12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1.
Landasan Teori
1.1.1 Pemasaran dan Manajemen Pemasaran Salah satu kegiatan utama yang dilakukan oleh perusahaan adalah pemasaran. Philip Kotler (1999) mengatakan bahwa pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan mana seseorang atau kelompok memperoleh apa yang dibutuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai. Jadi dapat dikatakan bahwa orientasi manajemen pemasaran adalah menentukan kebutuhan, keinginan dan penilaian dari pasar yang menjadi sasaran dan menyesuaikan kegiatan organisasi sedemikian rupa agar dapat memberikan kepuasan secara lebih
berdaya guna dan berhasil guna.
John C. Mowen dan Michle Minor (2002) menyebutkan bahwa pemasaran adalah kegiatan manusia yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.. Jadi kegiatan pemasaran adalah kegiatan yang saling berhubungan dalam suatu sistem. Pemasaran itu sendiri berarti bekerja dengan pasar untuk mewujudkan pertukaran potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Sebagaimana telah dikemukakan, kegiatan pemasaran terdiri dari berbagai macam kegiatan. dimana kegiatan-kegiatan pemasaran tersebut harus dikoordinir dengan berhasil. Kegiatan-kegiatan pemasaran tersebut antara lain kegiatan merencanakan produk, menentukan harga, distribusi serta promosi. Kombinasi dari kegiatan itu sering disebut dengan marketing mix atau bauran pemasaran yang
13
terdiri dari promotion, price, place, product. manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu organisasi (Philip Kotler, 1999) 1.1.2 Perilaku Konsumen 1.1.2.1 Pengertian Perilaku Konsumen Pengertian mengenai perilaku oleh perusahaan ataupun organisasi dalam mencapai tujuan pasar sangat penting dan berguna dalam usaha menentukan dan melaksanakan strategi pemasaran yang tepat agar dapat mencapai tujuan dengan efektif. Perilaku Konsumen (consumer behavior) didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, ide-ide (John C. Mowen dan Michael minor, 2002) Definisi tentang perilaku konsumen juga menyatakan bahwa proses pertukaran melibatkan serangkaian langkah-langkah, dimulai dengan tahap perolehan atau akuisisi (acquisition phase) para peneliti menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi pemilihan produk dan jasa. Lalu ke tahap konsumsi (consumption phase) para peneliti menganalisis bagaimana para konsumen sebenarnya menggunakan produk atau jasa dan pengalaman yang dilalui mereka saat menggunakannya. Dan berakhir pada tahap disposisi (disposition phase) produk atau jasa mengacu pada apa yang dilakukan konsumen ketika mereka tlah selesai menggunakannya.
14
Menurut James F. Engel et al (1995) perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. 2.1.2.2 Faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen Philip Kotler (2002), menyebutkan bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah sebagai berikut: a. Faktor- faktor kebudayaan Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Peran yang dimainkan oleh kebudayaan yaitu, sub-budaya yang terdiri dari: kelompok- kelompok kebangsaan, kelompok- kelompok keagamaan, kelompok- kelompok ras, wilayah- wilayah geografis. dan untuk yang kedua kelas sosial, yaitu sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan setiap para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. b. Faktor- faktor sosial Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti: kelompok referensi yaitu kelompok- kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Keluarga dimana para anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku membeli. peran dan status, setiap peranan membawa satu status
15
yang mencerminkan penghargaan umum yang diberikan sesuai dengan itu oleh masyarakatnya. c. Faktor Pribadi Keputusan
seorang
pembeli
juga
dipengaruhi
oleh
cirri-ciri
