PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009
Karakter Agronomik dan Kandungan Isoflavon Galur Kedelai F5 Ayda Krisnawati dan M. Muchlish Adie Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak km 8, Kotak Pos 66 Malang, Jawa Timur
ABSTRACT. Agronomic Character and Isoflavone Contents of F5 Soybean Lines. Genotype selection for seed yield potential and followed by soybean isoflavone content is needed to obtain soybean variety with high yield and high isoflavone content. A total of 299 F5 soybean lines were selected for yield potential at Muneng Research Station in dry season of 2007. Wilis was used as check variety. Each line was planted 4.5 m single row with 0.4 m row distance. Seed yield, maturity and seed size were used as selection criteria. A total of 127 selected lines with high yield and three check varieties (IAC 100, G100H and Wilis) were analyzed for their isoflavone contents using HPLC following Vyn et al. (2002). The experiment plots showed optimal performance with an average yield of 2.02 t/ha (1.10-3.86 t/ha), maturity average was 83 days (77-85 days) and 100 seed weight ranged from 7.20-19.60 g (average 12.38 g). The seed yield of check variety Wilis was 3.48 t/ha. Selection based on seed yield, maturity and seed size resulting a total of 127 lines, with yields range from 2.03 to 3.86 t/ha. Total isoflavone contents of 127 lines ranged from 78.77-175.57 mg/100 g (average 101.09 mg/100 g seed). Average of daidzein was 53.33 mg/100 g (range of 37.51-98.34 mg/100 g), glycetein ranged from 8.52-19.91 mg/100 g (average 14.54 mg/100 g), and genistein was from 20.45-60.25 mg/100 g (average 33.23 mg/100 g). The total isoflavone content of soybean seed was dominated by daidzein 52.75%, 14.28% glycetein and 32.87% of genistein. Variety Wilis and IAC 100 contain total isoflavone 106.86 and 105.40 mg/100 g, respectively, whereas G100H was 117.08 mg/100 g seed. By using isoflavone content on G100H as the limit for selection, 12 lines were selected. Line of IAC 100/SHR-W60 (6)-257(10)-285/34 had the highest isoflavone content of 175.57 mg/100 g, with 2.64 t/ha of seed yield. The twelve selected lines need to be further tested for their seed yield across locations of soybean production center. Keywords: Soybean, isoflavone, daidzein, genistein, glycetein ABSTRAK. Kedelai mempunyai kandungan isoflavon lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya. Isoflavon bermanfaat sebagai senyawa pencegah berbagai penyakit kronis pada manusia. Seleksi bertahap melalui potensi hasil dan dilanjutkan dengan seleksi kandungan isoflavon diperlukan untuk mendapatkan varietas kedelai berdaya hasil tinggi, sekaligus berkadar isoflavon tinggi. Sebanyak 299 galur kedelai F5 diseleksi potensi hasilnya di KP Muneng pada MK 2007. Varietas Wilis digunakan sebagai pembanding. Setiap galur ditanam dalam barisan tunggal sepanjang 4,5 m dengan jarak antarbaris 0,4 m. Hasil, umur masak, dan ukuran biji digunakan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan galur berdaya hasil tinggi. Sebanyak 127 galur terpilih berdaya hasil tinggi ditambah dengan tiga varietas pembanding (IAC 100, G100H, dan Wilis) diukur kandungan isoflavonnya menggunakan HPLC mengikuti metode Vyn et al. (2002). Keragaan tanaman F5 di KP Muneng cukup bagus, dengan rata-rata hasil biji 2,02 t/ha (rentang 1,103,86 t/ha), rata-rata umur panen 83 hari (rentang 77-85 hari), dan bobot 100 biji 7,2-19,6 g (rata-rata 12,4 g). Varietas pembanding Wilis berdaya hasil hingga 3,48 t/ha. Seleksi berdasarkan hasil, umur panen, dan ukuran biji terpilih sebanyak 127 galur dengan rentang hasil 2,03-3,86 t/ha. Kandungan isoflavon total dari 127 galur berkisar antara 78,8-175,6 mg/100 g (rata-rata 101,1 mg/100
