BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1.
Landasan Teori
2.1.1
Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah
untuk melakukan perubahan dalam bidang perpajakan (tax) dan pengeluaran pemerintah dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian adapun dalam arti sempit, kebijakan fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan penentuan siapa-siapa yang akan dikenakan pajak apa yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak, bagaimana menghitung besarnya pajak yang akan harus dibayar dan bagaimana tata cara pembayaran pajak yang terhutang. Kebijakan fiskal dalam arti sempit inilah yang disebut juga sebagai kebijakan perpajakan. Jhingan (1983), dalam Suandy (2002: 14) mengatakan bahwa suatu kebijakan fiskal bertujuan: 1. 2. 3. 4.
Untuk meningkatkan laju investasi. Untuk mendorong investasi yang optimal secara sosial. Untuk meningkatkan kesempatan kerja. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidakstabilan internasional. 5. Sebagai upaya menanggulangi inflasi. 6. untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Perpajakan Badan Usaha (Corporate Taxation) Pajak badan usaha merupakan sumber penerimaan penting bagi pemerintah di seluruh dunia dan menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan aktivitas bisnis perusahaan. Pajak badan usaha dikenakan atas laba yang dihasilkan perusahaan dalam suatu periode akuntansi. Struktur tingkat pajak penghasilan badan usaha biasanya progresif, yang berarti bahwa rata-rata tingkat pajak akan meningkat sesuai dengan penghasilan. Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, menjelaskan pada tabel di bawah ini: Tabel II.1. Tarif Pajak Penghasilan No
Dasar Pengenaan Pajak
Tarif Pajak
Kenaikan % Tarif
1.
Sampai dengan Rp 50.000.000,-
10 %
-
2.
Di atas Rp 50.000.000,-s/d Rp 100.000.000,-
15 %
5%
3.
Di atas Rp 100.000.000,-
30 %
15 %
Sumber: Lembaga Manajemen Formasi, Undang-Undang Perpajakan Indonesia 2000, Jakarta, Semar Publishing, 2001.
Pengenaan pajak atas laba perusahaan mendorong pengusaha dan manajer untuk membuat struktur dan melakukan operasi bisnis mereka dengan mendisign untuk mengurangi atau menghindari pajak yang akan mereka bayarkan. Perusahaanperusahaan umumnya mengurangi kewajiban pajak mereka dan pemegang saham dengan menggunakan hutang atau pinjaman dari pendanaan dengan ekuitas, menginvestasikan dalam asset yang dapat dengan cepat didepresikan untuk tujuan pajak dan menghindari pembayaran dividen.
Universitas Sumatera Utara
Pertimbangan pajak utama dalam keuangan perusahaan (corporate finance) adalah pembayaran bunga kepada pemegang obligasi (bondholder) karena pembayaran bunga pinjaman dapat dijadikan pengurang atas laba kena pajak, sementara pembayaran dividen kepada pemegang saham perusahaan tidak dapat dijadikan pengurang atas laba kena pajak. Sebagai akibatnya, perusahaan umumnya memiliki insentif pajak (tax insentives) mengeluarkan surat hutang dari pada ekuitas dan menurut Auerbach (2001) dalam Siahaan (2003) dibuktikan hasilnya dengan rasio hutang terhadap ekuitas yang tinggi. Pajak badan usaha juga mempengaruhi waktu (timing), besaran (magnitude) dan komposisi investasi perusahaan dalam pabrik dan peralatan, persediaan, penelitian dan pengembangan dan asset bisnis lainnya. Tingkat pajak yang tinggi umumnya mengurangi investasi, tapi hal ini tergantung dari perlakuan pajak (tax treatment) dari pengeluaran investasi. Investor umumnya tidak segera mengurangi penghasilan dengan pengeluaran yang besar dalam investasi bisnis melainkan mengamortisasi biaya pengeluaran investasi selama periode tahun di mana pengurangan diizinkan. Pemerintah sering memberikan kredit pajak tertentu (special tax credits) bagi investasi dalam kategori asset tertentu seperti penelitian dan pengembangan (misalnya negara Kanada, Jepang, Spanyol dan Amerika Serikat). Menurut Hasset dan Hubbard (2001) dalam Siahaan (2003) tingkat investasi bisnis berhubungan terbalik dengan tingkat pajak efektif.