kepribadiannya, termasuk usia dan daur hidupnya, pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri. d. Faktor psikologis Yang termasuk faktor psikologis dalam mempengaruhi keputusan pembelian adalah motivasi, persepsi, belajar, kepercayaan dan sikap. Dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, (Dewi Urip Wahyuni, Vol.10, No. 1, Maret 2008: 30-37) menurut Swasta dan Handoko (2000:58); faktor internal yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen antara lain:1) motivasi dan 2) persepsi. sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (2000); motivasi adalah the driving force with in individual that impels then to action. motivasi merupakan kekuatan penggerak dalam diri seseorang yang memaksanya untuk bertindak. Sedangkan Handoko (2001) mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan dalam pribadi yang mendorong keinginan individu untuk melakukan keinginan tertentu guna mencapai tujuan. Dalam bidang pemasaran Sigit (2002) menjelaskan bahwa motivasi pembelian adalah pertimbangan-pertimbangan dan pengaruh yang mendorong orang untuk melakukan pembelian. Dalam motivasi pembelian terbagi menjadi motivasi rasional dan emosional. Motivasi rasional adalah pembelian yang didasarkan kepada kenyataan-kenyataan yang ditunjukkan oleh produk kepada
16
konsumen dan merupakan atribut produk yang fungsional serta obyektif keadaannya misalnya kualitas produk, harga produk, ketersediaan barang, efisiensi kegunaan barang tersebut dapat diterima. Sedangkan motivasi emosional dalam pembelian berkaitan dengan perasaan, kesenangan yang dapat ditangkap oleh pancaindera misalnya dengan memiliki suatu barang tertentu dapat meningkatkan status sosial, peranan merek menjadikan pembeli menunjukkan status ekonominya dan pada umumnya bersifat subyektif dan simbolik. Pada saat seseorang akan mengambil keputusan untuk membeli suatu produk tentunya akan dipengaruhi oleh kedua jenis motivasi tersebut yaitu motivasi rasional dan emosional. Disamping motivasi mendasari seseorang untuk melakukan keputusan pembelian maka akan dipengaruhi juga oleh persepsinya terhadap apa yang diinginkan. Konsumen akan menampakkan perilakunya setelah melakukan persepsi terhadap keputusan apa yang akan diambil dalam membeli suatu produk. 2.1.2.3 Perilaku konsumen muslim Faktor budaya, yang lebih diperankan oleh sub-budaya yang didalamnya termasuk kelompok ras dan kelompok keagamaan
dan juga motivasi serta
kepercayaan merupakan beberapa faktor yang ikut berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumen (Philip Kotler, 1999). dan seperti disebutkan Swasta dan Handoko (2000) dalam jurnal manajemen dan kewirausahaan, (Dewi Urip Wahyuni, Vol.10, No. 1, Maret 2008: 30-37) bahwa faktor internal yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen antara lain:1) motivasi dan 2) persepsi.
17
Stephen P.Robbins (2001) menyebutkan persepsi dapat didefinisikan sebagai
suatu
proses
dimana
individu-individu
mengorganisasikan
dan
menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. dan persepsi tentunya bisa berbeda dari kenyataan obyektif. Dalam jurnal (konsumsi konsumen muslim dalam mengkonsumsi makanan halal, Endang S.Soesilowati, 2010) Agama merupakan elemen kunci dalam kultur kehidupan yang mempengaruhi perilaku dan keputusan membeli (Endang S Soesilowati, Assadi 2003, Esso and Dibb Sally 2004, Delener 1994, Babakus et al 2004, Cornwell 2005) . Religion is a system of beliefs and practices by which group of people interprets and responds to what they feel is supernatural and sacred (Johnstone, 1975 dikutip dari Shafie & Othman, 2008). Pada umumnya agama mengatur tentang apa-apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang untuk dilakukan, termasuk perilaku konsumsi (Shafie & Othman, 2008). Dengan mengutip Cloud (2000), Fam et al (2004) dan juga Wirthington (1988) menyatakan bahwa agama merupakan keyakinan dan nilai-nilai dalam menginterpretasi kehidupan yang diekspresikan menjadi suatu kebiasaan. nilai (value) adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau suatu masyarakat (Dr. Ir Ujang Suwarman, 2003).. Dalam ajaran islam, Alqur’an dan Hadist yang merupakan kitab pedoman hidup umat muslim telah memberikan banyak motivasi kepada umatnya, baik dalam urusan dunia maupun ibadah. dalam urusan dunia juga diatur dalam hal mengkonsumsi suatu produk dalam memenuhi kebutuhannya terutama produk makanan.
