BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan teori agensi sebagai landasan teori yang utama, di mana teori agensi dalam sektor publik mengacu pada hubungan pemerintah dan masyarakat. Masyarakat bertindak sebagai prinsipal selaku pemangku kepentingan dan memberikan wewenangnya kepada pemerintah selaku agen. Teori agensi mempunyai hubungan yang erat dengan adanya Corporate Governance dalam menciptakan transparansi dan akuntabilitas. Seiring dengan adanya perkembangan teknologi, salah satunya adalah teknologi yang berbasis internet, transparansi dari kegiatan pemerintah daerah dapat dengan mudah disampaikan kepada masyarakat selaku prinsipal. Salah satu sarana yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah adalah dengan website. Hal tersebut sejalan dengan dengan adanya Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Menurut Undang-undang no. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menjelaskan bahwa hak untuk mendapatkan informasi publik adalah hak asasi warga negara yang wajib dilindungi Undang-undang dan badan publik wajib menerapkan sistem informasi yang baik agar dapat menyampaikan informasi publik secara akurat baik melalui media elektronik dan non-elektronik.
9
10
2.1.1
Teori Agensi (Agency Theory) Teori yang terjadi antara dua pihak yaitu pihak principal dan pihak agent
disebut dengan agency theory (Halim dan Abdullah, 2006; Mir, Chatterjee dan Taplin, 2015). Teori keagenan memberikan wawasan mengenai hubungan akuntabilitas dari sudut pandang ekonomi serta alasan di balik pelaporan sukarela informasi keuangan maupun non-keuangan pemerintah daerah (Mir, 2015). Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak di mana satu atau orang lebih (principal) mengikutsertakan orang lain (agent) untuk memberikan jasa atas nama mereka yang melibatkan penyerahan beberapa otoritas pembuatan keputusan kepada agen. Menurut Lane (2003) teori agensi dapat diterapkan dalam organisasi publik, di mana negara demokrasi modern didasarkan pada serangkaian hubungan yaitu sebagai prinsipal-agen. Zimmerman (1977) menyatakan bahwa dalam konteks pemerintahan terdapat juga agency problem di dalamnya. Pada perusahaan, agency problem terjadi antara pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agent. Pada sektor pemerintahan, agency problem terjadi antara pejabat pemerintah yang terpilih dan diangkat sebagai agent dan para pemilih yaitu masyarakat sebagai principal. Yang menjadi masalah dalam lingkup pemerintah daerah adalah adanya asimetri informasi, di mana pejabat pemerintah daerah sebagai agent memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat sebagai principal sehingga dalam pengambilan keputusan lebih banyak membuat keputusan atau kepentingan pemerintah maupun penguasa saja
11
tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat (Setyaningrum dan Syafitri, 2012). Dalam kaitannya dengan asimetri informasi tersebut, prinsipal harus mengeluarkan biaya (cost) untuk memonitor kinerja dari agen, menentukan struktur insentif dan untuk melaksanakan monitoring yang efisien (Petrie, 2002). Salah satu bentuk alat monitoring yang dapat digunkan untuk mengurangi agency cost adalah dengan adanya laporan keuangan dan pengungkapan informasi kepada publik. Dalam konsepsi pemberian informasi melalui internet kepada publik dapat dijadikan alat untuk mengurangi konflik keagenan (Martani dan Puspita, 2009). Teori keagenan mempunyai hubungan yang erat dengan adanya corporate governance. Transparansi dan pengungkapan merupakan aspek penting dalam penerapan good governance yang baik, di mana teori keagenan menyediakan framework yang berhubungan dengan pengungkapan good governance (Kaihatu, 2006). 2.1.2
Good Corporate Governance (GCG) Good Corporate Governance merupakan salah satu cara yang efektif
untuk menggambarkan hak dan tanggung jawab stakeholder perusahaan di mana transparansi merupakan indikator utama standar corporate governance dalam segala industri perusahaan (Suhardjanto dan Dewi, 2011). Good Corporate Governance merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global. Selain itu, krisis ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG (Daniri, 2005).
