BAB II TINJAUAN UMUM ANALISIS KREDIT DALAMPEMBIAYAAN KONSUMEN
2.1
Pengertian Analisis Kredit dan Pengaturannya Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang
dengan membayar cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh pinjaman uang, yang pembayarannya dilakukan di kemudian hari dengan cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Artinya kredit dapat berbentuk barang atau berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang maupun kredit berbentuk uang dalam hal pembayarannya dengan menggunakan metode angsuran atau cicilan tertentu.1 Dalam praktik perbankan dikenal adanya prinsip kehati-hatian yang digunakan dalam pemberian kredit kepada pihak kreditur. Prinsip kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsinya dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya. Prinsip ini diatur dalam Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, diatur dalam beberapa pasal, selain itu pengaturan prinsip ini juga ada pada SK Dir BI Nomor 27/162/KEP/ DIR tanggal 31 Maret 1995. Berdasarkan SK Dir BI tersebut, Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui
1
Kasmir, 2005,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
h.75
23
24
oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut : prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan persetujuan kredit, dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan kredit, dan penyelesaian kredit bermasalah. Dalam prakteknya, walaupun prinsip kehati-hatian (prudential) tidak diatur secara khusus dalam dunia pembiayaan, namun banyak pelaku usaha pembiayaan mengadaptasi prinsip ini. Pelaku usaha pembiayaan biasanya menggunakan instrument analisa kredit yang pada umumnya digunakan dunia perbankan untuk mengetahui atau menentukan bahwa seseorang dipercaya untuk memperoleh kredit yang terkenal dengan the fives of credit atau 5 C yaitu : 1.
Character (watak) Watak adalah sifat dasar yang ada di dalam hati seseorang. Watak dapat berupa baik dan jelek bahkan ada yang terletak diantara baik dan jelek. Watak merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui resiko. Tidak mudah untuk menentukan watak seorang konsumen yang pertama kali mengajukan permohonan kredit. Untuk mengetahui watak seseorang dapat mengetahui ciri-ciri orang tersebut misalnya peminum keras, suka berjudi, suka menipu, dan lain sebagainya. Untuk petugas analisis perlu melakukan penyelidikan atau mencari berbagai informasi mengenai watak seorang pemohon kredit karena watak dan tabiat menjadi dasar penilaian utama. Watak dapat diartikan sebagai kepribadian,moral dan kejujuran pemohon kredit. Konsumen yang mempunyai watak suka minum minuman keras, berjudi, dan tidak jujur kemungkinan besar akan melakukan penyimpangan
25
dalam menggunakan kredit. Oleh karena itu seorang analis perlu menyelidiki dan mencari informasi tentang asal-usul kepribadian pemohon kredit. 2.
Capital (modal) Seseorang atau badan usaha yang menjalankan usahanya atau bisnis sangat memerlukan modal untuk memperlancar kegiatan bisnisnya. Seorang yang akan mengajukan permohonan kredit baik untuk kepentingan produktif atau konsumtif maka orang itu harus memiliki modal. Misalnya orang yang akan mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk membeli suatu rumah maka pemohon kredit harus memiliki modal untuk membayar uang muka. Uang muka itulah sebagai modal sendiri yang dimiliki pemohon kredit sedangkan kredit berfungsi sebagai tambahan. Pemohon kredit yang berbentuk badan usaha, besarnya modal yang dimiliki pemohon kredit dapat dicermati dari laporan keuangannya. Semakin besar jumlah modal yang dimiliki maka menunujukkan perusahaan tersebut memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban membayar hutangnya.
3.
