BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pengertian pemasaran Pemahaman akan pemasaran sebenarnya sangat penting bagi perkembangan dunia usaha. Menurut Philip Kotler (2002: 9), mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan menurut William J. Staton dalam Basu Swastha dan Hani Handoko (2000: 4), pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. 2.1.2
Bauran pemasaran Bauran pemasaran merupakan variabel–variabel yang digunakan oleh
perusahaan untuk mencapai pasar yang dituju, memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen serta untuk menetapkan bentuk penawaran pada segmen pasar tertentu. Menurut Rismiati dan Bondan Suratno (200: 190), bauran pemasaran atau marketing mix adalah kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem pemasaran perusahaan, yakni : produk, struktur harga, kegiatan promosi dan sistem distribusi dalam mencapai tujuan perusahaan. Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Hurriyati (2005: 49), dalam pemasaran jasa 9
perlu adanya penambahan tiga P lagi dalam bauran pemasaran yang meliputi personal (personel), physical location (lokasi fisik), management process (proses manajemen). Manajemen harus memilih kombinasi terbaik dari ketujuh bauran pemasaran dalam jasa tersebut sehingga dapat menyesuaikan dengan lingkungan. Secara ringkas, masing–masing variabel tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Produk (product) Dalam pengolahan produk termasuk pula perencanaan dan pengembangan produk atau jasa yang baik untuk dipasarkan oleh suatu perusahaan. Untuk itu diperlukan adanya suatu pedoman untuk mengubah produk yang ada, menambah produk baru, atau mengambil tindakan lain yang dapat mempengaruhi kebijaksanaan dalam penentuan produk. 2) Harga (price) Dalam menentukan kebijaksanaan harga, pihak manajemen harus mempunyai suatu pedoman untuk menentukan harga dasar dari suatu produk baik itu berupa barang atau jasa. Harga untuk barang atau jasa yang dihasilkan harus sesuai dan mampu bersaing dengan para pesaing. 3) Promosi (promotion) Promosi ini merupakan komponen yang dipergunakan oleh perusahaan untuk memperkenalkan produk dan jasa yang dihasilkan guna mempengaruhi pasar yang ada. Adapun kegiatan yang termasuk dalam kegiatan promosi adalah: periklanan, personal selling, promosi penjualan, publisitas, dan hubungan masyarakat.
10
4) Distribusi (place) Sebagian dari tugas distribusi adalah memilih perantara yang akan digunakan dalam saluran distribusi, serta mengembangkan saluran distribusi. Hal ini dimaksudkan agar barang dan jasa yang dihasilkan dapat mencapai pasar sasaran dan sampai tepat pada waktu yang telah ditentukan. 5) Personel (personal), Personel merupakan kunci utama dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Biasanya konsumen menghubungkan sifat personel dengan pelayanan yang diberikan dengan perusahaan yang bersangkutan secara keseluruhan. 6) Lokasi fisik (physical location) Lokasi fisik meliputi lingkungan sekitar yang mendukung dalam pemberian pelayanan kepada konsumen untuk mendapatkan pengakuan dari konsumen. Dalam pengelolaannya physical location berarti membuat lingkungan fisik yang lebih menarik untuk ditempati dalam proses pemberian jasa tersebut. 7) Proses manajemen (process management) Dalam hal ini perusahaan dituntut untuk meyakinkan kepada konsumen akan keandalan produk atau jasa yang dihasilkan, kualitas yang konsisten dan kemudahan pelayanan pada konsumen untuk meraih hati konsumen. 2.1.3
Perilaku konsumen Tujuan kegiatan pemasaran adalah mempengaruhi pembeli agar bersedia
membeli barang dan jasa perusahaan pada saat mereka membutuhkan. Adalah penting bagi pihak perusahaan untuk mengetahui dan memahami perilaku
11
pembelian konsumen, sehingga perusahaan mampu mengembangkan barang dan jasa yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Membahas faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan membeli dari konsumen perlu bagi perusahaan untuk mengetahui teori tentang perilaku konsumen. Menurut James F. Engel dalam Prabu Mangkunegara (2005: 3) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barangbarang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut. Menurut John C. Mowen / Michael Minor (2002: 6) perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi tentang pembelian unit dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta ide. Titik tolak untuk memahami konsumen adalah model perilaku konsumen yang dikembangkan sebagai usaha untuk mempermudah dalam mempelajari dan menganalisis perilaku konsumen yang sangat kompleks, terutama karena banyaknya variabel yang mempengaruhi dan kecenderungan untuk saling berinteraksi. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa prilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan melalui evaluasi dalam kegiatan individu, yang secara langsung terlibat secara fisik dalam mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa. Agar memudahkan didalam mempelajari perilaku pembeli atau konsumen, digunakan berbagai macam model perilaku konsumen yang merupakan suatu kerangka kerja yang disederhanakan