g biji). Rata-rata kandungan daidzein adalah 53,3 mg/100 g (kisaran 37,5-98,3 mg/100 g), glycetein 8,5-19,9 mg/100 g (rata-rata 14,54 mg/100 g), dan genistein 20,5-60,3 mg/100 g (rata-rata 33,2 mg/ 100 g). Isoflavon total pada biji kedelai didominasi oleh daidzein (52,8%), 14,3% oleh glycetein, dan sebesar 32,9% genistein. Varietas Wilis dan IAC 100 memiliki kandungan isoflavon total 106,9 dan 105,4 mg/100 g, sedangkan pada galur G100H 117,1 mg/100 g biji. Dengan menggunakan batas seleksi kandungan isoflavon galur G100H, terpilih sebanyak 12 galur berkadar isoflavon tinggi. Galur IAC 100/SHR-W60 (6)-257(10)-285/34 memiliki kandungan isoflavon tertinggi, yaitu 175,6 mg/100 g dengan hasil biji 2,6 t/ha. Ke-12 galur terpilih perlu diuji daya hasilnya pada berbagai lokasi sentra produksi kedelai. Kata kunci: Kedelai, isoflavon, daidzein, genistein, glycetein
edelai berperan penting sebagai sumber pangan fungsional (functional food). Beberapa negara penghasil kedelai mulai mengarahkan objek penelitiannya pada peningkatan mutu gizi kedelai. Di Indonesia, penelitian yang demikian belum banyak dilakukan dan pangan fungsional itu sendiri baru mengemuka dalam beberapa tahun terakhir. Pangan fungsional mengandung makna adanya kandungan unsur nongizi yang berkhasiat bagi kesehatan. Salah satu aspek penting dari kedelai sebagai sumber pangan fungsional adalah kandungan isoflavonnya merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman melalui sintesis oleh 2hydroxyisoflavone synthase (IFS). Senyawa tersebut tidak disintesis oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, tanaman merupakan sumber utama penghasil senyawa isoflavon di alam.Kedelai dinilai memiliki kandungan isoflavon cukup tinggi, dan terbanyak terdapat pada biji, khususnya pada bagian hipokotil (germ) yang akan tumbuh menjadi tanaman. Sebagian lagi terdapat pada kotiledon yang akan menjadi daun pertama (Anderson and Garner 1997). Jumlah dan komposisi isoflavon dalam biji bervariasi, bergantung pada bagian morfologi biji (kotiledon, hipokotil, dan integument), genotipe, dan lingkungan budi daya (Chiari et al. 2004). Manfaat isoflavon bagi kesehatan manusia cukup banyak di antaranya berperan penting untuk mencegah penyakit kronis, seperti kardiovaskular, mencegah osteoporosis, dan antioksidan. Bahkan dilaporkan pula pentingnya untuk mencegah penyakit kanker (Hoeck et al. 2000; Primomo et al. 2005).
K
23
KRISNAWATI DAN ADIE: KANDUNGAN ISOFLAVON GALUR KEDELAI F5
Isoflavon dalam biji kedelai dapat berbentuk senyawa aglikon (aglycone) dan glukosid (glucoside). Senyawa utama aglikon terdiri atas genistein, daidzein, dan glycetin. Daidzin, genistin, dan glycetin merupakan bagian utama dari senyawa glukosid (Seo and Morr 1984). Menurut Griffith dan Collison (2001), biji kedelai secara alami hanya mengandung daidzin, genistin, glycetin, dan bentuk-bentuk malonyl. Identifikasi kandungan isoflavon plasma nutfah kedelai di Cina berhasil memperoleh tiga aksesi kedelai yang memiliki kandungan isoflavon sangat tinggi, di atas 500 mg/100 g biji kedelai (Cuizhen et al. 2000). Kikuchi et al. (2000) melaporkan bahwa galur IAC 100 memiliki kandungan isoflavon sebesar 447,5 mg/100 g biji, dan aksesi lainnya memiliki kandungan isoflavon rendah, berkisar antara 45-82 mg/100 g biji. Peningkatan kandungan isoflavon pada kedelai dapat diupayakan jika tersedia sumber gen yang dapat digunakan sebagai donor gen. Galur IAC 100 telah digunakan sebagai salah satu sumber gen dan disilangkan dengan beberapa varietas kedelai berdaya hasil tinggi (Adie et al. 2006), sehingga berpeluang untuk mendapatkan galur berdaya hasil tinggi dan mengandung isoflavon tinggi. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi galur berdaya hasil tinggi dan menilai kandungan isoflavon galur kedelai F5.
