BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Komunikasi Komunikasi (communication) berasal dari kata Latin yaitu communicatio,
dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan suatu efek tertentu. Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan. Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lainnya. Sedangkan perasaan dapat berupa keyakinan, kepastian, keberanian, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati seseorang. Definisi komunikasi : Menurut Forsdale (1981) seorang ahli pendidikan terutama ilmu komunikasi : Dia menerangkan dalam sebuah kalimat bahwa “communication is the process by which a system is established, maintained and altered by means of shared signals that operate according to rules”. Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu sistem dibentuk, dipelihara, dan diubah dengan tujuan bahwa sinyal-sinyal yang dikirimkan dan diterima dilakukan sesuai dengan aturan. Tommy Suprapto (2009:7), membagi pengertian Komunikasi berdasarkan tiga hal, yaitu pengertian secara etimologis, terminologis, dan pradigmatis. a. Secara Etimologis, komunikasi dipelajari berdasarkan asal-usul kata, yaitu komunikasi yang berasal dari bahasa latin “Communicatio” yang
8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
bersumber dari kata commnis yang berarti sama makna mengenai sesuatu hal yang dikomunikasikan. b. Secara Terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. c. Secara Paradigmatis, komunikasi berarti pola yang meliputi sejumlah komponen berkolerasi satu sama lain secara fungsional untuk mencapai tujuan tertentu. Contohnya seperti ceramah, kuliah, kotbah, diplomasi, dan sebagainya. 2.2
Pengertian Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, yakni surat
kabar, majalah, radio, televise dan film. Komunikasi massa menurut Severin, Tan dan Wright merupakan komunikasi yang menggunakan bentuk saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal. Berjumlah banyak, bertempat tinggal jauh, sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu.2 Definisi komunikasi massa menurut De Fleur dan Dennis, 1985 sebagaimana yang dikutip Senjaya, 1993 yakni, proses dimana komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas dan terus-
2
Djlaludin Rachmat, Teori Komunikasi Massa, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal.56
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cerita.3 Menurut Rakhmat, komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar melalui media cetak, surat kabar, majalah, elektronik, radio dan televisi, sehingga pesan dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pesan yang disampaikan melalui media massa merupakan produk dan komoditi yang mempunyai nilai tukar, serta acuan simbolik yang mempunyai nilai guna. Komunikasi massa mempunyai beberapa perbedaan dengan komunikasi tatap muka. Menurut De Fleur dan Dennis, perbedaan terjadi dalam hal konsekuensi menggunakan media, konsekuensi memiliki khalayak luas dan beragam, pengaruh social dan kultur. Sedangkan menurut Elizabeth NoelleNeuman ada empat tanda pokok dari komunikasi massa bila secara teknis komunikasi massa dibandingkan dengan system komunikasi interpersonal. Tanda pokok tersebut adalah : bersifat tidak langsung, bersifat searah, bersifat terbuka, mempunyai public yang tersebar secara geografis. 2.2.1
Definisi Komunikasi Massa Menurut Para Ahli Joseph R. Dominick : Komunikasi massa adalah suatu proses dimana suatu organisasi yang kompleks dengan bantuan satu atau lebih mesin
3
Alexander Romundor&Henny, Manajemen Media Massa, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta, 2004, Cet.ke-4, hal.3.2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
memproduksi dan mengirimkan pesan kepada khalayak yang besar, heterogen, dan tersebar.
Jalaluddin Rakhmat : Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
2.2.2
Karakteristik Komunikasi Massa Komunikasi massa berbeda dengan komunikasi lainnya, seperti
komunikasi antarpesonal dan komunikasi kelompok.
Perbedaan itu meliputi
komponen-komponen yang terlibat didalamnya, juga proses berlangsungnya komunikasi tersebut. Karakteristik komunikasi massa adalah sebagai berikut : a)
Komunikator terlembagakan
Dengan mengingat kembali pendapat Wright, bahwa komunikasi massa itu melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. b)
Pesan bersifat umum
Komunikasi massa bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang, yang tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa atau opini. c)
Komunikannya anonim dan heterogen
Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. disamping
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
anonim komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang, agama dan tingkat ekonomi. d)
Media massa menimbulkan keserempakan
Jumlah sasaran khalayak atau komunikan relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula. e)
Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan
Setiap kominikasi melibatkan unsur isi dan unsur hubungan sekaligus. Pada komunikasi antarpesona, unsur hubungan sangat penting. Sebaliknya pada komunikasi massa yang penting adalah unsur isi. f)
Komunikasi massa bersifat satu arah
Komunikasi massa itu adalah komunikasi dengan menggunakan atau melalui media massa. Karena melalui komunikasi massa maka komunikatornya dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan komunikan pun aktif menerima pesan namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam komunikasi antarpesona. Dengan demikian komunikasi massa itu bersifat satu arah. g)
Stimulasi alat indra “terbatas”
Dalam komunikasi massa stimulus alat indra bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah pembaca hanya melihat. Pada radio
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
siaran dan rekaman auditif khalayak hanya mendengar sedangkan pada media televisi dan film kita menggunakan indra penglihtan dan pendengaran. h)
Umpan balik tertunda (delayed)
Umpan balik
atau yang lebih populernya feedback sebagai respons
mempunyai volume yang tidak terbatas pada komunikasi antarpesona. Bila saya memberikan kuliah pada anda secara tatap muka, saya akan memperhatikan bukan saja ucapan anda, tetapi juga kenyitan mata, gerak bibir, posisi tubuh, intonasi suara dan gerakan lainya yang dapat saya artikan. Semua simbol tersebut merupakan umpan balik yang saya terima lewat seluruh alat indra saya. Umpan balik ini bersifat langsung (direct feedback) atau umpan yang bersifat segera (immediate feedback).4
2.2.3
Peranan Komunikasi Massa Lebih jauh Dominick (2000) mengatakan bahwa dalam melihat fungsi
