1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Visi Pembangunan Nasional Jangka Panjang Tahun 2005 - 2025 mengarah pada pencapaian tujuan pembangunan sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yang telah dijelaskan bahwa Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas asas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan,
berkelanjutan,
berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Lembaga perbankan sebagaisalah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan Negara. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah perlu diberi kewenangan untuk mengatur dan mengawasi perbankan. Kewenangan tersebut antara lain berupa kewenangan menetapkan berapa besar modal yang harus dimiliki, berapa besar pinjaman yang dapat diberikan kepada suatu perusahaan, siapa yang boleh menjadi pengurus bank dan sebagainya. Kewenangan mengawasi diberikan dengan tujuan untuk memonitor apakah bank melakukan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku.1 Bank dan lembaga keuangan bukan bank pada dasarnya mempunyai fungsi yang sangat strategis dan peran yang sangat penting bagi aktivitas perekonomian. 1
. Malayu S P Hasibuan, 2005,Dasar-dasar Perbankan, Bumi Aksara , Jakarta, hal 3.
1
2
Peran strategis bank dan lembaga keuangan bukan bank tersebut sebagai wahana yang mampu menghimpun dana
dan menyalurkan dana masyarakat secara
efektif dan efisien kearah peningkatan taraf hidup masyarakat. Bank dan lembaga keuangan bukan bank merupakan perantara keuangan ( financial intermediaries) sebagai sarana pendukung yang amat vital untuk menunjang kelancaran perekonomian. Bank dan lembaga keuangan bukan bank pada dasarnya mempunyai fungsi menstransfer dana-dana (loanable funds ) dari penabung unit surplus
(lenders) kepada peminjam (borrowers) atau unit deficit .dana-dana
tersebut dialokasikan dengan negosiasi antara pemilik dan atau pemakai dana melalui pasar uang dan pasar modal.2 Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, menyangkut kelembagaannya,kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa system perbankan adalah suatu system yang menyangkut tentang bank, kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya secara keseluruhan. Kata perbankan dalam bahasa inggris disebut banking. Dalam Black Law Dictionary dirumuskan bahwa bahwa banking “ the business of banking, as defined by law and customs, consist in the issue of note payable on demand intendedto circulate as money, whenthe banks are the banksissue, in receiving deposits payable on demand, in discounting commercial paper making loans of money on collateral security, buying and selling bills of exchange, negotiating 2
. Johanes Ibrahim,2004, Bank Sebagai Lembaga Intermediasi Dalam Hukum Positif, Utomo ,Bandung hal 36.
3
loans, and dealing in negotiable securities issued by the government, state and national,and municipal and othercorporation”3 Perkembangan
perbankan
menunjukan
dinamia
dalam
kehidupan
ekonomi. Sebelum sampai pada praktik-prakik yang terjadi saat ini , ada banyak permasalahan yang terkait dengan masalah-masalah perbankan. Masalah utama yang muncul dalam praktek perbankan adalah pengaturan system keuangan yang berkaitan dengan mekanisme penentuan volume uang yang beredar dalam perekonomian. Untuk menjawab permasalahan ini muncul beberapa faham antara lain faham merkantilisme dan faham libralisme ekonomi.Permasalahan inilah yang kemudian mendorong munculnya regulasi-regulasi perbankan karena memang praktek perbankan memiliki pegaruh yang sangat besar terhadap volume uang.4 Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara,bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian system keuangan dan system pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter yang bersangkutan, bank tersebut menjadi milik masyarakat. Oleh karena itu, eksistensinya bukan saja harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global. Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan masyarakat (nasabah) yang memercayakan dana dan
3
. Hermansyah, 2006, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm18. 4 , Y.Sri Susilo, Sigit Triandaru,A.Totok Budi Santoso,2000,Bank &Lembaga KKeuangan Lain, Salemba Empa, Jakarta, hlm 5
4
jasa-jasa lainnya yang dilakukan mereka melalui bank pada khususnya dan dari masyarakat luas pada umumnya.Oleh karena itulah bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang sudah maupun yang akan menyimpan dananya, maupun yang telah atau akan menggunakan jasa-jasa bank lainnya terpelihara dengan baik dalam tingat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari system keuangan dan system pembayaran, masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sitem-sistem tersebut.Adapaun kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsure paling pokok dari eksistensi suatu bank sehingga terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepetingan masyarakat banyak5 Bank dalam menjalankan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam berbagai alternatif investasi. Sehubungan dengan fungsi penghimpunan dana ini, bank sering juga disebut sebagai lembaga kepercayaan. Sejalan dengan karakteristik usahanya tersebut,maka bank merpakan suatu segmen usaha yang kegiatannya banyak diatur oleh pemerintah.Pengaturan secara ketat oleh penguasa menoter terhadap kegiatan perbankan ini tidak terlepas dari perannya dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank dapat mempengaruhi jumlah uang beredar yang merupakan salah satu sasaran pengaturan oleh peguasa moneter dengan menggunakan berbagai piranti kebijakan moneter. 6 Black’s Law Dictionary menyatakan:7
5
. Adrian Sutedi, 2007, Hukum Perbanan (Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan),Sinar Grafika, Jakarta, hlm 1. 6 . Dahlan Siamat,2001, Manajemen Lembaa Keuangan , Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia , Jakarta.,hlm 8. 7 .Campbell,Henry Black, 1979,Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co,St Paul Minn.
