II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KEBUTUHAN ENERGI DI INDONESIA Sebagai salah satu anggota dari negara-negara pengekspor minyak (OPEC), pembangunan nasional banyak dipengaruhi oleh naik turunnya ekspor minyak bumi dan gas. Namun, mengingat minyak bumi dan gas alam termasuk ke dalam sumber energi tidak terbarukan dan diperkirakan cadangan minyak bumi dan gas alam tersebut semakin menurun, maka pemerintah terus berusaha menggalakan usaha-usaha penghematan energi dan pengembangan sumber energi alternatif, seperti terlihat pada Tabel 2.1. berikut. Tabel 2.1. Peran masing-masing sumber energi utama dalam penyediaan energi nasional Jenis Energi Crude oil and fuel export/import Batu bara Gas alam dan ekspor/impor (LPG dan LNG)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
42.42%
42.44%
42.32%
41.71%
44.41%
42.40%
39.21%
38.60%
9.59%
11.44%
11.49%
11.75%
11.44%
14.83%
17.64%
20.96%
16.93%
16.52%
17.65%
18.65%
16.72%
16.34%
16.69%
14.91% 2.31%
Tenaga air
2.58%
2.82%
2.34%
2.10%
2.22%
2.32%
2.06%
Panas bumi
0.98%
0.96%
0.96%
0.95%
0.99%
0.93%
0.95%
0.93%
Biomassa
27.5%
25.82%
25.25%
24.85%
24.23%
23.17%
23.45%
22.28%
Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2008
Sebagai negara dengan tingkat kebutuhan energi tinggi, dimana pada tahun 2007 konsumsi energi final di Indonesia pada sektor industri yaitu sebesar 300.48 juta BOE, sektor rumah tangga sebesar 318.71 juta BOE, sektor komersial sebesar 27.90 juta BOE, sektor transportasi sebesar 179.14 juta BOE, sektor lainnya sebesar 24.91 juta BOE dan sektor non energi sebesar 64.76 juta BOE (Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2008). Indonesia relatif kurang memiliki akses ke sumber energi komersial. Hal ini, menyebabkan pemakaian energi per kapita masih rendah dibandingkan negara-negara lainnya. Konsumsi perkapita untuk saat ini hanya sekitar 3 SBM (Setara Barel Minyak) atau yang sama dengan sepertiga konsumsi perkapita rata-rata negara ASEAN. Fakta juga menunjukkan sekitar
separuh dari keseluruhan rumah tangga belum terlistriki (Republika, 23 Februari 2005). Sementara dua pertiga dari total kebutuhan energi nasional sendiri berasal dari energi komersial dan sisanya berasal dari biomassa yang digunakan secara tradisional. Data dari dokumen HDI (Human Development Index) 2003 menyebutkan konsumsi tenaga listrik di Indonesia masih 345 kWh/kap. Angka ini masih di bawah Malaysia yang sudah mencapai 631 kWh/kap.
B. KEBUTUHAN ENERGI PADA INDUSTRI PUPUK 1. Konsumsi Pupuk Indonesia Konsumsi pupuk di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sama halnya seperti yang terjadi di dunia. Kenaikan konsumsi pupuk terlihat pada Tabel 2.2. Sedangkan total produksi pupuk Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.2 Konsumsi pupuk di sektor pertanian dari tahun 2000-2007 Tahun
UREA
AS
TSP/SP.36
KCL
Total (ton)
2000
2,673,113
594,710
623,260
400,000
4,291,083
2001
4,069,585
580,724
778,689
425,000
5,853,998
2002
4,022,387
529,399
670,775
450,000
5,672,561
2003
4,336,729
511,129
1,414,091
63,715
6,325,664
2004
4,656,723
633,404
789,164
1,012,295
7,091,586
2005
4,842,537
651,986
778,706
947,212
7,220,441
2006
5,107,886
684,100
817,033
1,039,295
7,648,314
2007 5,010,434 745,378 802,812 1,382,166 Sumber : Assosiasi produsen pupuk Indonesia (APPI)
7,940,790
Menurut Erwin Syamsuar (1986) dalam Suryadi (1994), minimal ada enam faktor yang mempengaruhi penggunaan pupuk di Indonesia, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, harga dan subsidi pupuk, kebijaksanaan perkreditan, penetapan harga dasar komoditi pangan oleh pemerintah, keberhasilan promosi/penyuluhan, dan kelancaran sistem distribusi.
