BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan Ekonomi Dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan dan pembaharuan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan yang diamanatkan dalam dalam pembukaan UUD 1945. Arah Pembangunan Jangka Panjang menuju Indonesia yang maju dan mandiri
menuntut
kemampuan
ekonomi
untuk
tumbuh
cukup
tinggi,
berkelanjutan, mampu meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan masyarakat secara luas, serta berdaya saing tinggi didukung oleh penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam mengembangkan sumber-sumber daya pembangunan. Pembangunan ekonomi dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapain sasaran-sasaran pokok sebagai berikut : (1) Terbentuknya struktur perekonomian yang kokoh dimana pertanian (dalam arti luas) dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang menghasilkan produk-produk secara efisien dan modern, industri manufaktur yang berdaya saing global menjadi motor penggerak perekonomian, dan jasa menjadi perekat ketahanan ekonomi, (2) Pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai sekitar US$ 6000 dengan tingkat pemerataan yang relatif baik dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 5 persen, (3) Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan
dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga. Perekonomian dikembangkan berorientasi dan berdaya saing global melalui transformasi bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif sumber daya alam melimpah menjadi perekonomian yang berkeunggulan kompetitif dengan prinsip-pronsip dasar : mengelola secara berkelanjutan peningkatan produktivitas nasional melalui penguasaan, penyebaran, penerapan, dan penciptaan (inovasi) ilmu pengetahuan dan teknologi. mengelola secara berkelanjutan kelembagaan ekonomi yang melaksanakan praktik terbaik dan kepemerintahan yang baik. Daya saing global perekonomian ditingkatkan dengan mengembangkan klaster industri. Struktur ekonomi diperkuat dengan sektor industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efesien, modern, berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif. 2.2 Pembangunan Industri Pembangunan industri nasional sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden No 28 tahun 2008 tentang kebijakan industri nasional adalah indonesia menjadi Negara Industri Tangguh tahun 2025 dengan visi tahun 2020 menjadi Negara Industri Maju Baru. Untuk menjadi Negara Maju Baru Indonesia harus memenuhi beberapa kriteria dasar yaitu (1) Memiliki peranan dan kontribusi tinggi bagi perekonomian Nasional, (2) IKM memiliki kemampuan yang seimbang dengan industri besar , (3) Memiliki struktur Industri yang kuat (Pohon
industri lengkap dan dalam), (4) Teknologi maju telah menjadi tombak pengembangan dan penciptaan pasar, (5) Telah memiliki jasa industri yang tangguh yang menjadi penunjang daya saing internasional industri, dan (6) Telah memiliki daya saing yang mampu menghadapai liberalisasi penuh dengan negaranegara APEC. Upaya-upaya untuk mewujudkan target tersebut dapat dilakukan langkah yang terstruktur dan terukur dengan peta berupa strategic outcomes yang terdiri dari (1) Meningkatnya nilai tambah industri, (2) Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri, (3) Kokohnya faktor-faktor penunjang pengembangan industri, (4) Meningkatnya kemampuan inovasi dan peguasaan teknologi industri yang hemat energi dan ramah lingkungan, (5) Menguat dan lengkapnya Struktur industri, (6) Meningkatnya persebaran pembangunan industri, (7) Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB. Dalam
rangka
merealisasikan
target-target
tersebut
Kementrian
Perindustrian menetapkan dua pendekatan guna membangun daya saing industri nasional yang tersinergi dan terintegrasi antara pusat dan daerah yaitu pertama, melalui pendekatan top-down dengan pengembangan 35 klaster industri prioritas yang direncanakan pusat dan diikuti oleh partisipasi daerah yang dipilih berdasarkan daya saing internasional serta potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dan salah satu pengembangan klaster industri prioritas yaitu industri karet dan barang dari karet. Kedua, melalui pendekatan bottom-up dengan penetapan kompetensi inti industri daerah yang merupakan keunggulan daerah,