dan kegunaan komunikasi massa. Perlu dilakukan dua bentuk analisis, yakni analisis makro (wide-angle lens) dan analisis mikro (close-up lens). Kedua metode ini, baik analisis makro maupun analisis mikro, kadangkala memiliki hasil yang sama pada khalayak dalam menyerap informasi yang disampaikan media massa. Tetapi tidak berarti khalayak memiliki kesamaan dalam menggunakan media massa. Hal ini yang sering tidak diantisipasi oleh para komunikator massa.5 4
Drs. Elvirano Ardianto, M.Si “Komunikasi Massa Suatu Pengantar”, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007. Hal 6-11
5
Ibid. Hal 13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
2.2.4 Fungsi Komunikasi Massa Bagi Masyarakat Menurut DeVito (1996) menyebutkan fungsi komunikasi massa secara Khusus, adalah : meyakinkan (to persuade), menganugerahkan status, membius (narcotization), menciptakan rasa kebersatuan, privatisasi dan hubungan parasosial. 1. Fungsi meyakinkan (to persuade) Menurut Devito (1996) persuasi bisa datang dalam bentuk : a. Mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan atau nilai seseorang. b. Mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang. c. Menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu, dan d. Memperkenalkan etika atau menawarkan sistem nilai tertentu. 2. Fungsi Menganugerahkan Status Penganugerahan status (status conferral) terjadi apabila berita yang disebarluaskan melaporkan kegiatan individu-individu tertentu sehingga prestise (gengsi) mereka meningkat. 3. Fungsi membius (Narcitization) Salah satu fungsi media massa yang paling menarik dan paling banyak dilupakan adalah fungsi membiusnya (Narcitization). Ini berarti apabila media menyajikan informasi tentang sesuatu, penerima percaya bahwa tindakan harus diambil. Sebagai akibatnya pemirsa atau penerima terbius
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
kedalam keadaan pasif, seakan-akan berada dalam pengaruh narkotik (DeVito 1996) 4. Fungsi menciptakan Rasa Kebersatuan Fungsi komunikasi massa yang tidak banyak disadari oleh kita semua adalah kemampuannya untuk membuat kita merasa menjadi anggota suatu kelompok. 5. Fungsi Privatisasi Privatisasi adalah kecenderungan bagi seseorang untuk menarik diridari kelompok social dan mengucilkan diri kedalam dunianya sendiri. Beberapa ahli berpendapat bahwa berlimpahnya informasiyang dijejalkan kepada kita, membuat kita merasa kekurangan.6 2.3 Media Massa Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Sedangkan media elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio siaran, televisi, film, media on-line. apa yang dilakukan media terhadap masyarakat menjadi apa yang dilakukan masyarakat terhadap media. Atau, bergeser dari komunikator ke komunikan, dari sumber ke penerima. Dari khalayak sebagai penerima pasif menjadi penerima aktif. Jadi, sebagai mana dikatakan Tan (1981 : 297), the mass
6
ibid. Hal 20-24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
media uses and gratifications itu penekanannya terletak pada aktifitas khalayak dalam menggunakan media dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Sementara, aktifitas khalayak sendiri mengandung arti bahwa anggota khalayak itu mengarahkan dirinya sendiri pada proses komunikasi . Asumsi ini memandang bahwa penggunaan media didorong oleh kebutuhan dan tujuan yang didefinisikan sendiri oleh khalayak, dan partisipasi aktif dalam proses komunikasi dapat membantu, membatasi atau bahkan mempengaruhi gratifikasi dan efek yang berkaitan dengan terpaan media.
2.4
Film
2.4.1
Pengertian Film Film memiliki pengertian yang beragam, tergantung sudut pandang orang
yang membuat definisi. Berikut adalah beberapa definisi film. Menurut Kamus Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahsa pada tahun 2008, film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negative (yang akan dibuat potret). Film juga merupakan media untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dibioskop). Film juga diartikan sebagai lakon (cerita) gambar hidup. Kemudian UU No. 23 Tahun 2009 tentang perfilman, Pasal 1 menyebutkan film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Dalam Kamus Komunikasi halaman 134, disebutkan : film adalah media yang bersifat visual atau audio visual untuk menyampaikan pesan kepada kelompok orang yang berkumpul disuatu tempat. Kamus Komunikasi ini ditulis oleh Heru Effendy. Ada juga yang menyebut film sebagai media komunal, perpaduan dari berbagai teknologi dan unsur-unsur kesenia baik seni rupa, teater, sastra, arsitektur dan musik. Film merupakan perpaduan dari perkembangan tekhnologi fotografi dan rekaman suara.7 2.4.2
Fungsi Film Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama
adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informative maupun edukatif, bahkan persuasive. Hal inipun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building (Effendy, 1981: 212). Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film-film sejarah yang objektif, atau film documenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang.
7
Trianton, Trianton. “Film Sebagai Media Belajar”, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013. Hal 1-2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
2.4.3
Karakteristik Film Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah layar
lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis. A. Layar yang Luas// Lebar Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Layar film yang luas telah memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film. B. Pengambilan Gambar Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot, dan panoramic shot. Shot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistic dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. C. Konsenttrasi penuh Kita semuanya terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suara diluar karena biasanya ruangan kedap suara. Semua mata hanya tertuju pada layar, sementara pikiran perasaan kita tertuju pada alur cerita D. Identifikasi Psikologi Kita semua dapat merasakan bahwa suasana digedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan. Karena penghayatan kita yang amat mendalam, seringkali secara tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
sadar kita menyamakan pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah kita lah yang sedang berperan.8
2.4.4
Jenis-jenis Film
A. Film Cerita Film Cerita (story film) adalah jenis film yang mengandung suatu crita yang lazim dipertunjukkan digedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan. B. Film Berita Film Berita atau Newsreel dalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada public harus mengandung nilai berita (news value). C. Film Dokumenter Film Dokumenter (Documentary Film) didefinikan oleh Robert Flaherty sebagai sebagai “karya ciptan mengenai kenyataan” (Creative treatment of actuality). Film documenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyatan tersebut .
