BAB II PERJANJIAN KREDIT BANK DALAM PEMBERIAN KREDIT OLEH BANK
A. Pengertian perjanjian kredit dan dasar hukumnya Secara umum dapatlah dikatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu timbullah suatu hubungan antara dua orang yang dinamakan perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian katakata yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 29 Tentang perjanjian ini diatur dalam buku III KUHPerdata perihal hukum perikatan yang sistematikanya terbagi atas dua bagian, yaitu bagian umum dan khusus. Antara bagian umum dan bagian khusus ini ada hubungannya satu sama lain, yaitu suatu hubungan dimana asas-asas bagian umum dari perikatan berlaku juga bagi perjanjian tertentu sebagaimana yang tercantum/diisyaratkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menentukan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Dalam hukum perjanjian yang didasarkan pada KUHPerdata berlaku suatu asas yang dinamakan asas konsensualisme yang artinya bahwa perjanjian itu sudah sah dan mengikat apabila kedua belah pihak sudah sepakat mengenai hal yang pokok dan tidak diperlukan suatu formalitas. Asas konsensualisme yang terdapat dalam
29
R.Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1985), hal.25.
Universitas Sumatera Utara
buku perjanjian lazimnya disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan: 1. Adanya kesepakatan Sepakat berarti bahwa kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus benar-benar menyetujui isi perjanjian tersebut. Jadi, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya secara bebas atau suka rela. Menurut Pasal 1321 KUHPerdata kata sepakat tidak sah apabila diperoleh karena paksaan, kekhilafan dan penipuan.Yang dimaksud paksaan adalah paksaan rohania atau paksaan jiwa, bukan paksaan badan (fisik) misalnya, seseorang diancam atau ditakut-takuti sehingga menyetujui suatu perjanjian. Sedang kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf mengenai barang yang menjadi pokok perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian sedemikian rupa, sehingga apabila tidak khilaf ia tidak aakan memberikan persetujuan.Penipuan terjadi apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangna palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk memberikan persetujuan. 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan bahwa orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah : a. Orang yang belum dewasa; b. Mereka yang dibawah pengampuan
Universitas Sumatera Utara
c. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Kecakapan harus ada pada subjek yang membuat prjanjian karena ia harus mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatannya akibat adanya perjanjian tersebut. KUHPerdata memberikan batas usia dewasa yaitu 21 atau sudah kawin, sedangkan UU Perkawinan memberikan batas usia dewasa itu 18 tahun. Orang yang berada di bawah pengampuan adalah orang dewasa yang boros atau yang tidak sehat pikirannya, karenanya orang ini tidak dapat berbuat bebas terhadap kekayaannya sehingga ia berada dibawah pengawasan pengampunya. Dalam Pasal 108 KUHPerdata dinyatakan bahwa wanita yang telah bersuami tidak cakap untuk membuat perjanjian dan karenanya ia harus minta ijin dari suaminya. Namun Mahkamah Agung telah mengeluarkan S.E.M.A No. 3 tahun 1963 yang isinya antara lain agar para hakim tidak lagi menerapkan Pasal 108 KUHPerdata dalam pertimbangan hukumnya. Setelah keluarnya UU Perkawinan tahun 1974 dalam Pasal 31 ayat 1 dengan jelas mengatakan bahwa hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan di masyarakat dan dalam ayat 2 dijelaskan bahwa masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. 3. Mengenai hal tertentu
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 1333 dan Pasal 1334 KUHPerdata dinyatakan bahwa paling tidak objek perjanjian itu harus dapat ditentukan jenisnya, baik benda itu berwujud maupun tidak berwujud. Objek perjanjian dapat berupa benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari. 4. Suatu sebab yang halal Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah maksud dan tujuan perjanjian itu sendiri. Dalam Pasal 1335 KUHPerdata dinyatakan bahwa perjanjian dinyatakan tidak mempunyai kekuatan jika dibuat tanpa sebab atau dibuat berdasarkan sebab yang palsu atau sebab yang terlarang. Perjanjian yang dibuat tanpa sebab, misalnya, jika dibuat suatu perjanjian Novasi atau suatu perjanjian yang tidak ada sebelumnya. Perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang palsu untuk menutupi sebab yang sebenarnya, misalnya, jual beli narkotika untuk sebab pengobatan ternyata untuk pemakaian secara bebas, sedang sebab yang terlarang adalah sebab yang bertentangan dengan undangundang, ketertiban umum dan kesusilaan. Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat subjektif karena menyangkut orang atau subjek yang membuat perjanjian, bila syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian atas permohonan yang bersangkutan dapat dimintakan pembatalanya kepada hakim yang berlaku sejak putusan hakim memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Sedang syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena mengenai objek dari perjanjian dan bila salah satu dari syarat tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum dimana perjanjian itu dianggap tidak pernah ada sejak semula dan pembatalan ini juga