Capacity (kemampuan) Seorang konsumen yang mempunyai karakter watak baik selalu memikirkan mengenai pembayaran kembali hutangnya sesuai watu yang ditentukan. Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran konsumen harus memiliki kemampuan yang memadai yang berasal dari pendapatan pribadi jika konsumen perorangan atau pendapatan perusahaan bila konsumen berbentuk badan usaha. Seorang analis harus mampu menganalisa kemampuan konsumen untuk membayar kembali hutangnya. Bagi konsumen perorangan
26
analisa harus mendapat informasi yang benar penghasilan atau pendapatan konsumen apa pekerjaan, usaha konsumen yang mengindikasikan konsumen memperoleh
pendapatan
sehingga
memberikan
keyakinan
adanya
kemampuan konsumen. Bagi konsumen badan usaha seorang analis harus meyakini pendapatan yang diperoleh dari usaha-usaha konsumen yang menunjukkan adanya kemampuan dari konsumen. 4.
Collateral (jaminan) Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari konsumen tidak melunasi hutangnya dengan jalan menjual jaminan dan mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan itu. Jaminan meliputi jaminan yang bersifat materiil berupa barang atau benda yang bergerak atau benda tidak bergerak misalnya tanah, bangunan, mobil, motor, saham dan jaminan yang bersifat inmaterial merupakan jaminan yang secara phisik tidak dapat dikuasai langsung oleh bank misalnya jaminan pribadi, garansi bank (bank lain). Fungsi jaminan guna memberikan hak dan kekuasaan kepada Bank untuk mendapatkan pelunasan dari barang-barang jaminan tersebut bilamana konsumen tidak dapat melunasi hutangnya pada waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
5.
Condition of Economy (kondisi ekonomi) Selain factor-faktor diatas, yang perlu mendapat perhatian penuh dari analisis adalah kondisi ekonomi Negara. Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu dimana kredit kredit itu diberikan oleh
27
bank kepada pemohon. Apakah kondisi ekonomi pada kurun waktu kredit dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya. Bermacam-macan kondisi diluar pengetahuan bank dan diluar pengetahuan pemohon kredit. Kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi kemampuan pemohon kredit mengembalikan hutangnya sering sulit untuk diprediksi. Kondisi ekonomi Negara yang buruk sudah pasti mempengaruhi usaha pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak pada kemampuan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya.2
2.2
Perjanjian Kredit Pembiayaan Konsumen Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang No 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud“ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik dalam kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Dalam penelitian ini istilah konsumen yang lazim dalam konteks perbankan dipakai dengan istilah konsumen, berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen : Pengguna jasa dan/barang adalah konsumen, sedangkan debitur adalah pengguna jasa perbankan, dengan demikian debitur sesungguhnya adalah konsumen.
2
h.93
Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, CV. Alfabeta, Bandung,
28
Subektimemberikan perjanjian sebagai suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.3 Sardjonomengatakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan dimana salah satu pihak mengikatkan diri pada pihak lain untuk melakukan suatu perbuatan.4Selanjutnya beliau mengungkapkan bahwa ketentuan pasal tersebut di atas mengandung banyak kelemahan karena difinisi itu tidak mencakup semua jenis perjanjian. Kelemahan-kelemahan yang ada adalah : 1.
Definisi tidak mengutarakan suatu syarat kata sepakat, padahal kata sepakat mutlak harus ada dalam suatu perjanjian.
2.
Istilah perbuatan juga terlalu luas karena tidak meliputi perjanjian saja, melainkan juga kegiatan yang lain.
3.
Definisi itu hanya menunjuk kepada perjanjian sepihak. Padahal perjanjian yang terbanyak adalah perjanjian dua pihak.5 Dengan demikian, maka perjanjian itu merupakan sumber perikatan
karena perjanjian itu menerbitkan perikatan. Jadi hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Pernyataan dalam perjanjian yang menyebutkan “terdapat sekurangnya dua orang” menunjukkan bahwa suatu perjanjian tidak mungkin dibuat sendiri,
3
Subekti, 1978, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, h.1. Sardjono, 1979, Materi Kuliah Tingkat Empat Fakultas Hukum Indonesia, Rajawali pers,Jakarta, h.19 5 Sardjono, op cit, h.35-36 4
29
dengan demikian setiap tindakan yang dilakukan oleh orang-perorangan untuk kepentingannya sendiri tidaklah termasuk dalam kategori perjanjian.6 Menurut Pasal 1313 KUHPerdata “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”. Dilihat dari macamnya, maka perjajian dapat dibedakan ke dalam : 1.
Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. Pada perjanjian yang pertama, hanya satu pihak saja yang mempunyai kewajiban untuk mewujudkan prestasi, sedangkan pihak lainnya hanya mempunyai hak. Sedangkan pada perjanjian kedua, kedua belah pihak sama-sama mempunyai hak dan kewajiban terhadap prestasi yang diperjanjikan.
2.
Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil, dimana perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang tercipta dengan dicapainya kata sepakat antara kedua belah pihak, sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang tercipta dengan terpenuhinya kata sepakat dan pelaksanaan prestasi yang diperjanjikan.
3.
Perjanjian dengan beban dan perjanjian tanpa beban. Perjanjian yang pertama adalah perjanjian dimana kedua belah pihak harus melakukan sesuatu prestasi, sedangkan yang kedua adalah perjanjian dimana hanya satu pihak saja yang harus melakukan prestasi, dan lain-lain.7 Karena tahun 1988 merupakan tahun yang bersejarah bagi kehidupan
pembiayaan
6
di
Indonesia,
maka
pada
tahun
1988
tersebut,
telah
Kartini Muljadi dan Gunawam Widjaja, 2002, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Grafindo Persada, Jakarta, h.13. 7 Agus Prawoto, 1982, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Pinjaman antara Pemerintah Dengan Badan Usaha Negara, FHUI, Jakarta, h.37.
30
diterbitkanKeppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Sejak saat itu, kegiatan kegiatan usaha pembiayaan di Indonesia telah mempunyai landasan hukum yang kokoh, baik bagi kepastian hukum berusaha perusahaan pembiayaan maupun bagi perlindungan para konsumen.
2.3
Dasar Hukum Kredit Pembiayaan Konsumen
Pasal 1 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 menyebutkan kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. menurut OP Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.8 Intisari dari kredit adalah unsur kepercayaan. Unsur lainnya adalah mempunyai pertimbangan tolong menolong. Selain itu dilihat dari pihak kreditur, unsur penting dalam kegiatan kredit sekarang ini adalah untuk mengambil keuntungan dari modal dengan mengambil kontraprestasi. Sedangkan dipandang dari sudut konsumen adalah adanya bantuan dari kreditur untuk menutupi kebutuhan yang berupa prestasi. Hanya saja antara prestasi dengan kontraprestasi tersebut ada suatu masa yang memisahkan
8
h.1
H. Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Yogyakarta, Yogyakarta,
31
yang berupa ketidaktentuan sehingga oleh karenanya diperlukan suatu jaminan dalam pemberian kredit tersebut.9 Kredit perbankan berbeda dengan kredit lembaga pembiayaan konsumen. Ini dilihat dari berbedanya peraturan yang mengatur keduanya. Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepupoler dengan istilah lembaga keuangan dan lembaga perbankan. Ini dikarenakan oleh eksistensinya lembaga pembiayaan relatif masih baru jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional, seperti bank. Meskipun lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan bersamasama dengan lembaga perbankan, namun dilihat dari padanan istilah dan penekanan kegiatan usahanya antara lembaga pembiayaan dan keuangan berbeda. Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Kehadiran lembaga pembiayaan konsumen ini sebenarnya secara informal sudah tumbuh sejak lama sebagai bagian dari aktivitas trading. Namun secara formal baru diakui sejak tahun 1988 melalui SK Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 yang secara formal mengangkat kegiatan usaha pembayaran ke permukaan, sebagai bagian resmi sektor jasa keuangan.10 Lembaga pembiayaan konsumen adalah suatu lembaga yang dalam melakukan pembiayaan pengadaan barang, untuk kebutuhan konsumen dilakukan
9
Mohamad Djumhana, 1996, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.221 10 R. Burton Simantupang, 2002, Aspek Hukum Dalam Bisnis, PT.Rineka Cipta, Jakarta, h.116.
