BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT, PERJANJIAN KREDIT DAN BANK PERKREDITAN RAKYAT 2.1
Kredit
2.1.1 Pengertian kredit Secara etimologi istilah kredit berasal dari bahasa latin credere yang berarti kepercayaan. Misalnya, seorang nasabah debitur memperoleh kredit dari bank, adalah tentu orang yang mendapat kepercayaan dari bank.29 Dalam masyarakat umum istilah kredit sudah tidak asing lagi dan bahkan dapat dikatakan populer, sehingga dalam kehidupan sehari-hari sudah dicampurkan begitu saja dengan istilah utang bahkan dalam dunia pendidikan dengan sistem kredit semester yang baru, istilah kredit sudah memiliki konotasi khusus tersendiri dibanding asalnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kredit anatara lain diartikan pertama, pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara berangsur, dan kedua, pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. Adapun kata utang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia antara lain diartikan uang yang dipinjam oleh orang lain. Jadi istilah lain dari kredit adalah pinjaman (uang) atau utang.30 Secara yuridis UU Perbankan menggunakan dua istilah yang berbeda, namun mengandung makna yang sama untuk pengertian kredit. Kedua istilah itu yaitu 29
Suhariningsih, 2011, Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Jaminan “Barang Inventory” Dalam Bingkai Jaminan Fidusia, Wisnuwardhana Malang Press,Malang, h.11. 30 Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, h. 264.
25
26
pertama, kata “kredit”, istilah yang digunakan pada bank konvensional dalam menjalankan kegiatan usahanya, dan kedua, kata “pembiayaan”
berdasarkan
Prinsip Syariah, istilah yang digunakan pada bank Syariah. Penggunaan kedua istilah tersebut tergantung kepada kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank, apakah bank dalam menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah. Pengertian kredit dalam pasal 1 butir 11 UU Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kemudian dijelaskan pula menurut Black Law’s Dictionary, bahwa definisi kredit adalah31 “The Ability of business man to borrow money, or obtains goods on time, inconsequence of the favourable opinion held by the particular lender, as to his solvency and reability.” Berdasarkan definisi yang diuraikan dalam kamus Black Law’s tersebut, maka kredit adalah kemampuan (ability) dari seseorang (debitur) untuk meminjam uang maupun barang kepada si kreditur. Disini kemampuan dilihat berdasarkan uji kelayakan (standardisasi) si debitur, yang dilakukan oleh si kreditur. Hal itu, disebabkan kreditur juga menanggung resiko akan ketidakmampuan (inability) membayar dari debitur. Dengan demikian pihak kreditur memberikan syaratsyarat tertentu ( sebagai pengurangan penanggungan risiko oleh si kreditur) pada
31
Henry Black Campbell, 1990, Black’s law Dictionary, Sith Edition, West Publising Co, St. Paul Minnesota, h.367.
27
saat terjadinya pemberian pinjaman (perjanjian) uang atau barang tersebut, sesuai dengan kemampuan si debitur, sebagai balas jasa yang telah ditentukan itu. Pembiayaan berdasarkan pasal 1 angka 12 UU Perbankan yaitu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dari
kedua
rumusan
tersebut
perbedaannya
terletak
pada
bentuk
kontraprestasi yang akan diberikan nasabah peminjam dana ( debitur ) kepada bank (kreditur) atas pemberian kredit atau pembiayaannya. Pada bank konvensional, kontraprestasinya berupa bunga sedangkan pada bank syariah kontraprestasinya berupa imbalan atau bagi hasil sesuai dengan persetujuan atau kesepakatan bersama. Baik kredit maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sama-sama merupakan penyediaan dana atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang. Kemudian adanya persetujuan atas kesepakatan bersama antara pihak bank (kreditur) dan pihak lain nasabah peminjam dana (debitur), dengan perjanjian yang dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tersebut mencakup kewajiban nasabah peminjam dana atau pihak yang dibiayai melunasi utangnya atau mengembalikan pinjamannya beserta dengan bunga, imbalan, atau bagi hasil dalam tenggang waktu yang telah disepakati bersama.
28
2.1.2 Unsur -unsur kredit Unsur-unsur yang terkandung dalam kredit adalah sebagai berikut: a.
Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan diperjanjikan pada waktu tertentu.
b.
Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian dan pelunasan kreditnya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana.
c.
Prestasi dan kontraprestasi yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat tercapainya persetujuan kesepakatan pemberian kredit yang dituangkan dalam perjanjian kredit antara bank dan nasabah peminjam dana yaitu berupa uang atau tagihan yang diukur dengan uang dan bunga atau imbalan, atau bahkan tanpa imbalan bagi bank syariah.
d.
Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara
pemberian
dan
pelunasan
kredit
tersebut,
sehingga
untuk
mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, diadakanlah pengikat jaminan (agunan). 2.1.3 Fungsi kredit Suatu kredit mencapai fungsinya, apabila secara sosial ekonomis, baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh yang lebih baik. Bagi pihak kreditur dan debitur, mereka memperoleh keuntungan, juga mengalami peningkatan kesejahteraan. Sedangkan bagi negara
mengalami tambahan
29
penerimaan negara dan pajak, juga kemajuan ekonomi yang bersifat mikro dan makro. Dari manfaat nyata dan manfaat yang diharapkan maka sekarang ini kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi.32Fungsi kredit tersebut adalah :33 1.
Meningkatkan daya guna modal atau uang Maksudnya jika uang hanya disimpan saja di rumah tidak akan menghasilkan
sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi untuk menghasilkan uang atau jasa oleh si penerima kredit. Kemungkinan juga dapat memberikan penghasilan tambahan kepada pemilik dana. 2.
Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Dalam hal uang yang diberikan dan disalurkan akan beredar dari satu wilayah
ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya. 3.
Meningkatkan daya guna barang Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat dipergunakan oleh si debitur
untuk mengelola barang yang semula tidak berguna menjadi berguna. Sebagai contoh seorang pengusaha memperoleh bantuan dana dari salah satu bank untuk mengelola limbah plastik yang sudah tidak dipakai menjadi barang-barang rumah tangga. Biaya pengelolahan barang tersebut diperoleh dari bank. Dengan demikian
32
Thomas suyatno, 1990, Dasar-Dasar Perbankan Cetakan Ketiga, Gramedia, Jakarta,
h.14. 33
Muhammad Djumhana, 2003, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditnya Abadi, Bandung, h.393.
30
fungsi kredit dapat meningkatkan daya guna barang yang tidak berguna menjadi berguna. 4.
Meningkatkan peredaran uang Kredit juga dapat menambah atau memperlancar arus barang dari satu
wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar tersebut bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar yang biasanya untuk kredit atau kredit ekspor impor. 5.
Sebagai alat stabilitas ekonomi Pemberian kredit dikatakan sebagai alat stabilitas ekonomi, karena dengan
adanya kredit yang diberikan akan menambah barang yang diperlukan masyarakat. 6.
Meningkatkan kegairahan pengembangan usaha Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha
apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan. Nasabah akan bergairah untuk memperbesar atau memperluas usahanya. 7.
Meningkatkan pemerataan pendapatan Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik terutama
dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika suatu kredit diberikan untuk membangun pabrik maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja, sehingga dapat pula mengurangi pengangguran. Disamping itu bagi masyarakat sekitar pabrik dapat juga akan dapat memperoleh pendapatan seperti gaji bagi karyawan yang bekerja di pabrik tersebut.
31
8.
Meningkatkan hubungan internasional Pinjaman internasional akan dapat mengikatkan saling membutuhkan antara
si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerjasama di bidang lainnya, sehingga dapat pula tercipta perdamaian dunia.
2.1.4 Prinsip-prinsip pemberian kredit Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah bank wajib memperhatikan hal-hal sebagaimana ditentukan dalam pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan. Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan yang dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Selanjutnya dalam pasal 8 ayat (2) UU Perbankan menyebutkan bahwa bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam pasal 8 UU Perbankan, dapat diketahui jabaran lebih lanjut dari asasasas perkreditan yang sehat dan prinsip-prinsip kehati-hatian dalam kaitannya dengan pemberian kredit, yaitu :34
34
Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, op.cit, h. 272.
32
a.
Mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
b.
Memiliki menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berkaitan dengan itu menurut penjelasan pasal 8 ayat (2) UU Perbankan
dikemukakan bahwa pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian kredit dan pembiayaan adalah sebagai berikut :35 a.
Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.
b.
Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal agunan, dan proyek usaha dari debitur.
c.
Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
d.
Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
e.
Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan persyaratan yang berbeda dengan nasabah debitur dan atau pihak-pihak terafiliasi. 35
Suhariningsih, op.cit, h.14.
33
f.
Penyelesaian sengketa Ketentuan pasal 8 ayat (1) dan (2) diatas merupakan dasar atau landasan bagi
bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip kepercayaan dan kehati-hatian dalam pemberian kredit. Selain prinsip kepercayaan dan prinsip kehati-hatian. Dalam perbankan juga dikenal beberapa prinsip-prinsip pemberian kredit oleh bank diantaranya :36 1.
PRINSIP 5C
a.
