BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian dan Sifat Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi, yang semula berasal dari zaman Romawi. Di negeri asalnya tersebut, selain bentuk jaminan, juga sabagai lembaga titipan. Dalam hukum Romawi, lembaga fidusia dikenal dengan namafiducia cum creditore contracta(artinya janji kepercayaan yang dibuat kreditor). Isi janji yang akan dibuat oleh debitur dengan krediturnya adalah debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda sebagai jaminan utangnya dengan kesepakatan bahwa debitur tetap menguasai secara fisik benda tersebut dan kreditor akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana utangnya sudah dibayar lunas. Dan hal ini berbeda dengan gadai, yang mengharuskan penyerahan secara fisik benda yang digadaikan, dalam hal ini fiducia cum creditore pemberi fudusia tetap menguasai benda tersebut, pemberi fidusia dapat menggunakan benda dimaksudkan dalam menjalankan usahanya. 12 Pada umumnya fidusia berasal dari kata fudiciair atau fides,yang artinya kepercayaan yakni penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan (agunan) bagi pelunasan piutang kreditor. Penyerahan hak milik atas benda ini dimaksudkan hanya sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya.
12
Fred B.G Tumbuan, Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Fidusia, (Jakarta: Kongres Ikatan Notaris Indonesia, 1999), hal 14.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan : “Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.” 13 Dari perumusan diatas dapat diketahui bahwa unsur-unsur fidusia adalah: 1) Pengalihan hak kepemilikan suatu benda; 2) Dilakukan atas dasar kepercayaan; 3) Kebendaannya tetap dalam pengausaan pemilik benda. Dengan demikian, artinya bahwa dalam fidusia telah terjadi penyerahan dan pemindahan dalam kepemilikan atas suatu benda yang dilakukan atas dasar fiduciary dengan syarat bahwa benda yang hak kepemilikannya itu diserahkan dan dipindahkan kepada penerima fidusia tetap dalam penguasaan pemilik benda (pemberi fidusia).Dalam hal ini yang diserahkan dan dipindahkan itu dari pemiliknya kepada kreditor (penerima fidusia) adalah hak kepemilikan atas suatu benda yang dijadikan sebagai jaminan, sehingga hak kepemilikan sacara
yuridis
atas
benda
yang
dijaminkan
beralih
kepada
kreditor
(penerima
gadai).Sementara itu hak kepemilikan secara ekonomis atas benda yang dijaminkan itu tetap berada di tangan atau dalam penguasaan pemiliknya. Selain itu dalam Pasal 1 angka 2Undang-Undang Jaminan Fidusia merumuskan pengertian jaminan fidusia “Jaminan fudisia adalah hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Hak Tanggungan,yang tetap berada dalam dalam penguasaaan pemberi
13
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.” Jika ditinjau dari sudut perkreditan di Indonesia, pemberian kredit dengan jaminan fidusia ini dirasa sangat pas untuk menunjang usaha pemerintahan dalam program pemerataan, karena penerima kredit juga tetap menguasai barang jaminan, sehingga kesempatan untuk meningkatkan usahanya menjadi lebih besar. Antara pemberi pinjaman (kredit) dan jaminan dengan demikian mempunyai hubungan yang erat sekali. Bank sebagai kreditur tidak akan mau memberikan kredit tanpa adanya jaminan yang memadai, sedangkan jaminan itu tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus didahului dengan pemberian kredit. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa perjnajian kredit dan perjanjian pemberian jaminan mempunyai kedudukan yang sama. 14 2. Sifat Jaminan Fidusia A. Perjanjian fidusia merupakan perjanjian obligatoir Berdasarkan pengertian Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia merupakan lembaga hak jaminan (agunan) yang bersifat kebendaan (zakelijk zekerheid, security right in rem) yang memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Perjanjian fidusia bersifat obligatoir, berarti hak yang menerima fidusia merupakan hak milik yang sepenuhnya meskipun hak tersebut dibatasi oleh hal-hal yang ditetapkan bersama dalam perjanjian.Akan tetapi, pembatasan demikian hanya bersifat pribadi. Karena hak yang diperoleh penerima fidusia itu merupakan hak milik yang sepenuhnya, ia bebas
14
Oey Hoey Tiong, Op.cit hal 68.