12
Adapun prinsip-prinsip GCG menurut Komite Nasional Kebijakan Governance yaitu : 1. Transparency (keterbukaan informasi) merupakan adanya keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. 2. Accountability (akuntabilitas) merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 3. Responsibility (pertanggungjawaban) merupakan kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. 4. Independency (kemandirian) merupakan suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran) merupakan perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. 2.1.3
E-Government Sharma (2015) mendefinisikan e-government sebagai penerapan teknologi
yang berbasis internet yang bertujuan untuk memberikan informasi dan layanan keopada penggunanya agar pemerintahan berjalan lebih efektif dan efisien. Sedangkan Martani dan Puspita (2009) menjelaskan bahwa e-government
13
merupakan bentuk aplikasi dari teknologi informasi, terutama teknologi internet untuk memperkaya akses, penyampaian informasi dan pelayanan Pemerintah untuk masyarakat, unit bisnis, pegawai, dan stakeholder lainnya. Implementasi egovernment terus mengalami peningkatan, terdapat 19% dari seluruh organisasi Pemerintah di seluruh dunia telah mengadopsi e-government (West, 2005). Dalam penelitian yang dilakukan Sharma (2015) di Oman menyebutkan juga bahwa egovernment yang dijalankan di sektor publik mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mewujudkan adanya transparansi dan efisiensi baik untuk diterapkan di negara maju maupun negara berkembang. Pemerintah telah mengandalkan sistem e-government dalam rangka mencapai hubungan manajemen yang baik dengan stakeholder kunci termasuk warga, perusahaan, organisasi non-profit, dan instansi pemerintah lainnya. Tujuan utamanya adalah tidak hanya mengotomatisasi fungsi yang ada dan meningkatkan efisiensi pengelolaan, tetapi untuk meningkatkan penggunaan teknologi dalam rangka meningkatkan efektivitas pemerintahan dan mencapai tingkat yang lebih tinggi dari partisipasi, kesadaran, maupun kepercayaan (Sharma, Al-Shihi dan Govindaluri, 2013). Di Indonesia, penerapan e-government diatur dalam sebuah Instruksi Presiden No. 3 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan e-government, di mana e-government didefinisikan sebagai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas pemerintahan.
14
Dalam peraturan ini juga dijelaskan bahwa e-government diperlukan dalam mewujudkan Good Public Governance.
2.1.4
Pengungkapan Informasi pada Website Pemda Pengungkapan (disclosure) berkaitan dengan cara pembeberan atau
penjelasan hal-hal informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai selain apa yang dapat dinyatakan melalui statemen keuangan utama (Suwardjono, 2005). Pengungkapan informasi kepada publik merupakan salah satu bentuk dari akuntabilitas publik yang secara esensial berarti kewajiban untuk menjelaskan dan menjustifikasi tugas (Bovens, 2007). Dalam rangka menjalankan akuntabilitas publik ini lah kemudian dibutuhkan adanya transparansi yakni tingkat dimana warga negara, media dan pasar modal dapat mendapatkan informasi mengenai strategi, aktivitas dan hasil dari aktivitas tersebut (Alt, et.al., 2006). Di Indonesia, Sulistiyo, et.al (2008) meneliti informasi apa saja yang telah disajikan Pemda dan menemukan banyak informasi yang diperlukan oleh stakeholder belum disajikan dalam website Pemda. Sedangkan Garcia-Sanchez et.al. (2013) meneliti tentang pengungkapan informasi terkait kegiatan sosial dan pengelolaan lingkungan daerah di Spanyol. Penelitian ini menemukan hubungan positif antara jumlah penduduk dan tingkat pengungkapan informasi sosial dan lingkungan, sedangkan persaingan politik memiliki hubungan sebaliknya. Pengungkapan dalam laporan keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela
(voluntary
disclosure)
(Suhardjanto
dan
Yulianingtyas,
2011).