32
dengan sistem pembayaran secara angsuran.11 Kehadiran lembaga pembiayaan konsumen ini sebenarnya secara informal sudah tumbuh sejak lama sebagai bagian dari aktifitas trading. Namun secara normal baru diakui sejak tahun 1988 melalui SK Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 yang secara formal mengangkat kegiatan usaha pembayaran ke permukaan, sebagai bagian resmi sektor jasa keuangan. Lembaga pembiayaan ini berbeda dengan bank, walaupun kedua-duanya merupakan sumber dana yang diperlukan seseorang. Bila pembiayaan konsumen akan melihat barang-barang apa saja yang dibiayai, maka pada kredit bank, pihak bank cukup memandang siapa konsumen yang akan mendapat bantuan dana. Kedua lembaga ini mempunyai kesamaan seperti objeknya sama yaitu barangbarang konsumsi dan mengenakan bunga sebagai biaya. Pengertian konsumen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “pemakai (barang-barang hasil industri, bahan makanan, dsb)”. Lembaga pembiayaan dalam menjalankan kegiatannya dilaksanakan oleh perusahaan pembiayaan. Menurut pasal 1 angka (5) Keppres No.61 Tahun 1988 yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.12 Menurut Pasal 3 ayat (2) Keppres No.61 Tahun 1988 “perusahaan pembiayaan yang dimaksud berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi”. Maka
11
Zaeni Asyahdie, 2005, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, h.120 12 Sunaryo, op cit, h.4.
33
dalam menjalankan usaha pembiayaan, perusahaan pembiayaan harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaanya. Adapun unsur dari PT (Perseroan Terbatas) adalah berbentuk badan hukum, yang merupakan persekutuan modal, didirikan atas dasar perjanjian, melakukan
kegiatan
usaha,
modalnya
terbagi
saham-saham,
memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalamUUPT. 13 Suatu badan hukum memiliki karakteristik yaitu : organisasi yang teratur, harta kekayaan sendiri, mempunyai tujuan sendiri, dan akta pendiriannya disahkan oleh pejabat yang berwenang. Perseroan Terbatas mendapatkan status badan hukum sejak akta pendiriannya disahkan oleh menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.14 Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan surat sanggup bayar.15Kredit yang diberikan kepada konsumen guna pembelian barang konsumsi dan jasa seperti yang dibedakan dari pinjaman yang digunakan untuk tujuan produktif atau dagang.
13
Prsetyo Utomo, 2012, “Perseroan terbatas”, http://Prasetyooetomo.wordpress.com, diakses tanggal 25 nopember 2015. 14 Irna Nurhayati, 2010, “Ulasan Status Badan Hukum Perseroan Terbatas”,mhugm.wikidot.com, diakses tanggal 25 nopember 2015. 15 Sunaryo, op cit, h. 2-3.
34
Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian pembiayaan konsumen adalah sebagai berikut : 1.
Subyek adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan hukum pembiayaan konsumen, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen (kreditur), konsumen (konsumen), dan penyedia barang modal (pemasok, supllier).
2.
Objek adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan dipakai untuk keperluan hidupnya atau keperluan rumah tangga, misalnya televisi, kulkas, kendaraan, atau perabot rumah tangga.
3.
Perjanjian yaitu perbuatan persetujuan pembiayaaan yang diadakan antara perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen, serta jual beli antara pemasok dengan konsumen. Perjanjian ini didukung oleh dokumen-dokumen.
4.
Hubungan hak dan kewajiban, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen wajib membiayai harga pembelian barang yang diperlukan konsumen dan membayarnya secara tunai kepada pemasok. Konsumen wajib membayar secara angsuran kepada perusahaan pembiayaan konsumen, dan pemasok wajib menyerahkan barang kepada konsumen.
5.