Universitas Sumatera Utara
Pajak badan juga mempengaruhi pemilihan bentuk dari suatu perusahaan. Seperti di Amerika Serikat, partnerships, soleproprietorships dan limited liability company merupakan bentuk usaha yang penghasilannya tidak dikenakan pajak penghasilan badan. Jadi penghasilan yang diperoleh dari bentuk-bentuk badan usaha tersebut hanya akan dikenakan pajak pada pemilik individual, dengan tidak ada pengenaan pajak tambahan pada tingkat entitas. Jadi insentif pajak mempengaruhi pilihan status bentuk usaha (Van Home & Wachowicz, 2001: 24-27). Hal ini menyerupai dalam pemilihan pendanaan perusahaan apakah dengan hutang atau ekuitas. Akan tetapi terdapat beberapa aspek lain yang membedakan antara pemilihan bentuk badan usaha dan pemilihan pendanaan dengan hutang atau ekuitas. Pertama, pemilihan bentuk badan usaha tidak bersifat parsial atau sebagian, sedangkan pada pemilihan bentuk pendanaan dapat seluruhnya atau sebagian dengan hutang atau sebaliknya melalui ekuitas. Kedua, biaya bukan pajak (non tax cost) dalam pemilihan badan usaha berbeda dalam pemilihan pendanaan perusahaan. Dalam pemilihan pendanaan, biaya yang timbul adalah agency cost dan bankruptcy cost sedangkan pada pemilihan bentuk badan usaha yang bukan perseroan mencakup pembatasan kepemilikan dan ekuitas yang diperdagangkan sehingga ekuitas menjadi tidak likuid dan beragam. Keharusan bagi perusahaan untuk membayar pajak tidak berarti bahwa pemilik perlu menanggung beban pajak, karena beban ini dapat sebagian atau seluruhnya dialihkan (shifted) ke konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi, atau kepada para pekerja dalam bentuk upah yang lebih rendah.
Universitas Sumatera Utara
Penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan sama dengan penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan dikurangi dengan pengurang yang diperkenankan dan kompensasi kerugian (sesuai Pasal 6 ayat 1 dan 2 UU No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan) Penghasilan bruto dikurangi dengan biaya yang diperkenankan desebut dengan penghasilan neto. Oleh karena itu, Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan sama dengan penghasilan neto dikurangi dengan kompensasi kerugian. Walaupun Indonesia, pada umumnya menganut sistem unitary (global world wide income taxation), untuk kemudahan dan kesederhanaan administrasi, dan memberikan kepastian hukum serta meningkatkan masyarakat pembayar pajak, maka diperlakukan pengenaan pajak tersendiri (final) atas beberapa kategori penghasilan. Pada umumnya, penghasilan dikenakan pajak tarif progresif (Tabel II.1). Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat 2 UU No. 17 Tahun 2000 tentang PPh, dengan Peraturan Pemerintah tarif marginal tertinggi tersebut dapat diturunkan bertahap menjadi serendah-rendahnya 25%. Beberapa penghasilan tertentu berdasarkan Pasal 4 ayat 2 UU PPh, dengan Peraturan Pemerintah dapat dikenakan pajak dengan tarif sepadan (flat rate) dan bersifat final (menyimpang dari system unitary). Hal demikian menyiratkan sepertinya Indonesia juga menerapkan pemajakan sekuler. Beberapa penghasilan tersebut misalnya: bunga deposito/tabungan, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek.
Universitas Sumatera Utara
Pajak yang dapat dikreditkan terhadap pajak terutang diakhir tahun misalnya: pajak yang diangsur setiap bulan (PPh Pasal 25), Pajak Penghasilan yang dipotong dan dipungut (PPh Pasal 22 dan 23), dan fiskal luar negeri.