BAHAN DAN METODE Identifikasi Karakter Agronomi Galur Kedelai F5 Penelitian dilakukan di KP Muneng pada MK I, mulai Maret hingga Juni 2007, pada lahan tegal bekas tanaman jagung. Pengolahan tanah dilakukan secara optimal, yaitu dua kali bajak dan sekali perataan. Empat hari sebelum tanam dilakukan pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida. Bahan penelitian adalah 299 galur kedelai F5, hasil seleksi pedigree asal persilangan galur IAC 100 dengan varietas Baluran, Kawi, Argopuro, G100H, dan SHR/W-60. Persilangan dilakukan pada tahun 2005. Setiap galur ditanam dalam satu baris sepanjang 4,5 m. Jarak tanam 40 cm x 15 cm, 2 tanaman per rumpun. Pupuk dengan takaran 50 kg urea, 100 kg SP36, dan KCl 75 kg/ha diberikan seluruhnya pada saat tanam. Pengendalian gulma, hama, dan penyakit dilakukan secara intensif. Varietas Wilis digunakan sebagai pembanding. Pengamatan dilakukan terhadap umur masak, bobot 100 biji, dan hasil. Seleksi galur berdaya hasil tinggi berdasarkan tanaman terpilih yang memiliki hasil lebih tinggi dari rata-rata hasil seluruh galur.
24
Identifikasi Kandungan Isoflavon Galur Kedelai Berdaya Hasil Tinggi Sebanyak 127 galur kedelai terpilih berdaya hasil tinggi dari penelitian di lapang diuji kandungan isoflavonnya pada September-Desember 2007. Galur G100H, IAC 100, dan Wilis digunakan sebagai pembanding. Pengukuran kandungan isoflavon menggunakan HPLC mengikuti metode Vyn et al. (2002). Sebanyak 2 g biji kedelai ditepungkan dan dicampur dengan 20 mL HPLC grade acetonitrile dan 4 mL 0,1 M HCl dalam tabung sentrifuse. Larutan dipanaskan dalam waterbath selama 2 jam pada suhu 60oC dan diaduk setiap 30 menit. Setelah dingin, 1 mL aliquots disentrifuse pada kecepatan 21.150 x g selama 5 menit, kemudian diambil 100 mL supernatan yang dicampur dengan 2mL 3N HCl dalam tabung sentrifuse. Campuran divorteks dan dihidrolisasi selama 24 jam pada suhu 60oC. Setelah dingin, ditambahkan 2 mL ethyl eter dan divorteks kembali. Lapisan yang terbentuk dipisahkan, ethyl eter pada lapisan atas dipindahkan menggunakan pipet Pasteur, dilewatkan pada ± 1 g sodium sulfat, dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse. Sampel dicuci lima kali, dua kali dengan 2 mL ethyl eter dan tiga kali dengan 1 mL ethyl eter. Setelah itu dikeringkan di bawah aliran gas nitrogen untuk menghilangkan lapisan eter. Sampel yang telah kering dilarutkan dalam 1 mL acetonitrile 25% (v/v), divorteks, dan disaring melewati lapisan syringe sebelum analisis menggunakan HPLC. Kandungan daidzein, glycetein, dan genistein ditentukan menggunakan HPLC. Software yang dihubungkan dengan alat HPLC digunakan untuk menentukan titik puncak setiap isoflavon. Kurva kalibrasi linier digunakan untuk setiap isoflavon dengan memposisikan lima konsentrasi yang diketahui sebagai fungsi dari titik puncak. Konsentrasi setiap isoflavon (µg per g sampel) ditentukan melalui nilai tengah kurva kalibrasi, titik puncak, berat sampel, dan faktor pelarutan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakter Agronomi Galur kedelai F5, hasil seleksi silsilah (pedigree) terhadap persilangan antara IAC 100 dengan varietas Kawi, Baluran, Argopuro, dan Shr/W-60 yang ditanam di KP Muneng pada MK1 (Maret-Juni 2007) memperlihatkan keragaan pertumbuhan yang optimal. Hasilnya berkisar antara 0,10-3,86 t/ha (rata-rata 2,02 t/ha), umur masak rata-rata 83 hari (rentang 77-85 hari), dan bobot 100 biji berkisar antara 7,2-19,6 g (rata-rata 12,38 g). Pertumbuhan tanaman yang beragam juga dicerminkan oleh optimalnya potensi genetik varietas pembanding
