BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Industri Migas (Minyak dan Gas bumi) 2.1.1. Minyak dan Gas bumi Minyak dan gas bumi merupakan bahan yang paling penting didunia dewasa ini sebagai sumber energi. Minyak dan gas bumi merupakan sumber penggerak berbagai mesin motor, mesin diesel, mesin jet untuk pesawat terbang, serta mesin – mesin lain untuk penggerak industri. Sifat cair dari minyak bumi menyebabkan cairan dari proses pemisahan minyak bumi menjadi mudah di simpan dalam berbagai macam bentuk. Seperti ditempatkan kedalam tanki kilang minyak dan mengalirkannya melalui pipa – pipa untuk kemudian digunakan. Gas bumi memiliki sifat gas yang juga mempunyai keunggulan daripada zat padat, dan sebetulnya juga terhadap zat cair karena dapat dimampatkan, sehingga volumenya dapat di perkecil. Selain itu, gas sangat mudah mengalir dan kebocoran sulit diketahui, sehingga memerlukan teknologi lebih tinggi dalam penyimpanannya (Koesoemadinata, 1990). 2.1.2. Proses Pengolahan di Industri Migas (Minyak dan Gas Bumi) Menurut Hardjono (2007), sifat – sifat minyak mentah sangat bervariasi dan jenis produk yang dapat dihasilkan juga dan sangat banyak, maka istilah kilang tidaklah memberikan gambaran yang jelas mengenai operasi – operasi apa saja yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh suatu kilang. Suatu operasi yang tentu dijumpai dalam semua kilang adalah destilasi yang memisahkan minyak bumi ke dalam fraksi – fraksinya berdasarkan titik didihnya. Operasi lainnya dapat sedikit atau banyak jumlahnya, dapat sederhana atau kompleks, tergantung kepada produk – produk yang akan di buat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tidak ada dua buah kilang minyak yang mempunyai skema proses pengolahan yang sama. Dalam kenyataannya kilang minyak terdiri dari unit – unit atau pabrik manufaktur yang berbeda, karena unit – unit tersebut mengolah bahan minyak yang berbeda dan menghasilkan produk – produk yang berbeda pula. Makin kompleks kilang minyak atau makin beragam unit yang ada didalam kilang maka kilang akan semakin fleksibel, karena produk yang tidak dapat dipasarkan dapat diubah kedalam produk yang dapat dipasarkan. Adanya produk yang tidak dapat dipasarkan akan menyebabkan tangki produk pada suatu saat akan penuh, sehingga operasi kilang terpaksa harus dihentikan. Perlu dikemukakan disini, bahwa tidak ada skema proses pengolahan yang berlaku umum untuk semua kilang minyak karena tidak ada kilang minyak yang mempunyai skema proses pengolahan yang sama. Bagaimana minyak mentah di ubah menjadi berbagai macam produk dapat ditunjukkan dengan diagram alir pada gambar 2.1 berikut (Hardjono, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Diagram alir proses kilang minyak
2.1.3. Beberapa Ragam Model Keselamatan Kerja Migas Lapangan kerja migas secara umum terbagi dua, yakni kegiatan offshore dan kegiatan onshore. Jenis keselamatan kerja migas offshore atau kegiatan pertambangan migas diatas laut, adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Keselamatan kerja transportasi laut. 2. Keselamatan kerja discharge (pembongkaran) material diatas laut. 3. Keselamatan kerja lifthing (pengangkatan) material. 4. Keselamatan kerja di atas ketinggian (working at height). 5. Keselamatan kerja di area terbatas (confine space). 6. Keselamatan kerja perform welding (pengelasan). 7. Keselamatan kerja penyelamatan di laut. 8. Keelamatan kerja pendaratan chopper (helicopter) di atas pad (titik pendaratan). 9. Keselamatan kerja pengapalan material di atas laut. 10. Keselamatan kerja antisipasi kebakaran di laut. Kemudian keselamatan kerja migas onshore atau kegiatan pertambangan di darat, sebagai berikut: 1. Keselamatan kerja blasting (peledakan sumber minyak). 2. Keselamatan kerja drilling (pengeboran). 3. Keselamatan kerja discharge material di darat. 4. Keselamatan kerja pengoperasian forklift. 5. Keselamatan kerja pengoperasian crane truck/boom truck. 6. Keselamatan kerja pencegahan atau penanganan kebakaran. 7. Keselamatan kerja di ketinggian/scaffolding. 8. Keselamatan kerja area terbatas. 9. Keselamatan kerja di lifting material.