Tabel 2.3. Produksi pupuk urea per produsen tahun 2000 – 2007 Tahun
PUSRI
KUJANG
KALTIM
AAF
PIM
PETRO
Total (ton)
2000
1,924,820
580,030
2,237,595
586,798
664,201
341,434
6,334,878
2001
2,005,250
552,646
2,105,550
122,832
220,367
313,116
5,319,761
2002
2,032,680
552,984
2,081,827
601,629
586,035
151,066
6,006,221
2003
2,053,410
597,597
2,023,321
305,598
491,016
260,176
5,733,121
2004
2,187,550
526,899
2,272,289
-
336,321
344,356
5,667,000
2005
2,045,860
537,563
2,665,021
-
195,847
404,364
5,848,655
2006
2,051,250
851,579
2,214,961
-
205,225
331,677
5,654,692
2007 2,020,760 874,104 2,344,719 Sumber : Assosiasi produsen pupuk Indonesia (APPI)
244,428
381,845
5,865,856
2. Input Energi Pada Industri Pupuk Energi sangat dibutuhkan untuk berjalannya suatu proses di industri, baik industri pertanian maupun industri penunjang pertanian, salah satunya industri pupuk. Jenis energi yang digunakan di industri pupuk urea yaitu energi gas alam, steam dan listrik. Jumlah konsumsi energi di sektor industri dapat dilihat pada Tabel 2.4. berikut. Tabel 2.4. Konsumsi energi di sektor industri (ribu BOE) Bahan bakar
Batu bara
Gas
ADO
58,981
36,060
87,111
4,219
37,171
2001
55,186
37,021
84,167
4,160
2002
52,305
38,698
65,594
2003
50,167
32,077
2004
46,917
2005
Total bahan bakar
LPG
Listrik
Total
IDO
Bahan bakar minyak
8,008
25,581
74,979
1,073
20,850
279,054
39,458
7,735
26,680
78,033
972
21,819
277,198
3,955
38,828
7,311
25,596
75,690
1,093
22,578
255,958
91,335
3,980
37,398
6,358
20,756
68,492
808
22,373
265,252
55,344
89,254
4,012
42,986
5,862
21,859
74,719
1,101
24,719
292,054
43,920
65,744
90,180
3,856
39,929
4,830
15,213
63,828
1,131
26,021
290,824
2006
46,676
89,043
93,835
3,395
34,730
2,567
17,073
57,765
1,453
28,335
317,107
2007
42,108
121,800
79,723
3,352
33,787
1,422
13,856
52,418
1,242
28,077
325,522
Tahun
Biomassa
2000
Minyak tanah
Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2008
Dari Tabel 2.4. terlihat bahwa energi yang paling tinggi dikonsumsi di industri adalah gas, yaitu sebesar 93,835,000 BOE pada tahun 2006. Biasanya gas di industri digunakan sebagai bahan bakar dan di industri tertentu gas juga digunakan sebagai bahan baku produksi, seperti
pada industri pupuk nitrogen (urea). Pupuk nitrogen adalah pupuk mineral terpenting dalam penggunaan energi sebagai nutrisi tanaman di dunia pertanian dalam kebutuhan energi. Konsumsi dunia terhadap pupuk nitrogen bertambah dari 36% juta ton nutrisi pada 1972 (30% di negara berkembang) menjadi 61.2% ton nutrisi pada 1982 (43% di negara berkembang) (Abdullah, 1998). Di Indonesia sendiri, kebutuhan gas alam disuplai oleh pertamina dan kontrak pembagian produksi dengan sejumlah kontraktor production sharing. Sedangkan konsumsi gas alam di industri pupuk urea yaitu sekitar 7% dari semua produksi gas nasional (Zaenal dalam majalah Trust, 2004). Jumlah gas alam yang diproduksi dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Produksi gas alam Tahun Pertamina 2000 346,483 2001 346,710 2002 334,745 2003 336,966 2004 383,870 2005 379,612 2006 306,482
(MMSCF) Kontrak pembagian produksi Total 2,554,896 2,901,379 2,460,440 2,807,150 2,707,130 3,041,875 2,818,277 3,155,243 2,646,262 3,030,132 2,605,729 2,985,341 2,647,617 2,954,099
Sumber : Direktorat Jendral minyak dan gas dalam Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2007
Kebutuhan energi dalam bidang industri dan pertanian dapat dibagi menjadi dua, yaitu energi langsung dan energi tidak langsung. a. Energi Langsung Energi langsung merupakan energi yang digunakan secara langsung pada proses produksi yaitu berupa bahan bakar fosil (Abdullah, 1998). Input energi listrik merupakan energi yang penting, terutama untuk proses produksi yang banyak menggunakan motor listrik. Kebutuhan terhadap energi listrik pada tiap jenis proses produksi tidak sama. Adanya perbedaan tersebut tergantung dari jenis dan kondisi peralatan produksi yang digunakan.