8
Drs. Elvirano Ardianto, M.Si “Komunikasi Massa Suatu Pengantar”, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007. Hal 6-11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
D. Film Kartun Film Kartun (Cartoon Film) dibuat untuk konsumsi anak-anak, sebagian besar film kartun, sepanjang film itu diputar akan membuat kita tertawa karena kelucuan para tokohnya. Sekalipun tujuannya menghibur, film kartun bisa juga mengandung unsur pendidikan.9 2.4.5
Film Sebagai Media Pembelajaran Media juga alat-alat audio visual seperti televisi dan film, artinya alat
yang dapat dilihat dan didengar yang dipakai dalam proses pemblajaran dengan maksud untuk membuat cara berkomunikasi lebih efektif dan efisien. Suleiman (1985) dalam bukunya Media Audio Visual Untuk Pengajaran, Penerangan, dan Penyuluhan.
Menjelaskan
ihwal
alat-alat
audio
visual
sebagai
media
pembelajaran. Alat-alat audio visual menurutnya adalah alat-alat yang audible artinya dapat didengar dan alat-alat yang visible artinya dapat dilihat. Alat-alat audio visual gunanya untuk membuat cara berkomunikasi menjadi efektif. Diantara alat audio visual itu termasuk gambar, foto, slide, model, pita kaset, tape recorder, film bersuara dan televisi 10 Tujuan penggunaan media film-sinematografi adalah agar mendidik dan peserta didik dapat berkomunikasi lebih hidup serta interaksinya bersifat multi arah. Sekali arah, media adalah alat yang dapat membantu proses pembelajaran yang berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan lebih baik, lebih sempurna.
9
Drs. Elvirano Ardianto, loc.cit., Hal 145-149 Teguh Trianton, loc.cit., 57-59
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Proses belajar sosial dilalui dalam empat tahapan : proses perhatian, peringatan, reproduksi motoris, dan proses motivasional. Media yang bagus adalah media yang mengandung pesan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar, sehingga bila seseorang ingin belajar tidak menjadi bosan atau cepat jenuh dalam meraih tujuan-tujuan belajar. Pendidikan melalui media visual adalah metode untuk memperoleh pengertian yang lebih baik dari sesuatu yang didengar atau dibacanya. Media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan dalam melakukan komunikasi dengan belajar. Ini bisa berupa perangkat keras, seperti komputer, televisi, projector, dan perangkat lunak yang digunakan dalam perangkat keras itu. Secara spesifik dalam persoalan film sebagai media pembelajaran yaitu :
Film mampu mengatasi keterbatasan jarak dan waktu.
Film mampu menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lalu secara realistis.
Film dapat membawa penonton dari satu tempat ke tempat yang lain atau dari masa yang satu ke masa yang lain.
Pesan yang disampaikan cepat dan mudah diingat.
Film dapat mengembangkan pikiran dan gagasan, mengembangkan imajinasi siswa dan memperjelas hal-hal yang abstrak dengan gambaran yang lebih realistis. dan film juga sangat mempengaruhi esmosi seseorang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Film sangat baik untuk menjelaskan suatu proses dan menjelaskan suatu keterampilan dan kita bisa belajar dari film karena mampu menumbuhkan minat dan motivasi belajar.11
2.4.6 Film dan Masyarat Hubungan antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari perkembanga awal penelitian komunikasi yang selalu berkutat disekitar kajian tentang dampak media. Selama beberapa decade, paradigma yang mendominasi penelitian komunikasi tidak jauh beranjak dari “model komunikasi mekanistik”, yang pertama kali diintrodusir oleh Shannnon dan Weaver (1949). Komunikan selalu diasumsikan oleh paradigm ini sebagai entitas pasif dalam menerima pengaruh dari media massa12 Meskipun pada awalnya film adalah hiburan bagi kelas bawah diperkotaan, dengan cepat film mampu menembus batas-batas kelas dan menjangkau kelas yang lebih luas. Kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, kemudian menyadarkan para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Karena itu, mulai merebaklah studi yang hendak melihat dampak film terhadap masyarakat. Ini bisa dilihatdari sejumlah sejumlah penelitian film yang mengambil berbagai topic seperti: pengaruh film terhadap anak, film dan agresivitas, film dan politik, dan seterusnya.