Penilaian watak atau kepribadian (Character) Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk
mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank di kemudian hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan kepada hubungan yang terjalin antara bank dan (calon) debitur atau informasi yang diperoleh dari pihak lain yang mengetahui moral, kepribadian, dan perilaku calon debitur dalam kehidupan kesehariannya. b. Penilaian kemampuan (capacity) Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya dalam
jangka
36
waktu
tertentu
mampu
melunasi
Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, op.cit, h.273.
atau
mengembalikan
34
pinjamannya. Kalau kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak diberikan kredit dalam skala besar, demikian juga jika trend bisnisnya atau kinerja bisnisnya menurun, maka kredit juga semestinya tidak diberikan. Kecuali jika penurunan itu karena kekurangan biaya, sehingga dapat diantisipasi bahwa dengan tambahan biaya lewat peluncuran kredit, maka trend atau kinerja bisnisnya tersebut dipastikan akan semakin membaik. c. Penilaian terhadap modal (capital) Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkutan. Dalam praktik selama ini bank jarang sekali memberikan kredit untuk membiayai seluruh dana yang diperlukan nasabah. Nasabah wajib menyediakan modal sendiri, sedangkan kekurangan itu dapat dibiayai dengan kredit bank. Bank fungsinya hanya menyediakan tambahan modal dan biasanya lebih sedikit dari pokoknya. d. Penilaian terhadap agunan ( collateral) Untuk menanggung pembayaran kredit macet dikarenakan debitur wanprestasi, maka calon debitur umumnya wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepadanya. Untuk itu sudah seharusnya bank wajib meminta agunan tambahan dengan maksud apabila calon debitur tidak
35
dapat melunasi kreditnya, maka agunan tambahan tersebut dapat dicairkan guna menutupi pelunasan atau pengembalian kredit atau pembiayaan yang tersisa. e.
Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy) Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam dan di luar negeri, baik
masa lalu maupun masa sekarang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai dapat pula diketahui. 2.
PRINSIP 5P Bank dalam memberikan kredit selain menerapkan prinsip 5C juga
hendaknya menerapkan prinsip 5P yang terdiri atas : a.
Party (para pihak) Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian
kredit. Untuk itu pihak pemberi kredit harus memperoleh sesuatu kepercayaan terhadap para pihak , dalam hal ini debitur. Bagaimana watak atau karakter, kemampuannya dan sebagainya. b.
Purpose (Tujuan) Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak
kreditur. Harus dilihat apakah kredit akan digunakan untuk hal-hal positif yang benar-benar dapat meningkatkan income perusahaan dan harus pula diawasi agar kredit tersebut benar-benar diperuntukan untuk tujuan seperti diperjanjikan dalam suatu perjanjian kredit.
36
c.
Payment (Pembayaran) Harus diperhatikan pula apakah sumber pembayaran kredit dari calon debitur
cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian diharapkan bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar kembali oleh debitur yang bersangkutan. Dalam hal ini harus dilihat dan analisis apakah setelah pemberian kredit nanti, debitur punya sumber pendapatan dan apakah pendapatan tersebut mencukupi untuk membayar kembali kreditnya. d.
Profitability (Perolehan Laba) Unsur perolehan laba oleh debitur tidak kurang pentingnya dalam suatu
pemberian kredit. Untuk itu, kreditur harus berantisipasi apakah laba yang akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar daripada bunga yang dipinjam dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kembali kredit. e.
Protection ( Perlindungan) Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan debitur untuk
itu perlindungan dari kelompok perusahaan atau jaminan dari holding atau jaminan pribadi pemilik perusahaan penting diperhatikan terutama untuk berjagajaga sekiranya terjadi hal-hal di luar skenario atau di luar prediksi semula. 3.
PRINSIP 3R Disamping prinsip 5C dan 5P bank dalam memberikan kredit juga
menggunakan prinsip 3 R yaitu :
37
a.
Returns ( Hasil yang Diperoleh) Hasil yang diperoleh debitur, dalam hal ini ketika kredit telah dimanfaatkan
dan dapat diantisipasi oleh calon kreditur. Artinya perolehan tersebut mencukupi untuk membayar kembali kredit beserta bunga, ongkos-ongkos, disamping membayar keperluan perusahaaan yang lain seperti untuk cash flow, kredit lain jika ada dan sebagainya. b.
Repayment (Pembayaran Kembali) Kemampuan bayar dari pihak debitur tentu saja juga mesti dipertimbangkan,
yaitu apakah kemampuan membayar tersebut match dengan schedule pembayaran kembali dari kredit yang akan diberikan bank ini merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. c.