Universitas Sumatera Utara
10. Keselamatan kerja mechanical. 11. Keselamatan kerja di kantor (Ahira, 2011).
2.2. Potensi Bahaya (Potential Hazard) ILO (1986) dalam Anugrah (2009), mendefinisikan potensi bahaya atau bahaya kerja (work hazard) adalah suatu sumber potensi kerugian atau suatu situasi yang berhubungan dengan pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja yang berpotensi menyebabkan gangguan/kerugian. Potensi bahaya merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan maupun manusia. Di tempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terhadap keselamatan dan kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa: a. Faktor fisik
: kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu
b. Faktor kimia
: solven, gas, asap, uap, debu
c. Faktor biologik
: tumbuhan, hewan, bakteri, virus
d. Aspek ergonomik : desain, sikap kerja, e. Stresor
: tekanan produksi/beban kerja, monoton, kejemuan
f. Listrik dan sumber energi lainnya,
mesin, peralatan kerja, tata rumah
tangga (house keeping), kebakaran, peledakan, kebocoran g. Pelaksana/manusia : perilaku, kondisi fisik, interaksi (Budiono, 2008). Bahaya di tempat kerja timbul atau terjadi ketika ada interaksi antara unsur unsur produksi yaitu manusia, peralatan, material, proses, atau metoda kerja. Dalam
Universitas Sumatera Utara
proses produksi tersebut terjadi kontak antara manusia dengan mesin, material, lingkungan kerja yang di akomodir oleh proses atau prosedur kerja. Karena itu, sumber bahaya dapat berasal dari unsur – unsur produksi tersebut, yaitu manusia, peralatan, material, proses serta sistem dan prosedur (Ramli, 2010). Industri yang bergerak dalam bidang minyak dan gas bumi memiliki risiko tinggi, yaitu pada kegiatan pengelolaan dan pengeboran. Selain itu, pada kegiatan pengolahan dan distribusi juga memiliki risiko yang hampir sama dengan sektor hulu. Risiko ini meliputi aspek finansial, kecelakaan, kebakaran, ledakan maupun penyakit akibat kerja dan dampak lingkungan. Secara umum bahaya yang timbul pada kilang minyak, meliputi: a. Jenis pekerjaan, berhubungan dengan bahaya mekanik dan bahan kimia b.Crude oil, berhubungan dengan bahaya uap gas, cairan yang mudah meledak, keracunan sulfur c. Cuaca, misalnya petir (Signage, 2010). Ada beberapa panduan daftar bahaya potensial yang dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Daftar Bahaya Potensial No Uraian 1 Lingkungan kerja
2
Energi
3
Zat Kimia
4 Pekerjaan manual (Suardi, 2005)
Bahaya Potensial 1. Udara kotor 2. Temperatur ekstrim a. Kontak dengan benda panas atau dingin b. Terkena Lingkungan panas atau dingin 3. Tekanan mental a. Gertakan/gangguan b. Kekerasan c. Kerja shift 1. Kebisingan a. Bising tiba - tiba b. Bising dalam waktu lama 1. Kontak dengan zat kimia 2. Kebakaran dan ledakan 3. Debu dan gas 4. Asap, uap dan kabut Ergonomis (desain tempat kerja tidak baik)
Menurut Syukri sahab (1997) dalam Hayati (2009), umumnya sumber bahaya yang ada di tempat kerja atau didalam proses produksi berasal dari: a. Manusia Pada suatu tempat kerja, hanya sejumlah kecil tenaga kerja mengalami persentase kecelakaan yang tinggi. Tenaga kerja tersebut di pandang cenderung menderita kecelakaan. Statistik kecelakaan menunjukkan bahwa 10-25% tenaga kerja terlibat dalam 55-85% dari seluruh kecelakaan. b. Mesin dan peralatan Mesin dan peralatan sering juga menimbulkan potensi bahaya maka seluruh peralatan harus di desain, di pelihara dan digunakan dengan baik. Pengendalian
Universitas Sumatera Utara