15
Mandatory
disclosure
merupakan
pengungkapan
informasi
yang
wajib
dikemukakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh badan otoriter. Sedangkan voluntary disclosure merupakan pengungkapan yang disajikan diluar item-item yang wajib diungkapkan sebagai tambahan informasi bagi pengguna laporan keuangan. Sedangkan informasi yang wajib diungkapkan pada website pemerintah daerah menurut Kemkominfo yakni, Selayang Pandang, Pemerintahan Daerah, Geografi, Peta Wilayah dan Sumberdaya, Peraturan/Kebijakan Daerah Buku Tamu (Sulistiyo, Negara dan Firdaus, 2008). Selain isi minimal seperti tersebut di atas, Kemkominfo menyatakan bahwa isi lainnya yang akan disajikan pada suatu situs web Pemerintah Daerah diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing Penanggungjawab Situs dan Manajer Situs web Pemerintah Daerah, tergantung pada kondisi setempat dan kesediaan data serta informasi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. 2.1.5
Informasi Keungan dan Non Keuangan Sinaga dan Prabowo (2010) menyatakan bahwa pelaporan keuangan
merupakan suatu struktur dan proses akuntansi yang menggambarkan bagaimana informasi keuangan disediakan dan dilaporkan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial negara. Informasi keuangan dan non keuangan merupakan informasi yang penting digunakan oleh investor dalam pengambilan keputusan. Setiap perusahaan publik diwajibkan membuat laporan tahunan sebagai sarana pertanggungjawaban terutama kepada pemegang saham. Laporan tahunan (annual report) merupakan laporan yang diterbitkan oleh pihak manajemen perusahaan
16
setahun sekali yang berisi informasi keuangan dan non keuangan perusahaan yang berguna bagi pihak stakeholders untuk menganalisis kondisi perusahaan pada periode tersebut. Menurut Sudarmadji dan Sularto (2007) laporan keuangan yang diungkapkan dalam laporan tahunan meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan ini wajib diaudit oleh auditor independen sebagai wujud dari transparansi keuangan perusahaan. Sedangkan laporan non keuangan yang diungkapkan dalam laporan tahunan meliputi laporan manajemen yang berisi informasi penting mengenai perusahaan seperti laporan dewan komisaris, laporan direksi, kinerja perusahaan selama satu periode, profil perusahaan, strategi perusahaan, prospek perusahaan, dan informasi penting lainnya yang berhubungan dengan perusahaan. Selain pada prusahaan ataupun entitas bisnis, pengungkapan informasi keuangan maupun non keuangan juga dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah daerah melakukan pengungkapan informasi keuangan dan non keuangan secara sukarela di internet untuk memenuhi kebutuhan dari masyarakat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hermana dkk., (2012) yaitu Financial Transparency on the Web menggunakan fitur-fitur yang diteliti yaitu : 1. Fitur non keuangan, terdiri dari 18 fitur yaitu News, Kontak Pemda, buku tamu, kegiatan Pemda, Visi dan Misi, Profil, sejarah, Struktur, promosi, FAQ, E-procurement, Fasilitas Pencarian, Tautan Link, Peta Daerah, Site Map, Forum dan Pooling.
17
2. Fitur keuangan, terdiri dari 15 fitur yaitu Informasi Penyelewengan Keuangan, Informasi Pajak dan Retribusi, Informasi Tugas Pembantu, Informasi dana Konsentrasi, Dokumen Peraturan daerah, Dokumen peraturan Pemerintah, Inventarisasi Aset, Opening Balance, Laporan Keuangan BUMD, Informasi Keuangan, Arus Kas, Realisasi Anggaran, APBD dan Neraca Pemda. 2.1.6
UU no 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Menurut Undang-undang no.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik menjelaskan bahwa hak untuk mendapatkan informasi publik adalah hak asasi warga negara yang wajib dilindungi Undang-undang dan badan publik wajib menerapkan sistem informasi yang baik agar dapat menyampaikan informasi publik secara akurat baik melalui media elektronik dan non-elektronik. UU no 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ini berkaitan dengan adanya trasparansi yang ada pada pemerintahan. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menyatakan salah satu informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala oleh Pemda sebagai badan publik adalah informasi mengenai laporan keuangan (Martani, Fitriasari dan Annisa, 2013).