Universitas Sumatera Utara
harus dimintakan kepada hakim dimana syarat-syarat yang terdapat pada Pasal 1320 KUHPerdata berlaku juga di dalam perjanjian kredit yang merupakan perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian yang diatur dalam bagian khusus harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Lembaga perbankan merupakan lembaga yang bertujuan mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Perbankan bahwa : ”Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak” Kebutuhan
keuangan
atau
dana
merupakan
hal
principal
agar
terselenggaranya kegiatan dunia usaha dan perdagangan, oleh karena itu keterbatasan keuangan atau dana akan menjadi penghambat dalam menjaga kelancaran usaha dan perdagangan tersebut, karena tidak dapat dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan untuk menyelenggarakan mengandalkan lembaga keuangan bank dengan meminta fasilitas kredit. .Kata “kredit” berasal dari bahasa latin yaitu “credere” yang berarti “kepercayaan”. Kata “kredit” dalam dunia bisnis pada umumnya diartikan sebagai kesanggupan akan meminjam uang, atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa, dengan perjanjian akan
Universitas Sumatera Utara
membayarnya kelak. 30 Pasal 1 Angka 11 UU Perbankan menyebutkan definisi dari kredit yaitu “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Perjanjian
kredit
Bank
merupakan
perjanjian
pendahuluan
(woorowereenkomst) dari penyerahan uang. Perjanjian uang ini merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima jaminan mengenai hubunganhubungan hukum antara keduanya. Bila dilihat dari sudut pandang hukum perikatan, maka syarat dan ketentuan dari perjanjian kredit ini termasuk ke dalam perjanjian sepihak. Dikatakan perjanjian sepihak karena tidak terdapat tawar menawar antara pelaku usaha dan konsumen. Inilah yang kemudian disebut sebagai perjanjian standar atau perjanjian baku. Perjanjian baku biasanya berupa sebuar formulir yang berisi kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen. Di dalam formulir tersebut pihak bank sudah mengatur mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Nantinya yang perlu dilengkapi hanga hal-hal yang bersifat subjektif, seperti waktu dan identitas. Peranan bank selaku pemberi kredit baru berfungsi apabila telah dicapai kesepakatan dalam perjanjian kredit antara pihak bank/Kreditor dengan pihak nasabah/Debitor yang selanjutnya diikuti dengan penyerahan uang kepada nasabah/Debitor oleh bank selaku Kreditor. Penyerahan uang sendiri adalah 30
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung :PT.Citra Aditya Bakti, 1996) hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
bersifat riil. Pada saat penyerahan uang dilakukan, barulah berlaku ketentuan yang berlaku dalam model perjanjian kredit kedua belah pihak. Dalam praktek perbankan menunjukkan bahwa seseorang yang bermaksud untuk mendapatkan kredit bank, memulai langkahnya dengan mengajukan permohonan kredit. Untuk itu biasanya bank telah menyediakan formulir tertentu yang harus diisi oleh pemohon kredit. Dalam formulir perjanjian tersebut berisi tentang apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang atau badan hukum untuk mengajukan kredit serta berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila permohonan kredit tersebut diberikan. Secara umum terdapat dua jenis kredit yang diberikan bank kepada nasabahnya, yaitu kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaan dan kredit ditinjau dari segi jangka waktunya. Menurut segi penggunaannya, kredit dibagi menjadi : 1. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usahanya. 2. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang yang perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Sedangkan jenis kredit ditinjau dari segi jangka waktunya dapat berupa : 1.
Kredit Jangka Pendek, yaitu kredit yang diberikan tidak lebih dari satu tahun.
2.
Kredit Jangka Menengah, yaitu kredit dengan jangka waktu lebih dari satu tahun tapi tidak lebih dari tiga tahun.
3.
Kredit Jangka Panjang, yaitu kredit dengan jangka waktu lebih dari tiga tahun.