potensi bahaya dapat dipengaruhi oleh bentuk peralatan, ukuran, berat ringannya peralatan, kenyamanan operator dan kekuatan yang diperlukan untuk menggunakan atau mengoperasikan peralatan kerja dan mesin – mesin. c. Metode Kerja atau Cara Kerja Cara kerja yang salah dapat membahayakan pekerja itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain: 1. Cara mengangkat dan mengangkut 2. Cara kerja yang mengakibatkan kecelakaan dan cedera terutama yang sering terjadi adalah pada tulang punggung. 3. Memakai Alat Pelindung Diri yang tidak semestinya dan cara pemakaiannya salah. d. Lingkungan Kerja Bahaya dari Lingkungan kerja dapat digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Bahaya tersebut antara lain berdasarkan: 1. Faktor Lingkungan Fisik Bahaya yang bersifat fisik seperti suhu yang panas, terlalu dingin, terpapar bising, kurang penerangan, getaran yang berlebihan, dan adanya paparan radiasi. 2. Faktor Lingkungan Kimia Bahaya yang bersifat kimia berasal dari bahan – bahan yang digunakan maupun bahan yang dihasilkan selama proses produksi. Bahan ini terpapar di
Universitas Sumatera Utara
lingkungan kerja karena cara kerja yang salah, kerusakan atau kebocoran dari peralatan atau instalasi yang digunakan dalam proses. 3. Faktor Lingkungan Biologi Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga maupun dari binatang lainnya yang ada di tempat kerja. 4. Faktor Ergonomi Gangguan yang disebabkan oleh beban kerja yang terlalu berat, peralatan yang digunakan tidak serasi dengan tenaga kerja atau tidak sesuai dengan anthropometri tubuh tenaga kerja. 5. Faktor Psikologi Gangguan jiwa yang dapat terjadi karena keadaan lingkungan sosial tempat kerja yang tidak sesuai dan menimbulkan ketegangan jiwa pada karyawan, seperti berhubungan dengan atasan dan bawahan yang tidak harmonis. 2.2.1. Sumber Bahaya yang Berasal dari Lingkungan Kerja Sumber bahaya yang berasal dari lingkungan kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor fisik, kimia, biologi, dan psikologi terhadap pekerja. Beberapa sumber bahaya di lingkungan dan pengaruhnya terhadap pekerja, sebagai berikut : 1. Suhu Kerja Iklim (cuaca) atau suhu kerja mempengaruhi daya kerja. Produktivitas, efisiensi dan efektivitas kerja sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim (cuaca) kerja. Iklim kerja yang termonetral (suhu netral), jadi tidak dingin sehingga tidak
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan tenaga kerja kedinginan atau tidak panas sehingga tenaga kerja tidak gerah kepanasan biasanya kondusif tidak hanya untuk melaksanakan pekerjaan tetapi juga untuk memperoleh hasil kerja yang baik. Pada kisaran suhu termonetral untuk bekerja, terdapat suhu nyaman atau mendukung untuk bekerja. Untuk menentukan suhu netral atau nyaman untuk bekerja perlu dilakukan angket. Suhu nyaman bagi orang Indonesia adalah antara 24-26oC. Suhu yang lebih dingin katakan 20oC (suhu paling cocok bagi penduduk sub tropis) mengurangi efisiensi kerja dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas terutama berakibat menurunkan prestasi kerja berfikir. Penurunan kemampuan berfikir demikian sangat luar biasa terjadi sesudah suhu udara melampaui 32oC. suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan memperlambat waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan emosi untuk dirangsang. Orang Indonesia pada umumya beraklimatisasi iklim tropis, yang suhunya berkisar 28-32oC dengan kelembaban sekitar 85-95% bahkan mungkin lebih. Aklimatisasi terhadap suatu iklim (cuaca) berarti penyesuaian yang terjadi pada seseorang terhadap suatu iklim (cuaca) tertentu sehingga menjadi terbiasa terhadap cuaca tersebut dan kondisi fisik, faal, psikis tidak mengalami efek buruk dari iklim (Suma’mur, 2009). Pekerja didalam lingkungan panas, seperti di sekitar boiler, oven, tungku atau bekerja diluar ruangan seperti dibawah terik matahari dapat mengalami tekanan panas. Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara keseimbangan panas. Reaksi fisiologis tubuh (Heat Strain) oleh karena
Universitas Sumatera Utara