12
untuk menggambarkan aktifitas konsumen. Salah satunya adalah model perilaku konsumen menurut Philip Kotler (2002: 183) : Gambar 2.1 Model Perilaku Konsumen Rangsangan Pemasaran
Rangsangan lingkungan
Karakteristik Pembeli
-Produk -Harga -Sal. Distribusi -Promosi
-Ekonomi -Teknologi -Politik -Budaya
-Budaya -Sosial -Pribadi -Psikilogi
Proses Keputusan - Pemahaman - Masalah - Pencarian Informasi - Pemilihan alternatif - Keputusan pembelian - Prilaku pasca pembelian
Keputusan Pembelian - Pemilihan produk - Pemilihan merek - Pemilihan saluran pembelian - Penentuan waktu pembelian - Jumlah pembelian
Sumber: Philip Kotler, 2002:183 Berdasarkan model perilaku konsumen pada Gambar 2.1 dapat diketahui adanya rangsangan pemasaran dari lingkungan memasuki kesadaran pembeli. Karakteristik-karakteristik
pembeli
dan
proses
pengambilan
keputusan
menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli mulai dari kedatangan rangsangan dari luar dan keputusan pembelian dari pembeli. Ada dua komponen yang terjadi dalam diri pembeli mulai dari kedatangan rangsangan dan tanggapan yang diberikan yaitu karakteristik pembeli dan proses keputusan pembeli atau proses pembelian. 2.1.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen Menurut Philip Kotler (2002: 183), faktor utama yang mempengaruhi
perilaku konsumen :
13
1) Faktor budaya Faktor-faktor budaya memberikan pengaruh paling luas pada keinginan dan perilaku konsumen. Peranan dari budaya, subbudaya, dan kelas sosial pembeli sangatlah penting. a. Budaya (cultur) Adalah susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari anggota suatu masyarakat dari keluarga dan institusi penting lainnya. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan
dan
perilaku
seseorang.
Perilaku
manusia
dipertimbangkan secara luas. Setiap kelompok atau masyarakat memiliki budaya, dan pengaruh budaya pada perilaku pembelian sangat beraneka ragam di tiap negara. Kegagalan menyesuaikan pada perbedaan-perbedaan ini dapat mengakibatkan pemasaran yang tidak efektif atau kesalahan-kesalahan yang memalukan. b. Subbudaya Subbudaya adalah sekelompok orang dengan sistem nilai bersama bedasarkan pengalaman dan situasi hidup yang sama. Setiap kebudayaan mengandung subkebudayaan (subculture) yang lebih kecil, atau kelompok orang-orang yang mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang sama.
14
c. Kelas sosial Hampir setiap masyarakat memiliki beberapa bentuk struktur kelas sosial. Kelas-kelas sosial (social classes) adalah bagian-bagian masyarakat yang relatif permanen dan tersusun rapi yang anggotaanggotanya mempunyai nilai-nilai, kepentingan, dan perilaku yang sama. 2) Faktor sosial Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan proses pembelian terdiri atas : a. Kelompok Kelompok merupakan kumpulan dari dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu maupun bersama dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok (group) kecil. Kelompok tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kelompok acuan (reference group) yang berfungsi sebagai titik banding referensi baik langsung maupun tidak yang membentuk sikap dan perilaku seseorang. Jenis kelompok yang kedua yaitu pemimpin opini, yaitu orang-orang di dalam kelompok acuan yang dapat memberi
pengaruh
karena
keahlian
khusus,
pengetahuan,
kepribadian, maupun karakteristik lainnya. b. Keluarga Anggota keluarga dapat sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting
15
dalam masyarakat, dan pengaruh tersebut telah diteliti secara ekstensif. c. Peran dan status Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat ditetapkan baik lewat perannya maupun statusnya dalam organisasi tersebut. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Seseorang seringkali memilih produk yang menunjukkan status mereka dalam masyarakat. 3) Faktor pribadi Karakteristik
pribadi
mempengaruhi
merupakan
konsumen
untuk
salah
satu
membeli
faktor suatu
yang
produk.