2.1.3. Struktur Modal (Capital Structure) dan Pajak Beberapa teori struktur keuangan perusahaan menunjukkan bahwa bentuk pendanaan yang paling murah adalah dari arus kas yang dihasilkan dari dalam perusahaan (laba ditahan), hutang merupakan bentuk yang lebih mahal dan ekuitas eksternal merupakan bentuk yang paling mahal. Komponen pertama dan ketiga (laba ditahan dan ekuitas) merupakan hak kepemilikan pemegang saham shareholders sementara komponen kedua (hutang) merupakan hak milik dari debtholders. Untuk mengurangi total biaya dari dana-dana tersebut, manajer keuangan pertama kali menggunakan sumber dana yang paling murah. Tetapi karena terbatasnya sumber dana internal ini, maka perusahaan terpaksa menggunakan sumber dari dalam bentuk kredit/pinjaman dan saham tentunya membayar mahal untuk bentuk sumber pendanaan dari luar. Terhadap penggunaan modal yang bersumber dari luar perusahaan memiliki kewajiban untuk melunasinya dalam jangka waktu yang telah ditentukan namun terhadap modal yang bersumber dari dalam, kewajiban pelunasannya tidak terbatas pada waktu. Besarnya hutang yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatannya merupakan kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan struktur modal. Struktur modal merupakan
Universitas Sumatera Utara
perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa. Hal terpenting dari teori struktur modal adalah pajak badan usaha. Perusahaan dapat meningkatkan nilai (value) dengan menggunakan pinjaman, karena bunga utang merupakan tax deductible yang akan meningkatkan arus kas dari interest tax shield. Bringham dan Houston (2001) mengemukakan bahwa bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan dengan tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan makin besar penggunaan hutang. Sartono (2001) dalam Arryani (2003) dalam temuannya menyatakan ada kecenderungan bahwa penggunaan hutang akan memberikan manfaat berupa perlindungan pajak (tax shield). Homaifar (1994) dalam Mayangsari (2001) menunjukkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi struktur modal secara signifikan adalah corporate tax rate, firm size, future growth opportunities, capital market condition dan eearning volatility. Rajan dan Zingales (1995) dalam Arrayani (2003) menunjukkan bahwa Tangible assets dan firm size mempunyai hubungan positif terhadap struktur modal, sedangkan prifitabilitas memiliki hubungan negatif terhadap struktur modal. Dalam model Modiglina dan Miller, dengan adanya pajak, arus kas perusahaan dibagi antara pemilik hutang (kreditur), pemegang saham dan pemerintah (government). Dengan menghubungkan pajak dengan laba perusahaan, Modigliani dan Miller (1963) dalam Brigham dan Houstan (2001) menunjukkan bahwa tax
Universitas Sumatera Utara
deductibility dari pembayaran bunga mengakibatkan perusahaan mengandalkan hutang seluruhnya dalam pendanaan perusahaan seluruhnya. Dengan kata lain, apabila ada dua perusahaan yang memperoleh laba operasi yang sama, tetapi yang satu menggunakan hutang, sedang yang satunya tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan yang lebih kecil. Penghematan membayar pajak merupakan manfaat bagi pemilik perusahaan, maka sudah tentu nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih besar dari perusahaan yang tidak menggunakan hutang.
2.1.4. Tax Benefit of Debt Manfaat atau keuntungan dari hutang timbul karena pembayaran bunga yang terutang kepada kreditur dapat dijadikan pengurang/beban dalam menghitung penghasilan kena pajak perusahaan (taxable income). Akan tetapi pembayaran kepada pemegang saham berupa dividen tidak dapat dijadikan pengurang laba perusahaan untuk mengurangi beban pajak hingga pada lapisan tingkat pajak terendah. De Angelo dan Masulis (1980) menekankan bahwa pajak yang memberikan manfaat/ keuntungan dari hutang akan menurun atau lebih kecil jika dibandingkan dengan besarnya beban bunga total dari perusahaan. Tentunya dengan adanya pengurangan dari laba kena pajak selain pembayaran bunga mengurangi keuntungan yang diharapkan dari adanya hutang. Pengurang pajak bukan bunga ini umum dikenal sebagai “non debt tax shields”. Contoh dari non debt tax shields ini antara lain berupa beban depresiasi yang dipercepat dan kredit pajak