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009
Wilis yang mampu berproduksi hingga 3,48 t/ha (Tabel 1). Nilai median hampir berimpit dengan nilai tengah hasil, yang menunjukkan bahwa hasil dari 299 galur F5 menyebar normal. Rentang hasil yang lebar memberikan peluang untuk mendapatkan galur kedelai berdaya hasil tinggi, sekaligus berpeluang mendapatkan galur berumur genjah dan berukuran biji besar. Seleksi pemilahan galur berdasarkan hasil rata-rata umum (2,02 t/ha), diperoleh 149 galur yang berdaya hasil 2,03-3,86 t/ha. Dari galur terseleksi tersebut, 14 galur di antaranya berdaya hasil lebih tinggi dari varietas pembanding Wilis. Saat ini varietas Wilis memiliki penyebaran cukup luas di berbagai sentra produksi kedelai di Indonesia. Galur yang berdaya hasil lebih tinggi dari Wilis berumur 82-85 hari dengan bobot biji 11,016,3 g/100 biji. Hal ini menunjukkan bahwa potensi hasil kedelai masih dapat diperbaiki dengan memperluas sumber gen yang digunakan sebagai tetua persilangan. Pencarian galur kedelai berdaya hasil tinggi dan berumur genjah dilakukan dengan memetakan kedua sifat tersebut (Gambar 1). Di Indonesia telah dilakukan pengelompokan umur masak tanaman kedelai menjadi genjah (<80 hari), sedang (80-85 hari), dan dalam (>85
Tabel 1. Data deskriptif 299 galur kedelai F5. KP Muneng, MK 2007. Parameter
Umur panen (hari)
Nilai minimal Nilai maksimal Rata-rata Simpangan baku Median Pembanding Wilis
77 85 83 1,93 81 83
Bobot 100 biji (g)
Potensi hasil (t/ha)
7,20 19,60 12,38 2,04 13,4 11,20
0,10 3,86 2,02 0,85 1,98 3,48
hari). Untuk ukuran biji, pengelompokannya adalah biji kecil (<10 g/100 biji) dan besar (>14 g/100 biji) (Adie dan Krisnawati 2007). Fakta pada Gambar 1 menunjukkan bahwa sulit untuk memperoleh galur kedelai yang berdaya hasil di atas rata-rata umum 2,02 t/ha dan sekaligus berumur genjah (< 80 hari), dan dalam penelitian ini hanya diperoleh lima galur. Varietas Baluran dan galur Shr/W-60 tergolong genjah (75 hari). Penelitian Krisnawati dan Adie (2007) juga menunjukkan kecilnya peluang untuk membentuk varietas kedelai berdaya hasil tinggi yang sekaligus berumur genjah. Sebaliknya, peluang untuk mendapatkan hasil di atas 3,0 t/ha lebih mudah jika umur panennya lebih dari 81 hari. Kedelai impor berukuran biji besar yang mendominasi pasar dalam negeri ternyata juga berpengaruh terhadap preferensi sebagian petani . Hingga saat ini telah dilepas 11 varietas kedelai berbiji besar dan kesemuanya berasal dari seleksi galur introduksi, kecuali Burangrang yang merupakan segregan alam. Hubungan antara hasil dengan ukuran biji (Gambar 1) menunjukkan bahwa ukuran biji di bawah 14 g terkonsentrasi pada hasil biji di bawah 3,0 t/ha. Perpaduan ukuran biji di atas 14 g dan hasil di atas 3,0 t/ha ditunjukkan oleh lima galur. Preferensi pengguna terhadap varietas unggul tidak hanya dibatasi oleh potensi hasil, tetapi juga pada mutu fisik dan nutrisi. Kedelai berumur genjah dan berbiji besar menjadi daya tarik, khususnya di daerah beririgasi terbatas atau menyesuaikan dengan pola tanam tertentu. Berdasarkan kriteria potensi hasil, umur masak, dan ukuran biji, dari 299 galur F5 terpilih 127 galur yang prospektif untuk diuji lebih lanjut daya hasil dan kandungan isoflavonnya. Galur terpilih memiliki hasil rata-rata 2,79 t/ha (kisaran 2,12-3,86 t/ha) dan bobot biji adalah rata-rata 12,56 g (kisaran 9,20-19,60 g).