Karakteristik pribadi yang dimiliki konsumen terdiri dari : a. Umur dan tahap siklus hidup Seseorang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama hidup mereka. Selera terhadap makanan, pakaian, meubel dan rekreasi sering kali berhubungan dengan usia. Pembelian juga dibentuk oleh tahap siklus hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin
dilalui
keluarga
sesuai
dengan
kedewasaan
anggotanya. b. Pekerjaan Pekerjaan akan mempengaruhi barang dan jasa yang akan dibelinya. Pemasar berusaha mengidentifikasi
16
kelompok
pekerja yang memiliki minat diatas rata – rata produk dan jasa mereka. c. Situasi ekonomi Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produknya, jika indikator-indikator ekonomi menunjukkan datangnya resesi, orang pemasar dapat mengambil langkahlangkah untuk merancang ulang, mereposisi, dan menetapkan kembali harga produk mereka dengan cepat. d. Gaya hidup (lifestyle) Merupakan
pola
kehidupan
seseorang
seperti
yang
diperlihatkannya dalam kegiatan, minat, dan pendapatpendapatnya. Orang-orang yang berasal dari subkebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang cukup berbeda. e. Kepribadian dan konsep diri Kepribadian (personality) adalah karakterisrik psikologis yang unik dari seseorang yang menghasilkan tanggapan-tanggapan yang relatif konsisten dan menetap terhadap lingkungannya. Sedangkan Dasar pemikiran konsep diri adalah bahwa apa yang dimiliki seseorang memberi kontribusi dan mencerminkan identitas mereka bahwa “kita adalah yang kita punya”.
17
4) Faktor psikologis a. Motivasi Motif (dorongan) adalah kebutuhan yang memadai untuk mendorong seseorang bertindak agar memperoleh kepuasan pada kebutuhannya. Teori motivasi Freud menganggap bahwa manusia pada umumnya tidak sadar mengenai kekuatan psikologis yang sebenarnya membentuk perilaku mereka. Sedangkan teori motivasi Maslow membagi kebutuhan yang menjadi motivasi bagi seseorang secara berurutan sebagai berikut: kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan untuk aktualisasi diri dan seseorang akan mencoba memenuhi kebutuhan dari urutan yang paling penting. b. Persepsi Persepsi merupakan proses dimana seseorang memilih, mengatur dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambaran yang berarti mengenai dunia. c. Pembelajaran Pembelajaran (learning) menggambarkan perubahan perilaku individu yang muncul dari pengalaman. Signifikan dari teori pembelajaran bagi orang pemasaran adalah karena mereka dapat membangun permintaan produk dengan mengaitkannya
18
dengan dorongan-dorongan yang kuat, meggunakan petunjukpetunjuk motivasi, dan memberikan penguatan yang positif. d. Keyakinan dan sikap Suatu keyakinan (belief) adalah pemikiran deskriptif seseorang mengenai sesuatu. Sedangkan sikap (attitude) adalah evaluasi, perasaan, dan kecenderungan yang relatif konsisten seseorang atas sebuah objek atau gagasan. 2.1.5
Jenis perilaku pembelian Pengambilan keputusan konsumen akan berbeda – beda, tergantung pada
jenis keputusan pembelian. Pembelian yang rumit dan mahal akan melibatkan lebih banyak pertimbangan yang diperlukan oleh pembeli. Menurut Philip Kotler (2005: 221), terdapat empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat diferensiasi mereka yaitu: 1) Perilaku pembelian yang rumit : Konsumen terlibat dalam perilaku pembelian yang rumit bila mereka sangat terlibat dalam pembelian dan sadar akan adanya perbedaan yang signifikan diantara berbagai merek, dimana ini terjadi bila produknya mahal, jarang dibeli, beresiko dan sangat mengekspresikan kepribadian. 2) Perilaku pembelian pengurang ketidaknyamanan / Disonansi : Pada perilaku pembelian ini konsumen menjadi sangat terlibat dalam sebuah pembelian, namun melihat sedikit perbedaan diantara berbagai merek. Keterlibatan yang tinggi disadari adanya kenyataan bahwa pembelian tersebut mahal, jarang dilakukan dan beresiko. Setelah pembelian biasanya
19