Universitas Sumatera Utara
untuk menentukan carapemenuhan piutangnya terhadap benda yang dijaminkan melalui fidusia. Hak yang timbul dari perjanjian fidusia adalah yang bersifat pribadi, yang lahir karena adanya hubungan perutangan antara kreditor dan debitur.Ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa dari gadai tidak dapat diterapkan terhadapnya.Juga para pihak bebas untuk menetukan manakala terjadi kepailitan pada debitur atau kreditur.15 B. Perjanjian jaminan fidusia bersifat accessoir Jaminan fidusia bersifat accessoirartinya jaminan fidusia bukan hak yang berdiri sendiri tetapi lahirnya keberadaan atau hapusnya tergantung perjnajian perjanjian pokoknya.Yang dimaksud perjanjian pokok adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak atau untuk memenuhi prestasi, contoh nya yang menimbulkan kewajiban para pihak untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang. Sifat accessoir dari jaminan fidusia menegaskan : “Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.” 16 Pasal 25 juga menegaskan bahwa jaminan fidusia hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia. Jaminan fidusia ysng bersufat accessoir ini menimbulkan konsekuensi, dalam hal piutang yang dijamin dengan jaminan fidusia beralih kepada kreditur lain, maka jaminan fidusia yang menjaminnya demi hukum ikutan beralih kepada kreditur baru.Pencatatan peralihan hak jaminan fidusia didasarkan pada akta dibawah tangan atau akta
15 16
Sri Soedewi, Himpunan Karya Tentang Hukum Jaminan, (Jogyakarta : Liberty, 1982), hal 52. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
otentik.Terjadinya peralihan piutang perlu didaftarkan oleh kreditur baru kepada kantor pendaftaran fidusia dan juga diberitahukan kepada debitur. Menurut Gunawan Widaja sebagai suatu perjanjian accessoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat sebagai berikut : 1) Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok; 2) Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok; 3) Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilasanakan jika ketentuan yang diisyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi. 17 C. Sifat Droit de Suite dari Fidusia : Fidusia sebagai hak kebendaan Jaminan fidusia yang memiliki sifat droit de suiteartinya penerima jaminan fidusia atau kreditur mempunyai hak mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada. Hak kebendaan mempunyai zaaksgevolg/droit de suit, yaitu hak kebendaan tersebut selalu mengikuti terus dimana pun benda itu berada. Hak perorangan tidak mempunyai droit de suite karena hak tersebut hanya dapat dilakukan terhadap seorang tertentu saja. Dengan adanya pemindahan barang tersebut maka hak perorangan akan lenyap karena hak penagihan lenyap. 18
Ciri-ciri/sifat-sifat hak kebendaan :
17
hal 130.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),
18
Ade, “Hukum Perdata” www.kuliahade.wordpress.com 22 Mei 2010, terakhir diakses tanggal 5 Februari 2011
Universitas Sumatera Utara
1. Hak kebendaan merupakan hak yang bersifat mutlak yaitu dapat dipertahankan terhadap siapapun juga 2. Hak kebendaan mempunyai zaaksgevolg/droit de suit yaitu hak it uterus mengikuti bendanya di manapun berada atau di tangan siapapun berada. 3. Hak kebendaan yang lebih dulu terjadi mempunyai tingkatan yang lebih tinggi daripada hak terjadi kemudian. 4. Hak kebendaan mempunyai sifat droit de preference yaitu hak yang lebih didahulukan 5. Gugatan hak kebendaan disebut gugat kebendaan.