Perjanjian kredit dalam prakteknya mempunyai 2 bentuk
Universitas Sumatera Utara
1. Perjanjian dalam bentuk Akta Bawah Tangan (diatur dalam Pasal 1874 KUHPerdata) Akta bahwa tangan mempunyai kekuatan hukum pembuktian apabila tanda tangan yang ada dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatanganinya. Supaya akta bawah tangan tidak mudah dibantah maka diperlukan legalisasi oleh No.taris yang berakibat akta bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta otentik 2. Perjanjian dalam bentuk Akta Otentik (diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata) Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna yang artinya akta otentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan atau menyelidiki keabsahan tanda tangan dari para pihak.
Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (Kreditor) disatu pihak dan Penerima utang (Debitor) di lain pihak. Namun dalam pemberian kredit tersebut haruslah memenuhi unsur- unsur pokok kredit, yaitu : 31 1. Kepercayaan, setiap pelepasan kredit dilandasi dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh Debitor sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan. 2. Waktu, pelepasan kredit oleh bank dan pembayaran kembali oleh Debitor dipisahkan oleh tenggang waktu.
31
HR Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2005) hal. 24-125
Universitas Sumatera Utara
3. Risiko, pelepasan kredit jenis apapun akan terkandung resiko di dalamnya yaitu resiko yang terkandung dalam jangka waktu antara pelepasan kredit dan pembayaran kembali. 4. Prestasi, setiap terjadi kesepakatan antara bank dan Debitor mengenai suatu pemberian kredit, pada saat itu pula terjadi suatu prestasi dan kontra prestasi Dalam prakteknya pemufakatan yang telah dicapai itu tidaklah diiringi dengan penyerahan uangnya, sebab pencairan kredit tersebut harus ada persetujuan
berupa
penegasan
dari
bank/Kreditor
bahwa
pemohon
nasabah/Debitor sudah boleh menerima atau mengambil dan mempergunakan kredit itu Setelah syarat-syarat yang berkenaan dengan permohonan kredit tersebut terpenuhi, maka Bank dalam hal ini melakukan analisa kredit dengan melakukan penilaian apakah permohonan kredit tersebut dapat diteruskan/diajukan kepada direksi atau tidak. Apabila menurut penilaian pemohon dapat diteruskan kepada Direksi, maka permohonan kredit ini kemudian dimintakan persetujuan Direksi dan dalam hal tertentu juga dapat memintakan persetujuan Komisaris. Dalam hal permohonan kredit tersebut disetujui, maka dilakukanlah penandatanganan persetujuan pemberian kredit tersebut dalam bentuk “perjanjian kredit”. 32 Dalam ketentuan Pasal 9 dan Pasal 4 huruf b Undang-Undang Perbankan secara tegas disebutkan bahwa yang memberikan kredit adalah bank, baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat sedangkan yang menerima kredit secara tegas tidak disebutkan. Bank dalam menilai suatu permintaan kredit yang diajukan 32
H.M Hazniel Harun, Aspek-aspek Hukum Perdata Dalam Pemberian Kredit Perbankan, (Jakarta: Ind-Hill-Co, 1994), hal 5-6.
Universitas Sumatera Utara
oleh pemohon kredit/calon penerima kredit berpedoman pada faktor-faktor sebagai berikut: 1. Watak atau Characteristic Maksud watak disini adalah kepribadian, moral dan kejujuran pemohon kredit apakah, dia dapat memenuhi kewajibannya dengan baik sesuai dengan perjanjian kredit tersebut atau yang akan diadakan. 2. Kemampuan atau Capacity Maksudnya adalah kemampuan mengendalikan, memimpin, menguasai bidang usahakanya, kesungguhan dan melihat perspektif masa depan, sehingga usaha pemohon kredit berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan. 3. Modal atau Capital Maksudnya adalah pemohon kredit itu wajib memiliki modal sendiri sebab adanya modal sendiri menunjukkan pemohon itu adalah pengusaha lalu untuk mengembangkan perusahaannya perlu mendapat kredit dari bank yang mana kredit ini berfungsi sebagai tambahan modal. 4. Jaminan atau Collateral Maksudnya adalah kekayaan yang dapat dilihat sebagai jaminan guna pelunasan hutang dikemudian hari seandainya penerima kredit tidak melunasi hutangnya. 5. Kondisi ekoNo.mi atau Condition of EcoNo.my Maksudnya adalah situasi ekoNo.mi dalam jangka waktu tertentu akan memungkinkan pemohon kredit memperoleh keuntungan yang menurut perhitungan didapat dari kegunaan kredit itu.