akan muncul ketidaksesuaian atau disonasi dari pengamatan terhadap hal – hal yang mengganggu mengenai produk yang dibeli atau kabar tentang hal – hal yang menyenangkan mengenai produk – produk sejenis yang lain. 3) Perilaku pembelian karena kebiasaan : Perilaku pembelian ini terjadi bila terdapat pembelian produk dengan tingkat keterlibatan konsumen yang rendah, serta adanya perbedaan merek yang signifikan. Konsumen akan melakukan pembelian dengan mengambil merek tertentu secara berulang – ulang dimana hal tersebut dilakukan lebih karena kebiasaan daripada adanya kesetiaan terhadap suatu merek tertentu. 4) Perilaku pembelian yang mencari variasi : Pada perilaku ini situasi pembelian ditandai oleh adanya keterlibatan yang rendah oleh konsumen, namun terdapat perbedaan merek yang signifikan. Situasi ini akan menyebabkan konsumen sering melakukan peralihan ke merek lain dan perpindahan merek ini biasanya karena mencari variasi dan bukan karena ketidakpuasan. 2.1.6
Proses pembelian Philip Kotler (2005: 223) menyatakan bahwa tahap-tahap dalam proses
keputusan pembelian yang dilalui konsumen meliputi : 1) Pengenalan Masalah. Merupakan tahap awal dimulainya proses pembelian. Pada tahap ini pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan aktualnya dengan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan itu dapat ditimbulkan oleh rangsangan eksternal maupun internal diri
20
pembeli yang kemudian menjadi dorongan untuk mencari pemuasan terhadap kebutuhan tersebut. 2) Pencarian informasi. Pada tahap ini konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak lagi, baik secara aktif maupun tidak. Melalui pengumpulan informasi, konsumen akan mengatasi tentang merek-merek yang bersaing dan keistimewaan merek tersebut, dan dengan informasi yang lebih banyak lagi akan mengantarkan konsumen kepada keputusan akhir mereka. 3) Evaluasi Alternatif. Pada tahap ini konsumen akan dihadapkan kepada beberapa alternatif pilihan merek yang tersedia. Tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana bagi konsumen dalam situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan yang berorientasi kognitif, yaitu menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk terutama secara sadar dan rasional. 4) Keputusan Pembelian. Dalam tahap ini, konsumen akan membentuk preferensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan, dimana konsumen juga mungkin membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai. Namun, ada dua faktor yang berada diantara niat pembeli dan keputusan pembelian, yaitu sikap orang lain dan faktor situasi yang tidak terinspirasi. 5) Perilaku Pasca Pembelian. Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu yang
21
akan mempengaruhi perilaku pembelian berikutnya. Konsumen yang puas cenderung akan menjadi sarana yang baik dalam mempromosikan produk tersebut kepada orang lain. 2.1.7
Pengertian merek Pengertian merek menurut Buchari Alma (2005: 147) adalah suatu tanda
atau simbol yang memberikan identitas suatu barang/jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar atau kombinasi keduanya. Sedangkan menurut Stanton dalam Rangkuti (2002: 36) merek adalah nama, istilah, simbol atau desain khusus atau
beberapa
kombinasi
dari
unsur-unsur
ini
yang dirancang
untuk
mengidentifikasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual. Ada perbedaan yang cukup besar antara produk dan merek. Produk hanyalah sesuatu yang dihasilkan oleh pabrik sedangkan merek merupakan sesuatu yang dibeli oleh konsumen. Bila produk mudah ditiru oleh pesaing maka merek selalu memiliki keunikan yang relatif sukar untuk ditiru. Merek berkaitan dengan persepsi sehingga sesungguhnya persaingan yang terjadi antar perusahaan adalah pertarungan persepsi bukan sekedar pertarungan produk. Bila berbicara tentang produk maka kita hanya berbicara ruang lingkup atribut, kualitas dan penggunaan, sedangkan merek selain terkait dengan atribut, kualitas dan penggunaan juga terkait dengan siapa yang menggunakan produk, asal produk, asosiasi dengan organisasi, kepribadian merek, simbol-simbol atau tanda, manfaat emosional dan manfaat ekspresi diri.