Namun sifat ini dikecualikan untuk objek jaminan fidusia yang berbentuk benda persediaan (inventory).Objek jaminan fidusia yang berbentuk benda persediaan dalam dunia perdagangan dapat dijual setiap saat karena benda persediaan dalam dunia perdagangan dapat dijual setiap saat karena benda persediaan tersebut merupakan barang-barang dari hasil produksi industri yang memang untuk diperdagangkan. Pengecualian ini didasarkan pada sifat kebendaan berupa barang-barang dagangan, yang memang untuk didagangkan atau diperjualbelikan, sehingga sifat droit de suitedengan sendirinya tidak dapat diterapkan kepada kebendaan yang dimaksud. D. Sifat Droit de Preferance : Fidusia memberikan kedudukan diutamakan Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan atau diutamakan terhadap kreditor lainnya, yaitu hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi (penjualan) dari benda yang menjadi objek jaminan fidsusia.Hak untuk mengambil pelunasan piutang ini mendahului dari kreditor lainnya yang tidak dijamin dengan fidusia, walaupun penerima fidusia termaksud orang yang pailit atau dilikuidasi.Hak utama dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi dari pemberi fidusia,
Universitas Sumatera Utara
benda yang menjadi objek jaminan fidusia itu termaksud dalam boedel kepailitan pemberi fidusia. Ketentuan ini berhubungan dengan ketentuan bahwa jaminan fidusia merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang.Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.
B. Objek Jaminan Fidusia Pada prinsipnya semua benda baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang dapat diserahkan hak milik nya kepada orang lain dapat pula diserahkan hak miliknya secara kepercayaan bagi jaminan hutang melalui lembaga fidusia yang dimaksud dengan objek jaminan fidusia adalah benda-benda apa yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani jaminan fidusia. Benda jaminan fidusia menurut Tan Kamello adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik. 19 Dalam praktek, barang-barang yang diserahkan sebagai jaminan dalam jaminan fidusia adalah benda-benda atau barang-barang yang secara sosial ekonomi dapat menunjang jalannya suatu usaha/perusahaan. Menurut Sutarno, benda-benda yang dapat dibebani jaminan fidusia antara lain: 20
19
Tan Kamello,Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung: PT Alumni, 2004), hal 34. 20 Sutarno, Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Jakarta: Alfabeta, 1997), hal 23.
Universitas Sumatera Utara
1) Benda bergerak berwujud, contohnya : kendaraan bermotor,alat investaris kantor, perhiasan,kapal laut berukuran di bawah 20 M3. 2) Barang bergerak tidak berwujud, contohnya :
wesel, saham, obligasi,konosemen,
sertifikat deposito. 3) Hasil dari benda yang menjadi objek jaminan baik benda bergerak berwujud atau benda bergerak tidak berwujud atau hasil dari benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. 4) Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan. 5) Benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan yaitu hak milik satuan rumah susun diatas tanah hak pakai atas tanah Negara (UndangUndang Nomor 16 Tahun 1985) dan bangunan rumah yang dibangun diatas tanah orang lain sesuai Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. 6) Benda-benda termaksud piutang yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun piutang yang diperoleh kemudian hari.
C. Pendaftaran Jaminan Fidusia Bentuk jaminan fidusia digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam, karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah dan cepat, baik oleh pemberi fidusia maupun oleh penerima fidusia, tetapi tidak menjamin adanya kepastian hukum. Karena pada saat itu, jaminan fidusia tidak (perlu) didaftarkan pada suatu lembaga pendaftaran jaminan fidusia.Di satu pihak jaminan fidusia memberikan kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, terutama pihak yang menerima fidusia. Pemberi fidusia mungkin saja menjaminkan lagi benda yang telah dibebani dengan fidusia kepada pihak
Universitas Sumatera Utara
laintanpa sepengetahuan penerima fidusia (yang pertama). Hal ini dimungkinkan karena belum ada pengaturan mengenai jaminan fidusia. 21 Ketidakadaan kewajiban pendaftaran tersebut sangat dirasakan dalam praktik sebagai kekurangan dan kelemahan bagi pranata hukum jaminan fidusia. Sebab disamping menimbulkan ketidakpastian hukum, absennya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia tersebut menyebabkan jaminan fidusia tidak memenuhi unsur prublisitas, sehingga susah dikontrol. Hal ini dapat menimbulan hal-hal yang tidak sehat dalam praktiknya. 22 Atas perimbangan itulah, didalam undang-undang fidusia diatur tentang (kewajiban) pendaftaran jaminan fidusia agar memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan perlu diingat, pendaftaran jaminan fidusia ini memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditor lain. Karena jaminan fidusia memberikan hak kepada pihak pemberi fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan, diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam undang-undang fidusia tersebut dapat memberikan jaminan terhadap kepada pihak penerima fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda tersebut. 23 Berkaitan dengan kewajiban pendaftaran jaminan fidusia, dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Fidusia dinyatakan: Benda yang dibebani dengan jaminan fiduisia wajib didaftarkan. Adapun dalam penjelasan atas Pasal 11 Undang-Undang Fidusia dinyatakan sebagai berikut :24