dimana pusat turut membangun pengembangannya, sehingga daerah memiliki daya saing. 2.3 Perkembangan Industri 2.3.1
Pengertian Industri Industri merupakan suatu bentuk kegiatan masyarakat sebagai bagian dari
sistem perekonomian atau sistem mata pencaharian dan merupakan suatu usaha manusia dalam menggabungkan atau mengolah bahan-bahan dari sumber daya lingkungan menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia (Hendro, 2000:20-21). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan industri pengolahan (termasuk jasa industri) adalah suatu kegiatan pengubahan barang jadi/setengah jadi atau dari yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual. Perusahaan/usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) produksi yang terletak pada suatu tempat tertentu yang melakukan kegiatan untuk mengubah barang-barang (bahan baku) dengan mesin atau kimia atau dengan tangan menjadi produk baru, atau mengubah barang-barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dengan maksud untuk mendekatkan produk tersebut dengan konsumen akhir. Industri sebagai suatu sistem terdiri dari unsur fisik dan unsur perilaku manusia. Unsur fisik yang mendukung proses produksi adalah komponen tempat meliputi kondisinya, peralatan, bahan mentah/baku dan sumber energi. Sedangkan unsur perilaku manusia meliputi komponen tenaga kerja, keterampilan, tradisi, transportasi dan komunikasi, keadaan pasar dan politik. Perpaduan antara unsur
fisik dan manusia tersebut akan mengakibatkan terjadinya aktivitas industri yang melibatkan berbagai faktor (Hendro, 2000: 21-22). Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pemerintah mengundang modal swasta asing dan dalam negeri untuk terlibat dalam berbagai kegiatan pembangunan ekonomi di Indonesia, termasuk kegiatan industri yang membutuhkan lahan yang luas (Parlindungan, 1992: 36; Saragih, 1993: 2). 2.3.2
Klasifikasi Industri Industri secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Kristanto, 2004:156): a) Industri dasar atau hulu Industri hulu memiliki sifat: padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi maju dan teruji. Lokasinya selalu dipilih dekat dengan bahan baku yang mempunyai sumber energi sendiri, dan pada umumnya lokasi ini belum tersentuh pembangunan. Oleh karena itu industri hulu membutuhkan perencanaan yang matang, dan membutuhkan pengaturan tata ruang, rencana pemukiman, pengembangan kehidupan perekonomian, dan pencegahan kerusakan lingkungan. Karena pembangunan industri ini dapat mengakibatkan perubahan lingkungan, baik dari aspek sosial ekonomi dan budaya maupun pencemaran. Terjadi perubahan tatanan sosial, pola konsumsi, tingkah laku, sumber air, kemunduran kualitas udara, dan penyusutan sumber daya alam.
b) Industri hilir Industri ini merupakan perpanjangan proses industri hulu. Pada umumnya industri ini mengolah bahan setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar, menggunakan teknologi madya dan teruji, dan padat karya. c) Industri kecil Industri kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan, memiliki peralatan sederhana. Walaupun hakekat produksinya sama dengan industri hilir, tetapi sistem pengolahannya lebih sederhana. Sistem tata letak pabrik maupun pengolahan limbah belum mendapat perhatian. Sifat industri ini padat karya. Selain pengelompokan di atas, industri juga diklasifikasikan secara konvensional, sebagai berikut (Kristanto, 2004: 156-157): 1. Industri primer, yaitu industri yang mengubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi, misalnya pertanian dan pertambangan. 2. Industri sekunder, yaitu industri yang mengubah barang setengah jadi menjadi barang jadi. 3. Industri tersier, yaitu industri yang sebagian besar meliputi industri jasa dan perdagangan atau industri yang mengolah bahan industri sekunder. Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan industri menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja. 1. Industri besar : 100 orang lebih 2. Industri sedang : 20 – 99 org
3. Industri kecil : 5 – 19 org 4. Industri rumah tangga : < 5 org. 2.3.3
Penentuan Lokasi Pada hakikatnya penentuan lokasi suatu industri tidak terlepas dari proses