Risk Bearing Ability ( Kemampuan Mananggung Risiko) Hal lain yang perlu diperhitungkan juga sejauh mana terdapatnya kemampuan
debitur untuk menanggung resiko. Misalnya dalam hal terjadi hal-hal di luar antisipasi kedua belah pihak. Terutama jika dapat menyebabkan timbulnya kredit macet. Untuk itu, harus diperhitungkan apakah misalnya jaminan dan atau asuransi barang atau kredit sudah cukup aman menutupi risiko tersebut.
38
Disamping prinsip-prinsip diatas beberapa prinsip lain dalam hal pemberian kredit yang berhubungan dengan debitur yang harus diperhatikan oleh suatu bank yaitu:37 a.
Prinsip Matching Dalam hal ini harus match antara pinjaman dengan asset perseroan, jangan
sekali-sekali memberikan suatu pinjaman berjangka wkatu pendek untuk kepentingan pembiayaan atau investasi yang berjangka panjang. Karena hal tersebut akan mengakibatkan terjadi mis-match b.
Prinsip Kesamaan Valuta Maksudnya penggunaan dana yang didapatkan dari suatu kredit sedapat-
dapatnya haruslah digunakan untuk membiayai atau investasi dalam mata uang yang sama. Meskipun untuk itu tersedia apa yang disebut currency hedging. c.
Prinsip Perbandingan antara Pinjaman dan Modal Maksudnya mestilah ada hubungan yang prudent antara jumlah pinjaman
dengan besarnya modal. Jika pinjamannya terlalu besar disebut perusahaan dengan high gearing, sebaliknya jika pinjamannya kecil dibandingkan dengan modalnya disebut low gearing. Post permodalan earning yang akan didapat oleh perusahaan tidak fixed, yaitu dalam bentuk dividen, sementara cost terhadap suatu pinjaman yaitu dalam bentuk bunga relatif tetap. Oleh karena itu, kelangsungan
37
Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, op.cit, h.276.
39
suatu perusahaan akan terancam jika antara jumlah pinjaman dengan besarnya modal tidak reasonable. d.
Prinsip Perbandingan antara Pinjaman dan Aset Alternatif lain untuk menekan risiko dari suatu pinjaman adalah dengan
memperbandingkan antara besarnya pinjaman dengan asset, juga dikenal dengan gearing ratio. Biasanya klasifikasi dari gearing ratio terdiri atas rasio rendah (620%), sedang (20-40), dan tinggi (diatas 40 %). 2.2 Perjanjian Kredit 2.2.1 Pengertian perjanjian kredit Salah satu fungsi perbankan sebagai penyalur dana masyarakat dengan cara memberikan kredit melahirkan hubungan hukum antara bank (kreditur) dan nasabah peminjam dana (debitur). Jane P. Mallor dalam bukunya yang berjudul Business Law : The Ethical And E-commerce Enviorment menyatakan “To minimize his credit risk, a creditor may contract for security”. 38 Berdasarkan pernyataan tersebut sebelum memberikan kredit kepada debitur, bank sebagai kreditur mengadakan suatu perjanjian atau kesepakatan untuk memperkecil resiko dan guna mengamankan pemberian kredit. Bentuk hubungan hukum antara bank dan nasabah peminjam dana adalah kesepakatan pinjam meminjam yang dalam praktik perbankan dinamakan dengan perjanjian kredit (akad kredit). Perjanjian kredit berisi suatu janji oleh kreditur untuk memberikan sejumlah dana dan suatu janji oleh debitur untuk membayar kembali dana tersebut pada tanggal tertentu. 38
Jane P. Mallor, 2010, Business Law : The Ethical And E-commerce Enviorment, McGraw-Hill Companies, New York, h.719.
40
Sebelum menguraikan mengenai pengertian perjanjian kredit, terlebuh dahulu dapat diuraikan mengenai pengertian perjanjian. Menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian adalah peristiwa dimana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing- masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan.39 Dilihat dari jenis perjanjian, perjanjian kredit bank merupakan perjanjian timbal balik artinya jika pihak nasabah debitur tidak memenuhi isi perjanjian maka salah satu pihak dapat menuntut pihak lainnya sesuai dengan jenis prestasinya. Penyerahan uang dalam perjanjian kredit bank merupakan perjanjian sepihak, artinya jika pihak tidak merealisasikan pinjaman uang, maka nasabah debitur tidak dapat menuntut bank dengan alasan ingkar janji, demikian juga sebaliknya kalau nasabah debitur tidak mau mengambil pinjaman uang setelah diberitahukan oleh bank, maka bank tidak dapat menuntut nasabah debitur.40 Dalam praktik perbankan perjanjian kredit umumnya dibuat secara tertulis baik dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik. Dengan bentuk tertulis para pihak tidak dapat mengingkari apa yang telah diperjanjikan dan ini akan merupakan bukti kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu kepada kredit yang telah disalurkan atau juga dalam hal ingkar janji oleh pihak bank. Dasar hukum perjanjian kredit dapat dilihat dalam pasal 1 butir 11 UU Perbankan. Dalam pasal 39
Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, h.71. Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, op.cit, h.318.