peningkatan temperatur udara di luar comfort zone adalah seperti, vasodilatasi, denyut jantung meningkat, temperatur kulit meningkat dan suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat dan lain – lain. Selanjutnya apabiila pemaparan tekanan panas terus berlanjut, maka risiko terjadi gangguan kesehatan juga akan meningkat. Gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang berlebihan dapat mengakibatkan : a. Gangguan perilaku dan performansi kerja seperti, terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian, dan lain – lain. b. Dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh penggantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. c. Heat cramps, yaitu kejang – kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan kehilangan garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium. d. Heat Syncope atau Fainting, disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi. e. Heat Exhaustion, keadaan ini tejadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus, lemah, dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami oleh pekerja yang belum terbiasa terhadap suhu udara yang panas (Tarwaka, 2004).
Universitas Sumatera Utara
3. Kebisingan Kebisingan menurut Kepmennaker adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat – alat proses produksi dan atau alat – alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan ditempat kerja berdasarkan Kepmennaker Nomor PER. 13/MEN/X/2011, besarnya rata – rata adalah 85 dB untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam seminggu. Tarwaka (2004), pengaruh kebisingan Intensitas tinggi (berada diatas NAB), yaitu mengalami gangguan kesehatan, seperti : meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, risiko serangan jantung meningkat, gangguan pencernaan. Sedangkan pengaruh kebisingan intensitas rendah (dibawah NAB), yaitu: a. Stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur. b. Gangguan reaksi psikomotorik. c. Kehilangan konsentrasi. d. Gangguan komunikasi antara lawan bicara. e. Penurunan performansi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada kehilangan efisiensi dan produktivitas kerja 2.2.2. Sumber Bahaya yang Berasal dari Pekerja (unsafe action) Faktor manusia di tempat kerja mengacu pada setiap masalah yang memengaruhi
pendekatan
individu
ke
pekerjaan
dan
kemampuan
untuk
melaksanakan pekerjaannya. Pengaruh tersebut ada di setiap kegiatan harian pekerja,
Universitas Sumatera Utara
baik di rumah, di tempat kerja, dalam perkumpulan sosial, maupun dalam kegiatan – kegiatan diwaktu luang. Faktor manusia merupakan salah satu bagian dari ilmu perilaku. Faktor – faktor manusia secara umum mencakup : a. Sikap pekerja terhadap pekerjaannya b. Hubungan antara pekerja dengan kelompok kerjanya c. Interaksi
antara
pekerja
dengan
pekerjaannya
atau
lingkungan
pekerjaannya d. Kemampuan kerja dan kekeliruan (human error) e. Perilaku setiap individu f. Cakupan pelatihan dan instruksi yang disediakan g. Desain kondisi pabrik dan perlengkapan h. Aturan – aturan dan sistem kerja yang tidak dapat diterima Adapun, faktor negatif yang dapat mengakibatkan potensi bahaya pada industri adalah: a. Minimnya pelatihan dan tugas – tugas b. Bersikap menentang terhadap aturan – aturan dan pengamanan c. Mengabaikan atau melewati pengamanan dan mengambil jalan pintas untuk meningkatkan pendapatan d. Salah memahami prosedur pekerjaan yang akan dilakukan e. Gagal memberitahukan atau menginstruksikan pekerjaan dengan benar
Universitas Sumatera Utara