11 12
Trianton, Trianton. “Film Sebagai Media Belajar”, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013. Hal 57-59 Budi Irawanto. “Film, Ideologi, dan Militer”, Yogyakarta: Media Pressindo, 1999. Hal 12-15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Karakteristik film sebagai media massa juga mampu membentuk semacam consensus public secara visual, karena film selau bertautan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan seelesra public. Dengan kata lain, film merangkum pluralitas nila yang ada dalam masyarakatnya. Makna film sebagai representasi dari realitas masyarakat, bagi Turner, berbeda dengan film sekedar sebagai refleksi dari realitas. Sebagai refleksi dari realitas, film sekedar “memindah” realitas kelayar tanpa mengubah realitas itu. Sementara itu, sebagai representasi dari realitas, film membentuk dan “menghadirkan kembali” realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi, dan ideology dari kebudayaannya. Dalam perspektif Marxian, film sebagai instituisi sosial dianggap memiliki aspek ekonomis sekaligus ideologis. Film senantiasa berkisar pada produksi representasi, bagi masyarakat yang telah disiapkan untuk berharap memperoleh kesenangan didalam sistem yang menjamin berputarnya capital.13
2.4.7
Film sebagai Teks Teks dapat di pahami dan dialami sebagai reaksi terhadap tanda. yang ada
hanyalah teks (film) dan pembaca (penonton). Penontonlah yang memberikan makna dan penafsiran. Penonton mempunyai kekuasaan absolut untuk memaknai film yang baru saja ditontonnya—bahkan tidak harus sama dengan maksud sang
13
Ibid. Hal 12-15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
sutradara. Semakin cerdas penonton itu penafsirkan, semakin cerdas pula film itu memberikan maknanya.14 Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling pentiing dalam film adalah gambar dan suara: kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar) dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu.15
2.5
Makna Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna
merupakan bentuk reponsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki. Ujaran manusia itu mengandung makna yang utuh. Keutuhan makna itu merupakan perpaduan dari empat aspek, yakni pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone), dan amanat (intension). Memahamu aspek itu dalam konteks adalah bagian dari usaha untuk memahami makna dalam komunikasi. Makna adalah hakekat komunikasi. Bagaimana tidak, seseorang terlibat dalam kondisi percakapan, ia dan lawan bicaranya akan terus menerus memberikan makna pada berbagai pesan atau informasi yang mereka sampaikan maupun yang diterima. Pemaknaan yang dilakukan oleh para pihak yang terlibat 14 15
Roland Bhartes. “Imaji Musik Teks”, Jalasutra: 2010. Hal 162 Alex Sobur. “Semiotika Komunikasi”. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. 2009. Hal 128
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
dalam komunikasi, berada dalam koridor mencari kebenaran, melalui langkahlangkah kreatif dalam memberi makna. Dalam konteks komunikasi makna dan pemaknaan akan selalu muncul dalam setiap episode pembuatan pesan, penerimaan pesan dan proses yang berlangsung didalamnya. Pembuatan dan penerimaan pesan dapat dimaknai oleh berbagai perspektif termasuk
individualis, social interpretif dan kritik.
Pembuatan pesan berurusan dengan bagaimana pesan-pesan dihasilkan yang bermuara pada produk pesan. Sementara itu penerima pesan, berdiri diseputar bagaimana manusia memahami, mengorganisasikan dan menggunakan informasi yang terkandung dalam pesan. Sebagaimana diketahui bahwa komunikasi merupakan proses yang fokus pada pesan yang dibangun oleh berbagai informasi.16 Dilihat dari kasus yang penulis teliti, maka sutradara Clint Eastwood dalam menyampaikan pesannya berupa makna dalam film American Sniper benar-benar nyata sampai kepada khalayak. Karena sang sutradara menggunakan makna berupa pesan atau informasi sebagai alat dalam menyampailan pesannya, sehingga pesan atau informasi dalam film tersebut dapat diterima dengan baik oleh khalayak. 2.5.1
Jenis-Jenis Makna Menurut Chaer, makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan
sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna
16
http://www.wikipedia.org/wiki/makna
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan kriteria lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya. 1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 2009). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama. Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Proses afikasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna „dapat‟, dan dalam kalimat ketika balok itu diatrik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal „tidak sengaja‟.
2. Makna Referensial dan Nonreferensial Perbedaan makna referensial dan makna non referensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalu kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut „meja‟. Sebaliknya kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial. 3. Makna Denotatif dan Konotatif Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotative lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotative ini menyangkut informasi-informasi factual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai “makna sebenarnya”. Umpama kata
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu “manusia dewasa bukan laki-laki”. Sebuah kta disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti “cerewet”, tetapi sekarang konotasinya positif. 4. Makna Kata dan Makna Istilah Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makan kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipuntanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut (1) Tangannya luka kena pecahan kaca. (2) Lengannya luka kena pecahan kaca. Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu. 5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif Leech membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatuf. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotative, dan makna referensial. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian. 6. Makna Idiomatikal dan Peribahasa Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat “diramaikan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna “bekerja keras”, meja hijau dengan makna “pengadilan”. Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya “asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa seperti anjing dengan kucing yang bermakna “dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur”. Makna ini memiliki
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai. 7. Makna Kias Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, farse, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotative) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti “bulan”, raja siang dalam arti “matahari”.17 dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya.
2.6 Semiotika 2.6.1
Pengertian Semiotika Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari Yunani “semeion” yang
berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi social yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain18. Sedangkan secara terminologis semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yag mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.19
17
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta Alex Sobur. Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,Analisis Semiotika, Analisis Framing, Bandung: Ramaja Rosdakarya, 2001, hal95 19 Ibid. hal95 18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Semiotika, yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda (the study of signs), pada dasarnya merupakan sebuah studi atas kode-kode, yaitu sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai sesuatu yang bermakna. Jika kita mengikuti Charles S. Pierce, maka semiotika tidak lain dari pada sebuah nama lain bagi logika, yakni “doktrin formal tentang tanda-tanda”. Sementara bagi Ferdinand de Saussure, semiology adalah sebuah ilmu umum tentang tanda, “suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda didalam masyarakat” (a science that studies the life if signs within society). Dengan demikian, bagi Pierce semiotika adalah suatu cabang dari filsafat : sedangkan bagi Saussure semiology adalah bagian dari disiplin ilmu sosiologi sosial. Baik istilah semiotika maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk kepada ilmu tentang tanda-tanda tanpa adanya perbedaan pengerttian yang terlalu tajam. semiotika pada dasarnya dapat dibedakan kedalam tiga cabang penyelidikan.