40
41
tersebut menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat berdasarkan perjanjian. Perjanjian itu lahir berdasarkan kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan peminjam dana. Perjanjian tersebut lazim disebut perjanjian kredit. R. Subekti berpendapat bahwa : “Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam- meminjam sebagaimana diatur dalam KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769”.41 Kemudian Marhaenis Abdul Hay mengemukakan pendapat yang sama bahwa perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII Buku III KUHPerdata. Kemudian pendapat senada dikemukakan pula oleh Mariam Darus Badrulzaman yang menyatakan bahwa : “ Dari rumusan yang terdapat di dalam UU Perbankan mengenai pengertian kredit, dapat disimpulkan dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam meminjam di dalam KUHPerdata pasal 1754. Perjanjian pinjam meminjam ini juga mengandung makna yang luas, yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah”42
41
Rachmad Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,h.261. 42 Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, op.cit, h.314.
42
Djuhaendah Hasan mengemukakan pendapat yang berbeda, beliau berpendapat bahwa perjanjian kredit tidak tepat dikatakan dikuasai oleh ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum, karena antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terdapat beberapa hal berbeda. Perbedaan dimaksud anatara lain : 1. Perjanjian kredit selalu bertujuan dan tujuan tersebut biasanya berkaitan dengan program pembangunan, biasanya dalam perjanjian kredit sudah ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima tersebut, sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam tidak ada ketentuan tersebut dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas 2. Dalam perjanjian kredit sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank atau lembaga pembiayaan dan tidak mungkin diberikan oleh individu, sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam pemberi pinjaman dapat oleh individu 3. Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan pinjam- meminjam. Bagi perjanjian pinjam-meinjam berlaku ketentuan umum dari Buku III dan Bab XIII Buku III KUHPerdata, sedangkan bagi perjanjian kredit akan berlaku ketentuan dalam Undang- Undang 1945, ketentuan bidang ekonomi dalam GBHN, ketentuan umum KUHPerdata, Undang-Undang Perbankan, Paket Kebijaksanaan Pemerintah dalam Bidang Ekonomi, terutama bidang Perbankan, Surat Edaran Bank Indonesia dan sebagainya 4. Pada perjanjian kredit telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman harus disertai bunga, imbalan atau pembagian hasil, sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam hanya berupa bunga saja dan bunga inipun baru ada apabila diperjanjikan 5. Pada perjanjian kredit bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur akan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan, baik materiil maupun immateriil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam- meminjam jaminan merupakan pengaman bagi kepastian pelunasan utang dan inipun baru ada apabila diperjanjikan, dan jaminan ini hanya merupakan jaminan secara fisik atau materiil saja.43 Perjanjian kredit bank tidak identik dengan perjanjian pinjam meminjam sebagaimana dimaksud dalam KUHPerdata baik ditilik dari segi pengertian,
43
Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, op.cit, h.315-316.
43
subjek pemberi kredit, pengaturan, tujuan dan jaminannya. Perjanjian kredit bank merupakan perjanjian pendahuluan (voorovereenkomst) dari penyerahan uang yang bersifat konsensual riil dan merupakan perjanjian tidak bernama (onbeniem de overeentskomst). Namun tidak dapat dipungkiri bahwa perjanjian kredit bank tersebut lahir karena adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang merupakan dasar hubungan hukum antara bank dengan nasabah peminjam dananya, dengan beberapa karakter tertentu. 2.2.2 Syarat- syarat sahnya perjanjian kredit Syarat-syarat sahnya perjanjian kredit terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata antara lain sebagai berikut : 1.
Adanya kesepakatan Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau
lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan. Dengan adanya kata sepakat maka perjanjian itu telah terjadi atau terwujud. Sejak saat itu pula perjanjian menjadi mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan. Sehubungan dengan hal tersebut, berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata pada prinsipnya kekuatan mengikat perjanjian setelah tercapainya kata sepakat sangat kuat sekali. Sehingga suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau suatu perjanjian tidak boleh ditarik kembali secara sepihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Menurut pasal 1321 KUHPerdata
44
kata sepakat tidak sah apabila diperoleh karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau tipuan. 2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Pasal 1330 KUHPerdata menentukan bahwa tidak cakap dalam membuat perjanjian adalah a.