produksi maupun lokasi pasar yang akan dilayani perusahaan. Proses produksi mencakup penentuan jenis bahan baku dan faktor produksi lainnya maupun perbandingan dalam mempergunakannya. Jumlah bahan baku ditentukan oleh skala produksi yang ada pada dirinya. Banyaknya produksi dipengaruhi oleh luas pasar yang akan dilayani (Wibowo, 2004:85). Dalam buku yang sama, Rudi Wibowo dan Soetriono menyebutkan bahwa unsur yang ikut menentukan pertimbangan lokasi suatu industri atau perusahaan adalah schedule permintaan (demand schedule) dan teknologi produksi. Pemenuhan schedule permintaan pasar mengharuskan wirausahawan untuk memproduksi dan menawarkan barang atau komoditas yang diminta pasar. Proses pemenuhan permintaan pasar dengan produksi tersebut menghendaki berbagai masukan sumber daya untuk memperlancar proses produksi, dimana masukan produksi tersebut dapat berbentuk bahan mentah, tenaga dan modal. Intensitas penggunaan bahan mentah, tenaga dan modal tersebut dalam proses produksi sangat ditentukan oleh masalah teknologi produksi. Beberapa variabel penting yang dianggap sebagai faktor yang ikut menentukan proses penentuan lokasi industri, antara lain: limpahan sumber daya, permintaan pasar, aglomerasi, kebijakan pemerintah dan wirausaha (Wibowo, 2004:112-129). Yang dimaksud dengan limpahan sumber daya yaitu tersediayanya sumber daya yang digunakan
sebagai faktor produksi, terdiri dari sumber daya lahan, sumber daya modal, sumber daya manusia, bahan baku dan sumber energi. Sedangkan permintaan pasar yang dimaksud adalah luas pasar suatu barang dan jasa yang ditentukan oleh tiga unsur, yaitu (1) jumlah penduduk, (2) pendapatan perkapita, dan (3) distribusi pendapatan. Penduduk yang relatif sedikit membuat pasar lekas jenuh. Daerah yang memiliki pendapatan tinggi merupakan pasar yang efektif. Bila distribusi yang merata terjadi bersamaan dengan pendapatan perkapita yang rendah maka kondisi demikian bukanlah pasar potensial untuk memasarkan barang dan jasa yang relatif mewah atau setengah mewah. Jika variabel biaya angkutan cenderung semakin rendah, maka industri akan semakin bebas dalam menentukan lokasinya. Keadaan ini mengakibatkan daerah perkotaan dengan pasarnya yang luas semakin menarik sebagai lokasi industri dan perusahaan. Pasar mempengaruhi lokasi melalui tiga unsur, yaitu (1) ciri pasar, (2) biaya distribusi, dan (3) harga yang terdapat di pasar bersangkutan. Faktor lain yang menentukan penentuan lokasi industri adalah Aglomerasi, yaitu adanya kecenderungan dalam memilih lokasi industri mendekati atau berkelompok dengan industri-industri sejenis. Terkumpulnya berbagai jenis industri mengakibatkan timbulnya penghematan ekstern (eksternal economies), yang dalam hal ini merupakan penghematan aglomerasi. (Rudi Wibowo, 2004: 127). Malecki (dalam Mudrajat, 2002; 23) menyebutkan bahwa industri cenderung beraglomerasi di daerah-daerah dimana potensi dan kemampuan daerah tersebut memenuhi kebutuhan mereka, dan mereka mendapatkan manfaat
akibat lokasi perusahaan yang saling berdekatan. Kota umumnya menawarkan berbagai kelebihan dalam bentuk produktifitas dan pendapatan yang lebih tinggi, yang menarik investasi baru, teknologi baru, pekerja terdidik dan terampil dalam jumlah yang jauh lebih tinggi dibanding pedesaan. Kebijakan pemerintah terhadap industri khususnya yang menyangkut penyediaan lahan industri merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan industri. Kemudahan memperoleh tanah bagi penanam modal dijamin oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1974 tentang Industrial Estate. Yang dimaksud dengan Industrial Estate adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan, pengadaan dan pematangan tanah bagi keperluan usaha-usaha industri, yang merupakan lingkungan pabrik yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana umum yang diperlukan (Parlindungan, 1992: 36). Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai pengembangan dari peraturan penyediaan tanah untuk industri ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri. Dalam Keputusan Presiden tersebut, pemberian lokasi untuk kawasan industri diberikan petunjuk sebagai berikut: 1) Sejauh mungkin harus dihindarkan pengurangan areal tanah yang subur; 2) Sedapat mungkin dimanfaatkan tanah yang semula tidak atau kurang produktif; 3) Dihindari pemindahan penduduk dari tempat kediamannya; 4) Diperhatikan persyaratan untuk mencegah terjadinya pengotoran / pencemaran bagi lingkungan (Parlindungan, 1992: 37).