18
Pada penelitian terdahulu oleh Endang S. Soesilowati (2010) yaitu penelitian tentang perilaku konsumen muslim dalam mengkonsumsi makanan halal, dengan respondennya adalah masyarakat muslim di Banten-Jawa Barat, Penelitian yang dilakukan mengadaptasi kerangka konsep teori Planned Behaviour (Ajzen 1991) bahwa ada tiga aspek yang sangat menentukan perilaku seseorang yaitu sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku. dari hasil penelitian tersebut diketahui hampir semua responden sangat setuju dengan pernyataan bahwa mengkonsumsi makanan halal adalah penting.
94 persen responden
bahkan menegaskan pentingnya hal ini dengan menyatakan bahwa memakan produk halal adalah sangat penting (nilai 7). hal ini menandakan bahwa mengkonsumsi makanan halal bagi masyarakat Banten menjadi prioritas yang utama. Ketiga aspek (sikap, norma subyektif, kontrol perilaku) tersebut akan menentukan niat seseorang untuk mengkonsumsi makanan halal, dan ditunjukkan dalam perilaku konsumsi makanan halal tersebut. niat (intention) merupakan faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku. niat merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku konsumsi makanan halal. 2.1.2.4 Proses keputusan membeli Produk yang ditawarkan oleh perusahaan dapat menjadi salah satu pembentukan motivasi, persepsi dan sikap konsumen dalam melakukan pengambilan keputusan pembelian. Sehubungan dengan keberadaan konsumen dan beraneka ragam perilakunya maka produsen harus benar-benar tanggap untuk
19
melakukan pengamatan terhadap apa yang menjadi keinginannya. Philip Kotler (2002) membedakan beberapa peranan yang mungkin dimainkan orang dalam sebuah keputusan membeli: a)
Pengambil inisiatif (initiator), Pengambil inisiatif adalah orang yang pertamatama menyarankan atau memikirkan gagasan membeli produk atau jasa tertentu.
b) Orang yang mempengaruhi (influences), Seseorang yang memberikan pengaruh adalah orang yang pandangan atau nasehatnya diperhitungkan dalam membuat keputusan akhir. c)
Pembuat keputusan (decides), Pembuat keputusan adalah seseorang yang pada akhirnya menentukan sebagian besar atau keseluruhan keputusan membeli: apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana membeli, atau dimana membeli.
d) Pembeli (buyer), pembeli adalah seseorang yang melakukan pembelian yang sebenarnya. e)
Pemakai (user), pemakai adalah seseorang atau beberapa orang yang menikmati atau memakai produk atau jasa.
Tahap-tahap dalam proses keputusan membeli (Philip Kotler, 2002) adalah: Gambar 2.1 Model lima tahap proses membeli
Pengenalan masalah
Pencarian Informasi
Penilaian alternatif
Keputusan membeli
Perilaku setelah membeli
Sumber : Philip kotler, “Proses Keputusan Membeli” Manajemen
20
Pemasaran (2002).
a) Pengenalan masalah (Problem recognition) b) Pencarian informasi c) Penilaian alternative d) Keputusan membeli e) Perilaku pasca pembelian Pernyataan yang hampir sama diungkapkan oleh Mowen (2002) yaitu perspektif pengambilan keputusan (decision-making perspektif) menggambarkan seorang konsumen sedang melakukan langkah-langkah tertentu pada saat melakukan pembelian. Langkah langkah ini termasuk pengenalan masalah, mencari, evaluasi alternative, memilih, dan evaluasi pasca perolehan. akar dari pendekatan ini adalah pengalaman kognitif dan pendekatan psikologi serta faktorfaktor ekonomi lainnya. Sedangkan Kotler dan Amstrong (1996) Dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan,
(Dewi
Urip
Wahyuni,
Vol.10,
No.
