9
BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Partisipasi Anggaran Hampir semua penelitian yang dilakukan terhadap anggaran berhubungan dengan teori-teori berikut ini (Shield dan Shield, 1998 dalam Sumarno, 2005). Teori Ekonomi, Teori ini menganggap bahwa individu yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran, dimotivasi dua stimulan, yaitu: (1) berbagi informasi (information sharing) dan (2) koordinasi tugas (task coordination). Teori Psikologi, menganggap bahwa partisipasi anggaran menyediakan pertukaran informasi antara atasan/pemegang kuasa anggaran dan bawahan/pelaksana anggaran (Hopwood, 1976; Locke dan Schweiger,1979; Locke dan Latham, 1990 dalam Sumarno, 2005). Anggaran merupakan rencana jangka pendek (biasanya satu tahun) perusahaan untuk melaksanakan sebagian rencana jangka panjang yang berisi langkah – langkah strategi untuk mewujudkan strategi objektif tertentu beserta taksiran sumber daya yang diperlukan. Nafirin (2000) mengemukakan bahwa anggaran merupakan suatu rencana keuangan periodic yang disusun berdasarkan program – program yang disahkan.
9
Universitas Sumatera Utara
10
Kenis (1979) mengemukakan bahwa dalam penyusunan anggaran perlu diperhatikan perilaku para pelaksana anggaran dengan cara mempertimbangkan hal – hal berikut ini: 1.
Anggaran harus dibuat serealitas mungkin, secermat mungkin sehingga tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi. Anggaran yang dibuat terlalu tinggi hanyalah angan-angan.
2.
Untuk memotivasi manajer pelaksana diperlukan adanya partisipasi dalam penyusunan anggaran.
3.
Anggaran yang dibuat harus mencerminkan keadilan, sehingga pelaksana tidak merasa tertekan, tetapi termotivasi.
4.
Untuk membuat laporan realisasi anggaran diperlukan laporan yang akurat dan tepat waktu, sehingga apabila aterjadi penyimpangan yang memungkinkan dapat segera diantisipasi lebih dini. Menurut Brownell (1982), partisipasi anggaran adalah tingkat keterlibatan dan
pengaruh individu dalam penyusunan anggaran, sementara Chong (2002) menyatakan sebagai proses dimana bawahan/pelaksana anggaran diberikan kesempatan untuk terlibat dalam dan mempunyai pengaruh dalam proses penyusunan anggaran. Kesempatan yang diberikan diyakini meningkatkan pengendalian dan rasa keterlibatan dikalangan bawahan/pelaksana anggaran. Partisipasi manajer dalam proses penganggaran mengarah kepada seberapa besar tingkat keterlibatan manajer dalam menyusun anggaran serta pelaksanaannya untuk mencapai target anggaran (Kenis, 1979).
Universitas Sumatera Utara
11
Partisipasi secara luas pada dasarnya merupakan proses organisasional, para anggota organisasi terlibat dan mempunyai pengaruh dalam suatu pembuatan keputusan yang berkepentingan dengan mereka. Partisipasi dalam konteks penyusunan anggaran merupakan proses para individu, yang kinerjanya dieveluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan budget emphasis, terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penyusunan target anggaran (Brownell, 1982). Sebagaimana yang dikemukakan Milani (1975), bahwa tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan terhadap pembuatan keputusan dalam proses penyusunan anggaran merupakan faktor utama yang membedakan antara anggaran partisipatif dengan anggaran non partisipatif. Aspirasi bawahan lebih diperhatikan dalam proses penyusunan anggaran partisipatif, sehingga lebih memungkinkan bagi bawahan melakukan negosiasi dengan atasan mengenai target anggaran yang menurut mereka dapat dicapai. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa partisipasi manajer dalam proses penyusunan anggaran menunjukkan kepada seberapa besar tingkat keikutsertaan manajer dalam menyusun anggaran serta pelaksanaannya untuk mencapai target anggaran. Hal ini diperlukan agar para manajer merasa lebih puas dan produktif dalam bekerja karena adanya negosiasi dalam keputusan terhadap target anggaran yang mengakibatkan timbulnya perasaaan berprestasi dengan komitmen yang dimiliki. Banyak penelitian bidang akuntansi manajemen yang menaruh perhatian terhadap masalah partisipasi dalam proses penyusunan anggaran, karena anggaran partisipatif dinilai mempunyai konsekuensi terhadap sikap dan perilaku anggota
Universitas Sumatera Utara
12
organisasi.