f. Desain dan tata letak pabrik dan perlengkapan yang buruk sehingga tidak memperhitungkan keterbatasan manusia, baik secara fisikmaupun mental (ergonomis) Menghilangkan faktor negatif dan membangun faktor positif akan memberikan sumbangan yang besar terhadap lingkungan kerja yang lebih aman dan selamat (Ridley, 2008). 2.2.3. Sumber Bahaya dari Bahan Kimia dan Peralatan Bahan berbahaya khususnya bahan kimia adalah bahan – bahan yang pada suatu kondisi tertentu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan pada setiap tingkat pekerjaan yang dilakukan seperti penyimpanan, pengangkutan, pengguanaan, pembuatan, dan pembuangan (Budiono, 2008). Pada penggunaan bahan – bahan kimia, terdapat sejumlah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan bahaya sehingga mencegah pekerja dari risiko kecelakaan. Jika bahayanya tidak dapat dihilangkan, tindakan pengendalian harus diimplementasikan untuk meminimalkan risiko dari bahan – bahan kimia yang dihadapi pekerja. Dalam menangani zat – zat kimia, baik selama tahap pemasokan, pemakaian atau pembuangan , haruslah mengikuti setiap prosedur untuk keselamatan pekerja (Ridley, 2008). Menurut Suma’mur (2009), peralatan dan mesin pada suatu industri dapat menimbulkan bahaya seperti bising dan getaran. Bahaya – bahaya tersebut selain tidak diinginkan oleh manusia, ternyata juga dapat menyebabkan efek buruk terhadap kesehatan dan mengganggu pelaksanaan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Keselamatan penggunaan permesinan dapat ditinjau dari bahaya – bahaya yang ditimbulkan oleh perlengkapan tertentu. Jika setiap bahaya – bahaya tersebut dapat
diidentifikasi,
tindakan
harus
diambil
untuk
menghilangkan
atau
meminimalkan risiko yang dihadapi oleh pekerja. Jika bahaya – bahaya tersebut tidak dapat dihilangkan, suatu penilaian risiko perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencegahan apa saja yang harus diambil. Pemeliharaan permesinan adalah suatu jenis pekerjaan yang lebih berbahaya dan memerlukan perhatian khusus untuk menilai risikonya, serta mempersiapkan pelaksanaan kerja yang aman (Ridley, 2008).
2.3. Kecelakaan Kerja Keadaan hampir celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near – miss” atau “near – accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar. Tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya da risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya (Budiono, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Ramli (2010), risiko K3 (Keselamatan dan kesehatan kerja) adalah risiko yang berkaitan dengan sumber bahaya yang timbul dalam aktivitas bisnis yang menyangkut aspek manusia, peralatan, material, dan lingkungan kerja. Umumnya risiko K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) dikonotasikan sebagai hal negatif (negative impact) antara lain : 1. Kecelakaan terhadap manusia dan asset perusahaan 2. Kebakaran dan peledakan 3. Penyakit akibat kerja 4. Kerusakan sarana produksi 5. Gangguan operasi. Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seseorang atau kelompok dalam rangka melaksanakan kerja dilingkungan industri atau perusahaan. Kecelakaan kerja biasanya timbul sebagai gabungan dari beberapa faktor, seperti faktor peralatan, lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri. Dalam suatu pabrik, terkadang ada mesin yang kurang baik, seperti tidak dilengkapi alat pengamanan yang cukup, maka kondisi seperti ini dapat menjadi sumber risiko (Siahaan, 2009). 2.3.1. Klasifikasi Kecelakaan Kerja Klasifikasi kecelakaan kerja menurut ILO (1962), yaitu : 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan a. Terjatuh b. Tertimpa benda jatuh c. Tertumbuk atau terkena benda – benda, terkecuali benda jatuh
Universitas Sumatera Utara
d. Terjepit oleh benda e. Gerakan – gerakan melebihi kemampuan f. Pengaruh suhu tinggi g. Terkena arus listrik h. Kontak dengan bahan – bahan berbahaya atau radiasi i. Jenis – jenis lain termasuk kecelakaan yang belum masuk klasifikasi tersebut. 2. Klasifikasi menurut penyebab a. Mesin Pembangkit tenaga terkecuali motor – motor listrik, mesin penyalur, mesin – mesin unttuk mengerjakan logam, mesin – mesin pengolah kayu, mesin – mesin pertanian, mesin – mesin pertambangan, mesin – mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.