Universitas Sumatera Utara
Kelima faktor-faktor tersebut dinamakan Analisa Kredit yang merupakan ukuran kemampuan penerima kredit untuk mengembalikan pinjaman kreditnya dari kelima faktor analisa kredit ini mengandung 3 (tiga) unsur pokok yaitu ; 33 1. Unsur Subjektif, yaitu berupa modal 2. Unsur Objektif, yaitu berkenaan dengan organisasi, administrasi, modal dan keadaan ekoNo.mi 3. Unsur Yuridis, yaitu yang berkenaan dengan struktur yuridis dari badan usaha penerima kredit dari bank. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri Kreditor, yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada Debitor, dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari Debitor pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat perjanjian pemberian kredit tersebut disetujui oleh para pihak. Hak dan kewajiban Debitor adalah bertimbal balik dengan hak dan kewajiban Kreditor. Jadi dari berdasarkan hal tersebut di atas , diketahui bahwa: 1. Pemberi kredit adalah bank. 2. Penerima kredit adalah pihak yang memberikan jaminan dan memnuhi syaratsyarat dalam analisa kredit.
B. Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Sutan Remy Sahdeini mengartikan perjanjian kredit sebagai perjanjian bank sebagai Kreditor dengan nasabah sebagai Debitor mengenai penyediaan
33
Mariam Darus Badzulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Medan : 1978), hal. 71-72.
Universitas Sumatera Utara
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah Debitor untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tetentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. 34 Perjanjian Kredit merupakan perjanjian antara pihak bank dengan pihak nasabah. Dengan melihat bentuk perjanjiannya, maka sebenarnya perjanjian kredit merupakan perjanjian yang tergolong dalam jenis perjanjian pinjam pengganti. Meskipun adanya, namun perjanjian kredit tetap merupakan perjanjian khusus karena didalamnya terdapat adanya kekhususan, dimana pihak Kreditor adalah pihak bank sedangkan objek perjanjian berupa uang. 35 1. Pihak Bank Sesuai dengan Pasal 5 Ayat 1 UU Perbankan, bank terbagi dalam dua jenis yaitu : a. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan atau memberikan perhatian yang lebih besar pada kegiatan tertentu. b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Menurut pembagiannya, Bank dapat dibeda-bedakan menjadi :
34
Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2008), hal.78. 35 Gatot Supramono, Perbankan dan Permasalahan Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis (Jakarta: Djambatan, 1996), hal. 62.
Universitas Sumatera Utara
a. Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya
1) Bank Sentral
Menurut UU No. 23 Tahun 1999 jo UU No.3 Tahun 2004 jo UU No. 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan serta menjalan fungsi sebagai lender of the last resort. Bank sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia.
2) Bank Umum
Pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atauberdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank). Bank umum mempunyai banyak kegiatan. Adapun kegiatan-kegiatan bank umum yang utama antara lain:
a) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan; b) memberikan kredit; c) menerbitkan surat pengakuan utang;
Universitas Sumatera Utara
d) memindahkan uang, baik untuk kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan bank itu sendiri; e) menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan atau dengan pihak ketiga; f) menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; dan g) melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
3) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum. BPR dalam melakukan kegiatannya tidak sama dengan kegiatan yang dilakukan oleh bank konvensional (bank umum). Ada kegiatankegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh BPR, yaitu:
a) menerima simpanan berupa giro, b) mengikuti kliring, c) melakukan kegiatan valuta asing, d) melakukan kegiatan perasuransian
Adapun bentuk kegiatan yang boleh dilakukan oleh BPR meliputi hal-hal berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
a) Menghimpun dana dalam bentuk simpanan tabungan dan simpanan deposito. b) Memberikan pinjaman kepada masyarakat. c) Menyedikan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah.
b. Jenis Bank berdasarkan Kepemilikannya
Apabila ditinjau dari segi kepemilikannya, jenis bank terdiri atas bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, dan bank milik swasta asing.
1) Bank Milik Pemerintah
Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi, contoh, Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya.
2) Bank Milik Swasta Nasional
Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga dipertunjukkan untuk swasta pula, contohnya, Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.