Sintaksis (syntacsics) atau sintaksis (syntax): suatu cabang pnyelidikan semiotika yang mengkaji “hubungan formal diantara satu tanda dengan tanda-tanda yang lain”. Dengan kata lain, karena hubungan-hubungan formal ini merupakan kaidah-kaidah yang mengendalikan tuturan dan interpretasi,
pengertian
sintaktik
kurang
lebih
adalah
semacam
“gramatika”.
Semantik (semantics): suatu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari “hubungan diantara tanda-tanda dengan designate atau objek-objek yang diacunya”. Bagi Morris, yang dimaksud dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
designate adalah makna tanda-tanda sebelum digunakan didalam tuturan tertentu.
Pragmatik (pragmatics): sutu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari “hubungan antara tanda-tanda dengan interpreter-interpreter atau para pemakainya”. Pemakaian tanda-tanda prgamatik secara khusus berurusan denga asperk-aspek komunikasi, khususnya fungsi-fungsi situasional yang melatari tuturan.20
Sejak pertengahan abad ke-20, semiotika telah tumbuh menjadi bidang kajian yang sungguh besar, melampaui diantaranya, kajian bahasa tubuh, bentukbentuk seni, wacana retoris, komunikasi visual, media, mitos, naratif, baahasa, artefak, isyarat, kontak mata, pakaian, iklan, makanan, upacara-pendeknya, semua yang digunakan, diciptakan, atau diadopsi oleh manusia untuk memproduksi makna. Tanda adalah segala sesuatu-warna, isyrat, kedipan mata, objek, rumus matematika, dan lain-lain yang mempresentasikan sesuatu yang lain selain dirinya. Sebenarnya, istilah semeiotics (dilafalkan demikian) diperkenalkan oleh Hippocrates, penemu ilmu medis barat, seperti ilmu gejala-gejala. Gejala, menurut Hippocrates, merupakan semeion-bahasa Yunani untuk “penunjuk” (mark) atau “tanda” (sign) fisik. Untuk membahas apa yang dipresentasikan oleh gejala,
bagaimana
ia
mengejewantah
secara
20
fisik,
dan
mengapa
Kris Budiman. “Semiotika Visual. Konsep, Isu, dan Problem dan Ikonisitas”. Yogyakarta: Jalasutra, 2011. Hal 3-5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ia
33
mengindikasikan penyakit atau kondisi tertentu merupakan esensi dari diagnosis.21 Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna. Namun, saat kita harus menjawab apa yang dimaksud dengan tanda, mulai ada masalah. Para struktualis, merujuk pada Ferdinand de Saussure, melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan makna (atau isi, yakni yang dipahami oleh manusia pemakai tanda). Dengan demikian, de Saussure dan para pengikutnya (antara lain Roland Barthes) melihat tanda sebagai sesuatu yang menstrukture (proses pemaknaan berupa kaitan antara penanda dan petanda. Dan terstruktur (hasil proses tersebut) didalam kognisi manusia.22 Apakah semiotika dapat digolongkan sebagai ilmu? Semiotika tidak selalu dipandang sebagai ilmu. Kebanyakan pakar dibidang semiotika melihat semiotika hanya sebagai perangkat teori untuk mengkaji tanda, yakni sebagai sistem yang hidup dalam suatu kebudayaan. Namun ada juga yang menganggap semiotic sebagai ilmu karena :
Sudah dapat menunjukan dirinya sebagai suatu disiplin yang mandiri.
Sudah memiliki perangkat metodologi yang diturunkan dari teorinya.
Sudah dapat menghasilkan sejumlah hipotesis.
21
Marcel Danesi. “Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi”, Yogyakarta: Jalasutra, 2012. Hal 6-7 22 Benny H. Hoed. “Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya”, Jakarta: Komunitas bamboo, 2011. Hal 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Sudah dapat digunakan untuk melakukan prediksi (perkiraan).
Temuan-temuanya
memberikan
kemungkinan
untuk
mengubah
pandangan tentang dunia objektif. 23 Dengan tanda-tanda kita mencoba mencari keteraturan ditengah-tengah dunia yang centang-perenang ini, setidaknya agar kita sedikit punya pegangan. “Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan “membawanya pada sebuah kesadaran”. Jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Dalam penelitian sastra, misalnya,
kerap
diperhatikan
hubungan
sintaksis
antara
tanda-tanda
(strukturalisme)dan hubungan antara tanda dan apa yang ditandakan (semantik). Sebuah teks, apakah itu makalah, iklan, cerpen, puisi, atau semua hal yang mungkin menjadi “tanda” bisa dilihat dalam aktivitas penanda: yakni, suatu proses signifikasi yang menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan interpretasi24 Simbol adalah tanda yang mewakili sesuatu yang proses penentuan simbol itu tidak mengikuti aturan tertentu. Secara umum, seperti banyak gerak tangan tertentu, kata kata adalah tanda simbolik. Akan tetapi, penanda apapun objek, 23 24
Ibid. Hal 6 Alex Sobur, “Semiotika Komunikasi”. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. 2009. Hal 16-17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
suara, gambar, warna, nada musik, dan sebagainya bisa memiliki makna simbolik.25 Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Memang, ciri gambar-gambar film adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjuknya. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda, tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baikdalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda yang menggambarkan sesuatu26 Seperangkat teori lain yang digunakan untuk mengkaji kebudayaan adalah teori semiotic. Semiotik melihat berbagai gejala dalam suatu kebudayaan sebagai tanda yang dimaknai masyarakatnya. Peirce juga mengemukakan bahwa pemaknaan suatu tanda bertahap-tahap. Ada tahap kepertamaan, yakni saat tanda dipahami secara prinsip saja. Kemudian tahap kekeduaan saat tanda dimaknai secara invidual. Dan kemudian keketigaan saat tanda dimaknai secara tetap sebagai suatu konvensi. Konsep tiga tahap ini
25 26
Marcel Danesi. “Pengantar memahami Semiotika Media” Jalasutra : Yogyakarta, 2010. Hal 48 Ibid. Hal 128
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
penting untuk memahami bahwa dalam suatu kebudayaan kadar pemahaman tanda tidak sepenuhnya sama pada semua anggota kebudayaan tersebut.27 2.6.2
Semiotika Charles Sanders Peirce