Partisipasi
pekerja
dalam
proses
penyusunan
anggaran
dapat
mengakibatkan motivasi untuk mencapai target yang ditetapkan dalam anggaran, selain itu anggaran partisipatif juga menyebabkan sikap respek bawahan terhadap pekerjaan dan perusahaan (Milani, 1975). Cherrington dan Cherrington (1973) menemukan hubungan yang positif antara partisipasi dengan kepuasan kerja dan kinerja manajerial. Studi eksperimental tersebut menguji pengaruh pengendalian melalui anggaran dan pemberian penghargaan terhadap kepuasan kerja dan kinerja manajerial. Menurut penelitian tersebut, ada tiga tujuan utama yang dapat dicapai melalui partisipasi penganggaran, yaitu : 1.
Akseptasi anggota organisasi terhadap rencana kegiatan.
2.
Peningkatan semangat kerja.
3.
Peningkatan produktivitas. Proses penyusunan anggaran suatu organisasi, merupakan kegiatan yang
penting dan sangat kompleks, karena anggaran mempunyai kemungkinan dampak fungsional atau disfungsional terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi (Milani, 1975). Argyris (1952) yang melakukan penelitian empiris terhadap proses penyusunan anggaran pada empat perusahaan manufaktor skala menengah menemukan adanya disfungsional anggaran terhadap sikap dan perilaku. Anggaran yang terlalu menekan cenderung menimbulkan sikap agresi bawahan terhadap atasan dan menyebabkan ketegangan dan hal tersebut justru tidak memotivasi bawahan untuk meningkatkan kinerjanya, bahkan menyebabkan inefisiensi sebagai dampak dari penyusunan anggaran yang kaku dengan target yang sulit dicapai. Disamping itu,
Universitas Sumatera Utara
13
Merchant (1981) menemukan hasil bahwa dengan partisipasi anggaran yang tinggi akan berdampak kepada menurunnya kinerja yang dipengaruhi oleh kesenjangan anggaran yang timbul akan partipasi yang tinggi didalam penyusunan anggaran tersebut. Hal ini terjadi akibat terbuka seluas – luasnya bagi bawahan untuk berpartisipasi terhadap proses penyusunan anggaran. Partisipasi memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi dan meningkatkan kerjasama diantara para manajer. Betapa pun demikian, Bentuk keterlibatan bawahan/pelaksana anggaran disini dapat bervariasi, tidak sama satu organisasi dengan yang lain. Tidak ada pandangan yang seragam mengenai siapa saja yang harus turut berpartisipasi, seberapa dalam mereka terlibat dalam pengambilan keputusan dan beberapa masalah menyangkut partisipasi (Siegel dan Ramanauskas-Marconi, 1989). Organisasi harus memutuskan sendiri batasanbatasan mengenai partisipasi yang akan mereka terapkan. Menurut Brownell (1982b) dalam Sumarno (2005), partisipasi anggaran adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh individ u dalam penyusunan anggaran sementara Chong (2002) menyatakan sebagai proses dimana bawahan/pelaksana anggaran diberikan kesempatan untuk terlibat dalam dan mempunyai pengaruh dalam proses penyusunan
anggaran.
