BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Wortel Wortel merupakan salah satu jenis sayuran umbi yang memiliki peranan penting dalam penyediaan sumber vitamin dan mineral. Sebagai sumber pangan hayati, wortel banyak mengandung vitamin A dan zat-zat lain yang berkhasiat obat, sehingga sangat baik untuk mencegah berbagai penyakit (Cahyono, 2002). Menurut Cahyono (2002), wortel diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Umbelliferales
Famili
: Umbelliferae
Genus
: Daucus
Spesies
: Daucus carota L.
Wortel atau carrots (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari luar negeri yang beriklim sedang. Menurut sejarahnya, tanaman wortel berasal dari Asia Timur dan Asia Tengah. Tanaman ini ditemukan tumbuh liar sekitar 6500 tahun yang lalu (Cahyono, 2002). Pada awalnya budidaya wortel terjadi di daerah sekitar laut tengah. Lambat laun budidaya wortel menyebar luas ke daerah Asia, Eropa, Afrika dan seluruh dunia yang telah terkenal dengan daerah pertaniannya. Tidak hanya di negara beriklim sedang saja, penanaman wortel menyebar juga ke negara-negara beriklim panas termasuk di Indonesia. Walaupun pada awalnya hanya di tanam di
Universitas Sumatera Utara
daerah Lembang dan Cipanas (Jawa Barat). Namun, dalam perkembangannya menyebar ke daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan luar Jawa (Cahyono, 2002). Wortel termasuk jenis tanaman sayuran umbi semusim, berbentuk semak (perdu) yang tumbuh tegak dengan ketinggian 30 cm – 100 cm atau lebih. Wortel digolongkan sebagai tanaman semusim dan berumur pendek, yakni berkisar antara 70 – 120 hari, dapat hidup dengan baik di daerah beriklim sedang (subtropis). Daun majemuk, menyirip ganda dua atau tiga dan bertangkai. Batangnya pendek, berbentuk bulat, tidak berkayu, agak keras dan berdiameter kecil (sekitar 1 cm 1,5 cm). Bunga membentuk seperti payung berganda dan berwarna putih. Biji berbentuk bulat pipih dan berwarna coklat. Akarnya tunggang dan menjadi besar membentuk umbi, berdaging, warna kuning kemerahan (Cahyono, 2002). Bentuk dan ukuran umbi wortel tergantung pada varietas, kesuburan tanah, iklim serta hama penyakit. Menurut Cahyono (2002), wortel memiliki berberapa macam varietas, varietas-varietas tersebut dibagi dalam tiga kelompok yang didasarkan pada bentuk umbi, yaitu tipe Imperator, Chantaney dan Nantes. 1. Tipe Imperator memiliki umbi berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing (menyerupai kerucut), panjang umbi 20 cm – 30 cm dan rasa yang kurang manis sehingga kurang disukai oleh konsumen. 2. Tipe Chantenay memiliki umbi berbentuk bulat panjang dengan ujung tumpul, panjang umbi 15 cm – 20 cm dan rasa yang manis sehingga disukai oleh konsumen.
Universitas Sumatera Utara
3. Tipe Nantes memiliki umbi berbentuk peralihan antara tipe Imperator dan Chantenay, yaitu bulat pendek dengan ukuran panjang umbi 5 cm – 6 cm atau bulat agak panjang denga ukuran panjang 10 cm – 15 cm.
2.2 Tanaman Pertanian Pertanian konvensional ditandai dengan pemakaian bahan kimia, pupuk dan pestisida sintetis secara intensif memberikan dampak yang sangat merugikan seperti pencemaran lingkungan, residu pestisida pada makanan, terganggunya kesehatan manusia, terbunuhnya organisme berguna dan hama menjadi tahan terhadap pestisida. Penggunaan pupuk sintetis memang dapat meningkatkan beberapa jenis hara namun mengganggu penyerapan unsur hara lainnya serta keseimbangan hara dalam tanah. Pupuk ini juga menekan pertumbuhan mikroba tanah menyebabkan berkurangnya humus dalam tanah. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut maka perlu dikembangkan pertanian organik yang berlandaskan
teknologi
alternatif
berupa
unsur
recycling
hara
dengan
menggunakan sisa bahan organik sebagai pupuk, fiksasi nitrogen, menggunakan musuh alam serta mengurangi pemakaian bahan-bahan kimiawi (Sudana, 2012). Sistem pertanian organik merupakan sistem pertanian yang tidak mempergunakan bahan kimia, tetapi menggunakan bahan organik. Bahan kimia tersebut dapat berupa pupuk dan pestisida (Pracaya, 2002). Prinsip pertanian organik yaitu, berteman akrab dengan lingkungan, tidak mencemarkan dan merusak lingkungan hidup. Cara yang ditempuh agar tujuan tersebut tercapai antara lain : 1. memupuk dengan kompos, pupuk kandang, guano;
Universitas Sumatera Utara
2. memupuk dengan pupuk hijau seperti akar, batang dan daun kacang-kacangan; 3. memupuk dengan limbah yang berasal dari kandang ternak, septic tank; 4. mempertahankan dan melestarikan habitat tanaman dengan pola tanam polikultur (Pracaya, 2002). Penggunaan bahan kimia terbesar adalah untuk menyuburkan tanah dan memberantas hama serta penyakit. Dengan pertanian organik, kedua macam kegiatan tersebut dapat diatasi. Adapun pestisida yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit, dapat diganti dengan pestisida organik. Pestisida organik ini mudah membuatnya, tidak mencemari udara, tidak berbahaya, tidak meracuni konsumen karena cepat terurai dan tanamannya mudah diperoleh (Pracaya, 2002). Tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik dan tanah yang kecukupan bahan organik mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organik rendah. Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang baik dan alami daripada bahan pembenah buatan atau sintetis. Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro N, P, K rendah tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2002). Tanaman pertanian terutama sayuran dan umbi-umbian memiliki cara menanam yang berbeda-beda. Cara menanam ini dibagi menjadi tiga jenis yaitu penanaman non-organik, penanaman organik dan penanaman hidroponik. 1. Penanaman non-organik Penanaman secara non-organik adalah cara penanaman yang memakai pupuk kimia seperti pestisida atau zat kimia lainnya. Cara penanaman secara non-