86
25
85 84
20 Bobot 100 biji (g)
Umur (hari)
83 82 81 80 79 78
15
10
5
77
0
76 0
1
2
3
Hasil (t/ha)
4
5
0
1
2
3
4
5
Hasil (t/ha)
Gambar 1. Hubungan antara hasil dengan umur masak (kiri) dan hasil dengan bobot 100 biji (kanan), 2007.
25
KRISNAWATI DAN ADIE: KANDUNGAN ISOFLAVON GALUR KEDELAI F5
Kandungan Isoflavon Isoflavon merupakan subkelas dari flavonoid, yakni kelompok besar antioksidan polifenol yang dapat ditemukan dalam banyak tanaman, namun kandungan yang lebih tinggi terdapat pada golongan Leguminoceae, terutama kedelai. Penelitian Mazur (1998 dalam Yulianto 2003) menunjukkan bahwa kedelai mengandung daidzein 10,5-85 mg dan genistein 26,8-120,5 mg/100 g bobot kering; sedangkan biji semanggi (clover) hanya mengandung daidzein 0,178 mg/100g dan genistein 0,323 mg/100 g bobot kering. Lebih unggulnya kedelai sebagai penyedia bahan pangan dan isoflavon maka akhir-akhir ini banyak negara berupaya meningkatkan kandungan isoflavon kedelai melalui pendekatan genetik. Analisis kandungan isoflavon terhadap 127 galur F5 terpilih, diikuti dengan tiga galur pembanding G100H, Tabel 2. Kandungan isoflavon dari 127 galur kedelai dan tiga varietas pembanding. Bogor, 2007. Kandungan isoflavon (mg/100 g biji) Parameter
Nilai minimal Nilai maksimal Rata-rata Simpangan baku Median Pembanding: G100H IAC100 Wilis
Daidzein
Glycetein
Genistein
Total
37,5 98,3 53,3 8,0 67,9
8,5 19,9 14,5 2,3 14,2
20,5 60,3 33,2 6,1 40,4
78,8 175,6 101,1 13,7 127,2
66,7 50,6 50,4
15,1 19,6 19,5
35,3 35,3 37,0
117,1 105,4 106,9
IAC 100 dan Wilis, difokuskan pada kandungan daidzein, glicetein, dan genistein (Tabel 2). Kandungan isoflavon total berkisar antara 78,8-175,6 mg/100 g, rata-rata 101,1 mg/ 100 g biji. Nilai median yang lebih rendah dibandingkan nilai tengahnya menunjukkan bahwa sebagian besar galur yang diuji memiliki kandungan isoflavon di bawah nilai tengah. Kandungan daidzein rata-rata 53,3 mg/100 g (kisaran 37,51-98,34 mg/100 g), glycetein rata-rata 14,54 mg/100 g (kisaran antara 8,5-19,9 mg/100 g), dan genistein rata-rata 33,23 mg/100 g (kisaran 20,5-60,3 mg/100 g). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan isoflavon total pada biji kedelai, 52,8% didominasi oleh daidzein, 14,3% oleh glycetein, dan 32,9% oleh genistein. Varietas Wilis dan IAC 100 memiliki kandungan total isoflavon yang setara, sedangkan kandungan total isoflavon galur G100H mencapai 117, 1 mg/100 g biji. Galur G100H merupakan galur hasil persilangan antara IAC 100 dengan Himeshirazu. Dengan menggunakan batas seleksi kandungan isoflavon yang dimiliki oleh galur G100H, maka dari 127 galur yang diteliti terpilih sebanyak 12 galur yang mengandung isoflavon lebih tinggi dibanding G100H (Tabel 3). Pendekatan genetik untuk meningkatkan kandungan isoflavon kedelai telah dilakukan di berbagai negara dengan kadar isoflavon yang beragam. Pemuliaan kedelai di Iowa Amerika Serikat berhasil mendapatkan galur Vinton 81 dengan kandungan total isoflavon 94,9284,2 mg/100 biji (Hoeck et al. 2000). Hasil penelitian Eldridge dan Kwolek (1983) pada berbagai lokasi yang berbeda juga memperoleh kandungan isoflavon kedelai yang berkisar antara 46-195 mg/100 g. Kandungan isoflavon ditentukan oleh galur dan lokasi.