1,
Maret
2008)
mengemukakan bahwa dalam keadaan yang sama, persepsi seseorang terhadap suatu produk dapat berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh adanya proses seleksi terhadap berbagai stimulus yang ada. Pada hakekatnya persepsi akan berhubungan dengan perilaku seseorang dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dikehendaki. Salah satu cara untuk mengetahui perilaku konsumen adalah dengan menganalisis persepsi konsumen terhadap produk. Dengan persepsi konsumen
21
kita dapat mengetahui hal–hal apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, kesempatan ataupun ancaman bagi suatu produk. Selain persepsi akan muncul pula sikap seseorang dalam menilai suatu obyek yang akan diminati dan untuk dimiliki. Sikap sebagai suatu evaluasi yang menyeluruh dan memungkinkan seseorang untuk merespon dengan cara yang menguntungkan atau tidak terhadap obyek yang dinilai. Menurut Robbins (2006) Dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, (Dewi Urip Wahyuni, Vol.10, No. 1, Maret 2008) sikap adalah pernyataan-pernyataan atau penilaian evaluatif berkaitan dengan obyek,orang atau suatu peristiwa. Sedangkan menurut Simamora (2002) Dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, (Dewi Urip Wahyuni, Vol.10, No. 1, Maret 2008) bahwa di dalam sikap terdapat tiga komponen yaitu 1) Cognitive component: kepercayaan konsumen dan pengetahuan tentang obyek.yang dimaksud obyek adalah atribut produk, semakin positif kepercayaan terhadap suatu merek suatu produk maka keseluruhan komponen kognitif akan mendukung sikap secara keseluruhan. 2) Affective component : emosional yang merefleksikan perasaan seseorang terhadap suatu obyek, apakah obyek tersebut diinginkan atau disukai. 3) Behavioral component: merefleksikan kecenderungan dan perilaku aktual terhadap suatu obyek, yang mana komponen ini menunjukkan kecenderungan melakukan suatu tindakan. J. Paul Peter dan Jerry C. Olson (1999) menyebutkan pemasar membagi variasi yang berkisar pada garis kontimun menjadi tiga tingkat kegiatan pemecahan masalah dalam keputusan pembelian, yaitu:
22
Pengambilan keputusan ekstensif, biasanya melibatkan sejumlah besar perilaku pencarian yang dibutuhkan untuk mencari alternatif pilihan. Pengambilan keputusan terbatas, dalam pengambilan keputusan ini tidak banyak upaya pencarian informasi, sedikit alternatif Perilaku pilihan rutin, dibandingkan dengan tingkat yang lain, perilaku pilihan rutin membutuhkan sangat sedikit kapasitas kognitif atau kontrol sadar. J.Paul Peter dan Jerry C. Olson (1999) menyajikan suatu model pengambilan keputusan konsumen yang menonjolkan ketiga ciri interpretasi, integrasi
dan
pengetahuan
produk
dalam
ingatan.
Konsumen
harus
menerjemahkan atau memberi arti bagi setiap informasi dilingkungan sekitarnya.
Gambar 2.2 Model Proses Kognitif Pengambilan Keputusan Konsumen Lingkungan
Proses Interpretasi
Proses Kognitif
Perhatian Pemahaman Ingatan Pengetahuan, Arti dan Kepercayaan
Proses Integrasi Sikap dan Keinginan Pengambilan Keputusan
Pengetahuan, Arti dan Kepercayaan
23
Perilaku Sumber: J.Paul Peter dan Jerry C. Olson (1999) Kesimpulannya bahwa pengambilan keputusan konsumen melibatkan kedua proses kognitif, interpretasi dan integrasi, yang dipengaruhi oleh pengetahuan produk, arti, dan kepercayaan yang tersimpan dalam ingatan. 2.1.3 Segmentasi Pasar Pasar terdiri dari para pembeli, dan setiap pembeli berbeda-beda dalam satu atau banyak hal. Perbedaan itu dapat berupa keinginan, sumber daya, perilaku, lokasi, maupun praktek-praktek membelinya. Karena perbedaan itulah maka untuk memudahkan dalam mengatur strategi pemasaran maka perlu dibentuk segmentasi pasar atau konsumen. Philip Kotler (1999) menyebutkan, segmentasi pasar adalah usaha pemisahan pasar dalam kelompok-kelompok pembeli menurut jenis-jenis produk tertentu dan yang memerlukan bauran pemasaran sendiri. Gambar 2.3 Dua Pendekatan Utama Pada Segmentasi
Tanggapan Konsumen
Karakteristik konsumen
Demografis Geografis
Psikografis Perilaku
Kesempatan
Manfaat
Tingkat Pemakai