Teori dari Charles Sanders Peirce seringkali disebut sebagai grand theory dalam semiotika, Karena gagasan Peirce bersifat menyeluruh, deskripsi structural dari semua sistem penandaan. Peirce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal. Semiotik ingin membongkar bahasa secara keseluruhan seperti ahli fisika membongkar sesuatu zat dan kemudian menyediakan model teoritis untuk menunjukkan bagaimana semuanya bertemu di dalam sebuah struktur. Menurut Peirce sebuah tanda atau representamen memiliki relasi „triadik‟ langsung dengan interpretan dan objeknya. Apa yang dimaksud dengan proses “semiosis” merupakan suatu proses yang memadukan entitas (berupa representamen) dan entitas lain yang disebut sebagi objek. Proses ini oleh Pierce disebut sebagai signifikasi. Peirce membedakan tipe-tipe tanda menjadi : Ikon (icon), Indeks (index) dan Simbol (Symbol) yang didasarkan atas relasi di antara representamen dan objeknya. 1) Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan „rupa‟ sehingga tanda itu mudah dikenali oleh para pemakaianya. Di dalam ikon hubungan anttara
27
Benny H. Hoed. “Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya”, Jakarta: Komunitas bamboo, 2011. Hal 44-48
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
reprsentamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dan beberapa kualitas. Atau sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa dengan bentuk objeknya (terlihat pada gambar atau lukisan). 2) Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksitensial di antara reoresebtamen dan objeknya. Di dalam indeks, hubungan anatara tanda dengan objeknya bersifat kongkret, actual
dan biasanya melalu
suatu cara yang sekuensial atau kausal. Atau sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyararatkan petandanya. 3) Simbol, merupakan jenis tanda yang bersifat arbiter dan konvesional sesuai kesepatan atau konvensi sejumlah orang atau masyarakat. Tandatanda kebahasaan pada umumnya adalah symbol-simbol. Tak sedikit dari rambu lalu lintas yang bersifat simbolik. Atau sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang oleh kaidah secara konvensi telah lazim digunakan dalam masyarakat Dalam praktiknya, tidak dapat dilakukan secara „mutually exclusive‟ sebab dalam konteks-konteks tertentu ikon dapat menjadi simbol. Banyak symbol yang berupa ikon. Disamping menjadi indeks, sebuah tanda sekaligus berfungsi sebagai symbol. Peirce membagi tanda dan cara kerjanya dalam tiga katagori sebagaimana tampak dalam table di bawah ini :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
Jenis
Ditandai dengan
Contoh
Proses Kerja
Tanda -
Ikon
Persamaan
-
(kesamaan)
Indeks
Simbol
Gambar, foto,
-
Dilihat
-
Diperki
dan patung
-
Kemiripan
-
Hubungan sebab
-
Asap—api
akibat
-
Gejala—
-
Keterkaitan
-
Konvensi atau
-
Kata-kata
-
Kesepakatana
-
Isyarat
rakan
penyakit -
Dipelaj ari
sosial Tabel 2.6.1 Jenis Tanda dan Cara Kerjanya Peirce memilah-milah tipe tanda menjadi kategori lanjutan yakni katagori Firsthess, Secondness, dan thirdness. Tipe-tipe tanda tersebut meliputi (1) qualisign, (2) signsign, dan (3) legisign. Begitu juga dibedakan menjadi (1) rema (rheme), (2) tanda disen (dicent sign) dan (3) argumen (argument). Dari berbagi kemungkinan persilangan di antara seluruh tipe tanda ini tentu dapat dihasilkan berpuluh-puluh kombinasi yang kompleks.28 Pierce menjadikan teori segitiga makna (triangle meanie) atas sign (tanda) object dan interpretan (interpretant). Salah satu bentuk tanda adalah kata sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah
28
Wahyu Wibowo. “Buku Semiotika Komunikasi Indiwan Seto”. Jakarta. 2011. Hal.19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila ketiga elemen makna iru berinteraksi dalam benak sesorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Yang terkandung dalam teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Sign
Interpretant
Object29
Gambar 2.6.2 Segitiga Makna Charles Sanders Peirce Dengan merujuk pada Charles Sanders Pierce (1931-1958), para pragmatis melihat tanda sebagai “Sesuatu yang mewakili sesuatu”. Yang menarik adalah bahwa “sesuatu” itu dapat berupa hal yang konkret (dapat ditangkap dengan pancaindra manusia), yang kemudian, melalui suatu proses, mewakili “sesuatu” yang ada didalam kognisi manusia. Jadi, yang dilihat oleh Peirce, tanda bukanlah suatu struktur, melainkan suatu proses kognitif yang berasal dari apa yang dapat ditangkap pancaindra. Dalam teorinya, “sesuatu” yang pertama yang “kongkret” adalah suatu perwakilan yang disebut representamen (atau ground). Sedangkan “sesuatu” yang ada didalam kognisi disebut object. Jadi, secara garis besar,
29
Drs. Alex Sobur, M.Si. “Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisi Semiotik, dan Analisis Framing”, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009. Hal 115
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
pemaknaan suatu tanda, proses semiotika dari yang kongkret kedalam kognisi manusia yang hidup bermasyarakat. Bagi Pierce, tanda “is something which stands to somebody to something in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atasa dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan dihulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon). Index (indeks), dan symbol (symbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan kemiripan; misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifal kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda antara penanda dengan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Berdasarkan interpretant, tanda (sign, interpretamen) dibagi atas rheme, dicent sign atau decisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta. Atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya, jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka ditepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa disitu sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. Berdasarkan berbagai klasifikasi tersebut, peirce membagi tanda menjadi sepuluh jenis: a. Qualisigns, yakni kualitas sejauh yang dimiliki tanda. Penanda yang bertalian dengan kualitas, kata keras menunjukkan kualitas tanda. Misalnya, suaranya suaranya keras yang menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang di inginkan. b. Iconic Sinsigns, yakni tanda yang memperlihatkan kemiripan. Contoh: foto, diagram, peta, dan tanda baca. c. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
disebabkan oleh sesuatu. Cobtoh: pantai yang sering merenggut nyawa oaring yang mandi disitu akan dipasang bendera bergambar tengkorak yang bermakna berbahaya, dilarang mandi disini. d. Dicent Sinsign, yakni tanda yang memberikan informasi tentang sesuatu. Misalnya, tanda larangan yang terdapat di pintu masuk sebuah kantor. e. Iconic Legisign, yakni tanda yang menginformasikan norma atau hukum. Misalnya, rambu lalu lintas. f.