2.3.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan industri Studi empiris dari Chenery dan Syrquin menunjukkan bahwa perubahan
struktur ekonomi yang meningkatkan peranan sektor industri dalam perekonomian tidak hanya sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita yang terjadi di suatu negara, tetapi juga berkaitan erat dengan peningkatan sumber daya manusia dan akumulasi kapital (Tambunan, 2001: 16). Perubahan struktur ekonomi terjadi akibat perubahan dari sejumlah faktor yang menurut sumbernya dapat dibedakan antara faktor-faktor dari sisi permintaan agregat dan faktor-faktor dari sisi penawaran agregat, dan juga dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonomi dalam negeri. Dari sisi permintaan agregat, faktor yang sangat dominan adalah perubahan permintaan domestik yang disebabkan kombinasi antara pendapatan riil per kapita dan perubahan selera konsumen. Peningkatan pendapatan riil per kapita yang dibarengi dengan perubahan selera pembeli, selain memperbesar pasar bagi barang-barang yang ada atau memperluas segmentasi pasar yang ada, juga menciptakan pasar baru bagi barang-barang baru (non makanan). Perubahan ini menggairahkan pertumbuhan industri-industri baru di satu pihak, dan meningkatkan laju pertumbuhan output di industri-industri yang sudah ada. Di sisi penawaran agregat, faktor-faktor penting diantaranya adalah pergeseran keunggulan komparatif, perubahan (perkembangan) teknologi, peningkatan pendidikan atau kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), penemuan
material-material baru untuk produksi, dan akumulasi barang modal (Tambunan, 2001: 16). 2.4 Konsep Aktivitas Industri Aktivitas industri didefenisikan sebagai usaha pengubahan komoditi agar menjadi lebih bermanfaat dan selalu berorientasi pada suatu bentuk pengolahan. Aktivitas industri merupakan suatu kegiatan yang menggabungkan berbagai faktor produksi sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas industri adalah sistem produksi yang bekerja saling berkaitan. Terdapat tiga hal dalam setiap kegiatan industri yaitu pengumpulan bahan mentah, proses pembuatan, dan kemudian finishing. Oleh karena itu sebuah aktivitas industri akan bergantung pada faktor industri yang berkaitan satu sama lain dalam satu sistem produksi. Faktor produksi yang terlibat dalam proses produksi antara lain berupa bahan mentah, tenaga kerja, modal, dan kemampuan manajerial ( Daljoeni,1998). Aktivitas industri dapat memeberikan pengaruh terhadap unit ekonomi lainnya. Menurut Glasson dan Fujiani ( 2006 ). Terdapat tiga konsep dasar ekonomi dan pengembangan lingkungan geografisnya sebagai berikut : 1. Konsep Leading Industries Konsep ini kutub pertumbuhannya yang didalamnya terdapat perusahaan propulsif yang mendominasi unit ekonomi lain, dapat berbentuk sebuah perusahaan polpusif saja atau dapat berupa kawasan industri. Lokasi industri tersebut secara geografis disebabkan oleh adanya sumber daya alam, sumber daya buatan seperti jaringan komunikasi, pelayanan
infrastuktur dan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara sektor industri dengan unit ekonomi lainnya. 2. Konsep Polarisasi Konsep polarisasi menyatakan bahwa leading industries yang tumbuh cepat dan mengakibatkan adanya polarisasi unit ekonomi yang lain ke dalam kutub pertumbuhan yang menimbulkan keuntungan aglomerasi ekonomi yang akan memicu pemusatan aktivitas melalui aktivitas ekonomi dan aliran sumber daya. 3. Konsep Spread Effect Konsep ini menyatakan bahwa ketika mencapai keadaan yang dinamik, maka kualitas propulsif suatu kutub pertumbuhan menyebar ke daerah sekitarnya. 