b. Alat angkat dan angkut Mesin pengangkat dan peralatannya, alat angkut diatas rel, alat angkut yang beroda kecuali kereta api, alat angkut udara dan air, alat – alat angkut lainnya. c. Peralatan lain Bejana bertekanan, dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, instalasi listrik termasuk motor listrik kecuali alat – alat listrik (tangan), alat – alat kerja dan perlengkapannya kecuali alat – alat listrik, tangga, peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut. d. Bahan – bahan, zat – zat dan radiasi
Universitas Sumatera Utara
Bahan peledak, debu, gas, cairan, zat – zat kimia lainnya, benda – benda melayang, bahan – bahan yang belum termasuk golongan tersebut. e. Lingkungan Diluar bangunan, didalam bangunan, dibawah tanah. f. Penyebab – penyebab yang belum termasuk dalam golongan – golongan tersebut. 3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan Patah tulang, renggang otot/urat, memar dan luka dalam lainnya, amputasi, gegar dan remuk, luka bakar, luka di permukaan, keracunan akut, mati lemas, pengaruh arus listrik dan radiasi, akibat cuaca dan lain – lain.
4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh Kepala, leher, badan, anggota gerak atas, anggota gerak bawah, banyak tempat, kelainan umum, dan lain – lain (Notoadmodjo, 2003). 2.3.2. Penyebab Kecelakaan Kerja Secara umum, penyebab kecelakaan kerja bersumber dari penyebab dasar, penyebab tidak langsung, dan penyebab langsung. Penyebab dasar adalah kebijakan yang tidak memperhatikan aspek – aspek keselamatan kerja. Penyebab tidak langsung bersumber dari kondisi – kondisi dan perilaku yang tidak aman. Penyebab langsung bersumber pada sebuah interaksi yang memicu kecelakaan terjadi (Hadiguna, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Faktor – faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, baik dari aspek penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja, dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1. Faktor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembapan, cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan, dan lain – lain. 2. Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan benda – benda padat. 3. Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun tumbuh – tumbuhan. 4. Faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja. 5. Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan diantara pekerja atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja, dan sebagainya (Suardi, 2005). Beberapa perilaku dan kondisi yang tidak aman sebagai penyebab tidak langsung kecelakaan kerja yang sering ditemukan dalam aktivitas pertambangan menurut H. W. Heinrich, yaitu: A. Perilaku tidak aman (unsafe action) 1. Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang tidak layak. 2. Mengoperasikan peralatan tanpa perintah. 3. Menggunakan peralatan yang tidak layak. 4. Menggunakan peralatan yang telah rusak atau cacat. 5. Gagal memperingatkan pekerja dan peralatan. 6. Tidak menggunakan alat pelindung diri. 7. Bekerja dengan posisi yang salah atau tidak aman.