Sedangkan besarnya jumlah konsumsi energi spesifik dari suatu proses di industri maupun dalam bidang pertanian dipengaruhi oleh sumber energi yang digunakan. Masing-masing sumber energi memiliki nilai kalor yang berbeda-beda sehingga akan menghasilkan nilai energi total yang berbeda pula. Perbedaan nilai kalor dari beberapa jenis bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Nilai kalor per unit satuan beberapa jenis bahan bakar Unit Nilai kalor satuan (MJ/unit) Gasolin 1 32.24 Diesel 1 38.66 Minyak diesel 1 38.66 LPG 1 26.10 Gas alam m3 41.38 Baru bara keras Kg 30.23 Batu bara lunak Kg 30.39 kayu keras Kg 19.26 kayu lunak Kg 17.58 Listrik KWh 3.60 Sumber : Cervinca dalam Suryadi (1994) Sumber energi
Input produksi (MJ/unit) 8.08 9.12 9.12 6.16 8.07 2.36 2.37 1.44 1.32 8.39
Nilai kalor total (MJ/unit) 40.32 47.78 47.78 32.26 49.45 32.59 32.76 20.70 18.90 11.99
b. Energi Tidak Langsung Energi tidak langsung merupakan energi yang digunakan untuk memproduksi suatu input produksi selain energi bahan bakar dan listrik. Energi tidak langsung dapat berupa materi penyusun produk atau mesin-mesin dan energi manusia. Energi manusia lebih dikenal sebagai energi biologis. Energi biologis dapat berperan sebagai energi langsung jika berupa suatu kerja, disebut tenaga manusia. Energi biologis adalah energi yang bersumber dari hasil kegiatan biologis, seperti tenaga manusia, tenaga hewan dan kemampuan tumbuh pada tanaman. Setiap orang memiliki kapasitas kerja yang berbeda-beda tergantung dari : a. Sifat pekerja yang meliputi umur, kekuatan dan tingkat keterampilan. b. Tingkat konsumsi makanan dan oksigen. c. Macam kegiatan.
d. Lamanya bekerja. Semakin lama bekerja semakin tidak efisien. e. Kondisi lingkungan, seperti suhu, kelembaban dan lainnya. Zander (1973) dalam Sigit (1981) berpendapat bahwa energi yang dimanfaatkan oleh seseorang secara efektif untuk melakukan kerja hanya 10-30% dari energi total yang dibutuhkan untuk mengerjakan aktifitas tersebut. Untuk aktivitas yang sedang, seperti pekerjaan pada industri kecil (beberapa pekerjaan pertanian, ibu rumah tangga dan siswa) kebutuhan energi adalah 9,210 kJ/hari untuk wanita standar berbobot 55 kg dan berumur 25 tahun. Sedangkan untuk lakilaki standar berbobot 65 kg dan berumur 25 tahun kebutuhan energi adalah 12,560 kJ/kg. (FAO & WHO, 1974 dalam Abdullah, 1998). Jumlah energi langsung dan tidak langsung yang digunakan untuk memproduksi suatu barang disebut embodied energy. Menurut Doering (1978) dalam Sulistiono (2008) embodied energy adalah energi yang digunakan secara tidak langsung pada produksi pertanian, dalam hal ini yaitu energi untuk memproduksi mesin, peralatan, pupuk, pestisida, bangunan dan bahan pendukung lainnya. Setiap produsen pupuk urea mengkonsumsi jumlah energi yang berbeda-beda. Konsumsi energi per ton urea dibeberapa produsen pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 2.7. Tabel 2.7. Konsumsi energi per metrik ton urea dibeberapa produsen pupuk di Indonesia Pabrik PUSRI I PUSRI II PUSRI III PUSRI IV PUPUK KUJANG 1A AAF PIM 1 KALTIM I KALTIM II KALTIM III Sumber : PII, 1992
Konsumsi Energi (MMBTU/MT) 42,600 33,600 32,850 32,850 34,140 32,200 32,200 36,120 30,430 24,730