Sikap
24
Sumber: Philip Kotler (1999), Manajemen Pemasaran
2.1.4 Produk Dalam dunia pemasaran tentunya produk adalah menjadi masalah tak kalah pentingnya, karena dengan produk maka distributor akan memenuhi kebutuhan maupun keinginan agar konsumen puas. tentunya produk tidak hanya terdiri dari barang yang berwujud saja, karena jasa juga termasuk produk, lagu dari suara seorang penyanyi pun dinamakan produk.Konser dan wisata juga merupakan produk. Philip Kotler (1999) Menyebutkan produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kedalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki dan dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. konsumen akan mencari produk-produk yang dibutuhkannya
yang sesuai dengan
keinginannya, karena pada dasarnya produk diciptakan adalah untuk memecahkan dari suatu permasalahan yang ada. 2.1.5 Produk Makanan Halal Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (Peraturan Pemerintah Republik Indoneasia Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Dan Iklan Pangan)
25
Makanan adalah barang yang dimaksudkan untuk dimakan atau diminum oleh manusia serta bahan yang digunakan dalam produksi makanan dan minuman (Ditjen bimas dan penyelenggaraan haji, Depag, 2003). Produk makanan telah menjadi konsumsi bagi setiap orang, namun berdasarkan teori perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan membeli, maka faktor persepsi dan motivasi dari ajaran agama telah menjadi budaya yang mempengaruhi keputusan membeli. dalam ajaran Islam umatnya diwajibkan mengkonsumsi makanan yang sudah jelas kehalalannya. Proyek pembinaan pangan halal ditjen bimas islam dan penyelenggaraan haji depag RI (2003) menyebutkan produk halal adalah produk pangan, obatobatan, kosmetika dan produk lain yang jika dikonsumsi atau digunakan tidak berakibat mendapatkan siksa (dosa) dan produk haram adalah produk pangan, obat-obatan, kosmetika dan produk lain yang jika dikonsumsi atau digunakan akan berakibat mendapatkan siksa dan dosa (azab) dari Allah SWT. Secara garis besar jenis pangan atau bahan pangan, obat-obatan dan kosmetika terdiri atas hewani dan non hewani. semua kelompok non hewani, seperti nabati dan zat cair, menurut syariah islam halal dimakan kecuali yang najis (atau yang terkena najis), yang berbahaya dan yang memabukkan (Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Depag RI, 2003). 2.1.6 Atribut Produk Atribut produk meliputi merek, kemasan, labeling, garansi, mutu dan layanan pelengkap lainnya. Atribut produk merupakan senjata yang ampuh dalam persaingan dengan para pesaing dalam mempengaruhi konsumen. Oleh karena itu
26
produsen perlu mempelajari dan mencermati atribut produknya dengan lebih seksama. Untuk mempertahankan produk dalam menghadapi tantangan dalam setiap tahap daur hidup produk, maka atribut-atribut tersebut harus dimodifikasi, baik dari ciri produk, mutu, model maupun dari harga produk itu sendiri (Philip Kotler, 1999) Dari berbagai atribut produk yang ditampilkan oleh produsen untuk mempengaruhi konsumen tersebut sebenarnya tidak seluruh atribut produk itu akan dipertimbangkan oleh konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk tertentu. Pada umumnya konsumen hanya akan mempertimbangkan antara 2 sampai 5 atribut produk saja dalam mengambil keputusan membelinya. Hal ini disebabkan oleh faktor yang bersifat manusiawi, dimana kapasitas atau daya pikir manusia pada umumnya hanya akan mampu mempertimbangkan dua sampai lima faktor saja dalam memikirkan sesuatu, jika lebih dari lima manusia pada umumnya sudah tidak mampu lagi. Oleh karena itu produsen haruslah mengetahui atribut produk apa saja yang paling menentukan konsumen dalam memilih suatu produk tertentu. Apabila produsen dapat mengetahuinya maka produsen itu dapat mengatur poduknya agar sesuai dengan pilihan konsumen tersebut. Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Ilmu Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta (2008) menyebutkan bahwa Sebuah produk yang dihasilkan oleh produsen menjadi berharga atau bernilai bukan karena adanya berbagai atribut fisik dari produk fisik semata, tetapi juga karena adanya nilai (value) yang