Universitas Sumatera Utara
8. Bermain – main, bersenda gurau. 9. Konsumsi alkohol. 10. Konsumsi obat – obatan. B. Kondisi tidak aman (unsafe conditions) 1. Kurang pengawasan. 2. Tidak tersedianya peralatan. 3. Kurangnya sistem peringatan. 4. Bahaya kebakaran dan peledakan. 5. Kurangnya housekeeping 6. Bahaya kondisi diudara (gas, kabut, debu, uap). 7. Bising (excessive noise). 8. Kurang penerangan. 9. Kurang ventilasi. 10. Terpapar radiasi (Heinrich, 1980).
2.4. Prinsip Pencegahan Kecelakaan Tindakan pencegahan kecelakaan bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya kecelakaan hingga seminimal mungkin. Beberapa pencegahan kecelakaan dapat dilakukan seperti berikut : a. Mengidentifikasi potensi bahaya b. Menghilangkan bahaya
Universitas Sumatera Utara
c. Mengurangi bahaya hingga seminimal mungkin jika penghilangan bahaya tidak dapat dilakukan d. Melakukan penilaian risiko e. Mengendalikan risiko (Ridley, 2008). Dalam melakukan penelitian, prioritas yang harus kita lakukan adalah memulai dari tindakan yang terbesar. Jika tidak dapat dilakukan maka kita menurunkan tingkat pengendaliannya ke tingkat yang lebih rendah atau lebih mudah. Tahapan – tahapan disajikan berdasarkan pertimbangan biaya. Semakin tinggi tingkat kendali yang dipilih semakin tinggi pula biaya yang dibutuhkan. Tetapi, tingkat risiko yang berkurang semakin besar pula (Suardi, 2005). Ramli (2010), khusus untuk risiko K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) ada beberapa cara yang digunakan untuk mengidentifikasi bahaya, yaitu: 1. Hazops (Hazards and Operability Study) adalah teknik identifikasi bahaya dengan sistem yang sangat terstruktur dan sistematis sehingga dapat mengahsilkan kajian yang komprehensif. Namun, kelemahan Hazops adalah karena memerlukan waktu yang panjang, perlu tim ahli, dan sering membosankan. 2. Job Safety Analysis (JSA) yaitu salah satu teknik analisa yang sangat populer dan banyak digunakan di lingkungan kerja. Teknik ini bermanfaat untuk mengidentifikasi dan menganalisa bahaya dalam suatu pekerjaan seperti mengganti bola lampu, memasang AC, melepas saringan, mengganti ban serep dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Analisa pohon kegagalan (Fault Tree Analysis) yaitu metoda analisa yang bersifat deduktif. Dimulai dengan menetapkan kejadian puncak (top event) yang mungkin terjadi dalam suatu proses, misalnya kebakaran atau ledakan. 2.4.1. Analisa Risiko Kecelakaan Kerja Banyak teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisa risiko. Baik secara kualitatif, semi kuantitatif maupun kuantitatif. Probabilitas merupakan kemungkinan terjadinya suatu peristiwa termasuk kekerapan/frekuenskinya. Dalam hal ini, probabilitas merupakan teknik analisa risiko kuantitatif yang dicerminkan dari kemungkinan yang ditimbulkannya. Analisa risiko kuantitatif menggunakan perhitungan probabilitas kejadian atau konsekuensinya dengan data numerik dimana besarnya risiko tidak berupa peringkat seperti pada metoda semikuantitatif. Hasil perhitungan secara kuantitatif akan memberikan gambaran tentang risiko suatu kegiatan atau bahaya (Ramli, 2010).