Jaminan utama berupa kepercayaan kepada konsumen, jaminan pokok secara fidusia berupa barang yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan konsumen dimana semua dokumen kepemilikan barang dikuasai oleh perusahaan pembiayaan sampai angsuran terakhir dilunasi, dan jaminan tambahan berupa pengakuan hutang dari konsumen.16
16
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniarti, 2000, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan Konsumen, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.246
35
Pembiayaan konsumen memiliki karakteristik tersendiri, berbeda dengan kegiatan pembiayaan lainnya seperti leasing (sewa guna usaha) yaitu : sasaran pembiayaan jelas, objek pembiayaan berupa barang-barang untuk kebutuhan atau konsumsi konsumen, besarnya pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan konsumen kepada konsumen relatif kecil sehingga resiko pembiayaan relatif aman, pembayaran kembali oleh konsumen kepada perusahaan pembiayaan konsumen dilakukan secara berkala. Pranata hukum pembiayaan konsumen di Indonesia dimulai pada tahun 1988, yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No.61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Kedua keputusan tersebut merupakan titik awal sejarah perkembangan pengaturan pembiayaan konsumen sebagai lembaga bisnis pembiayaan di Indonesia. Transaksi pembiayaan konsumen dilakukan tidak hanya berdasarkan keinginan para pihak saja, yaitu antara perusahaan pembiayaan konsumen dengan nasabah yang dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis, tetapi juga diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan yang bersifat publik administratif. Pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha di bidang lembaga keuangan bukan bank yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan. 17 Perjanjian adalah sumber hukum utama pembiayaan konsumen dari segi perdata, sedangkan
17
Sunaryo, op cit, h.2.
36
perundang-undangan adalah sumber hukum utama pembiayaan konsumen dari segi hukum publik.18 Dalam segi hukum perdata ada dua (2) sumber hukum kegiatan pembiayaan konsumen, yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan di bidang hukum perdata : Asas kebebasan berkontrak, hubungan hukum yang terjadi dalamkegiatan pembiayaan konsumen selalu dibuat secara tertulis sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum. Perjanjian pembiayaan konsumen ini dibuat berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak para pihak yang memuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan pembiayaan konsumen sebagai pihak penyedia dana dan konsumen sebagai pengguna dana. Perjanjian pembiayaan konsumen (consumer finance agreement) merupakan dokumen hukum utama (main legal document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka akan berlaku sebagai undangundang bagi para pihak (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata). Konsekuensi yuridis selanjutnya, perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak (unilatelar unvoidable). Perjanjian pembiayaan konsumen berfungsi sebagai dokumen bukti yang sah bagi perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen.19
18
Suhariningsih, 2011, Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit, Wisnuwardhana Press, Malang, h.11 19 Ibid, h. 9.
37
Undang-undang di Bidang Hukum Perdata, perjanjian pembiayaan konsumen merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III KUH Perdata. Sumber hukum utama pembiayaan konsumen adalah ketentuan mengenai perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian jual beli bersyarat yang diatur dalam KUH Perdata. Perjanjian pinjam pakai merupakan perjanjian pembiayaan konsumen yang terjadi antara perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen. Perjanjian ini diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH Perdata. Pasal 1754 KUH Perdata “menyatakan bahwa pinjam pakai habis adalah perjanjian, dengan mana pemberi pinjaman menyerahkan sejumlah barang pakai habis kepada peminjam dengan syarat bahwa peminjam akan mengembalikan barang tersebut kepada pemberi pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama”.Pemberi pinjaman adalah perusahaan pembiayaan konsumen yang berkedudukan sebagai kreditur, sedangkan peminjam adalah konsumen yang berkedudukan sebagai konsumen.20 Karena barang pakai habis yang dipinjam itu sejumlah uang, maka menurut ketentuan Pasal 1765 KUH Perdata “pihak-pihak boleh memperjanjikan pengembalian uang pokok ditambah dengan bunga”. Sedangkan perjanjian jual beli bersyarat adalah perjanjian yang terjadi antara konsumen dengan pembeli, dan produsen (supplier) sebagai penjual, dengan syarat bahwa yang melakukan pembayaran secara tunai kepada penjual adalah perusahaan pembiayaan konsumen.21Perjanjian jual beli ini merupakan accessoir dari perjanjian pembiayaan konsumen sebagai perjanjian pokok. Perjanjian jual
20
Sunaryo, op cit, h.99 Rinaldi Santoso, 2011, “Pembiayaan Konsumen”,rinaldisantoso.blogspot.co.id, diakses tanggal 25 nopember 2015. 21
38
beli ini digolongkan ke dalam perjanjian julan beli yang diatur dalam Pasal 14571518 KUH Perdata, tetapi pelaksanaan pembayaran digantungkan pada syarat yang disepakati dalam perjanjian pokok. Pada segi hukum publik, pembiayaan konsumen banyak menyangkut kepentingan publik yang bersifat administratif. Maka perundang-undangan yang bersifat publik berlaku pada pembiayaan konsumen, yaitu : 1.
Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Di dalamnya memuat tentang pengakuan bahwa pembiayaan konsumen sebagai salah satu bentuk usaha dari lembaga pembiayaan. Bentuk hukum perusahaan pembiayaan konsumen adalah Perseroan Terbatas atau Koperasi, dan dalam kegiatannya dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat.
2.
Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang kemudian dirubah dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 468 Tahun 1995.
3.
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan.
2.4
Ciri Khusus Kredit Pembiayaan Konsumen Ciri khusus kredit pembiayaan konsumen adalah membiayai kebutuhan
konsumen. Selain itu kredit pembiayaan konsumen dipinjam oleh banyak
39
konsumen dengan jumlah kredit per konsumen relatif kecil.22 Ciri khusus ini menuntut cara pengelolaan tersendiri. Untuk memperolah volume bisnis yang memadai,sebuah perusahaan harus dapat memproses permintaan kredit sebanyak mungkin, sehingga dapat memperoleh konsumen dalam jumlah yang efisien untuk ditangani. Konsekuensi langsung yang dihadapi perusahaan karena mempunyai banyak konsumen adalah kenaikan biaya administrasi kredit secara substansial. Di samping itu, perusahaan tersebut juga membutuhkan lebih banyak staff untuk memonitor perkembangan kredit yang telah diberikan satu persatu. Untuk mengatasi hal tersebut di atas, dewasa ini banyak perusahaan yang menggunakan sistem komputer untuk memonitor perkembangan kredit yang telah diberikan. Apabila jumlah kredit yang dipinjam oleh setiap orang konsumen cukup besar, kenaikan jumlah staff yang menangani kredit maupun meningkatnya beban biaya administrasi kredit yang harus ditanggung, masih dapat dirasakan seimbang. Tetapi, karena jumlah kredit setiap konsumen kecil, maka biaya penanganan tiap satuan kredit menjadi cukup besar, sehingga ditinjau dari segi administratif perbankan, kredit pembiayaan konsumen tergolong kredit dengan biaya administrasi yang mahal. Oleh karena itu, setiap permintaan kredit yang diluluskan harus benar-benar teruji kelayakannya. Kalau tidak, resiko kerugian dalam perusahaan akan menjadi lebih besar lagi. Transaksi pembiayaan konsumen didasarkan pada adanya suatu perjanjian, yaitu perjanjian pembiayaan konsumen antara Perusahaan dengan konsumen, serta perjanjian jual beli antara pemasok (supplier) dan konsumen. Dengan 22
Herianty, 2014, “Pembiayaan Konsumen Dan Leasing”,anthyscrub.blogspot.co.id, diakses tanggal 25 nopember 2015.