Gas alam selain digunakan sebagai bahan bakar (sumber energi langsung), juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk. Selain gas alam (sumber energi langsung), energi yang diperlukan dalam proses produksi pupuk urea adalah energi listrik. Energi listrik digunakan untuk menggerakkan motor listrik. Kebutuhan energi listrik untuk industri pupuk urea dapat dilihat pada Tabel 2.8. Tabel 2.8. Kebutuhan energi listrik untuk industri pupuk urea dan nonindustri pupuk urea Energi listrik kWh % Industri pupuk urea 691,023,679 3.70 Industri non-pupuk urea 17,990,927,720 96.30 Total 18,681,951,399 100 Sumber : BPS, 1992 dalam Suryadi (1994) Jenis industri
C. PROSES PRODUKSI PUPUK UREA DI PT. PUPUK KUJANG Urea pertama kali ditemukan pada tahun 1773 yaitu terdapat didalam urine. Orang pertama yang berhasil mensintesis urea dari amonia dan asam sianida adalah Woehler pada tahun 1828 dan penemuan ini dianggap sebagai penemuan pertama yang berhasil mensintesa zat organik dari zat anorganik. Proses yang menjadi dasar dari proses pembuatan urea saat ini adalah proses dehidrasi yang ditemukan oleh Bassarow pada tahun 1870 yang mensintesis urea dari pemanasan ammonium karbamat. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan urea adalah gas alam, air dan udara. Sifat-sifat gas alam biasanya diwakili oleh komponenkomponen yang terkandung dalam gas alam. Komponen terbesar dalam gas alam adalah metan (CH4). Tetapi terdapat juga etana, propane, butane, pentane, karbondioksida, hidrogen dan argon. LHV (Low Heating Value) dari masing-masing komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.11. Pabrik pupuk urea yang diaudit ini didesain untuk memproduksi 1,725 ton urea prill per hari. Pabrik ini menggunakan teknologi Mitsui Toatsu Total Recycled C Improved yang memiliki sifat mudah dioperasikan, investasi pembangunan yang rendah, biaya operasi rendah dan memiliki produk dengan
kualitas tinggi. Proses tersebut dikembangkan oleh Toyo Engineering Corporation (TEC) Jepang. Tabel 2.9. Low Heating Value (LHV) untuk komponen yang terkandung dalam gas alam Komponen
LHV (MJ/kg)
CO2 CO Ar N2 CH4
50.009
C2H6
47.794
C3H8
46.357
i-C4H10
45.613
n-C4H10
45.752
i-C5H12
45.241
n-C5H12
45.357
Jumlah 326.123 Sumber : http://ecen.com/eee48/eee48e/carbon_content_n_gas_using_heat_values.htm (Rabu, 16 Juli 2008)
Secara keseluruhan proses produksi pupuk urea di PT. PUPUK KUJANG dibagi dalam empat plant yaitu utility plant, ammonia plant, urea plant dan bagging plant. Keempat plant tersebut satu sama lain saling berkaitan. Utility plant menyediakan air bersih untuk air minum, perkantoran dan juga air bebas mineral yang digunakan oleh seluruh dinas sebagai air umpan ketel, steam yang digunakan untuk menggerakkan turbin, instrument air dan plant air, cooling water dan listrik dari gas turbin generator. Ammonia plant menghasilkan ammonia dan karbondioksida untuk dikirim ke urea plant sebagai bahan baku pembuatan urea. Setelah diproses di urea plant menjadi urea curah, selanjutnya dikirim ke bagging plant untuk dikantongkan sebelum di jual ke konsumen. Secara umum proses produksi pupuk urea dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Diagram proses pembuatan pupuk urea (Pratiwi, 2008) Proses produksi pupuk urea sendiri dibagi dalam beberapa tahapan proses (seksi) yang dilakukan di PT. PUPUK KUJANG, yaitu seksi sintesa, seksi dekomposisi/ purifikasi, seksi recovery serta seksi kristalisasi dan prilling. 1. Seksi Sintesa Pada seksi ini, urea diproduksi melalui reaksi antara NH3 dan CO2 yang sangat eksotermik membentuk ammonium karbamat. Kemudian diikuti dehidrasi endotermik ammonium karbamat membentuk urea. Reaksi yang terjadi dalam reaktor sintesa adalah : CO2 + 2NH3