Orang-orang yang belum dewasa Menurut pasal 330 KUHPerdata Orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum genap berumur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.44
b.
Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan. Mereka yang dibawah pengampuan sesuai ketentuan pasal 433 KUHPerdata adalah orang dungu, sakit otak, mata gelap dan boros. Mereka yang dibawah pengampuan harus dibuktikan di mana orang yang bersangkutan telah ditaruh dibawah pengampuan berdasarkan penetapan pengadilan.
c.
Orang-orang perempuan dalam hal ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Dalam Pasal 108 KUHPerdata menyatakan bahwa wanita yang telah bersuami tidak cakap membuat perjanjian dan karenanya ia harus meminta ijin dari suaminya.
3.
Hal tertentu Hal tertentu adalah menyangkut objek perjanjian baik berupa barang atau jasa
yang dapat dinilai dengan uang. Dalam pasal 1333 KUHPerdata menentukan 44
I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara, Tanpa Tahun Terbit, Implementasi Ketentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press,Denpasar, h.57.
45
bahwa barang yang menjadi objek perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya misalnya jenis barang yang tampak oleh mata dapat ditentukan dengan cara menghitung, menimbang, mengukur, menakar, menentukan batas, menentukan kualitas. 4.
Suatu sebab yang halal Syarat yang terakhir adalah suatu sebab yang halal, dimana untuk membuat
suatu perjanjian menjadi sah menurut pasal 1320 KUHPerdata adalah harus terpenuhinya unsur sebab yang halal. Suatu sebab yang halal adalah sebab yang dibenarkan oleh undang-undang, ketertiban umum, kebiasaan, kepatutan dan kesusilaan. Dalam pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian dinyatakan tidak memiliki kekuatan jika dibuat tanpa sebab atau dibuat berdasarkan sebab yang palsu atau sebab yang terlarang. Syarat pertama dan kedua dalam pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat subjektif karena menyangkut subjek yang membuat perjanjian. Bila syarat ini tidak terpenuhi maka perjanjian atas permohonan yang bersangkutan dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim yang berlaku sejak putusan hakim memperoleh kekuatan hukum tetap. Syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena menyangkut objek dari perjanjian dan bila salah satu dari syarat tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum dimana perjanjian tersebut dianggap tidak pernah terjadi atau tidak pernah ada.
46
2.2.3 Fungsi perjanjian kredit Perjanjian kredit ini memperoleh perhatian khusus baik oleh pihak bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit ini mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, dan penatalaksanaan kredit tersebut. Perjanjian kredit berfungsi sebagai panduan bank dalam perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian, dan pengawasan dalam pemberian kredit yang dilakukan oleh bank sehingga bank tidak dirugikan dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank terjamin dengan sebaik-baiknya. Menurut Ch. Gatot Wardoyo perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi diantaranya :45 1.
Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.
2.
Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara debitur.
3.
Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
2.2.4 Asas-asas perjanjian kredit 1.
Asas kebebasan berkontrak Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dimuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.46
45
Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, op.cit, h. 323. Salim H.S, 2010, Hukum Kontrak. Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika Offset,Jakarta, h.9. 46
47
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :
2.
a.
Membuat atau tidak membuat perjanjian
b.
Mengadakan perjanjian dengan siapapun
c.
Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
d.
Menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan
Asas konsensualitas Asas konsesualitas memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian
yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan. Meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang telah mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, (atau yang berkewajiban memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-bentuk formalitas.47 Ketentuan mengenai konsensualitas ini dapat ditemui dalam rumusan pasal 1320 KUHPerdata bahwa untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat yaitu : a.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
b.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c.
Suatu pokok persoalan tertentu
d.
Suatu sebab yang halal 47
Kartini dan Gunawan Widjaja, 2010, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT RajaGrafindo, Jakarta, h.34.
48
3.
Asas personalitas Asas kepribadian atau personalitas merupakan asas yang menentukan bahwa
seseorang yang akan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi : “ Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Inti ketentuan ini adalah bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingannya dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi : “ Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.48 4.
Asas pacta sunt servanda Asas Pacta Sunt Servanda disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas
ini berhubungan dengan akibat perjanjian.49 Ketentuan asas pacta sunt servanda terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang. Artinya para pihak wajiib menaati dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana menaati undang-undang. Akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan para pihak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata yang berbunyi : suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu 48 49
Salim H.S, op.cit, h.12. Salim H.S, op.cit, h.10.
49
5.