Universitas Sumatera Utara
investasi (investment tax credit). Jadi perusahaan-perusahaan yang memiliki tax shields selain dari pembayaran bunga maka akan mengurangi besarnya tax shields dari hutang. Jika perusahaan dalam kondisi tersebut mengeluarkan surat hutang atau meminjam dalam jumlah yang besar maka perusahaan menjadi “tax exhauted” karena tidak mampu menggunakan tax shields yang optimal dari penggunaan hutang. Ross, et.al (2003) menjelaskan bahwa perusahaan akan menghadapi penurunan dari nilai interest tax saving yang diharapkan akibat peningkatan non debt tax shields. Peraturan pajak menjadikan hutang sebagai pembiayaan yang memberi keunggulan beban dibandingkan dengan saham, karena beban bunga merupakan beban pengurang pajak. Keown, et.al (1999) mengatakan pembayaran bunga dapat mengurangi pendapatan yang bukan merupakan aliran kas masuk dan pada akhirnya akan mengurangi pajak dibayar yang merupakan aliran kas keluar. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pajak badan biasanya cenderung mendorong pembiayaan dengan pinjaman yang menghasilkan pembayaran bunga kepada penyedia dana dibanding dana ekuitas yang akan memberikan hasil berupa dividen. Selain itu, perlu diperhatikan bagaimana bunga dan dividen dipajaki di tangan penerima. Dividen yang dapat dikurangkan berdasarkan pajak penghasilan badan merupakan suatu cara untuk memberikan relief terhadap pajak ganda atas laba yang didistribusikan, tetapi cara lain juga akan mendapatkan hasil yang sama seperti mengkreditkan pembayaran pajak atas dividen dari pemegang saham, atau mengeluarkan sebagian dari dividen dari penghasilan kena pajak ditingkat pemegang saham lebih umum dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sistem pajak yang ada, ternyata beban pajak secara keseluruhan dari bunga lebih rendah daripada dividen. Diskriminasi pajak antara pembiayaan pinjaman dari ekuitas terjadi karena dua alasan. Pertama, diskriminasi sebenarnya menciptakan peluang penghindaran pajak, yang mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap penerimaan negara dan keadilan dari sistem pajak. Kecanggihan sistem keuangan dalam menentukan peralatan baru untuk memanfaatkan peluang akan meningkatkan secara serius dimasa yang akan datang. Kedua, suatu dorongan terhadap pembiayaan pinjaman mungkin mempunyai pengaruh penting terhadap perilaku perusahaan. Dengan munculnya debt equity ratio, keputusan investasi perusahaan hanya akan dipengaruhi oleh pertimbangan kenaikan resiko terjadinya kebangkrutan (bankcruptcy cost) yang meningkat serta biaya yang dibebankan terhadap ekonomi dalam bentuk sumbersumber yang jatuh menuju kebangkrutan. Netralitas dalam perlakuan terhadap pembiayaan dengan pinjaman atau ekuitas demikian yang ingin dituju untuk suatu sistem pajak penghasilan.
2.1.5. Pembatasan Pembayaran Bunga yang Boleh Dikurangkan Pembayaran bunga oleh perusahaan untuk tujuan pajak lebih disukai dibandingkan pembayaran dividen, perusahaan akan berusaha menyembunyikan pembayaran melalui return kepada pemegang saham sebagai bunga. Ketentuan dalam undang-undang pajak biasanya memberikan batasan terhadap penghindaran seperti
Universitas Sumatera Utara
ini dalam berbagai cara, pengurangan atas bunga pinjaman mungkin diperbolehkan jika dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut, Shome (1995): 1. Pengadaan pinjaman dilakukan dengan tujuan bisnis yang dapat dikenakan pajak. 2. Pinjaman tidak diperoleh dari pemegang saham atau hubungan istimewa lainnya. 3. Bunga pinjaman tidak berlebihan. 4. Jumlah bunga yang dibayar berdasarkan kontrak pinjaman yang tidak berhubungan dengan laba perusahaan dan beberapa ukuran lain terhadap prestasinya.