21
Rachmadi Usman , Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 200. Fuadi Munir, Jaminan Fidusia, (Bandung: Citra Aditya BAkti, 2000), hal 65. 23 Rachmadi Usman, Op.cit , hal 205. 24 Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. 22
Universitas Sumatera Utara
Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusiaa dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada didalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia. Dari ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Fidusia, dapat diketahui yang wajib didaftarkan oleh penerima fidusia itu “Benda” yang dibebani dengan jaminan fidusia, yang pendaftaran bendanya mencakup benda, baik benda yang berada di dalam wilayah Negara Republik Indonesia maupun benda yang berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia. Dengan kata lain berdasarkan ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Fidusia ini, yang wajib untuk didaftarkan itu adalah “benda” objek jaminan fidusia. Sementara itu ketentuan dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Fidusia menyatakan: 25 Pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia Selanjutnya dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Fidusiadinyatakan : Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkjan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia. Adapun tata cara pendaftaran fidusia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan ialah : a. Tempat Pendaftaran Jaminan Fidusia
25
Ibid, pasal 12
Universitas Sumatera Utara
Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilaksanakan di kantor pendaftaran fidusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dari pemberi fidusia yang bersangkutan. Kata “tempat kedudukan” biasanya tertuju kepada suatu perseroan/perkumpulan, sedangkan untuk organ perseorangan digunakan istilah “tempat tinggal/kediaman”atau “domisili”.Padahal pemberi fidusia bisa perseorangan maupun korporasi.Namun demikian kiranya boleh menyimpulkan, bahwa pendaftaran fidusia dilakukan di kantor pendaftaran fidusia yang wilayah kerjanya meliputi domisili/tempat kedudukan dari pemberi fidusia.Ketentuan ini baru penting bila nanti ternyata diadakan kantor-kantor pendaftaran di luar disebutkan dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Fidusia. 26 Namun demikian, domisili di atas jangan dikacaukan dengan domisili pilihan yang diperjanjikan para pihak dalam perjanjian pemberian jaminan, yang diadakan untuk mengantisipasi kemungkinan permasalahan yang timbul di kemudian hari, sehubung dengan perjnajian pemberian jaminan fidusia.Dalam hal ini yang disebut diatas hanya mengenai tempat dimana pendaftaran jaminan fidusia dilakukan.Karena dalam undang-undang fidusia tidak ada ketentuan yang bersifat memaksa. 27 b. Permohonan dan Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia Sesusai
dengan
ketentuan
dalam
Pasal
13
ayat
(1)
Undang-Undang
Fidusia,pendaftaran jaminan fidusia dilakukan dengan mengajukan surat permohonan kepada kantor pendaftaran fidusia, dengan melampirkan surat pernyataan pendaftaran jaminan fidusia. Ppermohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut diajukan oleh penerima fidusia sendiri, kuasa atau wakilnya. 26
hal 83.
27
Satrio J, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), Ibid, hal 84
Universitas Sumatera Utara
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Fidusia menentukan pula, bahwa permohonan pendaftaran jaminan fidusia tidak harus dilakukan oleh penerima fidusia, melainkan dapat dilakukan kuasa atau wakilnya dari penerima fidusia. Kuasa disini adalah mereka yang menerima pelimpahan wewenang berdasarkan surat kuasa dari penerima fidusia untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia. 28 Menurut
Keputusan Mentri Kehakiman dan
Hak
Asasi Manusia Nomor
M.01.UM.01.06 Tahun 2000 tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia ialah : 1. Secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 2. Melalui Kantor Pendafaran Fidusia; 3. Oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya; 4. Dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia sesuai formulir yang bentuk dan isinya sudah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000 ; 5.
c.