Tabel 3. Kandungan isoflavon tertinggi dari 12 galur kedelai, 2007. Kandungan isoflavon (mg/100 g biji) Galur Daidzein
Glycetein
Genistein
Total
Hasil (t/ha)
IAC 100/K (70)-1102(30)-1156/7 IAC 100/K (15)-1047(32)-1078/6 IAC 100/K (60)-1092(23)-1141/6 IAC 100/K (67)-1099(13)-1147/16 B/IAC 100 (47)-678(13)-764/26 IAC 100/SHR-W60 (1)-252(1)-273/41 K/IAC 100 (71)-1011(32)-1041/19 IAC 100/K (5)-1037(23)-1062/15 K/IAC 100 (64)-1004(18)-1037/6 IAC 100/K (2)-1034(7)-1058/43 K/IAC 100 (57)-997(7)-1035/9 IAC 100/SHR-W60 (6)-257(10)-285/34
61,2 60,2 64,5 65,2 65,5 62,1 64,7 65,6 69,5 63,3 72,4 98,3
14,1 17,1 13,5 14,5 19,4 15,6 16,1 19,5 18,9 18,3 17,7 17,0
42,1 40,5 43,0 42,6 37,5 44,8 46,7 42,9 40,7 48,7 45,0 60,3
117,3 117,8 121,0 122,3 122,4 122,5 127,5 127,9 129,1 130,2 135,1 175,6
3,00 2,38 3,00 3,00 2,22 2,98 2,98 3,52 3,86 2,40 2,97 2,64
Rata-rata Simpangan baku Pembanding: G100H IAC100 Wilis
67,7 10,2
16,8 2,1
44,6 5,8
129,1 15,6
2,91 0,47
66,7 50,6 50,4
15,1 19,6 19,5
35,3 35,3 37,0
117,1 105,4 106,9
1,83 1,23 3,48
26
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009
70 Genistein (mg/100 g biji)
60 50 40 30 20 10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Galur/varietas
11 12
Wilis
1
IAC100
0 G100H
Kampanye manfaat kandungan isoflavon pada produk berbahan baku kedelai telah meningkatkan penelitian terhadap isoflavon, khususnya pada kedelai. Isoflavon kedelai dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit kanker melalui penghambatan pertumbuhan sel tumor (Barnes et al. 1999, Hoeck et al. 2000). Penelitian lain juga menyebutkan adanya hubungan kuat antara penggunaan isoflavon dengan pengurangan risiko penyakit kanker payudara dan kanker rahim. Wanita yang mengkonsumsi produk kedelai dan produk lain yang kaya isoflavon dilaporkan mengalami penurunan risiko terkena kanker rahim sebesar 54% (Anonim 2007). Efek positif yang lain dari isoflavon adalah melindungi proses osteoporosis pada tulang sehingga tetap padat dan masif (Erdman and Potter 1997), dan mempunyai efek hormonal, khususnya estrogenik (Adlercreutz et al. 1986), mengurangi gejala menopause (Kurzer 2000), dan menurunkan kadar kolesterol (Kanazawa et al. 1995; Honore et al. 1995; Nilausen and Meinertz 1999). Galur-galur terpilih selain memiliki kandungan isoflavon tinggi juga berdaya hasil tinggi, dengan kisaran 2,22-3,86 t/ha. Kandungan total isoflavon tertinggi dimiliki oleh galur IAC 100/SHR-W60 (6)-257(10)-285/34, yaitu 175,57 mg/100 g dengan hasil biji 2,64 t/ha. Hasil tertinggi dimiliki oleh galur Kawi/IAC 100 (64)-1004(18)1037/6 (3,86 t/ha) dengan kandungan total isoflavon 129,07 mg/100 g biji. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa daidzein dan genistein merupakan isoflavon utama pada kedelai (Wang and Murphy 1994; Manach et al. 2004). Genistein adalah sumber antioksidan terbesar, diikuti oleh daidzein (Anonim 2007) dan merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas fisiologis yang besar. Senyawa ini berperan sebagai antitumor/antikanker melalui mekanisme penghambatan perkembangan sel kanker payudara (Lamastiniere et al. 1996), sel kanker prostat dan sel kanker hati (Hendrich et al. 1997). Penelitian terhadap daidzein dan genistein juga menyebutkan bahwa kedua senyawa tersebut merupakan pelindung terhadap penyakit kronis, antara lain kanker prostat, kanker hati, kardiovaskuler, dan osteoporosis (Wiseman 2000). Penelitian lain juga menemukan bahwa wanita yang mengkonsumsi daidzein lebih terlindungi dari penyakit kanker payudara (Atkison et al. 2003). Berdasarkan kandungan isoflavon kedelai yang ada di Jepang, 30 g kedelai berkontribusi lebih dari 23 mg total genistein dan 10 mg daidzein. Pengguna suplemen isoflavon mengkonsumsi 40 mg genistein/hari (Anonim 2008a). Masyarakat Jepang mengkonsumsi 25-50 mg isoflavon setiap hari, setara dengan satu sampai dua penyajian makanan berbahan baku kedelai, sedangkan masyarakat Eropa dan Amerika rata-rata hanya meng-
Gambar 2. Kandungan genistein dari 12 galur kedelai dan tiga varietas pembanding 2007 (sandi galur seperti Tabel 3).