Universitas Sumatera Utara
organik berbahaya bagi tubuh manusia karena dengan mengkonsumsinya sama saja dengan memakan pestisida atau zat kimia secara langsung. 2. Penanaman organik Penanaman secara organik adalah penanaman yang tidak diberi pupuk kimia, melainkan hanya pupuk kandang atau kompos. Keuntungan penanaman secara organik adalah bisa mengurangi racun yang setiap hari di konsumsi secara tidak sengaja, kualitas rasa pada sayuran organik lebih enak dibandingkan sayuran non-organik selain itu warnanya pun lebih cerah dibandingkan dengan sayuran lainnya. 3. Penanaman hidroponik Penanaman secara hidroponik adalah suatu cara menanam tanpa menggunakan tanah, melainkan dengan menggunakan larutan mineral bernutrisi atau bahan lainnya yang mengandung unsur hara seperti sabut kelapa, serat mineral, pasir, pecahan batu bata, serbuk kayu dan lain-lain sebagai pengganti media tanah (Anonim, 2012).
2.3 Tanah dan Logam Berat dalam Pertanian 2.3.1 Tanah Tanah adalah bagian penting dalam menunjang kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Secara alami tanah telah mengandung berbagai unsur logam yang berasal dari pelapukan batuan dan keberadaan unsur ini akan besar pengaruhnya terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Logam berat, jika jumlahnya berlebih akan menyebabkan naiknya kandungan logam berat dalam tanah. Kandungan logam berat dalam tana sangat berpengaruh terhadap kandungan logam dalam
Universitas Sumatera Utara
tanaman yang tumbuh, sehingga kandungan kogam yang kurang atau berlebihan dalam jaringan tanaman akan mencerminkan kandungan logam dalam tanah (Darmono, 1995). Tabel 1. Kandungan logam berat dalam tanah secara alamiah (μg/g) Kisaran Non Kandungan Populasi (Rata- rata) 5-3000 100 2-300 20 2- 200 10 10-300 50 0,05-0,7 0,06 Peterson dan Alloway (1979) dalam Soepardi (1983) dalam Barchia (2009).
Logam As Cu Pb Zn Cd Sumber:
Tanaman 0,1-5 4 -15 0,1-10 15-200 0,2-0,8 Darmono (1995) dan
Menurut Darmono (2001), Kontaminasi logam berat dalam tanah pertanian bergantung pada: a. jumlah logam yang ada pada batuan tempat tanah terbentuk; b. jumlah mineral yang ditambahkan pada tanah sebagai pupuk; c. jumlah deposit logam dari atmosfer yang jatuh ke dalam tanah; d. jumlah yang terambil pada proses panen ataupun merembes ke dalam tanah yang lebih dalam. Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, pupuk organik,
buangan
limbah
rumah
tangga,
industri,
dan
pertambangan
(Darmono, 2001). Menurut Darmono (2001), ada dua faktor penting yang berhubungan erat dengan penyerapan logam dalam jaringan tanaman, yaitu pH tanah dan konsentrasi logam dalam tanah. pH adalah faktor penting yang menentukan transformasi logam. Konsentrasi logam dalam jaringan tanaman menurun apabila
Universitas Sumatera Utara
pH tanah naik, dan semakin tinggi konsentrasi logam dalam tanah akan semakin tinggi pula konsentrasi logam dalam jaringan tanaman. Derajat keasaman tanah adalah faktor utama dalam ketersediaan logam dalam tanaman. Tanah yang asam akan menaikkan pembebasan logam dalam tanah, termasuk logam yang toksik. Derajat keasaman yang tinggi mempengaruhi penyerapan logam dalam tanah. Naiknya ketersediaan logam dalam tanah dapat meningkatkan kandungan logam dalam tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungannya dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam dan spesies tanaman (Darmono, 1995). Penggunaan pupuk secara berlebihan, tidak menguntungkan bagi kelestarian lahan dan lingkungan dikibatkan tingginya residu pupuk di lahan. Pemupukan yang terus menerus tidak saja menyebabkan tingginya residu pupuk di dalam tanah, tetapi juga meningkatkan kandungan logam berat Pb (Timbal) dan Cd (kadmium) (Widaningrum, dkk., 2007). 2.3.2 Logam Berat Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini masuk kedalam tubuh organisme hidup. Unsur logam berat baik itu logam berat beracun seperti timbal dan kadmium, bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh (Palar, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Widowati (2008), logam berat dibagi dalam 2 jenis, yaitu: 1. Logam berat esensial, yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. 2. Logam berat tidak esensial, yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. 2.3.2.1 Timbal Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Timbal memiliki titik lebur yang rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif sehingga bias digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal adalah logam yang lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat. Logam ini mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,20. Titik didih timbal adalah 1740 C dan memiliki massa jenis 11,34 g/cm3 (Widowati, 2008). Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi melalui selaput atau lapisan kulit (Palar, 2004). 2.3.2.2 Kadmium Kadmium (Cd) adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd
Universitas Sumatera Utara
klorida) atau belerang (Cd Sulfida). Kadmium bisa membentuk Cd2+
yang
bersifat tidak stabil. Kadmium (Cd) memiliki nomor atom 48, berat atom 112,4 g/mol, titik leleh 321oC, dan titik didih 767oC (Widowati, 2008). Sumber Kadmium (Cd) berasal dari hasil penambangan, hasil sampingan peleburan Zn dan Pb, pabrik baterai, electroplating, pupuk, pestisida, limbah industri dan rumah tangga (Widowati, 2008). Kadmium (Cd) banyak digunakan sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik, industri baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, PVC, dan percetakan tekstil (Widowati, 2008).
2.4 Spektrofotometri Serapan Atom Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Dasar analisis menggunakan teknik spektrofotometri serapan atom adalah bahwa dengan mengukur besarnya absorbsi oleh atom analit, maka konsentrasi analit tersebut dapat ditentukan (Khopkar, 1990). Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul logam dalam sampel tersebut. Cara ini
Universitas Sumatera Utara
cocok untuk analisis sekelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), dan pelaksanaanya relatif sederhana (Gandjar dan Rohman, 2007). Cara kerja spektroskopi serapan atom berdasarkan atas penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Darmono, 1995). Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut: a.
Sumber Radiasi Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hallow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan logam tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007). b.
Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan gas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu: 1.
Dengan nyala (Flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi
bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh
Universitas Sumatera Utara
nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 22000C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.
Tanpa nyala (Flameless) Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil
sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007). Pemanasan tabung ini dilakukan dengan arus listrik yang biasa berlangsung dalam tiga tahap, yaitu pengeringan, pengabuan dan pembakaran dari cairan sampel, yang masing-masing dengan temperatur 500, 700, 3000 C. Semua proses tahapan tersebut berjalan secara elektrik dan otomatik yang dikontrol dengan komputer (Darmono, 1995). c.
Monokromator Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum
sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis (Rohman, 2007).
Universitas Sumatera Utara
d.
Detekktor Deetektor digu unakan unntuk mengu ukur intenssitas cahaya ya yang melalui
tempat penngatoman (Gandjar dann Rohman, 2007). e.
Ampliifier Am mplifier merrupakan suuatu alat un ntuk mempeerkuat signaal yang diterima
dari detekktor sehingg ga dapat diibaca alat pencatat p hasil (Readouut) (Gandjaar dan Rohman, 2007). 2 f.
Readoout Reeadout meru upakan suattu alat penu unjuk atau dapat d juga ddiartikan seebagai
pencatat hasil. h Hasill pembacaaan dapat beerupa angk ka atau beru rupa kurva yang menggambbarkan abso orbansi atauu intensitas emisi (Gand djar dan Roohman, 2007 7).
Gambar 1. Kompoonen Spektrrofotometer Serapan Attom ngguan (innterference)) yang ad da pada SSpektrofoto ometri Gaangguan-gan Serapan Atom adaalah peristtiwa-peristiw wa yang menyebabkkan pembaacaan absorbanssi unsur yan ng dianalisiis menjadi lebih kecil atau lebihh besar darii nilai yang sesuai dengan konsentrasin k nya dalam sampel (Gan ndjar dan Roohman, 200 07).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang terjadi pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah: 1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala. 2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala. 3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala. 4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik.
2.5 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut: a. Kecermatan Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
-
Metode simulasi Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004). -
Metode penambahan baku Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004). Menurut Ermer (2005), rentang persen perolehan kembali memenuhi syarat jika nilai persen perolehan kembali berada pada rentang 80% -120%. b. Keseksamaan (presisi) Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari 32% (Harmita, 2004). c. Selektivitas (Spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004). d. Linearitas dan rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004). e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of quantitation) Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
Universitas Sumatera Utara