Kesempatan
yang
diberikan
diyakini
meningkatkan
pengendalian dan rasa keterlibatan dikalangan bawahan/pelaksana anggaran. Ada dua alasan utama, yaitu (1) keterlibatan atasan/pemegang kuasa anggaran dan
bawahan/pelaksana
anggaran
dalam
partisipasi
anggaran
mendorong
pengendalian informasi yang tidak simetris dan ketidakpastian tugas, (2) melalui
Universitas Sumatera Utara
14
partisipasi anggaran, individu dapat mengurangi tekanan tugas dan mendapatkan kepuasan kerja, selanjutnya dapat mengurangi senjangan anggaran. 2.1.2. Job relevant information (JRI) Kren (1992) dalam penelitiannya tentang job relevant information (JRI) memahami JRI sebagai informasi yang memfasilitasi pembuatan keputusan yang berhubungan menambahkan
dengan bahwa
tugas.
Baiman
JRI
membantu
(1982)
dalam
Yusfaningrum
bawahan/pelaksana
anggaran
(2005) dalam
meningkatkan pilihan tindakannya melalui informasi usaha yang berhasil dengan baik. Kondisi ini memberikan pemahaman yang lebih baik pada bawahan mengenai alternatif keputusan dan tindakan yang perlu dilakukan dalam mencapai tujuan. JRI dapat meningkatkan kinerja karena memberikan prediksi yang lebih akurat mengenai kondisi lingkungan yang memungkinkan dilakukannya pemilihan serangkaian tindakan yang lebih efektif (Campbell dan Gingrich, 1986 dalam Kren, 1992). Dalam penelitian Campbell dan Gingrich, beberapa pemrogram berpartisipasi secara aktif dalam mendiskusikan rencana kegiatan dengan para atasan/pemegang kuasa anggaran mereka dan benar-benar berusaha untuk memenuhi target yang telah ditetapkan. Tujuan dengan tingkat kesulitan yang sama juga dibebankan kepada pemrogram lainnya. Hasilnya, pemrogram yang dilibatkan menunjukkan pencapaian secara signifikan dibanding pemrogram yang tidak dilibatkan secara keseluruhan namun tidak dalam program-program sederhana. Disimpulkan bahwa partisipasi dalam penyusunan tujuan mengarahkan pada pendiskusian tugas dengan orang yang lebih ahli (dalam hal ini salah satunya
Universitas Sumatera Utara
15
atasan/pemegang kuasa anggaran). Namun, ketika tugasnya sederhana, pendekatan yang lebih efektif menjadi sangat jelas sehingga diskusi dengan atasan menjadi tidak terlalu penting karena bawahan/pelaksana anggaran dapat memutuskannya sendiri. 2.1.3. Konsep Asimetri Informasi Anthony dan Govindarajan (2001) menyatakan bahwa kondisi asimetri informasi muncul dalam teori keagenan (agency theory), yakni principal (pemilik/atasan) memberikan wewenang kepada agen (manajer/bawahan) untuk mengatur perusahaan yang dimiliki. Asimetri informasi adalah suatu kondisi apabila pemilik/atasan tidak
mempunyai
informasi
yang cukup mengenai
kinerja
agen/bawahan sehingga atasan tidak dapat menentukan kontribusi bawahan terhadap hasil aktual perusahaan. Kondisi ketidakpastian lingkungan dapat menyebabkan informasi bawahan terhadap bidang teknisnya melebihi informasi yang dimiliki atasannya. Situasi ini akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Yaitu suatu kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna informasi (user). Menurut Scott (2000), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu: 1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
16
keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. 2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri. Dunk (1993) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu: (1) manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi yang dihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya dan dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan. Dunk dalam Fitri (2004) mendefinisikan asimetri informasi sebagai suatu keadaan apabila informasi yang dimiliki bawahan melebihi informasi yang dimiliki atasannya, termasuk lokal maupun informasi pribadi. Dunk dalam Fitri (2004) meneliti pengaruh asimetri informasi terhadap hubungan antara partisipasi dan budgetary slack. Ia menyatakan bahwa asimetri informasi akan berpengaruh negatif terhadap hubungan antara partisipasi dan budgetary slack.