konsumsi 1-2 mg/hari. Perbedaan ini yang menyebabkan rendahnya risiko terserang penyakit kronis pada masyarakat Jepang (Anonim 2008b). Di antara 12 galur dengan kandungan isoflavon tinggi terlihat galur IAC 100/ SHR-W60 (6)-257(10)-285/34 yang memiliki isoflavon total tertinggi, ternyata juga mengandung genistein tertinggi pula (60,25 mg/100 g biji), atau 33,3% lebih tinggi daripada galur pembanding G100H (Gambar 2). Menurut Yin dan Vyn (2005), upaya peningkatan hasil kedelai dapat dilakukan serentak dengan upaya peningkatan kandungan isoflavon. Dengan demikian, seleksi bertatar berdasarkan hasil biji dan sekaligus seleksi kandungan isoflavon berpeluang mendapatkan varietas kedelai berdaya hasil tinggi dan berkadar isoflavon tinggi.
KESIMPULAN 1. Potensi hasil kedelai masih berpeluang ditingkatkan dengan menggunakan sumber gen berlatar belakang genetik jauh. Seleksi populasi F5, hasil persilangan antara galur introduksi dengan varietas kedelai, berhasil memperoleh galur berdaya hasil > 2,5 t/ha. 2. Kandungan isoflavon dan potensi hasil kedelai berpeluang untuk ditingkatkan melalui persilangan antara galur yang mengandung isoflavon tinggi dengan varietas kedelai berdaya hasil tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Adie, M.M. dan A. Krisnawati. 2007. Biologi tanaman kedelai. Dalam Kedelai: teknik produksi dan pengembangannya. p. 45-73. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Adlercreutz, H., T. Fotsis, and C. Bannwart. 1986. Determination of urinary lignans and phytoestrogen metabolites, potential antiestrogens and anticarcinogens, in urine of women on various habitual diets. J. Steroid Biochem. 25:791-797.
27
KRISNAWATI DAN ADIE: KANDUNGAN ISOFLAVON GALUR KEDELAI F5
Anderson, J.J.B., and S.C. Garner. 1997. Phytoestrogens and human. Nutr. Today. 32:232-239. Anonim. 2007. Isoflavones. http://www.isoflavones.info/ (akses 15 Mei 2007). Anonim. 2008a. http://www.soyonlineservice.co.nz/06guidance. htm. SOS Guidance, (akses 11 Januari 2008). Anonim. 2008b. http://www.silksoymilk.com/HealthyLifestyle/ Isoflavones.aspx. Living a healthy life style, understanding isoflavone (akses 11 Januari 2008). Atkinson C., H.E. Skor, E. Dawn Fitzgibbons, D. Scholes, C. Chen, K. Wahala, S.M. Schwartz, and J.W. Lampe. 2003.Urinary equol excretion in relation to 2-hydroxyestrone and 16alphahydroxyestrone concentrations: an observational study of young to middle-aged women. J. Steroid Biochem Mol. Biol. 86(1):71-7. Barnes, S., H. Kim, and J. Xu. 1999. Soy the prevention and treatment of chronic diseases. Annals of Brazilian Soybean Congress, p. 265-308. I Brazilian Soybean Congress, Londrina, Brazil. Chiari, L., N.D. Piovesan, L.K. Naoe, I.C. José, J.M.S. Viana, M.A. Moreira, and E.G. de Barros. 2004. Genetic parameters relating isoflavone and protein content in soybean seeds. Euphytica 138:55-60. Cuizhen, F., Q. Lijuan, and C. Ruzhen. 2000. Evaluation on quality of China’s soybean germplasm resources quality. p. 41-42. In: The Third International Soybean Processing and Utilization Conference. S. Kyoko (Ed.). The Japanese Society for Food Science and Technology. Japan. Eldridge, A.C and W.F. Kwolek. 1983. Soybean isoflavones: effect of environment and variety composition. J. Agric. Food Chem. 31:394-396. Erdman, J.W. Jr and S.M. Potter. 