UU KIP menyatakan bahwa informasi publik
hendaknya disampaikan dengan cara yang mudah untuk dijangkau oleh masyarakat. Menurut UU KIP informasi merupakan keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makan, dan pesan, baik data fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan
18
dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan
perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik. Sedangkan Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. 2.1.7
Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah Daerah dituntut mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
terhadap pengelolaan keuangannya agar tercipta pemerintahan yang bersih. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menyajikan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) (Setyaningrum dan Syafitri, 2012). Sedangkan jika mengacu pada agency theory, akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2009). Oleh karena itu akuntabilitas dijadkan landasan utama dalam proses penyelenggaraan pemerintah yang baik. Stanburry (2003) menyatakan akuntabilitas merupakan bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan dari misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah direncanakan
19
sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Akuntabilitas publik terdiri dari dua jenis, yaitu : akuntabilitas vertikal (vertical accountability) dan akuntabilitas horisontal (horizontal accountability) (Mardiasmo, 2009). Pertanggungjawaban vertikal ialah pertanggungjawaban atas pengelolaan
dana
kepada
otoritas
yang
lebih
tinggi.
Sedangkan
pertanggungjawaban horisontal ialah pertanggungjawaban kepada masyarakat yang luas. Mardiasmo (2009) mengungkapkan bahwa transparansi merupakan keterbukaan pemerintah dalam mengungkapkan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak yang membutuhkan informasi tersebut. Sedangkan Piotrowski dan Bertelli (2010) dalam kaitannya transparansi dan partisipasi menyatakan bahwa transparansi bukan hanya tentang kuantitas informasi pemerintah tetapi juga tentang apakah informasi tersebut akurat, dapat diakses, lengkap, dimengerti, tepat waktu, dan biaya yang rendah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dinyatakan bahwa keuangan daerah harus dikelola dengan tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan tanggung jawab dengan memperhatikan asa keadilan, kepatuhan, dan adnya manfaat yang akan diperoleh oleh masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah mempunyai kewajiban yaitu memberikan informasi keuangan maupun non keuangan yang digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak yang berkepentingan.
20
2.1.8
Tingkat Kemandirian Daerah Sumber utama dari pendapatan asli daerah sendiri didapat dari pajak dan
retribusi. Dengan demikian, semakin besar PAD maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah, sehingga Pemda akan terdorong untuk melakukan pengungkapan secara lengkap pada laporan keuangannya agar transparan dan akuntabel. Pemda yang memiliki PAD tinggi akan
menunjukkan
kepada
para
stakeholders-nya
bahwa
Pemda
telah
menghasilkan kinerja yang tinggi. Kinerja yang tinggi merupakan sinyal dari manajemen publik yang baik (Christiaens, 1999). Sumber PAD yang utama adalah pajak dan retribusi daerah yang berasal dari masyarakat masing-masing daerah. Dengan demikian, semakin besar PAD maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah, sehingga Pemda akan terdorong untuk melakukan pengungkapan secara lengkap pada laporan keuangannya agar transparan dan akuntabel (Setyaningrum dan Syafitri, 2012). Keberhasilan suatu daerah dapat dilihat dari PAD dan kemakmuran rakyatnya, sehingga kemandirian suatu daerah dapat dilihat dari seberapa besar kontribusi PAD terhadap APBD daerah tersebut (Karo Karo, 2014). 2.1.9
Tingkat Pendidikan Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan memberikan suatu nilai-nilai
tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima halhal baru. Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan
21
memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini tidak menjadi prioritas (Tampubolon, 2014). Dalam penelitiannya juga disebutkan bahwa setidaknya ada dua hal penting menyangkut kondisi SDM Indonesia, yaitu pertama adanya ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Setelah krisis ekonomi, kini berjumlah sekitar 8 juta dan tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi. Spesialisasi pekerjaan biasanya diukur menurut tingkat pendidikan formal anggota, berbagai spesialisasi pekerjaan, atau klasifikasi pekerjaan (Kimberly & Evanisko 1981). Penelitian yang dilakukan Suhardjanto et al. (2010) menyatakan bahwa latar belakang pendidikan bupati merupakan prediktor yang signifikan terhadap kepatuhan pengungkapan SAP yang wajib. Gandia dan Archidona (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang ada di suatu daerah, maka besar kemungkinan bahwa mereka akan lebih memanfaatkan adanya website pemerintah. 2.1.10 Jumlah Penduduk Pengertian penduduk menurut UU RI No. 10 tahun 1992 yaitu orang dalam matranya sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara dan himpunan kuantitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah Negara pada waktu tertentu. Jumlah penduduk yang lebih besar cenderung menuntut pelayanan yang lebih dan dengan demikian administrasi
22
publik dipaksa untuk berurusan dengan berbagai pemangku kepentingan yang lebih luas (Garcia-Sanchez, 2013). Penduduk merupakan bagian penting dalam pertanggung jawaban dari informasi yang ada pada pemerintah daerah. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan pada pemerintah daerah New Jersey, telah diungkapkan bahwa adanya hubungan positif antara jumlah penduduk dengan pengungkapan informasi keuangan (Piotrowski dan Bertelli, 2010). Estimasi jumlah penduduk di berbagai tingkat usia pada periode tertentu sangat penting untuk membuat anggaran yang berkualitas di berbagai negara berkembang (Kabir dan Rahman, 2012). Setidak-tidaknya ada tiga faktor lain yang sering di masukan sebagai unsur integral dari sistem kependudukan yakni : (1) Struktur penduduk, yaitu : distribusi umur dan jenis kelamin (2) Komposisi penduduk, yaitu ciri-ciri sosio demografi penduduk yang luas lingkupnya, antara lain status perkawinan, pendapatan, ras, pendidikan, pekerjaan atau agama; (3) Distribusi penduduk, yaitu persebaran dan lokasi penduduk dalam suatu wilayah tertentu (Goldscheider, 1969). 2.1.11 Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Kemampuan keuangan daerah dapat diukur dari pendapatan per kapita yang ada pada masing-masing daerah (Laswad et al, 2005). Menurut Styles and Tennyson (2007) pendapatan per kapita yang tinggi disuatu daerah akan menyebabkan tingginya tingkat pengungkapan informasi keuangan dalam website pemerintah daerah. Pemda yang memiliki tingkat kekayaan yang lebih tinggi memiliki tingkat internet financial reporting yang lebih tinggi (Martani dan
23
Puspita, 2009). Kekayaan Pemda menggambarkan tingkat kemakmuran daerah tersebut (Sinaga, 2011). Liestiani (2008) menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) per kapita sebagai proksi untuk menjelaskan kekayaan daerah. Suhardjanto et al. (2010) menyatakan bahwa PAD merupakan satu-satunya sumber keuangan yang berasal dari pemerintah itu sendiri yang mencerminkan kemampuan keuangan daerah. Sedangkan Rahman dan Sutaryo (2013) mendefinisikan kemampuan keuangan pemerintah daerah dengan rasio pengelolaan belanja yang diukur dengan total Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan total belanja. Begitu juga dengan Christiaens (1999) dan Laswad et al. (2005) yang menyebutkan bahwa kemampuan keuangan daerah diukur dari Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan per kapita.
2.2 Penelitian Terdahulu Berikut adalah data-data penelitian terdahulu yang berhubungan dengan pengungkapan layanan publik pada website pemerintah daerah : Nama Peneliti
Variabel
Grand Theory
Kesimpulan
Isabel-María
Y:
Agency Theory Pada tingkat kota
García-Sánchez
Pengungkapan
dan
menunjukkan
(2013)
informasi
Stakeholder
derajat lebih tinggi
X:
Theory
dari transparansi
Tingkat
dalam hal ekonomi,
24
perkembangan
keuangan dan
ekonomi, Tingkat
anggaran namun
kualitas hidup,
cenderung tidak
Ukuran entitas
berfokus pada isu-
publik,
isu sosial.
kemampuan
Sebaliknya, ada
keuangan daerah,
trade-off yang
Ideologi politik,
signifikan dalam
Stabilitas dan
jumlah informasi
kekuatan politik,
yang diungkapkan
Persaingan politik
tentang topik sosial dan lingkungan.