2.5 Sentra Industri Sentra merupakan unit usaha kecil kawasan yang memiliki ciri tertentu dimana di dalamnya terdapat kegiatan proses produksi dan merupakan area yang lebih khusus untuk suatu komoditi kegiatan ekonomi yang telah terbentuk secara alami yang ditunjang oleh sarana untuk berkembanganya produk atau jasa yang terdiri dari sekumpulan pengusaha makro, menegah dan kecil. Di area sentra tersebut terdapat kesatuan fungsional secara fisik : lahan, geografis, infrastruktur, kelembagaan dan sumber daya manusia yang berpotensi untuk berkembanganya kegiatan ekonomi di bawah pengaruh pasar dari suatu produk yang mempunyai nilai jual dan daya saing tinggi ( Setiawan, 2004)
2.6 Struktur Industri Struktur dalam konteks ekonomi adalah sifat permintaan dan penawaran barang dan jasa yang dipengaruhi oleh jenis barang yang dihasilkan, jumlah dan ukuran distribusi penjual ( perusahaan ) dalam industri,
jumlah dan ukuran
distribusi pembeli, differensiasi produk, mudah tidaknya masuk ke dalam negeri. Struktur industri merupakan cerminan dari struktur pasar suatu industri. Struktur pasar merupakan elemen strategis yang relatif permanen dari lingkungan perusahaan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perilaku dan kinerja pasar ( Koch, 1997 ). Struktur pasar adalah bahasan penting untuk mengetahui perilaku dan kinerja industri. Struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat persaingan. Struktur pasar biasa dinyatakan dalam ukuran distribusi perusahaan pesaing. Elemen struktur pasar adalah pangsa pasar ( market share ), konsentrasi ( concentration ), dan hambatan ( barrier ) ( Jaya, 2001 ). Struktur industri merupakan bentuk atau tipe keseluruhan pasar industri. Adapun jenis-jenis industri utama struktur pasar adalah : 1. Pasar Monopoli Pasar monopoli didefenisikan sebagai struktur pasar dimana penjual tunggal ( single firm producer ) memproduksi suatu komoditas yang tidak memiliki barang subtutusi yang dekat (Blair dan Kaserman, 1985 : 25). Menurut Hasibuan 1993:76-78 beberapa penyebab yang mendorong hadirnya struktur pasar monopoli, terutama dalam sektor pengolahan, adalah : (1) terjadinya merger, (2) skala ekonomi yang besar dan ditunjang
efisiensi, (3) efisiensi dan inovasi, (4) fasilitas pemerintah, (5) terjadi persaingan yang tidak sehat serta (6) perusahaan memperoleh hak-hak istimewa dalam mengelola input yang sukar dikelola dari perusahaan lain. 2. Pasar Oligopoli Oligopoli adalah struktur pasar dimana hanya ada beberapa perusahaan yang menguasai pasar. Samuelson dan Nordhaus (2005) membagi pasar oligopoli menjadi dua tipe. Tipe pertama yaitu seorang oligopoli merupakan salah seorang dari beberapa penjual yang memproduksi barang identik sehingga bila terdapat perubahan harga sekecil apa pun maka akan dapat menyebabkan konsumen beralih pada produsen lainnya. Tipe kedua yaitu seorang oligopoli merupakan salah seorang dari beberapa penjual yang memproduksi barang dengan differensiasi produk. Oleh karena itu oligopoli
merupakan
persaingan
antara
beberapa
penjual
tapi
persaingannya lebih tajam. 3. Pasar persaingan Monopolistik Sebuah industri dikatakan memiliki struktur persaingan monopolistik jika memiliki syarat-syarat sebagai berikut ( Baye 2000,301) : (1) Adanya banyak penjual dan pembeli, (2) setiap perusahaan di industri menghasilkan produk yang terdifferensiasi, (3) adanya kebebasan untuk keluar masuk indusri. 4. Pasar persaingan sempurna Pasar persaingan sempurna (perfect competition) merupakan pasar dimana terdapat banyak penjual dan pembeli untuk barang yang bersifat umum.