22
2.1.8
Loyalitas merek (brand loyalty) Menurut Mowen (2002: 109), loyalitas merek (brand loyalty) diartikan
sebagai sejauh mana seorang pelanggan menunjukkan sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tertentu dan berniat untuk terus membelinya dimasa depan. Kesetiaan merek dipengaruhi oleh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek yang telah diakumulasi dalam jangka waktu tertentu sebagaimana persepsi kualitas produk. Menurut Hurriyati (2005: 129) loyalitas merek merupakan komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usahausaha pemasaran mempunyai potensi untuk mnyebebkan perubahan perilaku.. Fredi Rangkuti (2002: 61) mengemukakan ada lima tingkatan loyalitas merek yang terendah sampai tertinggi adalah : 1) Switcher atau price buyer. Pada tingkat loyalitas yang paling dasar ini konsumen sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada brand apapun yang ditawarkan. Brand memainkan peranan yang kecil dalam keputusan pembelian karena konsumen lebih memperhatikan harga sehingga konsumen lebih sering berpindah-pindah. 2) Habitual buyer. Pada tingkatan ini tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong perubahan dalam mengkonsumsi suatu brand yang lainnya memerlukan suatu tambahan biaya. 3) Satisfied buyer. Pada tingkatan ini terdapat konsumen yang puas namun mereka menanggung biaya peralihan baik itu waktu, uang dan resiko,
23
sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke brand yang lainnya. Konsumen loyal terhadap suatu brand, namun tidak tertutup kemungkinan konsumen ini berpindah ke brand yang lainnya dengan menanggung biaya peralihan. 4) Likes the brand. Konsumen memiliki perasaan emosional dalam menyukai suatu brand. Rasa suka ini didasari oleh asosiasi seperti simbol, pengalaman dalam menggunakan atau kesan kualitas yang tinggi. 5) Commited buyer. Terdapat konsumen yang memang setia terhadap suatu brand. Konsumen merasa bangga dalam memakainya karena dapat menunjukan identitas dirinya. 2.1.9
Pergeseran merek (brand switching) Konsep yang mendasari penelitian ini adalah tentang tingkat loyalitas
merek yang lebih khusus yaitu berkaitan dengan perilaku berpindah-pindah atau peralihan merek (brand switching). Brand switching is when a consumer or group of consumers switches their allegiance from one brand of a certain type of product to another (Sticky, 2006: 66). Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa brand switching adalah saat dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya. Menurut Sumarketer (2006: 46) definisi dari brand switching lainnya adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, tingkat brand switching ini juga menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal).
24
Menurut Bilson Simamora (2004: 22) dapat dijelaskan bahwa konsumen yang
seringkali
melakukan
peralihan
merek
(brand
switching)
dalam
pembeliannya termasuk dalam tipe perilaku pembelian yang mencari keragaman (variety seeking buying behavior). Peralihan merek (brand switching) ditandai dengan adanya perbedaan signifikan antar merek. Konsumen dalam hal ini tidak mengetahui banyak mengenai kategori produk yang ada. Para pemasar dengan demikian perlu mendiferensiasikan keistimewaan mereknya untuk menjelaskan merek tersebut. Peralihan merek (brand switching) juga ditandai dengan keterlibatan yang rendah (low involvement). Konsumen tidak melalui tahap-tahap keyakinan, sikap atau perilaku yang normal. Konsumen tidak secara ekstensif mencari informasi mengenai merek, melainkan merupakan penerima informasi pasif (information catching). Konsumen tidak membentuk keyakinan merek (brand conviction), tetapi memilih suatu merek karena merek tersebut terasa akrab (brand familiarity). Menurut Keaveney (1995) dalam Ristiyanti Prasetijo dan John J.O.I Ihalauw (2004: 97) menemukan beberapa hal sebagai hasil penelitiannya bahwa pergeseran merek muncul karena: 1) Persepsi negatif terhadap kualitas produk 2) Harga 3) Ketidak puasan dengan kinerja produk secara keseluruhan 4) Layanan dan kenyamanan yang tidak memadai di tempat penjualan 5) Hambatan fisik maupun psikologis untuk mendapatkan produk
25
6) Memang ada maksud (intention) untuk berhenti mengkonsumsi brand yang biasa dipakai dan ingin memakai brand lain. Menurut Keaveney (1995) dalam Ristiyanti Prasetijo dan John J.O.I Ihalauw (2004: 97) mendefinisikan brand switching behavior adalah perilaku perpindahan merek yang dilakukan konsumen karena beberapa alasan tertentu, atau diartikan juga sebagai kerentanan konsumen untuk berpindah ke merek lain. Penilaian konsumen terhadap merek dapat timbul dari berbagai variabel, seperti pengalaman konsumen dengan produk sebelumnya dan pengetahuan konsumen tentang produk. Pengalaman konsumen dalam memakai produk dapat memunculkan komitmen terhadap merek produk tersebut.