3) Bank Milik Asing
Universitas Sumatera Utara
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri, contohnya, ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain.
c. Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya
1) Bank Konvensional
Pengertian kata “konvensional” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah “menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “berdasarkan kesepakatan umum” seperti adat, kebiasaan, kelaziman. Berdasarkan pengertian itu, bank konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan dengan metode bagi hasil. Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat, penjamin emisi, dan perdagangan efek. Bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar,
Universitas Sumatera Utara
misalnya dari nasabah berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham, dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank yang paling besar. Pendapatan bank tersebut, kemudian dialokasikan untuk cadangan primer, cadangan sekunder, penyaluran kredit, dan investasi. Bank konvensional, contohnya, bank umum dan BPR. Kedua jenis bank tersebut telah kalian pelajari pada sub bab sebelumnya.
2) Bank Syariah
Sekarang ini banyak berkembang bank syariah. Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas. Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional. Penentuan harga bagi
Universitas Sumatera Utara
bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah. Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba. Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat non muslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan non muslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah, contoh bank syariah di Indonesia, yaitu, Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri.
Dilihat dari segi kemampuannya melayani masyarakat, bank umum dapat dibagi ke dalam:
a. Bank Devisa, merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara menyeluruh. b. Bank No.n Devisa, merupakan bank yang mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksankan transaksi seperti halnya bank devisa.
Terhadap jenis-jenis bank tersebut, dapat dilihat dari fungsinya serta kinerjanya, dapatlah diberikan pembagian dari masing-masing bank tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Pembagian jenis bank ini sangat penting karena terdapatnya perbedaan jenis kegiatan yang boleh dilakukan oleh bank-bank yang berbeda tersebut. Dalam hal ini kegiatan ini dapatlah disebutkan pembagiannya berdasarkan jenis karena telah diatur oleh Bank Indonesia tentang kegiatan yang boleh dan yang tidak boleh dialkukan oleh bank-bank tersebut. Jenis kegiatan yang dilakukan bank senantiasa di bawah pengawasan Bank Indonesia.
2. Pihak Nasabah Dalam peraturan bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer). Di dalam UU Perbankan dimuat tentang jenis dan pengerian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2, yakni : 36 a.
Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simapanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
b.
Nasabah Debitor, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
36
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hal 32-
33.
Universitas Sumatera Utara
Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah : a.
Nasabah Deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain.
b.
Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.
c.
Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank. Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri untuk transaksi semacam ini biasanya importer membuka letter of credit (L/C) pada suaru bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran. Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum , nasabah dapat berwujud
dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu : 37 a.
Orang Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank terbagi menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa diperuntukkan orang yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk transfer dan lain sebagainya. Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya. Konsekuensi hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat 37
Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia (Bandung: Ghalia Indonesia, 2006), hal 24-27.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian itu dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum perdata perjajian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak memenuhi syarat subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian yang dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan melalui gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang tua anak itu tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku mengikat. b.
Badan Hukum Nasabah berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan (corporate law). Adapun jenis-jenis badan hukum adalah sebagai berikut : 1) Badan hukum publik, seperti Negara atau Pemda 2) Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40 TAhun 2007 tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas terbuka yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. 3) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda. 4) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tetang Badan Usaha Milik Negara. BUMN ini terdiri dari perusahaan persero, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan
Universitas Sumatera Utara
5) Koperasi, diatur dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No.. 4 Tahun 1994 tentang persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi 6) Yayasan, diatur dalam UU No. 16 Tahun 2001, yang diubah dengan UU No. 28 tahun 2004. 7) Badan Hukum Milik Negara, diatur dalam PP No. 153 tahun 2000 tentang BUMN Universitas Indonesia. 8) Dana pensiun, diatur dalam UU No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Dalam peraturan bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer). Di dalam UU Perbankan dimuat tentang jenis dan pengerian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2, yakni : 38 a. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simapanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. b. Nasabah Debitor, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. 38
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen, (Bandung : citra Aditya Bakti, 2000), hal 32-
33
Universitas Sumatera Utara
Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah
a. Nasabah Deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain. b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya. c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank. Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri untuk transaksi semacam ini biasanya importer membuka letter of credit (L/C) pada suaru bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran. Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum , nasabah dapat berwujud dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu : 39 a. Orang Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank terbagi menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa diperuntukkan orang yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk transfer dan lain sebagainya. Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum dewasa tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang diakibatkannya. Konsekuensi 39
Try WidyoNo., Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. (Bandung: Ghalia Indonesia, 2006), hal 24-27
Universitas Sumatera Utara
hukumnya adalah bahwa perjanjian itu tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat perjanjian itu dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam hukum perdata perjajian yang dilakukan oleh pihak yang belum dewasa berarti tidak memenuhi syarat subjektif. Ancaman atas pelanggaran tersebut adalah perjanjian yang dapat dibatalkan, artinya perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang mewakili anak yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan melalui gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang tua anak itu tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian tetap sah dan berlaku mengikat. b. Badan Hukum Nasabah berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan (corporate law). Adapun jenis-jenis badan hukum adalah sebagai berikut : 1) Badan hukum publik, seperti Negara atau Pemda 2) Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40 TAhun 2007 tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas terbuka yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. 3) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur dalam UU No..32 Tahun 2004 tentang Pemda.