Karakteristik pasar persaingan sempurna menurut Permono, 1990; Baye, 2000:269; Blair dan Kaserman,1985:4-5 yaitu: Produknya homogen, jumlah penjulan dan pembeli banyak, informasi sempurna, tidak adanya halangan yang signifikan untuk memasuki atau keluar pasar. 2.7 Kinerja Industri Kinerja merupakan hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri dimana hasil biasa diidentikkan dengan besarnya penguasaan pasar atau besarnya keuntungan suatu perusahaan di dalam suatu industri. Hal – hal yang termasuk dalam kinerja yaitu efisiensi, pertumbuhan (termasuk perluasan pasar), kesempatan kerja, prestise profesional, kesejahteraan personalia, serta kebanggaan kelompok. Dalam hal ini kinerja suatu industri dapat diamati melalui nilai tambah (value added), produktivitas dan efisiensi. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai input dengan nilai output. Nilai input terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan bakar, jasa industri, biaya sewa gedung, mesin dan alat-alat serta jasa industri. Semetara itu nilai output adalah nilai yang dihasilkan. Produktivitas merupakan hasil yang dicapai pertenaga kerja atau unit faktor produksi dalam jangka waktu tertentu. Tingkat produkstivitas dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, alat produksi, dan keahlian yang dimiliki tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja merupakan perbandingan antara nilai output dengan tenaga kerja. Efisiensi adalah perbandingan seberapa besar kita dapat mengambil manfaat dari suatu variable untuk mendapatkan output sebanyak-
banyaknya. Untuk mengukur suatu efisiensi dapat menggunakan perbandingan nilai tambah dan nilai input. 2.8 Klaster Industri Industri merupakan suatu aktivitas ekonomi yang tidak terlepas dari kondisi konsentrasi geografis. Klaster merupakan cerminan konsentrasi geografis suatu kelompok industri yang sama ( Kuncoro,2002). Klaster industri pada dasarnya merupakan kelompok aktivitas produksi yang amat terkonsentrasi secara spasial dan umumnya berspesialisasi hanya pada satu atau dua industri. Sedangakan Porter (1990) mendefenisikan klaster sebagai sekumpulan perusahaan dan lembaga-lembaga terkait di bidang tertentu yang berdekatan secara geografis dan saling terkait karena kebersamaan Menurut teori Marshall (1920), klaster industri muncul karena perusahaan yang ada dalam suatu industri menemukan segala keuntungan yang bisa mereka dapatkan bila mereka mengelompok di dalam suatu area geografis. Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses klaster industri yaitu: a. Adanya proses klaster membuat perusahaan yang ada dapat berspesialisasi lebih baik dari pada bila perusahaan-perusahaan tersebut terklaster. Peningkatan spesialisasi nantinya akan membawa ke peningkatan efisiensi produksi b. Dapat memfasilitasi perusahaan untuk meningkatkan penelitian dan inovasi dalam sebuah industri c. Proses klaster perusahaan-perusahaan sejenis akan mengurangi resiko bagi pihak perkerja maupun pihak pemberi pekerjaan.
Proses klaster identik dengan industri manufaktur baik IBM (Industri besar dan menengah) atau IKRT (Industri kecil dan rumah tangga). Klaster secara umum
didefenisikan
sebagai
konsentrasi
geografis
subsektor-subsektor
manufaktur yang sama. Dalam hal ini terbentuknya jaringan yang disebut sebagai industrial district. Usaha kecil dan rumah tangga sebagian besar mengelompok secara spasial. Kawasan menjadi fokus untuk bagaimana dan di mana industriindustri berlokasi dan mengelompok. Alfred Marshall merupakan ekonom pertama yang meneliti kecenderungan jenis industri tertetu untuk berlokasi di daerah-daerah tertentu di Inggris, Jerman, dan negara-negara lain ( Becattini, 1990; Belandi, 1989). Marshall (1999) mendefenisikan industrial district sebagai satu kluster produksi yang terspesialisasi secara geografis. Kluster tersebut mewakili daerah industri ‘tradisional’ dan Marshallian Industrial District yang umumnya ditemukan di daerah pedesaan dan company towns. Klaster mampu mempengaruhi kompetisi global yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : (1) peningkatan produktivitas perusahaan-perusahaan dalam wilayah tertentu; (2) klaster mendorong arah dan langkah inovasi; (3) klaster menciptakan stimulus untuk penciptaan formasi bentuk bisnis baru yang pada gilirannya akan memperkuat kluster (Porter, 1998). Porter menekankan pentingnya peranan teknologi, strategi dan organisasi, dan geografi ekonomi dalam proses inovasi dan upaya menjaga keunggulan kompetitif perusahaan secara berkelanjutan ( Porter dan Sovell ,1998). Porter menganalisis klaster industri dengan pendekatan diamond model. Adapun model dari diamond model tersebut terdiri dari : (1) Faktor input
(factor/input condition), (2) kondisi permintaan (demand condition), (3) industri pendukung dan terkait (related and supporting industries), serta (4) strategi perusahaan dan pesaing (context for firm and strategy). Berikut penjelasan untuk masing-masing elemen : a. Faktor input Faktor input dalam analisis porter adalah variable-variable yang sudah ada dan dimiliki oleh suatu klaster industri seperti sumber daya manusia (human resource), modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure),
infrastruktur
informasi
(information
Structure),
infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi (scientific and technological infrastructure), infrastruktur administrasi (administrative infrastructure) serta sumber daya alam. Semakin tinggi kualitas input, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas. b. Kondisi Permintaan Kondisi
permintaan
menurut
diamond
model
dikaitkan
dengan
sophisticated and demanding local customer. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal yang tinggi. Namun dengan adanya globalisasi, kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri.