1997. Soy and bone health. The Soy Connection 5 (2):1-4. Griffith, A.P. and M.W. Collison 2001. Improved methods for the extraction and analysis of isoflavones from soy-containing foods and nutritional supplements by reversed-phase highperformance liquid chromatography and liquid chromatography-mass spectrometry. J. Chromatography 913:397-413. Hendrich, S., Z. Lu, H.J. Wang, E. Hopmans, and P. Murphy. 1997. Soy isoflavone extract suppresses fumonisin B1-promoted rat hepatocarcinogenesis. Second International Symposium on the Role of Soybean in Preventing and Treating Chronic Deseases, September 15-18 1996, Brussel, Belgique. Hoeck, J.A., W.R. Fehr, P.A. Murphy, and G.A. Welke. 2000. Influence of genotype and environment on isoflavone contents of soybean. Crop Sci. 40:48-51. Honore, E.K., J.K. Williams, and M.S. Anthony. 1995. Enhancement of coronar y vasodilatation by soy phytoestrogens and genistein. Circulation 92 (suppl.):349.
28
Kanazawa, T., T. Osanai, and X.S. Zhang. 1995. Protective effects of soy protein on the peroxidisability of lipoprotein in cerebral vascular diseases. J. Nutr. 125:639S-646S. Kikuchi, A ., T. Sakai, H. Shimada, J.M.G. Mandarino, J.R. Bordingnon, Y. Takada, T. Adachi, K. Tabuchi, M.C. CarraoPanizzi, and S. Shimada. 2000. Genetic diversity and inheritance of isoflavone contents in soybean seeds. p. 5960. In: The Third International Soybean Processing and Utilization Conference. S. Kyoko (Ed.). The Japanese Society for Food Science and Technology. Japan. Krisnawati, A. dan M.M. Adie. 2007. Identifikasi galur kedelai F5 berbiji besar dan berumur genjah. Seminar Nasional Balitkabi., Malang. In press. Kurzer, M.S. 2000. Hormonal effects of soy isoflavones: studies in premenopausal and postmenopausal women. J. Nutr. 130: 660S-661S. Lamastimere, C.A., B.W. Murrill, and N.M. Brown. 1996. Genistein supresses chemically-induced mammary cancer. Second International Symposium on the Role of Soybean in Preventing and Treating Chronic Deseases, September 15-18, 1996, Brussel, Belgique. Manach, C., A. Scalbert, C. Morand, C. Remesy, and L. Jimenez. 2004. Polyphenols: food sources and bioavailability. Am. J. Clin. Nutr. 79:727-747. Nilausen, K. and H. Meinertz. 1999. Lipoprotein (a) and dietary protein: Casein lowers lipoprotein (a) concentrations as compared with soy protein. Am. J. Clin. Nutr. 69: 419-425. Primomo, V.S., V. Poysa, G.R. Ablett, C. Jackson, and J. Rajcan. 2005. Agronomic performance of recombinant inbred line populations segregating for isoflavone content in soybean seeds. Crop Sci. 45:2203-2211. Seo and Morr 1984. Improved high performance liquid chromatographic analysis of phenolic acids and isoflavonoids from soybean protein products, J. Agric. Food Chem. 32: 530533. Vyn, T.J., X.Yin, T.W. Bruusema, C.C.Jackson, I.Rajcan, and S.M. Bouder. 2002. Potassium fertilization effects on isoflavone consentrations in soybean (Glycine max (L.) Merr.). J.Agric. Food Chem. 50:3501-3506. Wang, H. and P. Murphy. 1994. Isoflavone composition of American and Japanese soybean in Iowa: effects of variety, crop year, and location. J. Agric. Food Chem. 42:1674-1677. Wiseman, H. 2000.The therapeutic potential of phytoestrogens. Expert Opin Investig Drugs (8):1829-40. Yin, X. and T.J. Vyn. 2005. Relationships of isoflavone, oil, and protein in seed with yield of soybean. J. Agron. 97:13141321. Yulianto, W.A. 2003. http://www.sinarharapan.co.id (akses 8 November 2007).