Universitas Sumatera Utara
4) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003 tetang Badan Usaha Milik Negara. BUMN ini terdiri dari perusahaan persero, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan 5) Koperasi, diatur dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP No. 4 Tahun 1994 tentang persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi 6) Yayasan, diatur dalam UU No. 17 Tahun 2001, yang diubah dengan UU No. 28 tahun 2004. 7) Badan Hukum Milik Negara, diatur dalam PP No. 153 tahun 2000 tentang BUMN Universitas Indonesia. 8) Dana pensiun, diatur dalam UUNo. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Dengan lahirnya Undang-Undang Perbankan Tahun 1976 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 jo UndangUndang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, maka di samping perjanjian pinjam uang yang dikenal di dalam KUHPerdata, Hukum Adat, terdapat ketentuan-ketentuan perjanjian. Kredit yang khusus berlaku bagi bank-bank dan mereka yang memperoleh kredit dari bank-bank tersebut. Pasal-Pasal 1759, 1760, 1761 dan 1762 KUHPerdata mengatur kewajibankewajiban orang yang meminjamkan. Pasal 1759 KUHPerdata menyatakan bahwa: “orang yang meminjamkan tidak dapat meminta kembali apa yang telah dipinjamkan sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam persetujuan”. Pasal 1760 KUHPerdata menyatakan jika tidak telah ditetapkan sesuatu waktu, Hakim
Universitas Sumatera Utara
berkuasa, apabila orang yang meminjamkan menuntut pengembalian pinjamannya menurut keadaan, memberikan sekedar kelonggaran kepada si peminjam. Dalam hal ini Asser Van Oven berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan di atas sebenarnya tidak mengatur kewajiban pemberi pinjaman, akan tetapi kewajiban penerima pinjaman. Satu-satunya ketentuan yang mengatur kewajiban pemberi pinjaman adalah Pasal 1753 KUHPerdata akan tetapi ketentuan itu tidak bertalian dengan perjanjian pinjam uang, karena hanya mengatur perjanjian pinjam mengganti barang. Dari ketentuan-ketentuan di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa di dalam perjanjian kredit, bank memiliki kewajiban pokok yaitu menyediakan kredit sesuai dengan tujuan kredit dan jangka waktu perjanjian. Kewajiban ini tidak bersifat mutlak Bank berhak menyimpanginya dalam hal penerima kredit tidak memenuhi syarat-syarat perjanjian itu. Untuk ini bank berhak secara sepihak dan sewaktu-waktu tanpa terlebih dahulu memberitahukan atau menegor penerima kredit, untuk tidak mengizinkan atau menolak penarikan atau penggunaan kredit lebih lanjut oleh penerima kredit dan mengakhiri jangka waktu kredit yaitu dalam hal: a. Penerima kredit tidak atau belum mempergunakan kredit ini setelah lewat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya perjanjian. b. Penerima kredit memberikan data-data yang tidak benar sehubungan dengan perjanjian. c. dan lain-lain
Universitas Sumatera Utara
Apabila kita simak dari defenisi penerima kredit sebenarnya sudah terangkum apa yang menjadi hak dan kewajiban dari penerima kredit yaitu mendapat kredit sebagai hak dan mengembalikannya kembali kepada bank.