2.1.6. Pendekatan Arus Kas Atas Pembayaran Bunga Sumber hutang/pinjaman perusahaan dapat diperoleh melalui bank dalam negeri maupun luar negeri dan non bank. Masing-masing sumber tersebut memiliki aspek pajak yang berbeda. Bunga pinjaman yang dibayar atau terutang kepada bank dalam negeri tidak terhutang PPh Pasal 26 sedangkan bunga pinjaman yang dibayar atau terutang kepada non bank terutang PPh Pasal 23 sebesar 15%. Adanya pemotongan pajak pada pinjaman tersebut akan mempengaruhi arus kas perusahaan. Pada pendekatan arus kas ini diasumsikan bahwa pajak yang dipotong atau terhutang atas bunga dibayarkan oleh kreditur sehingga tidak mempengaruhi arus kas kreditur. Pendekatan arus kas atas pembayaran bunga menunjukkan bahwa pembayaran bunga sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari laba kena pajak akan meningkatkan penerimaan penghasilan serta keseluruhan dari kreditur dan pemegang saham. Sebagai ilustrasi dari pendekatan arus kas atas pembayaran bunga dapat dilihat pada Tabel II.2:
Universitas Sumatera Utara
Tabel II.2. Pendekatan Arus Kas atas Pembayaran Bunga
EBIT Interest paid to bondholders Pretax income Tax Net income to stockholders Total Income to both bondholders and stockholders Interest tax shield (35 % x interest)
Income U Corp $ 1000 0 1000 350 650 650 0
Income L Corp $ 1000 80 920 322 678 650 28
Sumber: Brealey, Richard A et.al, (2004: 490)
Tabel di atas menunjukkan laporan laba rugi sederhana dari suatu perusahaan unleverage yang tidak menggunakan pinjaman dan perusahaan yang leverage yang meminjamkan sejumlah 1000 dengan tingkat bunga 8% per tahunnya. Penghasilan dari kreditur dan pemegang saham secara keseluruhan pada perusahaan L lebih besar $ 28. jumlah tersebut merupakan interest tax shields dari penggunaan pinjaman di perusahaan L. Dilihat dari sisi pemerintah, penerimaan negara berkurang sebesar $28 (35% x 80). Apabila perusahaan mempunyai rencana untuk menggunakan pinjaman terus menerus atau permanen dengan asumsi resiko dari interest tax shields adalah sama dengan tingkat bunga pinjaman yaitu 8%. Dengan demikian penghasilan yang diharapkan (expected rate of return) oleh investor atau potensi kehilangan penerimaan negara dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Present value tax shield = 28 / 0,08 =350
Universitas Sumatera Utara
Present value tax shield akan berkurang jika perusahaan tidak mempunyai rencana untuk meminjam secara terus menerus, atau tidak menggunakan tax shield dimasa yang akan datang.
2.1.7. Pendekatan Arus Kas Atas Beban Pajak Pendekatan arus kas atas beban pajak menunjukkan bahwa penggunaan pinjaman untuk membiayai investasi dapat mengurangi beban pajak dibanding ekuitas. Sebagaimana contoh yang akan diuraikan di bawah ini sebagai berikut. A Corp suatu WP badan luar negeri yang memiliki seluruh saham dari PT B sebagai WP badan dalam negeri. PT B membutuhkan modal besar satu juta untuk membiayai kegiatan usahanya, untuk memenuhi hal tersebut A Corp dapat menerbitkan tambahan saham baru aau memberikan pinjaman kepada PT. B sebesar 1000.000. Jika PT B memperoleh penghasilan sebesar 100.000 sebelum dikurangi bunga, dividen dan pajak. Tingkat bunga yang wajar untuk pembayaran pinjaman adalah 10%, serta tarif withholding tax atas dividen 5% dan 10% untuk bunga. Sebagai ilustrasi pendekatan arus kas beban pajak dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel II.3. Pendekatan Arus Kas atas Beban Pajak Coorporate income before payment of interest or dividens Deductions of interest Taxable income Corporate tax (40 %) Dividens Withoulding tax Total tax Sumber: Arnold, Brian J, et.al, (1995: 74)
Debt 100.000 100.000 10.000 10.000
Equity 100.000 100.000 40.000 60.000 3.000 43.000
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan relatif atas penggunaan pembiayaan pinjaman dibanding ekuitas. Dari Tabel II.3 nampak bahwa membiayai WP badan dalam negeri dengan pinjaman lebih tepat untuk mengurangi beban pajak di negara PT B berada, dibanding dengan ekuitas sebesar 33,000. Hal ini disebabkan karena bunga deductible, sedangkan dividen non-deductible.
2.1.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang Perusahaan 1.