c. Industri Pendukung dan Terkait Adanya industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam Clusters. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction cost, sharing teknologi, informasi maupun skill tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pendukung dan terkait adalah akan terciptanya daya saing dan produtivitas yang meningkat. d. Strategi Perusahaan dan Pesaing Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting karena kondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi.
Terkait
dengan
permintaan,
Dong
Sung
Cho
(2000)
menyempurnakan Model Diamond Cluster dari Porter menjadi Double Diamond Concept, yang merupakan degeneralisasi dari Model Diamond Cluster terkait dengan permintaan, dimana permintaan dibagi menjadi permintaan domestic, permintaan internasional, dan permintaan global. Sementara itu, Dong-Sung Cho (2000) menambahkan faktor-faktor yang dapat menentukan daya saing khususnya untuk negara yang sedang berkembang. Selain Pemerintah (birokrat), juga diperlukan kemampuan dan kesinergian dari para pelakunya, yaitu usahawan/pengusaha, profesional, dan pekerja/buruh.
Industri Terkait
Industri Pemasok
Industri Inti
Pengguna
Industri Pendukung
Institusi Pendukung Gambar 2.1 Pemilihan Posisi dalam Konsep Generik Klaster Industri
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa para pelaku yang terlibat dalam suatu klaster industri dapat dikelompokkan menjadi industri inti (core industry), industri pemasok (supplier industry), industri pendukung (supporting industry), dan pengguna/pembali (user/buyer). Pengelompokkan posisi atau fungsi berdasarkan peran di atas, maka sebuah klaster industri dapat menjadi suatu kerangka yang powerful dalam pembangunan ekonomi dan peningkatan daya saing wilayah. Hal ini dikarenakan klaster industri mencakup hubungan ekonomi dan hubungan non ekonomi antarindustri yang spesifik dan menyediakan seperangkat alat untuk membantu merumuskan strategi dan kebijakan pengembangan ekonomi suatu wilayah, termasuk kebijakan pengembangan sektoral. Klaster industri dapat meningkatkan usaha-usaha kegiatan industri jangka pendek melalui identifikasi
kesenjangan industri dan pendefenisian daya saing yang spesifik. Klaster industri sangat bermanfaat dalam menentukan strategi-strategi jangka menengah untuk memelihara, menetapkan, dan menumbuhkan industri, kawasan serta dalam mengorganisasikan strategi-strategi jangka panjang untuk mempertahankan pertumbuhan industri dalam suatu wilayah. Adapun manfaat dari klaster industri bagi suatu wilayah menurut Alkadri, 2004 diantaranya adalah : • Memperkuat keterkaitan yang saling menguntungkan diantara para pelaku industri di dalam klaster industri di suatu wilayah maupun dengan para pelaku lain di wilayah lainnya, baik tingkat nasional maupun tingkat internasional • Meningkatkan efisiensi (skala ekonomi), produkstivitas, dan nilai tambah yang akan diraih para pelaku dalam industri tersebut. • Menghimpun berbagai sumberdaya secara kolektif, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya kapital, maupun sumber daya buatan. • Dapat
melakukan
pemasaran
bersama,
berbagai
informasi
dan
memperbaiki perangkat lunak maupu perangkat keras yang dimiliki oleh para pelaku dalam di dalam klaster industri tersbut. • Meningkatkan kapasitas inovasi, kompetensi, daya saing dan kesejahteraan sebuah wilayah yang memiliki klaster industri. • Memfasilitasi penyesuain-penyesuian sistem administrasi di antara para pelaku di dalam klaster industri.