NH4CO2NH2 (ammonium karbamat)
NH4CO2NH2 -38.3 kcal/g.mol (ammonium karbamat)
NH2CONH2 + H2O
+7.8 kcal/g.mol
(urea)
Produk yang keluar dari reaktor adalah urea dan ammonium karbamat. Reaksi tersebut dipengaruhi oleh temperatur, tekanan, perbandingan ammonia dan karbondioksida, dan jumlah air. Temperatur yang optimal dalam reaktor adalah 200oC, yaitu temperatur dimana konversi mendekati kesetimbangan dalam waktu tinggal (residence time) 0.3-1 jam. Sedangkan tekanan optimum dalam reaktor adalah 200 kg/cm2 karena konversi ammonium karbamat menjadi urea hanya terjadi pada fase cair sehingga kondisi operasi dalam reaksi sintesa ini memiliki tekanan dan temperatur yang tinggi. Perbandingan ammonia dan karbondioksida berkisar antara 3.5 - 4. Kelebihan ammonia akan mempercepat reaksi yang pertama dan
mencegah terjadinya reaksi pembentukan biuret. Biuret yang berlebih tidak dikehendaki karena merupakan racun bagi tanaman. 2NH2COONH2
NH2CONHCONH4 + NH3
Reaksi kedua dari pembentukan urea dipengaruhi oleh jumlah air. Dengan adanya air, maka urea yang terbentuk dari karbamat akan berkurang. Sehingga mengurangi konversi pembentukan urea. Secara lebih jelas, proses pada seksi sintesa dapat dilihat pada Gambar 2.2. NH4COONH2 Seksi
NH3 CO2
Seksi
NH3 + CO2
Dekomposisi
Sintesa
NH4COONH2
/ Purifikasi NH2COONH +H2O
NH3 + CO2
Seksi Kristalisasi
Seksi Pembutiran
NH3 dan CO2
NH4COONH2
Seksi Larutan recycle
Recovery
Urea curah ke unit pengantongan
Gambar 2.2. Diagram seksi pembuatan gas sintesa urea (Pratiwi, 2008)
2. Seksi Dekomposisi/Purifikasi Pada seksi ini terjadi proses pemisahan ammonium karbamat, air, dan kelebihan ammonia dari larutan urea. Proses ini berlangsung dengan pemanasan dan tekanan yang diturunkan. NH4CO2NH2 (ammonium karbamat)
CO2 + NH3
+42.3 kcal/g.mol
Untuk memisahkan ammonium karbamat dan kelebihan ammonia dari larutan urea, sebelum dialirkan ke crystallizer dilakukan tiga tahap
dekomposisi, yaitu dari tekanan 17.0 kgf/cm2, 2.5 kgf/cm2, sampai tekanan atmosfir. Dekomposisi ini dilakukan pada suhu 1200C - 1650C. Proses hidrolisa urea: NH2CNH2 + H2O
CO2 + 2NH3
+28.4 kcal/g.mol
(urea) Proses hidrolisa ini akan mengurangi kadar urea didalam larutan sehingga pada saat proses ini berlangsung harus dikontrol dengan ketat untuk mengurangi kehilangan produk. Proses ini terjadi pada suhu tinggi, tekanan rendah dan waktu tinggal (residence time) yang lama. Pada suhu diatas 900C, urea akan terkonversi menjadi biuret dan ammonia. Secara lebih jelas, proses pada seksi dekomposisi/purifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.3. Urea, air, biuret, ammonium karbamat, NH3 sisa dari seksi sintesa
Gas NH3 dan CO2 ke seksi recovery
High Pressure
Low Pressure
Decomposer
Decomposer
Larutan Gas Separator
urea, biuret ke seksi kristalisasi
Urea, biuret, gas terlarut dan sisa ammonium karbamat
Urea, biuret, gas terlarut dan air
Gas sisa dari seksi recovery untuk stripping
Gambar 2.3. Diagram alir seksi dekomposisi/purifikasi (Pratiwi, 2008)
3. Seksi Recovery Gas-gas ammonia dan karbondioksida yang telah bereaksi setelah dekomposisi ammonium karbamat dikembalikan ke reaktor sintesis.