Asas itikad baik Ketentuan mengenai asas itikad baik terdapat dalam pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad merupakan asas bahwa para pihak yaitu kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik para pihak. Asas itikad baik dibagi menjadi dua yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut normanorma hukum yang objektif.50 2.3 Bank Perkreditan Rakyat 2.3.1 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan jenisnya, bank dibedakan menjadi dua yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (selanjutnya disebut BPR). Menurut Pasal 1 ayat (3) UU Perbankan Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan BPR menurut pasal Pasal 1 ayat (4) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Ketentuan dalam pasal 21 UU Perbankan bentuk hukum BPR dapat berupa :
50
Salim H.S,loc.cit.
50
a. Perusahaan Daerah b. Koperasi c. Perseroan Terbatas d. Bentuk lain yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Pasal 13 UU Perbankan usaha BPR meliputi: a.
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
b.
memberikan kredit
c.
menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d.
menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.
BPR dalam menjalankan usahanya dibatasiMenurut pasal 14 UU Perbankan BPR dilarang : a.
menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran
b.
melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
c.
melakukan penyertaan modal
d.
melakukan usaha perasuransian
e.
melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
BPR hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Bank Indonesia. BPR hanya dapat didirikan oleh:51
51
Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, h. 176.
51
a.
Warga Negara Indonesia
b.
Badan hukum yang seluruh pemiliknya warga Negara Indonesia
c.
Pemerintah Daerah
d.
Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud diatas
2.3.2 PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli
Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat “ Bank Pasar “ Kabupaten Bangli (PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli) adalah sebuah Lembaga Keuangan yang bergerak dalam bidang perbankan dengan kegiatan penggalangan dan penyaluran dana, dari dan untuk masyarakat, dengan status Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Bangli berdasarkan Surat Keputusan dan Ijin Menteri Keuangan Republik Indonesia No. S – KET – 265/DJM/III.3/6/1974 tanggal 5 Juni 1974.
Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat “Bank Pasar”
Kabupaten
Bangli ( PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli), berdiri sejak tanggal 21 Februari 1968 pada mulanya bernama Perusahaan Daerah Bank Pasar Kabupaten Daerah Tingkat II Bangli didirikan dengan Peraturan Daerah Nomor II/PD/DPRD.GR/1967. PD Bank Pasar Kabupaten Daerah Tingkat II Bangli mulai beroperasi pada tanggal 21 Pebruari 1968.
Tahun 1973 Peraturan Daerah Nomor II/PD/DPRD.GR/1967 diadakan perubahan pertama dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 2/DPRD/1973, tanggal 30 Juni 1973. Selama lebih dari 2 dasa warsa berdiri,
52
Perusahaan ini mengalami beberapa kali pergantian nama sejalan dengan perubahan Peraturan Daerah. Pada Tahun 1994, seiring dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bangli Nomor 7 Tahun 1994, PD Bank Pasar Kabupaten Daerah Tingkat II Bangli diubah namanya menjadi PD BPR “ Bank Pasar “ Kabupaten Daerah Tingkat II Bangli dan Perubahan terakhir pada Tanggal 5 Desember 2006 dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bangli Nomor 7 Tahun 1994 tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat “ Bank Pasar “ Kabupaten Daerah Tingkat II Bangli maka namanya menjadi Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat “ Bank Pasar “ Kabupaten Bangli. Berdasarkan Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Bank Pasar Kabupaten Bangli Nomor : 07 Tahun 2015 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Bank Pasar Kabupaten Bangli adalah sebagai berikut :
a.
Bupati
b.
Dewan Pengawas
c.
Direksi yang terdiri dari
1. Direktur Utama 2. Direktur
d.
Satuan Pengawasan Intern
e.
Fungsional Legal dan Resiko
f.
Ketua Bagian Pemasaran
53
g.
Kepala Bagian Operasional
h.
Kepala Bagian Kredit
i.
Ketua Bagian Pembinaan Debitur
Berdasarkan struktur organisasi tersebut maka dapat dideskripsikan jabatan pada PD. BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli adalah sebagai berikut: a.
Bupati sebagai Kepala Daerah mewakili Pemerintah Kabupaten Bangli dimana Bupati ditunjuk sebagai pemilik dan pemegang saham BPR Daerah berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah (selanjutnya disebut Permendagri Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BPR Milik Perusahaan Daerah) .
b.