Dan dilengkapi dengan : •
Salinan akta notaries
•
Surat kuasa
•
Bukti pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia Buku Daftar Fidusia
28
Ibid, hal 85
Universitas Sumatera Utara
Kewajiban menyediakan buku Ddaftar fidusia bagi kantor pendaftaran fidusia ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Fidusia, yang bunyinya : Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Jadi dari ketentuan Pasal ayat (3) Undang-Undang Fidusia (harus) dicatat di kantor pendaftaran fidusia dalam suatu register khusus yang diadakan untuk itu, yang dinamakan dengan “Buku Daftar Fidusia”. Pencatatanya dilakaukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut. d.
Saat Lahirnya Jaminan Fidusia Jaminan fidusia sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 14 ayat (3)
Undang-Undang Fidusia, lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatanya jaminan fidusia dalam buku daftar fdidusia. Tanggal pencatatan jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia dianggap sebagai saat lahirnya jaminan fidusia, bukan pada saat terjadi pembebanan fidusia dengan dibuatnya akta jaminan fidusia di hadapan notaris. e.
Biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kehakiman, telah diatur tiga jenis penerimaan negara bukan pajak yang bertalian dengan pelayanan jasa hukum dalam pendaftaran jaminan fidusia, yaitu mengenai hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia dan biaya permohonan penggantian sertifikat jaminan fidusia yang rusak atau hilang
Universitas Sumatera Utara
Besarmya tarif penerimaan negara bukan pajak yang bertalian dengan biaya permohonan pendaftaran jaminan fidusia dan perubahan serta penggantian sertifikat jaminan fidusia dapat dilihat dari tabel berikut ini. 29 No 1
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
3
Tarif (Rp)
Biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia : a.
2
Satuan
Untuk nilai penjaminan sampai dengan Rp.50 juta
Per akta
25.000
b. Untuk nilai penjamin di atas Rp.50 juta
Per akta
50.000
Biaya permohonan perubahan hal-hal yang tercantum
Per
10.000
dalam sertifikat Jaminan Fidusia
Permohonan
Biaya permohonan penggantian Sertifikat Jaminan Fidusia yang rusak atau hilang : Untuk nilai penjaminan sampai dengan Rp.50 juta
Per akta
25.000
a.
Per akta
50.000
Untuk nilai penjaminan di atas Rp.50 juta
Sumber :http//www.kepustakaan-presiden.pnri.go.id 8 Juli 2009, terakhir kali diakses pada tanggal 13 Juni 2012.
D. Eksekusi Jaminan Fidusia Ketentuan Pasal 29 ayat (9) Undang-Undang Fidusia telah mengatur pelaksanaan eksekusi atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia, yang menyatakan sebagai berikut : Apabila debitur atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara: a. Pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh penerima fidusia;
29
Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2000
Universitas Sumatera Utara
b. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelengan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Dengan demikian Undang-Undang Fidusia telah mengatur cara atau menciptakan beberapa model eksekusi atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Berdasarkan ketentuan dalam 29 ayat (1) Undang-Undang Fidusia, dapat diketahui bahwa apabila debitur atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara berikut ini : a. Eksekusi berdasarkan grosse sertifikat jaminan fidusia atau title eksekutorial yang terdapar dalam sertifikat jaminan fidusia, yang dilakukan oleh penerima fidusia. b. Eksekusi berdasarkan pelaksanaan parate eksekusi melalui pelelangan umum oleh penerima fidusia. c. Eksekusi secara penjualan di bawah tangan oleh kreditor pemberi fidusia sendiri Ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Fidusia tidak disebutkan cara eksekusi fidusia lewat gugatan biasa. Sungguhpun tidak disebutkan, tetapi tentunya pihak kreditor dapat menempuh proses eksekusi biasa lewat gugatan biasa ke pengadilan. Sebab keberadaan undang-undang fidusia dengan model eksekusi khusus tidak untuk meniadakan hukum secara umum. Perlu diperhatikan, bahwa ketentuan dalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Fidusia merupakan suatu ketentuan bersyarat, yaitu syarat, bahwa “debitur atau pemberi jaminan
Universitas Sumatera Utara