40
demikian, dalam kegiatan pembiayaan konsumen terdapat tiga pihak yang terlibat. Berdasarkan perjanjian tersebut, maka terjadilah hubungan hukum antara para pihak yang berisikan tentang
berbagai hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan dengan itikad baik oleh masing-masing pihak.23 PT. Clipan membiayai rata-rata 40 konsumen dalam hal kredit pembiayaan konsumen setiap bulannya. Pembayaran kembali dilakukan dengan cara mencicil. Biasanya dilakukan pada tanggal angsuran yang sudah disepakati antara PT. Clipan dengan konsumen. Penghasilan tetap konsumen berupa gaji, upah, atau honorarium merupakan sumber utama dana pembayaran cicilan. Oleh karena itu, dalam evaluasi kemampuan membayar kembali kredit pembiayaan konsumen kepada PT. Clipan, analis kredit di PT. Clipan harus meneliti apakah jumlah penghasilan tetap tersebut cukup besar untuk menutup pengeluaran tiap bulanan mereka serta pelunasan pinjaman.
2.5
Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Pembiayaan Konsumen Menurut Pasal 1320 KUHPerdata untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat yaitu ; 1. Syarat sah yang subyektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata a. adanya kesepakatan antara kedua belah pihak b. adanya kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian 2. Syarat sah yang obyektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata a. Mengenai suatu hal tertentu
23
Sunaryo, op cit, h.112
41
b. Sesuatu sebab / causa / isi yang halal / diperbolehkan Apabila salah satu dari empat syarat tidak terpenuhi maka suatu perjanjian tersebut tidak dianggap sah dan tidak dapat mengikat pihak-pihak yang terlibat di dalamnya sebagai undang-undang. - Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, Syarat yang pertama menghendaki agar para pihak / subjek yang mengadakan perjanjian telah setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak lainnya dalam perjanjian. Adanya paksaan secara fisik (dipukul dan sebagainya), paksaan rohani (diancam dan sebagainya), penipuan, perbuatan yang menjerumuskan seseorang kedalam keadaan yang merugikan, dan khilaf baik mengenai objek yang diperjanjikan atau subjek dengan siapa perjanjian itu dibuat, merupakan cacat dari kata sepakat, sehingga mempengaruhi sahnya perjanjian. - Adanya kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian Syarat adanya kecakapan untuk membuat perjanjian, mengharuskan bahwa subjek perjanjian itu mempunyai kewenangan bertindak dalam hukum. Mempunyai wewenang untuk bertindak dalam hukum, artinya adalah mempunyai wewenang
untuk
melakukan
perbuatan
hukum,
yaitu
perbuatan
yang
dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum (hak dan kewajiban), dan berwenang untuk mengadakan suatu proses di muka pengadilan. Dalam KUHPerdata terdapat dua istilah tidak cakap (onbekwaam) adalah orang yang umumnya berdasar ketentuan undang-undang tidak mampu membuat sendiri perjanjian-perjanjian dengan akibat hukum yang lengkap, seperti orang belum
42
dewasa, orang dibawah kuratil (pengampunan), sakit jiwa dan sebagainya. Adapun yang kedua tidak berwenang (onvenvoegd) adalah orang itu cakap tetapi ia tidak dapat melakukan perbuatan hukum tertentu misalnya Pasal 1467-1470. - Mengenai suatu hal tertentu Selanjutnya, mengenai syarat ketiga berupa hal tertentu, mensyaratkan agar prestasi yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak itu disebutkan secara terperinci, sehingga hak dan kewajiban para pihak diketahui secara tegas dan jelas. Dalam hal prestasi itu berupa barang, maka harus disebutkan jenis dan jumlahnya. Suatu kontrak haruslah berkenaan dengan hal yang yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum. - Suatu sebab / causa / isi yang halal / diperbolehkan Sedangkan syarat keempat mensyaratkan agar isi perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang maupun kesusilaan umum. Syarat suatu sebab yang halal ini mempunyai dua fungsi yaitu perjanjian harus mempunyai sebab, tanpa syarat ini perjanjian batal, sebabnya harus halal, kalu tidak halal perjanjian batal. Bahwa tidak adanya sebab, misalnya pihak-pihak membuat perjanjian untuk melaksanakan perjanjian yang terdahulu, padahal perjanjian yang terdahulu sudah dibatalkan sehingga para pihak bermaksud melaksanakan perjanjian yang sebetulnya sudah tidak ada. Ini merupakan perjanjian tanpa sebab.24