Rhematic Indexical Legisign, yakni tanda yang mengacu kepada objek tertentu, misalnya kata ganti penunjuk. Seseorang bertanya, “Mana buku itu?” dan dijawab “itu!”.
g. Dicent Indexical Legisign, yakni tanda yang bermakna informasi dan menunjuk subjek informasi. Tanda yang berupa lampu merah yang berputar-putar diatas mobil ambulans menandakan ada orang yang sakit atau orang yang celaka. h. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya kita melihat gambar harimau. Lantas kita katakana, harimau. Mengapa kita katakana demikian, karena ada asosiasi antara gambar dengan bendaatau hewan yang kita lihat yang namanya harimau. i.
Dicent Symbol atau Proposition (proposisi), yakni tanda yang langsung menghubungkan dengan objek melalu asosiasi dalam otak. Kalau seseorang berkata “pergi!” penafsiran kita langsung berasosiasi pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
otak, dan sertamerta kita pergi. Otak secara otomatis dan cepat mefsirkan proposisi itu, dan seseorang segera menetapkan pilihan atau sikap. j.
Argument, yakni tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Seseorang berkata “gelap” orang itu berkata gelap sebab ia menilai ruang itu cocok dikatakan gelap. Dengan demikian argument merupakan tanda yang berisi penilaian atau alasan. Mengapa seseorang berkata begitu. Tentu saja penilaian tersebut mengandung kebenaran.30
2.7 Pahlawan Secara etimologi “pahlawan berasal dari bahasa sansekerta “phala” , yang bermakna hasil atau buah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pahlawan ada seorang yang berpahala yang perbuatannya berhasil bagi kepentingan banyak orang. Perbuatannya memiliki pengaruh terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai mulia dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat bangsa atau umat manusia. Dalam bahasa Inggris pahlawan disebut “hero” yang diberi arti satu sosok legendaris dalam mitologi yang dikaruniai kekuatan yang luar biasa, keberanian dan kemampuan, serta diakui sebagai keturunan dewa. Pahlawan adalah sosok yang selalu membela kebenaran dan membela yang lemah.
30
Alex Sobur, “Semiotika Komunikasi”. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. 2009. Hal 41-43
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
Menurut Andrew Bernstein, sosok pahlawan adalah individu yang diangkat atau didukung oleh nilai-nilai moral yang tinggi dan kemampuan superior, dalam mencapai tujuannya berhadapan dengan musuh yang sangat kuat. Tingkatan moral mulia yang dimiliki oleh seorang pahlawan menjadi hal yang sangat penting untuk dasar dari konsep kepahlawanan. Menurut Bernstein, sosok pahlawan dihargai karena dia berdiri melakukan perlawanan terhadap apapun yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diyakininya. Hal ini juga menunjukan bahwa konsep kepahlawanan atau heroisme memerlukan nilai-nilai konflik untuk keberadaannya.31 Pada umumnya pahlawan adalah seseorang yang berbakti kepada masyarakat, negara, bangsa dan atau umat manusia tanpa menyerah dalam mencapai cita-citanya yang mulia. Sehingga rela berkorban demi tercapainya tujuan, dengan dilandasi oleh sikap tanpa pamrih pribadi. Seorang pahlawan bangsa yang dengan sepenuh hati mencintai negara bangsanya sehingga rela berkorban demi kelestarian dan kejayaan bangsa negaranya disebut juga sebagai patriot.
2.7.1
Nilai-nilai Kepahlawanan Kepahlawanan sebagai kamus bahasa yang didefinisikan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia sebagai perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, kesatriaan.
31
Andrew Bernstein, Mentzer-Sherkey Enterprises, Inc. 2004. Site by FX Media, Inc.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
Tidak ada definisi tunggal mengenai pahlawanan, tetapi secara umum, pahlawan diartikan sebagai orang yang dianggap berjasa bagi kepentingan orang banyak. Pahlawanan adalah sosok yang berkorban untuk menyelamatkan nasib orang banyak. Sang pahlawan sendiri tidak peduli akan nasibnya sendiri, apakah ia menjadi martir atau masih hidup. Yang jelas, ia telah diakui sebagai faktor perubah nasib bagi yang lain. Beberapa nilai kepahlawanan adalah sebagai berikut:32 a. Keberanian Pahlawan sejati selalu merupakan seorang pemberani sejati. Tidak akan pernah seorang disebut pahlawan jika ia tidak pernah membuktikan
keberaniannya.