Martani, Nastiti,
Y:
dan Wicaksono
Pengungkapan
(2014)
informasi pada publik
Stakeholder
Hasil pengujian
Theory dan
regresi ditemukan
Agency Theory bahwa tingkat pendidikan, jumlah penduduk, dan
X : kekayaan Tingkat
pemerintah daerah
pendidikan,
memiliki pengaruh
Jumlah penduduk,
yang signifikan dan
Kemampuan
positif terhadap
keuangan
25
pemerintah
tingkat
daerah,
pengungkapan
Kemandirian
pelayanan publik di
pemerintah
Indonesia,
daerah
sedangkan tingkat kemandirian memiliki berpengaruh positif tetapi tidak signifikan.
Gandia and
Y:
Agency Theory Bukti empiris yang
Archidona
Pengungkapan
diperoleh
(2007)
sukarela di
mengungkapkan
website
tingkat
pemerintahan
pengungkapan yang
Spanyol
rendah di antara
X:
situs web kota
Kompetisi politik,
Spanyol. Hasilnya
Kemampuan
menunjukkan bahwa
keuangan daerah,
tingkat
Leverage,
pengungkapan
Visibilitas media
tergantung pada
publik, Tingkat
persaingan politik,
26
pendidikan dan
visibilitas media
akses internet,
publik dan akses ke teknologi dan tingkat pendidikan warga.
Puspita dan Martani (2009)
Y: Tingkat pengungkapan dalam website
Teori agensi
Pemda
dan Teori
mengungkapkan
Signalling
informasi pada websitenya pada tingkat 44.84% (total
X:
pengungkapan),
Pendapatan Asli
47% (pengungkapan
Daerah (PAD),
konten), dan
Tingkat
42.61%. (presentasi
Ketergantungan,
pengungkapan).
Ukuran Pemda,
Pengungkapan
Kompleksitas
dalam website
Pemerintahan,
Pemda di Indonesia
dan Belanja
masih tergolong
Daerah
rendah, karena masih berada di bawah level 50%.
27
Informasi yang paling banyak disajikan adalah profil daerah, namun informasi tentang kegiatan pembangunan dan keuangan masih sedikit diungkapkan. Laswad, Fisher , and Oyelere (2005)
Y: Pengungkapan sukarela laporan keuangan
Agency Theory Otoritas lokal di Selandia Baru menggunakan Internet Financial Report (IFR) dapat
X: diprediksi Kompetisi politik,
berdasarkan tingkat
Ukuran daerah,
leverage keuangan,
Leverage, Tingkat
kemampuan
kemampuan
keuangan kota,
keuangan daerah,
tekan visibilitas dan
Frekuensi
jenis dewan.
pelaporan
28
aktivitas pemerintah, Tipe pemerintah Cinca and Tarragona (2009)
Y: Pengungkapan informasi keuangan melalui
Agency Theory Ukuran kota yang dan Diffusion
lebih besar, yang
of Innovation
memperoleh
(DOI) Theory
pembiayaan di pasar keuangan, lebih
internet
cenderung X: mengungkapkan Ukuran kota,
informasi keuangan
Fitur keuangan,
melalui internet.
Kebijakan kota,
Kota yang berupaya
E-government,
lebih besar untuk
Akses internet,
menerapkan e-
Kemampuan
government lebih
keuangan
mungkin untuk
masyarakat, mengungkapkan tingkat budaya informasi keuangan masyarakat. melalui Internet Sharma
Y: Penggunaan
Diffusion of
Hasil penelitian
Innovation
menunjukkan bahwa
29
(2014)
pelayanan egovernment X:
(DOI) Theory
dimensi kualitas pelayanan, yaitu, kehandalan, keamanan, efisiensi
Kehandalan, dan responsif, keamanan, adalah penentu efisiensi, utama yang responsif, dan mempengaruhi demografi seperti kesediaan untuk usia, jenis menggunakan kelamin serta layanan etingkat government. Selain pendidikan. dimensi kualitas pelayanan, dua variabel demografis, yaitu, usia dan tingkat pendidikan responden, menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik dengan kesediaan untuk
30
menggunakan layanan egovernment. Martani, Fitriasari dan Annisa (2013)
Y: Tingkat transparansi keuangan dan kinerja pemerintah
Teori Agensi
Tingkat transparansi
dan Teori
informasi keuangan
Signalling
dan kinerja dalam website resmi Pemda hanya sebesar 15%. Hal ini menunjukkan
X: bahwa selama 10 Ukuran
tahun implementasi
pemerintah,
pengembangan e-
Tingkat
government di
ketergantungan
Indonesia, terutama
dengan
untuk transparansi
pemerintah pusat,
informasi keuangan
Bentuk
dan
pemerintahan Kinerja. daerah, Tingkat kesejahteraan sosial, Tingkat
31
pengangguran.