27
dipandang berharga oleh konsumen. Atribut fisik suatu barang pada esensinya menentukan peran fungsional dari barang tersebut dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Atribut fisik suau barang pada dasarnya bersifat obyektif, dapat diperbandingkan satu sama lainnya, tetapi nilai yang melekat pada suatu barang bernilai subyektif. 2.1.6.1 Label Label berkaitan erat dengan kemasan. label merupakan bagian dari suatu produk dan penjual. sebuah label bisa merupakan bagian dari kemasan atau bisa pula merupakan etiket (tanda pengenal) yang digantungkan pada produk. label merupakan salah satu bagian dari ciri sebuah produk yang memberikan informasi kepada konsumen, maka penjual sudah selayaknya juga merancang label sebaik mungkin yang bisa memuaskan konsumen dalam mencari informasi melalui label dan tentunya juga disesuaikan dengan perundang-undangan tentang pelabelan pada produk tertentu. Philip Kotler (1999) menyebutkan beberapa fungsi dari pada label antara lain: a. Mengidentifikasi produk atau merek b. Menggolongkan produk c. Menjelaskan beberapa hal mengenai sebuah produk (pembuat, wkatu membuat, tempat membuat, isi produk, cara pemakaian, petunjuk keamanan) d. Alat promosi Pada akhir-akhir ini label banyak dipengaruhi oleh penetapan harga perunit, masa kadaluarsa produk, dan pencantuman besarnya nilai gizi.
28
Peraturan pelabelan produk pangan olah di Indonesia diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 79/Menkes/PER/III/1978. dalam peraturan tentang label dan periklanan makanan ini diatur tentang tata cara pelabelan serta ketentuan-ketentuan yang menyertainya. Peraturan ini telah dilengkapi dengan keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) No. 02240/B/S/SK//VII/1991 yang diterbitkan pada tanggal 2 Juli 1996. Undang-undang Pangan (1996) label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan padapangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, label harus dapat memberikan informasi yang tidak menyesatkan mengenai sifat, bahan kandungan, asal, daya tahan, nilai ataupun kegunaannya. label dan periklanan harus jelas dan berisi keterangan yang lengkap serta mudah dibaca. Untuk itu dalam peraturanperaturan tersebut, khususnya dalam surat keputusan Dirjen POM. Dimuat tatacara terperinci yang perlu dipatuhi oleh pembuat label. Bagi produk-produk pangan untuk tujuan ekspor, pelabelan tentunya harius juga memperhatikan peraturan pelabelan yang berlaku di negara tujuan ekspor. Dalam peraturan BPPOM (1999) tentang Label dan Iklan pangan menyebutkan keterangan label berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan.sekurang kurangnya : 1. nama produk; 2. daftar bahan yang digunakan;
29
3. berat bersih atau isi bersih; 4. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia. 5. tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa. 2.1.6.2 Label halal Karena label merupakan salah satu jalan bagi konsumen untuk memperoleh informasi dari suatu produk, maka pada label itulah produsen harus mengupayakan prioritas-prioritas informasi yang akan dicantumkan pada label. harapan konsumen adalah agar setelah melihat label dapat mempersepsikan apakah produk tersebut sesuai dengan keinginan dan aman untuk di konsumsi, dan juga tidak melanggar norma maupun ajaran kepercayaan (agama). seperti di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, mereka membutuhkan informasi tentang halal dan tidaknya produk tersebut sebelum dikonsumsi. Label halal adalah pencantuman tulisan atau pernyataan halal pada kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud berstatus sebagai produk halal. Sebelum produsen memberikan label halal pada kemasan produk makanannya, maka harus mendapatkan sertifikat halal dalu dari lembaga yang berwenang dan hingga saat ini satu-satunya lembaga yang diakui oleh negara dan berwenang mengeluarkan sertifikat halal bagi produk makanan yang memenuhi persyaratan adalah LPPOM-MUI, yang sebelumnya melakukan audit produk secara menyeluruh dan hasilnya di sosialisasikan melalui fatwanya. Adapun fatwa produk halal adalah fatwa yang ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI mengenai