C. Isi dari Perjanjian Pemberian Kredit Setiap kredit yang telah disepakati oleh pemberi kredit (Kreditor) dan penerima kredit (Debitor) maka wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian yaitu perjanjian kredit. Perjanjian itu sendir diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Perjanjian kredit sendiri berakar pada perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian kredit antara Bank dengan nasabah Debitor merupakan perjanjian pokok, dan sebagaimana perjanjian pada umumnya harus memenuhi syarat umum yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Dalam praktek
perbankan setiap
pemberian
kredit
bank
Wajib
menggunakan akad kredit secara tertulis sebagai alat bukti. Biasanya perjanjian tersebut berbentuk baku atau standart, yaitu perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh Bank, sedangkan pihak Debitor hanya menyetujui atau menyepakati isi perjanjian tersebut. Perjanjian dapat dibuat secara autentik maupun dibawah tangan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang Perbankan dalam Pasal 1 ayat 12 menyebutkan bahwa arti kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalah atau pembagian hasil keuntungan. Dari pengertian diatas diperoleh dapat dimengerti bahwa dalam perjanjian kredit tersebut berisi tentang unsure-unsur perjanjian, yaitu; 1. Persetujuan dan kesepakatan pinjam meminjam; 2. Adanya kesepakatan antara para pihak yang nama dan identitasnya disebutkan secara jelas dan tegas dalam perjanjian tersebut. Agar di kemudian hari tidak terjadi masalah. 3. Antara pihak bank dengan pihak lain; 4. Para pihak dapat berupa bank dengan individu, bank dengan badan hukum maupun bank dengan bank lainnya. 5. Kewajiban untuk melunasi hutangnya; 6. Adanya kewajiban untuk melunasi hutang yang apabila wanprestasi dapat menimbulkan akibat hukum secara pidana maupun perdata. Debitor bertanggung jawab penuh dalam pelunasan hutang. 7. Untuk jangka waktu tertentu; 8. Biasanya dalam suatu perjanjian kredit bank, diberi jangka waktu yang tertentu. Umumnya 2 tahun, namun jangka waktu tersebut berkaitan erat dengan jumlah kedit yang dipinjam
Universitas Sumatera Utara
9. Adanya bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. 10. Bank memberikan kredit pasti juga dengan adanya keuntungan yang didapat. Bank menetapkan bunga yang harus dipenuhi oleh si nasabah bank, yang juga merupakan kewajibannya untuk dilunasi. Surat permintaan/permohonan kredit tersebut harus mencantumkan tentang alasan mengajukan permohonn kredit, jumlah kredit yang diperlukan, kesanggupan untuk membayar kembali utangnya sesuai dengan rencana yang ditetapkam, jaminan yang disediakan dari keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu. Walaupun semua keterangan telah dipenuhi, akan tetapi hal itu masih dianggap kurang lengkap, sehingga pihak bank biasanya menyediakan formulir permohonan kredit yang harus diisi oleh piak yang membutuhkan kredit. Biasanya daftar isian ini memuat hal-hal yang menyangkut tentang kondisi si pemohon, untuk dijadikan bahan pertimbangan oleh bank, umumnya daftar isian tersebut memuat pertanyaan-pertanyaan, sebagai berikut status hukum si pemohon kredit, keduduan dan kekuasaan si pemohon kredit, apabila ia mewakili badan hukum, bergerak dalam bidang usaha apa, berapa omset penjualan, berapa jangka waktu kredit yang direncanakan dan bagaimana bentuk dan nilai pengikatan jaminan. 40 Bentuk perjanjian kredit perbankan dalam praktiknya telah disediakan oleh pihak bank sedangkan Debitor hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut dengan perjanjian baku (standart
40
Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hal.10.
Universitas Sumatera Utara
contract), dimana Debitor hanya dalam posisi menerima atau meNo.lak tanpa ada kemungkinan untuk tawar menawar. 41 Surat permohonan kredit atau daftar isian merupakan dokumen/data pertama bagi bank untuk melangkah leih jauh lagi, maka pihak bank meminta kepada
pemohon
kredit
agar
melengkapi
lampiran-lampiran
yang
diperlukan,seperti akta otentik, surat jaminan, referensi, neraca laba rugi perusahaan yang bersangkkutan, feasibility study dan sebagainya. Sehingga lampiran-lampiran tersebut merupakan bagian mutlak dan tidak dapat dipisahkan dari perumusan permohonan kredit. Apabila semua keterangan/datanya telah lengkap, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut dan melakukan penilaian secara umum yang kemudian dilanjutkan dengan acara, memeriksa langsung (insection on the spot) ke perusahaan Debitor, sesudah semua acara dapat diselesaikan, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan pemberian kredit serta pengatusan administrasi. Hal tersebut diperlukan karena di dalam setiap pemberian kredit harus dibuat suatu perjanjian tertulis antara pihak bank dengan si pemohon kredit, perjanjian kredit itu biasanya disebut dengan “perjanjian kredit/akad kredit” Menurut Ch. Gatot Wardoyo, beberapa klausul yang selalu dan perlu dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit, yaitu : 42 1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali (predisbursement clause).