Metoda pengembalian gas-gas yang tidak bereaksi diklasifikasikan menjadi : -
Memisahkan dan mengembalikannya sebagai gas
-
Mengembalikannya sebagai larutan (slurry)
Gambar 2.4. Diagram alir seksi recovery urea (Pratiwi, 2008)
4. Seksi Kristalisasi dan Pembutiran (Prilling) Larutan urea di seksi purifikasi/dekomposisi dikristalkan secara vakum dan dipisahkan dengan centrifuge. Setelah itu dikeringkan dengan udara panas sehingga kadar airnya menjadi 0.3 % berat. Agar kadar biuret tetap (<0.1% berat), semua larutan induk yang mengandung hampir semua biuret dikembalikan ke seksi recovery yang berguna sebagai larutan penyerap ammonia dan karbondioksida tersebut dikembalikan ke reaktor. Larutan urea (75%) dan biuret dari seksi purifikasi masuk ke crystallizer untuk dikristalkan dan dihilangkan kadar airnya. Larutan urea yang telah dikristalkan masuk ke centrifuge untuk dipisahkan antara larutan urea dengan kristal urea. Larutan urea kemudian masuk ke dalam
mother liquor tank (ML tank). Sedangkan urea dalam bentuk kristal masuk ke dalam fluidizing dryer untuk dikeringkan yang kemudian masuk ke cyclone untuk dipisahkan dengan debu (dust). Debu (dust) masuk ke dust separator sedangkan kristal urea masuk ke melter untuk dilelehkan dengan uap sebagai pemanas. Kemudian lelehan mengalir melalui distributordistributor dan membentuk tetesan-tetesan yang memadat dengan adanya pendinginan oleh udara dalam prilling tower untuk memperkecil pembentukan biuret. Waktu tinggal dalam prilling tower diusahakan sekecil mungkin. Dalam prilling tower, kadar air dibuat sekecil mungkin agar diperoleh butiran yang keras. Kemudian butiran tersebut disaring dengan ayakan trommel untuk memisahkan butiran-butiran yang berukuran lebih (oversize) dari butiran-butiran yang dikehendaki. Setelah itu butiran yang dikehendaki disimpan dalam bulk storage.
Gambar 2.5. Diagram alir seksi kristalisasi dan pembutiran (Pratiwi, 2008) Tahapan proses produksi pupuk urea di atas didukung oleh beberapa unit penunjang. Unit penunjang yang diperlukan antara lain unit pengolahan air untuk air umpan ketel, unit pembangkit uap dan unit pembangkit listrik.
1. Unit pengolahan air Unit pengolahan air bertujuan untuk mengolah air baku menjadi air bersih. Unit pengolahan air terdiri dari dua proses, yaitu : a. Pretreatment Pretreatment bertujuan untuk mengolah air baku menjadi air bersih dengan pH 7.0 – 7.5 dan kekeruhan maksimum 2.0 ppm. Proses yang dilakukan pada pretreatment yaitu koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi. Secara umum proses pretreatment dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini. Raw water
Premix
Floctreater
tank
Tangki
Sand filter
penampungan
(pasir 6 biji)
air bersih Air bersih
Gambar 2.6. Diagram proses pretreatment (Pratiwi, 2008)
b. Demineralisasi Demineralisasi bertujuan untuk mengolah air bersih menjadi air bebas mineral yang akan digunakan sebagai air umpan ketel dengan cara pertukaran ion. Secara umum proses demineralisasi dapat dilihat pada diagram berikut : Air bersih
Carbon Filter
Cation
Anion
Mix Bed
Exchanger
Exchanger
Polisher
Air bebas mineral
Gambar 2.7. Diagram proses demineralisasi (Pratiwi, 2008)
2. Unit pembangkit uap Uap yang digunakan dalam memproduksi pupuk urea dihasilkan oleh ketel uap. Terdapat tiga jenis ketel uap yaitu ketel uap paket I, ketel uap paket II dan ketel uap panas buang. Jenis uap yang dihasilkan dari ketiga jenis ketel uap ini adalah medium steam yang memiliki tekanan 42.2
kg/cm2 dengan suhu 399oC. Selain medium steam dihasilkan juga low steam yang didapatkan dengan cara memanfaatkan air blow down dari buangan
ketel
uap
yang
masih
memiliki
suhu
tinggi
dengan
mengalirkannya ke flush drum sehingga didapatkan tekanan 3.5 kg/cm2 dengan suhu 150oC. Selain melalui flush drum, low steam juga didapatkan dengan melewatkan medium steam ke let down valve dan juga dari uap keluaran exhaust turbine. 3. Unit pembangkit listrik Listrik yang digunakan untuk proses produksi pupuk urea dihasilkan oleh gas turbin generator yang memiliki kapasitas power 18.350 MVA dengan tegangan 13.6 – 13.8 kV/50 Hz. Selain dari gas turbin generator terdapat juga cadangan listrik dari PLN sebesar 10 MW, stand by generator sebanyak dua buah dengan power masing-masing 750 kW, emergency generator dan UPS (Uninterrupted Power Supply).