2.5. Landasan Teori Potensi bahaya ditempat kerja merupakan sumber risiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja yang sering dijumpai pada mesin/peralatan kerja, bahan kimia (gas, asap, uap, cairan, logam berat), sikap/cara kerja, dan pelaksana/manusia (perilaku, kondisi fisik, interaksi). Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya (Budiono, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ramli (2010), bahaya di tempat kerja terjadi ketika ada interaksi antara unsur – unsur produksi yaitu manusia, peralatan, material, proses dan metoda kerja. Siahaan (2009), kecelakaan kerja biasanya timbul sebagai gabungan dari beberapa faktor, seperti faktor peralatan, lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri. Risiko K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) dikonotasikan sebagai hal negatif (negative impact) antara lain kecelakaan terhadap manusia dan asset perusahaan, kebakaran dan peledakan, penyakit akibat kerja, kerusakan sarana produksi dan gangguan operasi (Ramli, 2010) Teori Wigglesworth (1972), mengemukakan bahwa dengan hanya melihat adanya kesalahan (error), bahan berbahaya (hazards) maka kemungkinan akan terjadi kecelakaan (accident) dan cedera (injury) dapat diprediksi (Budiono, 2008). Berdasarkan teori Domino yang dikemukakan oleh Heinrich, faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan ditempat kerja yaitu: 1) Social Environment, yaitu kondisi yang membuat seseorang harus mengambil atau menerima risiko. 2) Undesirable Human Traits, yaitu kemarahan, kecerobohan, kelelahan, salah pengertian, tidak sengaja. 3) Unsafe Acts or Conditions (mechanical or physical or chemical hazard), yaitu perencanaan buruk, perilaku pekerja yang tidak aman dalam bekerja, peralatan tidak aman, lingkungan berbahaya. 4) The Accidents, yaitu kecelakaan terjadi ketika kejadian – kejadian diatas bersamaan menyebabkan sesuatu berjalan salah. 5) The Injury, yaitu luka – luka (cedera) terjadi ketika mengalami kerusakan (Siahaan, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep Berdasarkan pada teori yang telah dikemukakan diatas, penulis membentuk kerangka konsep penelitian untuk melihat adanya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen seperti yang terlihat pada gambar berikut. Variabel Independen
a. b. c. d.
Potensi bahaya dalam proses produksi Tenaga Kerja Peralatan/mesin Material Kimia Metoda Kerja
Variabel Dependen
Risiko Kecelakaan kerja
Gambar 2.2. Diagram Kerangka Konsep Penelitian Kecelakaan kerja memiliki kaitan dengan sumber bahaya yang berada di lingkungan kerja dan timbul dalam setiap aktivitas kerja yang menyangkut aspek manusia, peralatan, material dan lingkungan kerja yang di akomodir oleh proses atau prosedur kerja (Ramli, 2010). Dalam hal ini, lingkungan kerja diasumsikan telah mewakili setiap aspek potensi bahaya dalam proses produksi seperti tenaga kerja, peralatan/mesin, material dan metoda kerja. Faktor lingkungan fisik dapat berasal dari peralatan/mesin, sedangkan faktor lingkungan kimia berasal dari material kimia seperti gas H 2 S, debu sulfur, cairan sulfinol, cairan LNG, cairan karbonat, cairan DEA (Dietil Amin), dan cairan kondensat (yang mengandung senyawa heksana). Beberapa bahaya yang bersumber dari faktor lingkungan lain seperti psikologi dan ergonomi berasal dari tenaga kerja dan metoda kerja. Misalkan pada unit LNG process terdapat bahaya pada proses pemisahan gas dengan pengotor (impurities)
Universitas Sumatera Utara
sampai dihasilkan produk LNG (gas alam cair), bahaya – bahaya tersebut seperti terpapar DEA dan karbonat jika pipa – pipa/pompa mengalami kebocoran, dan terpapar bising dari turbin. Pada unit utility terdapat bahaya seperti radiasi pada generator listrik (power generation plant), paparan gas di flare system serta nitrogen plant Pada storage and loading bahaya berupa paparan yang timbul akibat dari kebocoran pipa dan tangki pada pemuatan LNG (gas alam cair) dan kondensat. Sedangkan pada unit NSO (North Sumatera Offshore), bahaya berupa paparan sulfur dan gas serta bahaya panas yang terdapat pada reaktor H 2 S.
Universitas Sumatera Utara