Tingkat Pajak (Tax rate) Faktor pajak (tax factor) merupakan faktor utama dalam menentukan kebijakan hutang perusahaan. Karena dengan adanya pembayaran bunga atas hutang akan memberikan penghematan pajak (tax saving) dalam bentuk pengurangan penghasilan kena pajak melalui pembayaran bunga. Sehingga semakin besar tarif pajak perusahaan maka penggunaan hutang akan memperbesar manfaat pajak dari penggunaan hutang. Mackie (1990) dan Graham (2000) yang menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pajak marjinal yang tinggi cenderung menggunakan hutang daripada perusahaan yang tingkat pajak marjinalnya rendah untuk memanfaatkan interest tax shield dari pembayaran hutang. Myers (2001) dalam temuannya mencatat bahwa terdapat hubungan yang terbalik antara penggunaan hutang dan profitabilitas, hal ini timbul karena perusahaan yang memilik profitabilitas yang tinggi lebih memilih mendanai aktivitas bisnisnya melalui dana internal berupa laba ditahan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Kesulitan Keuangan (Financial Distress) Financial distress adalah kondisi di mana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Apabila perusahaan mengalami bangkrut, maka akan timbul biaya kebangkrutan (bankruptcy cost), yang disebabkan oleh keterpaksaan menjual aktiva di bawah harga pasar, biaya likuidasi perusahaan, rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual. Pada umumnya kemungkinan financial distress semakin meningkat dengan adanya penggunaan hutang. Logikanya semakin besar penggunaan hutang, semakin besar pula beban biaya bunga, semakin besar probabilitas bahwa penurunan penghasilan akan menyebabkan financial distress, Lukas (1996) dalam Arrayani (2003). Teori Trade off menyatakan bahwa perusahaan menggunakan hutang lebih sedikit pada saat biaya yang diharapkan dari financial distress tinggi.
3.
Kemampulabaan (Profitabilitas) Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi berarti perusahaan memiliki taxable income to shield yang tinggi sehingga perusahaan dapat menggunakan hutang lebih besar. Modal berdasarkan pajak (tax-based model) mengharapkan bahwa perusahaan yang profitabel harus meminjam banyak, ceteris paribus, karena perusahaan mempunyai kebutuhan yang lebih besar untuk pengurangan laba dari pajak penghasilan. Akan tetapi Chang (1999) dalam Nasruddin (2004) menunjukkan bahwa kontrak yang optimal antara pihak dalam perusahaan dan investor luar yang dapat diinterprestasikan sebagai penggabungan hutang dan
Universitas Sumatera Utara
ekuitas, dan perusahaan yang profitable cenderung menggunakan hutang yang sedikit. 4.
Ukuran Perusahaan (Size) Beberapa studi yang menunjukkan suatu hubungan positif antara leverage dan ukuran perusahaan (size ). Marsh (1982) dalam Nasruddin (2004) menemukan bahwa perusahaan besar lebih sering memilih hutang jangka panjang sedangkan perusahaan kecil memilih hutang jangka pendek. Perusahaan besar mungkin dapat memperoleh keuntungan dalam skala ekonomi dengan melakukan emisi hutang jangka panjang, dan mungkin juga memiliki kekuatan barganing terhadap kreditur. Secara umum, perusahaan yang lebih besar dengan sedikit masalah asymmetric information akan cenderung untuk memilih lebih banyak ekuitas dari hutang dan demikian memiliki leverage yang lebih rendah. Titman dan Wessels (1998) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan yang besar cenderung lebih diversifikasi dibandingkan perusahaan yang lebih kecil sehingga jauh kemungkinan terjadi kebangkrutan. Perusahaan besar biasanya dapat menjamin dengan biaya lebih murah.
5.
Likuiditas Perusahaan yang tidak likuid memiliki jumlah hutang yang relatif kecil karena kreditur lebih memilih menginvestasikan dananya kepada perusahaan yang memiliki likuiditas yang baik, sehingga tax benefit of debt dari penggunaan hutang akan menjadi lebih kecil.
Universitas Sumatera Utara
6.
Pembayaran Dividen (Dividend Payout) Kebijakan mengenai struktur modal juga berkaitan dengan kebijakan dividen. Kebijakan dividen menyangkut keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikan kembali dalam perusahaan. Kebijakan dividen yang optimal adalah kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang sehingga memaksimumkan harga saham perusahaan. Pembayaran dividen yang dianut perusahaan juga dapat mempengaruhi kebijakan hutang. Crutchley dan Hansen (1989) menyatakan pembayaran dividen akan mengurangi aliran kas bebas perusahaan dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya. Sharpe dan Nguyen (1995) dalam Siahaan (2003) berpendapat bahwa perusahaan yang tidak membayar dividen menghadapi informasi asymetri besar yang menyebabkan perusahaan lebih memilih pendanaan melalui hutang daripada ekuitas.
7.