fidusia sudah cidera janji”. Kententuan dalam pasal tersebut membedakan antara debitur dan pemberi fidusia, yang memang merupakan dua orang yang berlainan.Kata “atau” mengajarkan kepada kita, bahwa yang cedera janji dari debitur (pemberi fidusia) dan pihak ketiga pemberi fidusia.Dalam hal debitur sendiri yang bertindak sebagai pemberi fidusia, sehubung dengan penjaminan itu ada dua perjanjian yang ditutup oleh kreditor, yaitu perjanjian pokoknya untuk mana diberikan jaminan fidusia dan perjanjian penjaminan fidusia sendiri.Karena dalam Pasal 29 ayat (1) diatas disebutkan secara umum, cedera janji debitur meliputi baik pada perjanjian pokoknya maupun pada perjanjian penjaminannya.Sebab dalam perjanjian pokok maupun dalam perjanjian penjaminannya, para pihak biasa memperjanjikan, bahwa apabila debitur tidak mematuhi janji-janji yang tertuang dalam perjanjian-perjanjian yang mereka tutup, utang debitur seketika menjadi matang untuk ditagih. 30 Sesuai dengan Pasal 34 Undang-Undang Fidusia, dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia.Namun demikian apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur tetap bertanggung jawab atas utang yang belum dibayar. 31 Ketentuan ini juga kita jumpai dalam Pasal 1154 Kitab Undang-Undang Perdata untuk gadai yang berbunyi : (1) Apabila si berpiutang atau si pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban kewajibannya, maka tak diperkenankanlah si berpiutang memiliki barang yang digadaikan. (2) Segala janji yang bertantangan dengan ini adalah batal
30 31
J.satrio, Op.cit, hal 318. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit , hal 162.
Universitas Sumatera Utara
E. Hapusnya Jaminan Fidusia Jaminan fidusia dapat dihapus secara hukum disebabkan oleh hal-hal tertentu. Bertalian dengan itu, ketentuan dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Fidusia berbunyi : Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut : a. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia; b. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fiduisa; atau c. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Sesuai dengan sifat accesoir dari jaminan fidusia, adanya jaminan fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunsannya.Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia, dengan sendirinya atau otomatisnya Jaminan Fidusia yang bersangkutan juga menjadi hapus. Menurut penjelasan atas Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Fidusia, hapusnya utang di sini yang menyebabkan hapusnya jaminan fidusia antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat oleh kreditor. Pengertian utang dalam Pasal 25 ayat (1) sub a Undang-Undang Fidusia ini hendaknya ditafsirkan secara luas, meliputi segala perikatan, karena pada asasnya lembaga jaminan bisa dipakai untuk menjamin kewajiban prestasi yang timbul dari perikatan apapun. 32 Jadi sesuai dengan sifat ikuta dari jaminan fidusia, maka adanya jaminan fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya.Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya utang atau karena pelepasan, maka dengan sendirinya jaminan fidusia yang
32
J.Satrio, Op.cit, hal 302
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan menjadi hapus. “Hapusnya utang” ini antara lain dibuktikan dengan bukti pelunasan atau bukti hapusnya utang berupa keteranganyang dibuat oleh kreditor. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi, tidak diperjanjikan lain. Jika benda yang menjadi objek jaminan fidusia musnah dan benda tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan fidusia tersebut. Atau hapusnya jaminan fidusia, maka penerima fidusia harus memberitahukan kepada kantor pendaftaran fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia tersebut.Pada saat pemberitahuan tersebut harus dilampirkan pula pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut. Adanya kententuan seperti ini akan berguna untuk member kepastian kepada kantor pendaftaran fidusia untuk mencoret pencatatan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia dan menerbitkan surat keterangan yang menyatakan sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi. 33 Tentang berakhir atau hapusnya perjanjian juga diterangkan oleh Pasal 1381 KUHPerdata bahwa hapusnya atau berkahirnya perjanjian disebabkan oleh peristiwaperistiwa sebagai berikut 34: 1) Karena ada pembayaran; 2) Penawaran yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; 3) Novasi atau pembaruan utang; 4) Kompensasi atau perjumpaa hutang;
33 34
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit, hal 157. KUHPerdata Pasal 1381
Universitas Sumatera Utara
5) Percampuran hutang; 6) Pembebasan hutang; 7) Musnahnya barang yang terhutang; 8) Pembatalan perjanjian; 9) Berlakunya suatu syarat batal; 10) Daluarsa atau lewatnya waktu.
Universitas Sumatera Utara