Dewan pengawas adalah dewan pengawas BPR daerah yang berbentuk perusahaan daerah. Wewenang Dewan Pengawas berdasarkan pasal 16 Permendagri Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BPR Milik Perusahaan Daerah adalah 1.
menyampaikan rencana kerja tahunan dan anggaran BPR Daerah kepada Kepala Daerah untuk mendapatkan pengesahan
2.
meneliti neraca dan laporan laba rugi yang disampaikan direksi untuk mendapat pengesahan Kepala Daerah
3.
memberikan pertimbangan dan saran, diminta atau tidak diminta kepada Kepala Daerah untuk perbaikan dan pengembangan BPR Daerah
4.
meminta keterangan Direksi mengenai hat-hat yang berhubungan dengan pengawasan dan pengeloaan BPR Daerah
54
5.
mengusulkan pemberhentian sementara anggota direksi kepada Kepala Daerah
c.
Direksi terdiri dari Direktur Utama dan Direktur. Berdasarkan Pasal 35 (1) Permendagri Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BPR Milik Perusahaan Daerah Direksi mempunyai tugas menyusun perencanaan, melakukan koordinasi dan pengawasan seluruh kegiatan operasional BPR Daerah. Direksi juga memiliki wewenang yang diatur dalam pasal 37 Permendagri Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BPR diantaranya 1. mengurus kekayaan BPR Daerah 2. mengangkat dan memberhentikan pegawai BPR Daerah berdasarkan Peraturan Kepegawaian BPR Daerah yang bersangkutan 3. menetapkan susunan organisasi dan tata kerja BPR Daerah dengan persetujuan Dewan Pengawas 4. mewakili BPR Daerah di dalam dan di luar pengadilan 5. menunjuk seseorang kuasa atau lebih untuk melakukan perbuatan hukum tertentu mewakili BPR Daerah, apabila dipandang perlu 6. membuka Kantor Cabang atau Kantor Kas berdasarkan persetujuan Kepala Daerah atas pertimbangan Dewan Pengawas dan berdasarkan peraturan perundang-undangan 7. membeli, menjual atau dengan cara lain mendapatkan atau melepaskan hak atas aset milik BPR Daerah berdasarkan persetujuan Kepala Daerah atas pertimbangan Dewan Pengawas
55
d.
Satuan Pengawas Intern (SPI) memiliki tugas : 1. melakukan control terhadap bendel atau dokumen- dokumen kredit dengan prioritas 50 juta keatas 2. meneliti kolektibilitas, prosedur dan laporan-laporan kredit yang bersifat non performing loan serta membuat laporan hasil pemeriksaan dan disampaikan kepada Direksi sebagai informasi management untuk diambil langkah-langkah atau tindakan pembenahan. 3. membantu Direksi di dalam mencapai sasaran yang diharapkan 4. bertanggung
jawab
atas
terselenggaranya
pelaksanaan
tugas
pemeriksaan yang independent 5. mengkaji atas kewajaran suku bunga, biaya denda dan ongkos-ongkos lainnya yang dibebankan kepada nasabah 6. mengikuti atau memonitor perkembangan pendapat dari unit- unit organisasi, kemudian dibandingkan dengan anggaran e.
Fungsional Legal dan Resiko memiliki tugas yaitu : 1. mengkaji dan mengawasi proses hukum kredit termasuk lelang terkait nasabah dan perusahaan baik melalui KPKNL maupun pengadilan 2. melakukan tugas-tugas lainnya terkait fungsi kepatuhan dan resiko
f.
Ketua Bagian Pemasaran memiliki tugas yaitu : 1. melakukan fungsi management di bidang pemasaran 2. membuat data potensi pasar di wilayah operasional PD.BPR Bank Pasar Kabupaten Bangli dan membagi segmen-segmen pasar sesuai dengan kebutuhan bank
56
g.
Ketua Bagian Operasional memiliki tugas yaitu : 1. bertanggung jawab atas terpeliharanya dan dalam mengembangkan system aplikasi secara bertahap sesuai kebutuhan perkembangan informasi dan teknologi secara bertahap sesuai dengan memperhatikan asas manfaat efisien 2. bertanggung jawab atas arsip-arsip bukti transaksi baik kas dan non kas
h.
Ketua Bagian Kredit memiliki tugas yaitu : 1. melaksanakan penelitian untuk memastikan kebenaran proses kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku 2. bertanggung jawab atas pengkinian data nasabah kredit 3. bertanggung jawab atas keamanan dokumen- dokumen penting di bagian kredit
i.
Ketua Bagian Pembinaan Debitur memiliki tugas yaitu : 1. melaksanakan penanganan kredit macet melalui proses negosiasi maupun proses hukum 2. melakukan fungsi management terhadap kegiatan pada bagian pembinaan dan menyusun strategi untuk mencapaui target yang telah ditetapkan 3. aktif memberikan saran atau pendapat kepada direksi mengenai masalah masalah yang berkaitan dengan tugasnya