41
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), hal.72 42 HR Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,2005) hal. 193-196
Universitas Sumatera Utara
Klausul ini menyangkut pembayaran provisi, premi asuransi kredit, penyerahan barang jaminan dan dokumennya, pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut serta pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit. 2. Klausul mengenai maksimum kredit (amount clause). Klausul ini merupakan objek dari perjanjian kredit sehingga perubahan kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekwensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru. 3. Klausul mengenai jangka waktu kredit. Klausul ini menyangkut tentang jangka waktu berlakunya kredit yang disepakati oleh kedua belah pihak yang biasanya ditentukan oleh bank. 4. Klausul mengenai bunga pinjaman (interest clause). Klausul ini mengatur tentang bunga dari pinjaman kredit bank yang harus dibayarkan setiap bulannya oleh Debitor kredit kepada bank. 5. Klausul mengenai barang agunan. Klausul ini membahas mengenai barangbarang/benda-benda apa saja yang dapat dijadikan agunan. Biasanya jumlah agunan harus jauh lebih besar dari jumlah kredit yang diminta oleh Debitor. Hal ini dilakukan untuk menjamin bank apabila terjadinya penurunan harga barang agunan. 6. Klausul asuransi (insurance clause). Klausul ini memberikan perlindugan terhadap barang agunan yang dijadikan jaminan oleh Debitor. Segala kerusakan dan kelalaian merupakan tanggung jawab si Debitor. 7. Klausul mengenai tindakan yang dilarang oleh bank (negative clause).
Universitas Sumatera Utara
8. Trigger clause atau Opeisbaar Clause. Klausul ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir. Klausul ini memat hal-hal mengenai hilangnya kewenangan bertindak atau kehilangan hak bagi Debitor untuk mengatur harta kekayaannya, barang jaminan serta kelalaian Debitor untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit/pengakuan utang, sehingga Debitor harus membayar secara seketika dan sekaligus lunas. 9. Klausul mengenai denda (penalty clause). Klausul ini berisi tentang jumlah denda yang wajib dibayarkan oleh si Debitor apabila terjadi keterlambatan pembayaran bunga kredit setiap bulannya. 10. Expence Clause. Klausul ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada Debitor antara lain biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta dan penagihan kredit. 11. Debet Authorization Clause. Klausul ini berisi pendebetan rekening pinjaman Debitor haruslah dengan seizin Debitor. Bahwa yang mempunyai hak untuk mendebet adalah Debitor sendiri atau yang telah diberi kuasa oleh Debitor yang melalui persetujuan dari bank dengan memakai lampiran surat kuasa. 12. Representation and Warranties. Klausul ini berisi pernyataan-pernyataan hal tertentu nasabah debitr mengenai fakta-fakta yang menyangkut status hukum,keadaan keuangan dan harta kekayaan nasabah Debitor pada waktu kredit diberikan, yaitu yang menjadi asumsi bagi bank dalam mengambil keputusan untk memberikan kredit tersebut.
Universitas Sumatera Utara
13. Klausul Financial Cobenants. Klausul yang berisi janji-janji nasabah Debitor untuk menyampaikan laporan keuangannya kepada bank dan memelihara posisi keuangannya pada minimal taraf tertentu. 14. Miscellaneous (Pasal-Pasal tambahan). Klausul ini berisi tentang peraturanperaturan tambahan yang berbeda di setiap bank-nya yang merupakan salah satu syarat mengajukan kredit pada bank tersebut. 15. Dispute Settlement (Alternatif Dispute Resolution). Klausul ini mengatur mengenai penyelesaian jika antara Kreditor dan Debitor terjadi perselisihan. Bagaimana tindakan bank apabila Debitor melakukan wanprestasi, dimana disebutkan bahwa barang jaminan dikuasai oleh bank. 16. Pasal Penutup, memuat eksemplar perjanjian kredit yang memuat pengaturan mengenai jumlah alat bukti, tanggal berlakunya serta tanggal penandatanganan perjanjian kredit.
Universitas Sumatera Utara