Universitas Sumatera Utara
17
Selanjutnya Shields dan Young (1993) mengemukakan beberapa kondisi perusahaan yang kemungkinan besar timbulnya asimetri informasi, yaitu : perusahaan yang sangat besar, mempunyai penyebaran secara geografis, memiliki produk yang beragam, dan membutuhkan teknologi. Kemudian Welsch et al dalam Fitri (2004) mengemukakan dengan adanya partisipasi anggaran dari manajer tingkat menengah dan tingkat bawah dalam proses pembuatan anggaran, mempunyai dampak yang bermanfaat paling tidak dalam dua hal. Pertama, proses partisipasi mengurangi asimetri informasi dalam organisasi, dengan demikian memungkinkan manajemen tingkat atas mendapatkan informasi mengenai masalah lingkungan dan teknologi, dari manajer tingkat bawah yang mempunyai pengetahuan khusus. Kedua, proses partisipasi dapat menghasilkan komitmen yang lebih besar dari manajemen tingkat bawah untuk melaksanakan rencana anggaran dan memenuhi anggaran. Bagi tujuan perencanaan, anggaran yang dilaporkan seharusnya sama dengan kinerja yang diharapkan. Namun, oleh karena informasi bawahan lebih baik daripada atasan (terdapat asimetri informasi), maka bawahan mengambil kesempatan dari partisipasi penganggaran. Ia memberikan informasi yang biasanya dari informasi pribadi mereka, dengan membuat budget yang relatif lebih mudah dicapai, sehingga terjadilah budgetary slack (yaitu dengan melaporkan anggaran dibawah kinerja yang diharapkan). Atasan/pemegang kauasa anggaran mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih daripada bawahan/pelaksana anggaran mengenai unit tanggung jawab bawahan/pelaksana anggaran, ataupun sebaliknya. Bila kemungkinan yang pertama
Universitas Sumatera Utara
18
terjadi, akan muncul tuntutan yang lebih besar dari atasan/pemegang kuasa anggaran kepada bawahan/pelaksana anggaran mengenai pencapaian target anggaran yang menurut bawahan/pelaksana anggaran terlalu tinggi. Namun bila kemungkinan yang kedua terjadi, bawahan/pelaksana anggaran akan menyatakan target lebih rendah daripada yang dimungkinkan untuk dicapai. Keadaan dimana salah satu pihak mempunyai pengetahuan lebih daripada yang lainnya terhadap sesuatu hal disebut asimetri informasi. Pembahasan lebih dalam diarahkan pada asimetri informasi kedua, karena sebenarnya tingkat kemampuan masing-masing unit yang sebenarnya sangat jelas diketahui oleh bawahan/pelaksana anggaran, sementara pengetahuan atasan/ pemegang kuasa anggaran tentang kemampuan tiap unit hanya bergantung pada laporan yang dibuat oleh bawahan (Utomo, 2006). Dalam anggaran konvensional dimana penyusunannya dilakukan secara top-down kondisi diatas dapat terjadi karena tidak ada ruang dimana atasan/pemegang kuasa anggaran dan bawahan/pelaksana anggaran dapat berkomunikasi dan saling bertukar pengetahuan mengenai apa yang terjadi dalam unit tanggung jawab bawahan/pelaksana anggaran. Partisipasi anggaran memberikan kesempatan itu, sehingga secara logis dapat diduga bahwa peningkatan partisipasi akan mengurangi asimetri informasi. 2.1.4. Kinerja Manajerial Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan efektivitas kinerja organisasional. Menurut Mahoney et al. (1963) yang dimaksud dengan kinerja manajerial adalah kinerja indvidu anggota organisasi dalam kegiatan –
Universitas Sumatera Utara
19
kegiatan manajerial, antara lain : perencanaan, investigasi, koordinasi, supervise, pengaturan staf, negosiasi dan representasi. Stoner (1982) memberikan definisi kinerja manajerial adalah seberapa efektif dan efisien manajer telah bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Brownell (1982) menyebutkan ada 2 (dua) alasan penyebab partisipasi menjadi topic menarik dalam akuntansi manajemen, yaitu : 1.