Struktur Aktiva (Assets Structure) Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah yang besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar. Hal ini disebabkan karena dari skalanya perusahaan besar akan lebih mudah mendapatkan akses ke sumber dana dibandingkan dengan perusahaan kecil. Kemudian aktiva tetap dapat digunakan sebagai jaminan atau kolateral hutang perusahaan. Sartono (2001) dalam Arrayani (2003) mengemukakan apabila aktiva tetap perusahaan cocok
Universitas Sumatera Utara
untuk dijadikan agunan kredit, maka perusahaan tersebut akan cenderung menggunakan hutang lebih besar. Williamson (1988) dan Harris dan Raviv (1990) dalam Nasruddin (2004) dalam paper-nya menyatakan bahwa leverage memiliki korelasi positif dengan struktur aktiva (tangibility).
2.2.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel II.4. Penelitian Terdahulu
Nama/ Tahun Namiko (2005)
Judul Penelitian/Objek Penelitian Pengaruh struktur kepemilikan, pembayaran dividen, struktur aktiva dan pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan GO Publik
2
Mayangsari (2001)
3
Susilawati (2004)
No 1
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Struktur kepemilkan, pembayaran dividen, struktur aktiva, pertumbuhan perusahaan.
Pengujian secara regresi baik parsial maupun simultan bahwa hanya struktur aktiva yang berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pendanaan eksternal hutang jangka panjang perusahaan, ditinjau dari pecking order theory.
Pertumbuhan, laba bersih, perubahan modal kerja, struktur aset, size, operating leverage.
Laba bersih, perubahan modal kerja, struktur aset, dan size berpengaruh secara signifikan. Pertumbuhan dan operating leverage tidak berpengaruh secara signifikan
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pendanaan perusahaan manufaktur.
Struktur aktiva, profitabilitas, dan struktur kepemilikan.
1. Secara simultan faktor struktur aktiva, profitabilitas dan struktur kepemilikan berpengaruhi signifikan terhadap keputusan pendanaan dari hutang jangka panjang. 2. Secara parsial faktor struktur aktiva dan profitabilitas bepengaruh signifikan terhadap keputusan pendanaan dari hutang jangka panjang.
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel II.4 No 4
5
Nama/ Tahun Moh’d et. Al (1998)
Judul Penelitian/Objek Penelitian Menguji mengenai struktur kepemilikan saham terhadap kebijakan hutang perusahaan baik secara time series maupun cross sectional.
Siahaan (2003)
Analisis tax benefit dari penggunaan hutang pada industri manufaktur di BEJ.
2.3.
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Ownership structure, Dividend payments, Growth opportunities, Firm size, Assets structure, Assets risk, Profitability, Tax rate, Non debt tax shield, Uniqueness.
1. Ownership structure dan Uniqueness mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang perusahaan dan berhubungan negatif dengan rasio hutang perusahaan. 2. Variabel kontrol yang lain seperti size, assets structure, assets risk, tax rate, dan non debt tax shield mempunyai pengaruh yang signifikan dan mempunyai arah yang positif terhadap rasio hutang perusahaan.
Tax rate, financial distress, profitabilitas, informational asymmetry, likuiditas, assets structuure, size dan uniqueness
1. Tax rate, financial distress, profitabilitas, likiditas, assets structure, size dan uniqueness secara simultan berpengaruh signifikan terhadap besarnya tax benefit dari penggunaan hutang. 2. Tax rate, financial distress, size dan uniqueness secara parsial berpengaruh signifikan tehadap besarnya tax benefit dari penggunaan hutang.
Kerangka Konseptual Perusahaan dalam menentukan struktur modalnya berusaha memaksimalkan
manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang tersebut berupa interest tax shield yang ditimbulkan dari pembayaran bunga. Adapun kebijakan hutang (debt policy) suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain tingkat pajak, kesulitan keuangan, profitabilitas, ukuran perusahaan, likuiditas, pembayaran dividen dan struktur aktiva. Adanya penghematan pajak yang timbul
Universitas Sumatera Utara
dari penggunaan hutang tersebut pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap market value perusahaan. Kerangka konseptual yang dilakukan dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Tingkat Pajak (X1) Kesulitan Keuangan (X2) Kemampulabaan (X3) Ukuran Perusahaan (X4)
Tax Benefit of debt (Y) (present value tax saving)
Likuiditas (X5) Pembayaran Dividen (X6) Struktur Aktiva (X7)
Gambar II.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang
2.4.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan kerangka konseptual dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut: Tingkat pajak, biaya kesulitan keuangan, profitabilitas, ukuran perusahaan, likuiditas, pembayaran dividen dan struktur aktiva berpengaruh terhadap besarnya manfaat pajak (tax benefit) dari penggunaan hutang.
Universitas Sumatera Utara