Pekerjaan-pekerjaan
besar
atau
tantangan-tantangan besar dalam sejarah selalu membutuhkan kadar keberanian yang sama besarnya dengan pekerjaaan dan tantangan itu, sebab pekerjaan dan tantangan besar tersebut selalu menyimpan resiko, dan tidak ada keberanian tanpa resiko. b. Percaya pada kekuatan sendiri Para pahlawan sejati selalu mengetahui kadar kepahlawanan dari setiap perbuatan dan karyanya. Mereka tidak bisa mebesar-besarkan nilai perbuatan dan karyanya itu secara objektif, memang tidak ada atau sedikit. Demikian pula sebaliknya. Mereka juga mengetahui letak sisi kepahlawanan mereka. Sebab, tidak ada orang yang bisa menjadi pahlawan dalam segala hal. Maka,
32
Anis Matta. Mencari Pahlawan Indonesia. Jakarta: Tabawi Center. 2004. Hal.7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
mereka menempatkan diri pada sisi dimana mereka bisa menjadi pahlawan. Mereka tidak akan pernah memaksakan kehendak dan juga tidak akan pernah melawan kodrat mereka. Mereka yang hanya bisa menjadi pahlawan dalam perang, tidak akan memaksakan diri menjadi pahlawan dalam medan ilmu pengetahuan. c. Pantang menyerah dalam menghadapi tantangan dan ancaman Seorang pahlawan boleh salah, boleh gagal, boleh tertimpa musibah. Akan tetapi, dia tidak boleh kalah. Dia tidak boleh menyerah dalam tantangannya, dia tidak boleh menyerah pada keterbatasannya. Dia harus tetap melawan, menembus gelap, supaya dia bisa menjemput fajar. Sebab, kepahlawanan adalah piala yang akan direbut bukan kado yang dihadiahkan. Di bawah godaan keterbatasan dan kelemahan, di bawah tekanan realitas tantangan yang sering terlihat tidak memungkinkan untuk dihadapi, semangat perlawanan pahlawan teruji. Pantang menyerah adalah wujud kepribadian seseorang yang tanpa rasa bosan bangkit dari kegagalan ke kegagalan lain dan akhirnya sukses mencapai keberhasilan. Seseorang yang pantang menyerah adalah orang yang memiliki daya imajinasi dan kretivitas yang tinggi. Karena dengan daya itu, ia senantiasa memberikan jawaban atas tantangan yang dihadapinya. d. Rela berkorban
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
Nilai sosial kita terletak pada apa yang kita berikan ke masyarakat, atau pada kadar manfaat yang dirasakan masyarakat dari keseluruhan performance
kepribadian
kita.
Demikianlah,
kita
menobatkan
seseorang menjadi pahlawan karena ada begitu banyak hal yang telah ia berikan kepada masyarakat. Maka, takdir seorang pahlawan adalah bahwa ia tidak pernah hidup dan berpikir dalam lingkungannya sendiri. Ia telah melampaui batas-batas kebutuhan psikologis dan biologisnya. Batas-batas kebutuhan itu bahkan telah hilang dan lebur dalam batas kebutuhan kolektif masyarakatnya dimana segenap pikiran dan jiwa yang tercurahkan. Dalam makna inilah pengorbanan menemukan dirinya sebagai kata kunci kepahlawanan seseorang.
e. Memiliki rasa persatuan dan kesatuan Anggapan seseorang pahlawan adalah orang yang relatif berbeda dari orang-orang biasa tidaklah salah. Anggapan tersebut menjadi salah jika kita kemudian menganggap lebih jauh bahwa yang berjasa dalam meraih sebuah cita-cita besar, kemerdekaan suatu bangsa misalnya, hanyalah pahlawan seseorang. Sebuah cita-cita besar, pada akhirnya memang tidak dapat diselesaikan oleh seorang pahlawan saja. Akan tetapi seorang pahlawan melegenda karena dalam proses itu ia memberikan kontribusi paling besar dalam dirinya. Salah satunya adalah
sebagai
pemersatu
orang-orang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
yang
sama-sama
48
memperjuangkan cita-cita tersebut. Hal tersebut bisa terjadi karena seorang pahlawan memiliki rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi. Persatuan dan kesatuan adalah kekuatan tersendiri bagi orang-orang yang ingin mencapai sebuah cita-cita besar untuk kepentingan bersama. f. Mempunyai toleransi yang tinggi Toleransi berasal dari bahasal latin tolerance yang berarti menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang yang memiliki pendapat berbeda. Toleransi adalah rasa hormat, penerimaan, dan penghargaan berbagai bentuk ekspresi diri, dan cara-cara menjadi manusia. Toleransi adalah kerukunan dalam perbedaan. Bahwa toleransi adalah kemampuan untuk menenggang rasa atas keyakinan dan tindakan orang lain dan membiarkan mereka melakukannya. g. Mempunyai kesetiakawanan sosial Dalam perjuangannya. seorang pahlawan tidaklah sendiri. Dia ditemani rekan-rekan seperjuangan serta orang-orang yang nasibnya sedang diperjuangkan. Demi mencapai tujuan bersama, seorang pahlawan haruslah mempunyai kesetiakawanan sosial yang tinggi. Kesetiakawanan sosial mengandung aspek-aspek solidaritas, tenggang rasa, empati dan bukan sebaliknya tak acuh, masa bodoh dengan orang lain, atau egois. Nilai kesetiakawanan sosial tercermin dari sikap mental yang dimiliki seseorang atau suatu komunitas, peka terhadap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
lingkungan sosialnya sehingga mendorong untuk peduli melakukan perbuatan bagi kepentingan lingkungan sosialnya tersebut. Esenssi kesetiakawanan sosial adalah memberikan yang terbaik bagi orang lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/