30
produk makanan, minuman, obat, kosmetika dan produk lainnya (Pembinaan Pangan Halal Dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama, 2003). Fatwa tesebut ditetapkan setelah dilakukan serangkaian pembahasan dalam rapat komisi fatwa yang didahului oleh rapat hasil auditing oleh LPPOM MUI dan peserta rapat memandang bahwa produk yang dimaksud yang dimaksud tidak mengandung hal- hal yang diharamkan, baik dari aspek bahan maupun dalam proses produksinya Adapun tujuan labelisasi halal di sebutkan dalam buku modul pelatihan auditor internal halal dari Departemen Agama (2003) adalah: Mempertahankan pasar potensial dalam negeri yang mayoritas konsumennya adalah muslim. Agar bisa bersaing dengan produsen dari Negara lain dalam kancah perdagangan internasional dengan pasar sasaran Negara-negara muslim, seperti didaerah timur tengah Menanggulangi ancaman produsen luar yang hendak mengimpor makanan halal ke dalam negeri. Memberikan kesadaran bagi masyarakat dan pelaku usaha didalam negeri untuk berproduksi sesuai dengan standar produk halal Agar produsen tidak mendirikan perusahaan diluar negeri lantaran hanya ingin mendapatkan sertifikasi halal dari pemerintah yang bersangkutan. 2.1.6.3 Label Nutrisi Dalam
penelitian oleh mahasiswa Universitas Kristen Petra (2005)
disebutkan bahwa Gaman dan Sherrington dalam bukunya yang berjudul the
31
science of food (1996) menyatakan bahwa label nutrisi wajib ada ketika nutrition claim (seperti lemak rendah, serat tinggi) itu dibuat Disebutkan pula dalam penelitian tersebut bahwa Pencantuman label nutrisi pada makanan dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen. Semua keterangan yang dicantumkan berguna sehingga dengan membaca label yang tertera pada kemasan merupakan kebiasaan yang baik (Levy, Dignan, 1984). Disebutkan pula pengertian label nutrisi antara lain: nutrition labelling is the quantitative declaration of selected nutrients in a food (Cris MacDonal, Malissa Whellams, 2007). 2.1.6.4 Label Kadaluarsa Label kadaluarsa adalah pencantuman tanggal kadaluwarsa pada kemasan makanan. dan tanggal kadaluwarsa adalah batas akhir suatu makanan pada kemasan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh produsen (Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia tentang makanan kadaluarsa, 1985)
dan makanan yang rusak baik sebelum maupun
sesudah masa kadaluarsa maka dinyatakan sebagai berbahaya. Sesuai peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor : 180/men.kes/per/iv/85 tentang makanan daluwarsa dan peraturan pemerintah no 69 tahun 1999 label dan iklan pangan bahwa label kadaluwarsa juga menjadi kewajiban bagi seluruh produsen produk makanan, obat dan kosmetik untuk mencantumkannya pada kemasan produk agar konsumen tahu batas akhir keamanan penggunaan produk. Karena konsumen berhak untuk mendapatkan informasi produk secara benar.
32
2.2
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian menggambarkan hubungan antara label
halal, label nutrisi, dan label kadaluwarsa produk terhadap keputusan membeli konsumen. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: GAMBAR 2.4 KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Label Halal (X1) Label Nutrisi (X2)
Keputusan membeli produk makanan
Label Kadaluwarsa (X3)
2.3
Hipotesis Arikunto (2005) menyebutkan bahwa hipotesis adalah menebak secara
ilmiah dan logis tentang pemecahan problematika yang dimiliki, yang kemudian hipotesis ini nantinya akan diusulkan dalam penelitiannya. berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. H1 : Terdapat pengaruh antara label halal terhadap keputusan membeli produk makanan. 2. H2 : Terdapat pengaruh antara label nutrisi terhadap keputusan membeli produk makanan. 3. H3 : Terdapat pengaruh antara label kadaluwarsa terhadap keputusan membeli produk makanan.
33