2.2 Penelitian Sebelumnya 1) Sastrawan (2005) dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Perilaku Konsumen (Remaja) Dalam Menggunakan Telepon Genggam Di Kota Denpasar”. Permasalahan yang diangkat adalah faktor-faktor apa yang dipertimbangkan remaja kota Denpasar dalam menggunakan telepon genggam dan variabel apa yang mewakili setiap faktor tersebut. Survei kuisioner kepada 100 orang responden dengan teknik accidental sampling terhadap variabel-variabel tersebut, untuk mendapatkan data memakai skala Likert. Data tersebut diolah dengan analisis faktor dengan bantuan Program SPSS for Windows 11.50, sehingga penelitian ini menghasilkan tujuh faktor yang menjadi pertimbangan konsumen (remaja) dalam menggunakan telepon genggam di Kota Denpasar yaitu : harga produk,
26
promosi, pengalaman, pengetahuan, keluarga, kebudayaan dan tempat. Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan analisis faktor dan perbedaannya pada objek penelitiannya. 2) Penelitian yang dilakukan oleh Korry (2006) yang meneliti mengenai ”Analisis Faktor-Faktor Yang Dipertimbangkan Konsumen Dalam Perpindahan Merek (Brand Switching) Pembelian Sepeda Motor Di Kota Denpasar dan Badung”. Teknik analisis yang dipergunakan adalah analisis faktor. Faktor yang paling mewakili pertimbangan konsumen dalam perpindahan merek (Brand Switching) pembelian sepeda motor di kota Denpasar dan badung adalah faktor karakteristik hedonis dengan varian sebesar 22,556%. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dari lokasi dan waktu penelitian. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah teknis analisis yang dipergunakan yaitu analisis faktor. 3) Ribhan (2006) yang diambil dari ” Jurnal Bisnis dan Manajemen” dengan judul ”Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Brand Switching Pada Pengguna SIM Card di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah jumlah responden dalam penelitian ini adalah 115, pengambilan sampelnya menggunakan stratified random sampling, Skala Likert menggunakan 5 tingkatan (1,2,3,4,5) untuk jawaban kuesiner,analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Jalur (path analysis) dan juga lokasi penelitian sebelumnya terletak di Fakultas Ekonomi
27
Universitas Lampung. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah meneliti tentang pergeseran merek (brand switching) menggunakan SIM Card handp hone Hasil dari penelitian ini dengan menggunakan path analysis adalah product attributes tidak memiliki pengaruh secara nyata terhadap brand switching pada pengguna SIM Card, price berpengaruh positif secara langsung terhadap brand switching pada pengguna SIM Card, promotion memiliki pengaruh positif secara langsung
terhadap brand switching pada pengguna SIM Card, dan
product distribution berpengaruh positif secara langsung terhadap brand switching pada pengguna SIM Card. Jadi kesimpulannya penelitian ini menggunakan
model analsis jalur atau path model yang baik dan
terpenuhinya asumsi normalitas data sehingga hasil uji yang diperoleh mengenai adanya pengaruh variabel harga, promosi, dan persediaan produk terhadap brand switching pada pengguna SIM Card, yaitu pada mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung yang dapat diterima. 4) Van Trijp, Hoyer, dan Inman (1996) dalam Journal Marketing Research (JMR) dengan judul ”Why Switch? Product Category-Level Explanations For True Variety-Seeking Behavior”. Penelitian ini menggunakan 100 sampel. Hasil dari penelitian penelitian ini adalah bahwa perilaku variety seeking terjadi untuk orang-orang yang mempunyai kebutuhan akan variasi lebih tinggi dibandingkan dengan pembelian yang berulang-ulang, perilaku variety seeking lebih sering terjadi dibandingkan pembelian yang
28
berulang pada produk yang mempunyai keterlibatan rendah dan terdapat sedikit perbedaan diantara alternatif pilihan, perilaku variety seeking lebih sering terjadi pada saat konsumen memperoleh karakteristik hedonic lebih besar dari kategori produk, perilaku variety seeking kecil kemungkinan untuk terjadi apabila pembelian sebelumnya adalah pengulangan pembelian.
29