D. AUDIT ENERGI Menurut Malcolm Slesser (1982) dalam Suryadi (1994), audit energi adalah suatu perhitungan aliran energi dalam sebuah proses produksi, biasanya agar proses tersebut menjadi ekonomis. Menurut Wayne C. Turner (1982) , langkah-langkah dalam audit energi adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data (Data Gathering) Teknik pengumpulan data ini meliputi : a. Teknik analisis pendahuluan a. Pengumpulan data tetapan-tetapan peralatan, pabrik/mesin, tetapan pendukung dalam menganalisis aliran energi pada setiap sub sistem b. Catatan lapangan c. Pengoperasian data terhadap persamaan yang telah ada d. Uji coba peralatan/unjuk kerja
2. Teknik analisis (Analytical Techniques) Tahapan analisis ini meliputi : a. Menganalisa konsep penambahan biaya untuk tahapan tertentu bilamana diperlukan b. Menganalisis kesetimbangan massa dan energi c. Menganalisis energi yang masuk dan yang keluar pada tiap sub sistem d. Menganalisis pindah panas e. Mengevaluasi sifat muatan listrik f. Membuat model dan simulasi 3. Evaluasi biaya peralatan/perbaikan peralatan 4. Membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi Tahap ini merupakan langkah akhir dalam perumusan audit energi yang meliputi : a. Laporan utama, merupakan hasil keseluruhan dari proses audit (mulai dari bahan baku sampai barang jadi siap dipasarkan b. Laporan biasa, merupakan data hasil perhitungan harian dan belum dijadikan hasil audit yang baku c. Laporan efektivitas pengelolaan peralatan auditing maupun peralatan pabrik d. Laporan tinjauan (review) tiap tahapan proses. Sedangkan menurut tim KONEBA (1989), metode audit energi yang dilakukan di PT. Pupuk Kalimantan Timur terdiri dari dua tahap, yaitu : 1. Tahap pendahuluan (Preliminary Energy Audit) Pemeriksaan pendahuluan adalah pengumpulan data awal dan analisa pendahuluan, yang terdiri dari : a. Pengelompokan sumber data (Organize Resources) b. Mengidentifikasi
data-data
yang
diperlukan
(Identify
Requirements) c. Pengumpulan data (Collect Data) d. Analisa data (Analize Data) e. Membuat rencana pengembangan (Develop Action Plan)
Data
2. Pemeriksaan Menyeluruh (Detailed Energy Audit) Pemeriksaan energi secara umum/menyeluruh adalah melakukan penjajagan (surveying) terhadap peralatan yang dipakai di suatu pabrik dan melakukan analisa, baik terhadap alat yang tetap digunakan secara kontinyu maupun alat yang bersifat tidak tetap. Tahapan pada pemeriksaan energi secara menyeluruh ini meliputi : a. Evaluasi pengelolaan energi harian (Review the energy management program to date) b. Pemeriksaan energi pendahuluan (Conduct a preliminary energy audit) c. Rencana pengembangan aktivitas pabrik (Develop action plan) d. Pemilihan bagian yang akan diaudit (Select scope of the detailed energy audit) e. Persiapan kelengkapan kerja (Complete preparatory work) f. Pemeriksaan dan pencatatan data lapangan (Carry out detailed audit field work) g. Evaluasi data yang telah dikumpulkan (Evaluate collected data) h. Mengidentifikasi peluang untuk melakukan konservasi (Identify conservation opportunities) i. Rencana pengembangan aktivitas peralatan (Develop action plan for implementation) j. Pengawasan penggunaan energi secara kontinyu (Continue to monitoring energy use) k. Penyempurnaan pengelolaan energi secara menyeluruh (Refine overall energy management program)