Partisipasi pada umumnya dinilai sebagai pendekatan manajerial yang dapat meningkatkan kinerja anggota organisasi.
2.
Berbagai penelitian yang menguji hubungan antara partisipasi dengan kinerja, hasilnya bertentangan.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian ini merupakan replikasi dari beberapa penelitian terdahulu. Replikasi penelitian yang dilakukan berkaitan dengan partisipasi anggaran, job relevant information, asimetri informasi dan kinerja manajerial. Replikasi penelitian ini didasari oleh ketidakkonsisten kesimpulan dari beberapa penelitian terdahulu. Kren (1992) menemukan Partisipasi anggaran tidak berhubungan secara langsung dengan kinerja manajerial, akan tetapi melalui JRI. Partisipasi berhubungan positif dengan JRI, dan dengan diperolehnya JRI, kinerja manajerial akan meningkat. Supriyono, & Sykhroza. (2003) menemukan Secara simultan asimetri informasi dan peresponan keinginan sosial memiliki peranan penting didalam memoderasi pengaruh dan hubungan antara anggaran dan kinerja manajer, sedangkan secara parsial hanya asimetri informasi yang memiliki peranan penting didalam memoderasi pengaruh dan
Universitas Sumatera Utara
20
hubungan antara anggaran dengan kinerja manajer. Mediawaty (2004) mendukung hasil Supriyono, & Sykhroza. (2003) menemukan Partisipasi penganggaran mempunyai hubungan secara marginally signifikan terhadap kinerja, asimetri informasi, mempengaruhi secara positif signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran dan kinerja. Sedangkan keterlibatan pekerjaan, mempengaruhi secara positif tidak signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran dan kinerja. kecukupan anggaran berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan kinerja. Penelitian Yusfaningrum, Kusnariyanti dan Ghozali (2005) kontradiktif dengan penelitian Kren (1992). Yusfaningrum, Kusnasriyanti dan Ghozali (2005) menemukan hubungan antara partisipasi dengan JRI dimana dalam proses partisipasi, bawahan/pelaksana anggaran diberi kesempatan untuk memberikan masukan berupa informasi yang dimilikinya kepada atasan/pemegang kuasa anggaran sehingga atasan/pemegang kuasa anggaran akan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengetahuan yang relevan dengan tugas. Ompusunggu, Bornadi, & Bawono, (2006) mengakomodir kontradiktif penelitian yang berkaitan dengan partisipasi anggaran, job relevant information dan asimetri informasi. Ompusunggu, Bornadi, & Bawono, (2006) menemukan Bahwa proses penyusunan anggaran dengan melibatkan partisipasi bawahan/pelaksana anggaran yang mempunyai informasi berkenaan dengan tugas, tidak mengakibatkan menurunnya asimetri informasi bahwa kekurangan partisipasi anggaran jika tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh akan menimbulkan perilaku menyimpang, baik
Universitas Sumatera Utara
21
dari bawahan/pelaksana anggaran maupun oleh atasan/pemegang kuasa anggaran. Selain itu, tampak bahwa atasan/pemegang kuasa anggaran belum mampu menggali informasi yang dimiliki oleh bawahan/pelaksana anggaran dalam proses partisipasi. Untuk lebih jelasnya, matriks tinjauan penelitian terdahulu sebagaimana diuraikan di atas ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
22 Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu No 1
Nama Peneliti Kren, Leslie. (1992)
Judul Penelitian Budgetary Participation Managerial Performance: Impact Information Environmental Volatility
and The of and
Variabel Yang Digunakan Budgetary Participation (X1); Information (X2); Environmental Volantility (X3) ; Managerial Performance (Y);
2
Supriyono, R. A. & Akhmad Sykhroza. (2003)
Peran Asimetri Informasi dan Peresponan Keinginan Sosial Sebagai Variabel Moderating Hubungan Antara Partisipasi Penganggaran dan Kinerja Manajer di Indonesia.