2.3 Kerangka Pemikiran Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Tingkat Pendidikan (X1)
Tingkat Kemandirian Daerah (X2) Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah (X3)
Jumlah Penduduk (X4)
Pengungkapan Informasi Nonkeuangan pada Website Pemda (Y)
32
2.4 Pengembangan Hipotesis Berdasarkan landasan teori yang sudah dijabarkan di atas dan berdasarkan penelitian terdahulu, dapat ditarik hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Tingkat Pendidikan Pada penelitian yang dilakukan Gandia dan Archidona (2007) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan informasi pada website pemerintah. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Martani (2014) juga menunjukkan hasil yang sama yaitu tingkat pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap pengungkapan informasi non-keuangan pada website resmi pemerintah daerah. Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu masyarakat maka akan semakin kritis juga masyarakat tersebut dalam meminta informasi kepada pemerintah daerah terkait pelaksaan kegiatan pada pemerintahannya. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut :
H1: Tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkpan informasi non-keuangan pada website pemerintah daerah.
2. Tingkat Kemandirian Daerah Menurut Lesmana (2010) menemukan bahwa rasio kemandirian keuangan daerah berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD. Tingkat kemandirian daerah diukur dari total pendapatan asli daerah dibagi dengan total
33
pendapatan. PAD sebagai salah satu penerimaan daerah yang bersumber dari wilayahnya sendiri yang mencerminkan tingkat kemandirian daerah (Santosa dan Rahayu 2005). Berdasarkan latar belakang tersebut dapat ditarik hipotesis yang kedua, yaitu: H2: Tingkat kemandirian suatu daerah berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan informasi non-keuangan pada website pemerintah daerah.
3. Kemampuan Keuangan Daerah Kemampuan keuangan daerah dapat diukur berdasarkan belanja per kapita, dimana nilai belanja adalah total belanja dikurangi dengan belanja pegawai. Menurut Laswad et al. (2005) juga menemukan bahwa kekayaan kota berhubungan positif dan signifikan dengan tingkat pengungkapan sukarela laporan keuangan di internet. Begitu juga menurut Setyaningrum (2012), kekayaan daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. Dengan demikian hipotesis ketiga sebagai berikut:
H3: Kemampuan keuangan suatu daerah berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan informasi non-keuangan pada website pemerintah daerah.
4. Jumlah Penduduk Semakin besar jumlah penduduk yang ada di suatu daerah, semakin besar pula tuntutan dari masyarakat kepada pemerintah dalam mengungkapkan informasi mengenai kegiatan pemerintahannya. Menurut Garcia-Sanches (2013)
34
jumlah penduduk memiliki hubungan yang positif tehadap pengungkapan informasi keuangan terkait dengan hubungaannya dengan adanya transparansi dalam bidang informasi sosial dan lingkungan di website pemerintah daerah di Spanyol. Jumlah penduduk yang lebih besar cenderung menuntut pelayanan yang lebih dan dengan demikian administrasi publik dipaksa untuk berurusan dengan berbagai pemangku kepentingan yang lebih luas (Garcia-Sanchez, 2013). Dari pernyataan diatas dapat ditarik sebuah hipotesis keempat sebagai berikut:
H4: Jumlah penduduk suatu daerah berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan informasi non-keuangan pada website pemerintah daerah.