• Menyediakan seperangkat peralatan yang powerful untuk analisis, formulasi kebijakan, dan organisasi wilayah untuk meningkatkan efektivitas strategi-strastegi pengembangan industri. • Membantu mengurangi kekhawatiran dalam bersaing karena adanya kerja sama dan rasa saling percaya diantara para pelaku di dalam klaster industri. • Mendatangkan pengakuan dan aliansi strategis di tingkat nasional maupun internasional. 2.9 Penelitian Terdahulu Adapun hasil-hasil penelitian pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Mudrajat Kuncoro tahun 2007, dengan judul penelitian Analisis Struktur, Kinerja, dan Klaster Industri Elektronika Indonesia. Variable yang digunakan yaitu jumlah tenaga kerja dan nilai tambah, Metodenya berupa GIS, Skala, Indeks Diversifikasi, dan Spesialisasi. Hasil penelitiannya adalah analisa GIS memperlihatkan betapa industri tenaga kerja dan distribusi nilai tambah industri elektronika untuk seluruh kabupaten atau kota di Indonesia memiliki kecondongan positif (positif skewness) dan tidak normal secara statistik, Daerah-daerah industri elektronika pada tahun 1999 ternyata memperlihatkan keanekaragaman berbeda, yang terlihat dari indeks HHI. Daerah Jabotabek merupakan daerah yang memiliki rata-rata nilai HHI kecil (0,24) kemudian dilanjutkan oleh daerah Batam (0,27). Rata-rata HHI ynag kecil di Jabotabek menyatakan bahwa daerah tersebut merupakan daerah industri elektronika paling
beragam di pulau Jawa. Pada tahun 1990, Pada tingkat industri tahun 1999 daerah Bandung memiliki rata-rata nilai spesialisasi di atas satu, namun hanya memiliki keunggulan komparatif pada subsektor industri alat komunikasi dan subsektor industri komponen. Peneliti yang dilakukan oleh Thitu Laksono Handito tahun 2011 dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keuntungan Usaha pada Klaster Industri Pengolahan Kopi di Temanggung. Variable yang digunakan yaitu modal usaha, pengalaman usaha, tenaga kerja, tingkat pendidikan, kemitraan usaha, teknologi, dan jangkauan pemasaran. Metode penelitiannya yaitu analisis regresi linier berganda, Analisis Uji Beda Dua Mean. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel modal usaha, pengalaman usaha, teknologi, dan jangkauan pemasaran secara bersama-sama mempengaruhi keuntungan usaha pada tingkat signifikansi 10 persen. Variabel modal usaha, pengalaman usaha, teknologi, dan jangkauan pemasaran berpengaruh positif terhadap keuntungan usaha, namun variabel tenaga kerja, pendidikan, dan kemitraan usaha tidak berpengaruh terhadap keuntungan usaha. Terdapat perbedaan produksi, biaya, dan keuntungan usaha antara pengusaha dengan jangkauan pemasaran domestik dan pengusaha dengan jangkauan pemasaran ekspor. Pengusaha dengan jangkauan pemasaran ekspor lebih besar dalam jumlah produksi, biaya, dan keuntungan usaha dari pada pengusaha dengan jangkauan pemasaran domestik. Penelitian yang dilakukan oleh Rika Choirunnisa tahun 2012 dengan judul penelitian yaitu Analisis Pola Klaster dan Orientasi Pasar (Sentra Industri Kerajinan Logam Desa Tumang Kecamatan Cepogo). Variable yang digunakan
adalah tenaga kerja, pelatihan usaha, umur perusahaan, teknologi peralatan, jaringan pembeli, jaringan pemasok, keaktifan. Metode yang digunakan yaitu analisis klaster dan analisis regresi logistik. Hasil penelitiannya adalah Pola klaster pada sentra industri kerajinan logam di Desa Tumang, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali mengikuti pola klaster Marshalli dan Hub dan Spoke dan hasil analisis model binary logistic regression dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari tujuh variabel independen, terdapat empat variabel yang berpengaruh signifikan terhadap orientasi pasar ekspor yaitu variabel tenaga kerja, umur, jaringan pembeli terbesar, keaktifan berpromosi. Sedangkan variable pelatihan, teknologi, peralatan, tidak berpengaruh terhadapa orientasi pasar ekspor.