24
Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, h.64
43
2.6
Jenis Perjanjian Kredit Pembiayaan Konsumen Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian kredit pembiayaan
konsumen yang digunakan perusahaan pembiayaan konsumen dalam melepas kreditnya, yaitu : a. Perjanjian kredit pembiayaan konsumen di bawah tangan. Adapun yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit pembiayaan konsumen di bawah tangan adalah perjanjian pemberian kredit oleh perusahaan pembiayaan kepada nasabahnya yang hanya dibuat di antara mereka (kreditur dan konsumen) tanpa notaries. Bahkan, lazimnya dalam penandatanganan akta perjanjian kredit pembiayaan konsumen ini tanpa menghadirkan saksi yang turut serta dalam membubuhkan tanda tangan. Kelemahan dari akta perjanjian kredit pembiayaan konsumen di bawah tangan ini adalah bahwa apabila suatu saat nanti terjadi wanprestasi oleh konsumen, yang pada akhirnya akan diambil tindakan melalui jalur hukum akan tetapi apabila konsumen tidak mengakui tanda tangannya, akan mengakibatkan mentahnya kekuatan hukum perjanjian. Kelemahan yang kedua adalah dimana apabila perjanjian ini dibuat oleh para pihak, di mana formulirnya telah disediakan oleh perusahaan pembiayaan (form standar/baku), maka bukan tidak mungkin terdapat kekurangan data-data yang seharusnya dilengkapi untuk suatu kepentingan pengikatan kredit. b. Perjanjian kredit pembiayaan konsumen notaril (otentik).
44
Perjanjian kredit notaril (otentik) adalah perjanjian pemberian kredit oleh perusahaan pembiayaan kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau dihadapan notaris.25 Adapun akta otentik adalah suatu akta undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat mana akta dibuat.26 Dari ketentuan /definisi akta otentik yang akan diberikan oleh Pasal 1868 KUHPerdata tersebut, dapat ditemukan beberapa hal. Pertama : yang berwenang membuat akta otentik adalah notaris, terkecuali wewenang tersebut diserahkan pejabat lain atau orang lain. Pejabat lain yang dapat membuat akta otentik adalah misalnya seseorang panitera dalam siding pengadilan, seorang juru sita dalam membuat exploitdan seorang jaksa atau polisi dalam membuat pemeriksaan pendahuluan. Kedua : akta otentik dibedakan dalam yang dibuat “oleh” dan yang di buat “dihadapan” pejabat umum. Dan jika dalam hal “ membuat proses verbal akta” adalah menulis apa yang dilihat dan yang dialami sendiri oleh seorang notaris tentang perbuatan (handeling) dan kejadian (daadzaken); membaca dan menandatangani hanya bersama para saksi akta tersebut di luar hadirnya atau karena penolakan para penghadap, maka dalam hal “membuat partji akta”, notaris membaca isi akta tersebut, disusul oleh penandatanganan akta tersebut oleh para penghadap dan para saksi, terakhir oleh notaris itu sendiri.
25
J. Satrio,1997, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Bandung, PT Citra Adutya Bakti, h.19. 26 H. Budi Untung, op cit, h.31.
45
Ketiga : isi dari akta otentik adalah “perbuatan” yang oleh UndangUndang diwajibkan dibuat dalam akta otentik dan semua “perjanjian” dan “penguasaan” yang dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan. Suatu akta otentik dapat berisikan suatu “perbuatan hukum” yang diwajibkan oleh undangundang, jadi bukan kehendak dari notaris. Keempat : akta otentik memberikan kepastian mengenai penanggalan. Jadi notaris wajib memberikan kepastian tentang penanggalan padaaktanya.