
1.
Jaminan perorangan Jaminan perorangan (personal guarantee) adalah jaminan berupa
pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seseorang pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak kreditur, apabila debitur yang bersangkutan cidera janji.19 Menurut Hermansyah, yang dimaksud dengan jaminan perorangan atau jaminan pribadi adalah seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur.20 Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan perseorangan adalah suatu perjanjian antara seorang yang berpiutang (kreditur) dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajibankewajiban si berutang (debitur). Hak jaminan perorangan timbul dari perjanjian jaminan antara kreditur (bank) dan pihak ketiga. Perjanjian jaminan perorangan merupakan hak relatif, yaitu hak yang hanya dapat dipertahakan terhadap orang tertentu dalam perjanjian.21 Dalam perjanjian jaminan perorangan pihak ketiga bertindak sebagai penjamin dalam pemenuhan kewajiban debitur apabila debitur inkar janji (wanprestasi). Dalam Pasal 1820 KUHPerdata dikemukaan bahwa penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan pihak yang
19
H. R Daeng Naja, op.cit, h.210. Hermansyah, op cit, h.74. 21 H.R Daeng Naja, loc.cit. 20
berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya pihak yang berutang dalam hal ia tidak dapat memenuhi kewajibannya. Dari pengertian tersebut dapatlah ditemukan unsur-unsur dalam suatu penanggungan hutang, yaitu : b. Adanya hubungan hutang piutang (antara si berhutang dan si berpiutang); c. Disepakatinya persetujuan penanggungan hutang dengan masuknya pihak ketiga (penanggung) dalam hubungan hukum tersebut di atas; d.
Masuknya pihak ketiga dinyatakan dalam suatu persetujuan yang berisi kesanggupan penanggung untuk memenuhi perikatan debitur jika ia melakukan wanprestasi.22
2.
Jaminan Kebendaan Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak (absolut) atas suatu benda
tertentu yang menjadi objek jaminan suatu hutang, yang suatu waktu dapat diuangkan bagi pelunasan hutang debitur apabila debitur inkar janji. Menurut Hermasyah, jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh kreditur terhadap debiturnya, atau antara kreditur dengan seorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajibankewajiban dari debitur.23
22
H.R Daeng Naja, op.cit, h.211.
23
Hermansyah, op.cit, h.74.
Jaminan yang bersifat kebendaan memiliki ciri-ciri, yaitu mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite), dan dapat diperalihkan. Contohnya seperti gadai, hipotik, dan lain-lain. Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya, tetapi juga dapat diadakan antara kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari si berhutang (debitur). Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (utang) dari seorang debitur. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan si debitur sendiri atau kekayaan seorang pihak ketiga. Penyendirian atau penyediaan secara khusus itu diperuntukkan bagi keuntungan seorang kreditur tertentu yang telah memintanya, karena bila tidak ada penyindiran atau penyediaan khusus itu, bagian dari kekayaan tadi seperti halnya dengan seluruh kekayaan si debitur dijadikan jaminan untuk pembayaran semua utang debitur.