Partisipasi Penganggaran (X1); Asimetri Informasi (X2); Peresponan Keinginan Sosial (X3)Kinerja Manajer (Y)
3
Meidiawati, (2004)
Peranan Asimetri Informasi, Keterlibatan Pekerjaan dan Kecukupan Anggaran Terhadap Partisipasi Penganggaran dan Terhadap Hubungan Partisipasi Penganggaran Dengan Kinerja Manajerial (Studi Kasus pada PT. Telkom Divisi Regional II Jakarta)
Asimetri Informasi (X1); Keterlibatan Pekerjaan (X2); Kecukupan Anggaran (X3) Partisipasi Penganggaran (Y1); Kinerja Manajerial (Y2)
Kesimpulan Partisipasi anggaran tidak berhubungan secara langsung dengan kinerja manajerial, akan tetapi melalui JRI. Partisipasi berhubungan positif dengan JRI, dan dengan diperolehnya JRI, kinerja manajerial akan meningkat. Bila partisipasi anggaran meningkat maka JRI juga akan turut meningkat. Secara simultan asimetri informasi dan peresponan keinginan sosial memiliki peranan penting didalam memoderasi pengaruh dan hubungan antara anggaran dan kinerja manajer, sedangkan secara parsial hanya asimetri informasi yang memiliki peranan penting didalam memoderasi pengaruh dan hubungan antara anggaran dengan kinerja manajer. (1) Partisipasi penganggaran mempunyai hubungan secara marginally signifikan terhadap kinerja, (2) asimetri informasi, mempengaruhi secara positif signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran dan kinerja. Sedangkan keterlibatan pekerjaan, mempengaruhi secara positif tidak signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran dan kinerja. Kecukupan anggaran berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan kinerja.
Universitas Sumatera Utara
23
4
Yusfaningru, Kusnasriyanti dan Imam Ghozali. (2005)
Analisis Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Manajerial melalui Komitmen Tujuan Anggaran dan Job Relevant Information (JRI) sebagai Variabel Intervening (Penelitian terhadap Perusahaan Manufaktur di Indonesia).
Partisipasi Anggaran (X1) Komitmen Tujuan Anggaran (X2); Job Relevant Information (X3). Kinerja Manajerial (Y)
Peneliti menemukan hubungan antara partisipasi dengan JRI dimana dalam proses partisipasi, bawahan/pelaksana anggaran diberi kesempatan untuk memberikan masukan berupa informasi yang dimilikinya kepada atasan/pemegang kuasa anggaran sehingga atasan/ pemegang kuasa anggaran akan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengetahuan yang relevan dengan tugas.
5
Ompusunggu, Krisler Bornadi, & Bawono, Icuk Rangga, (2006)
Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Job Relevant Information (JRI) Terhadap Informasi Asimetris (Studi pada Badan Layanan Umum Universitas Negeri di Kota Purwokerto Jawa Tengah)
Partisipasi Anggaran (X1); Job Relevant Information (X2). Informasi Asimetris (Y)
Bahwa proses penyusunan anggaran dengan melibatkan partisipasi bawahan/pelaksana anggaran yang mempunyai informasi berkenaan dengan tugas, tidak mengakibatkan menurunnya informasi asimetris Bahwa kekurangan partisipasi anggaran jika tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh akan menimbulkan perilaku menyimpang, baik dari bawahan/pelaksana anggaran maupun oleh atasan/pemegang kuasa anggaran. Selain itu, tampak bahwa atasan/pemegang kuasa anggaran belum mampu menggali informasi yang dimiliki oleh bawahan/pelaksana anggaran dalam proses partisipasi.
Universitas Sumatera Utara