5
“A bank is an institution usually incorporated whose business it is to recive money on deposit,cash checks or drafts,discount commercial paper,make loans, and issue promissory note payable to bearer, knownas bank notes. American commercial bank fall into two main catagories; state chartered banks and federally chartered national banks.” Stuart Verryn menyatakan : “ Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebtuhan kredit, baik degan alat-alat pembayarannya endiri atau uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun denan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral” Pasal 1butir 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan atas perubahan dari Undang-Undag Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan meyatakan : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk –bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak”8 Pengertian bank di atas memberi tekanan bahwa bank dalam melakukan usahanya terutama menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian pula dari penyaluran danannya, hendaknya bank tidak semata-mata memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik, tapi juga kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup 8
. Suyatno Thomas 1993, Kelembagaan Perbankan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
hlm 1.
6
masyarakat. Definisi tersebut merupakan komitmen bagi setiap bank yang menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia. Berdasarkan pengertian bank,maka fungsi bank dapat dikelomokkan menjadi 3 (tiga) yaitu : 1. Bank sebagai lembaga yang melaksanakan operasi perkreditan secara pasif dengan menghimpun dana masyarakat, berupa simpanan dalam bentuk tabungan,deposito berjangka dan rekening giro. 2. Bank sebagai lembaga yang melaksanakan operasi perkreditan secara aktif dengan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit. 3. Bank sebagai lembaga yang melaksanakan transaksi perdagangan dan pembayaran uang.9 Reed Smith menjelaskan bahwa perbankan mempunyai beberapa fungsi utama antara lain : 1. Transfer
of
pembayaran,
Funds,
yaitu
menerima
bank
berfungsi
tabungan,
mekanisme
memberikan
kredit,
pelayanan dalam fasilitas pembiayaan perdagangan luar negeri, dan penyimpanan barang-barang berharga. 2. Trust Services, yaitu bank member jasa-jasa dalam bentuk pengamanan dan pengawasan harta milik. 3. Trust Department, yaitu bank berfungsi sebagai berikut :
9
. M. Sinungan, 1990, Manajemen Dana Bank, Rineka Cipta, Jakarta, hlm 3.
7
a. Pelaksana dalam pengaturan dan pengawasan harta benda atau milik perorangan yang telah meninggal dunia, sepanjang orang tersebut membuat surat wasiat dan menyerahkan atau mempercayakan pelaksanaannya kepada bank. b. Memberikan berbagai macam jasa kepada perusahaanperusahaan. c. Bertindak sebagai wali dalam kaitannya dengan penerbitan berbagai obligasi. d. Mengelola
dana-dana
yang
dikumpukan
oleh
pemerintah.10 Dari uraian tentang fungsi bank tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bank mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Agen
of
development,
yaitu
bank
berfungsi
dalam
mengumpulkan dana dan menyalurkan kredit dari dan/atau kepada masyarakat. 2. Agen of trust, yaitu bank berfungsi dalam memberikan pelayanan atau jasa-jasa kepada perorangan atau kelompok usaha atau perusahaan. Dalam konstalasi perbankan Idonesia saat ini, kepemilikan bank dapat dibedakan : bank Pemerintah (Bank BUMN),bank Swasta Nasional,Bank Pembangunan Daerah,(milik Pemerintah Daerah), Bank Asing sedangkan istilah 10
. Suyatno, Op Cit, hlm 2.
8
bank campuran sejak UU No 10 Tahun 1998 sudah ditiadakan, karena pada prinsipnya bank swasta nasional dapat dimiliki oeh pihak asing, sehingga penggunaan istilah bank campuran sudah tidak relevan lagi. Penghapusan tersebut sekaligus menghilangkan perlakuan diskriminatif yang dilakukan otoritas moneter antara bank nasional dan bank campuran selama ini.11 Mengenai jenis-jenis bank yang di kenal di Indonesia dapat dilihat dari ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Perbankan yang membagi bank kedalam dua jenis yaitu; bank Umum dan Bank Perkreditan rakyat (BPR). Bank umum ( commercial bank) terdiri dari bank-bank devisa nasional baik pemerintah maupun swasta, bank-bank non devisa swasta nasional dan bank-ban asin atau campuran. Kegiatan utama bank-bank umum kecuali bank umum non devisa adalah menghimpun dana masyarakat dalam bentuk giro, deposito berjangka dan tabungan, member kredituntuk ujuan modal keja maupun investasi, serta melakukan transaksi luar negeri. Sebagaimana diatur dalam UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang merupakan perubahan atas UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan dalam pasal 1 butir 2 menyebutkan : “Bank umum
adalah bank yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran” Selanjutnya difinisi bank umum pada angka 2 di atas pada dasarnya merupakan penekanan pada fungsi tambahan bank umum dalam hal pemberian pelayanan atau jasa-jasa dalam lalu lintas
11
. Dahlan Siamat, Op Cit, hlm 29.
9
embayaran. Dengan difinisi ini dapat disimpulkan bahwa hanya bank umumlah yang dapat menyediakan jasa-jasa dalam lalu intas pembayaran, sedangkan BPR tidak diperkenankan melakukan kegiatan tersebut. Inilah pula yang menjadikan perbedaan prinsipil antara bak umum dengan BPR. Selain itu Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melakukan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Yang dimaksud dengan mengkhususkan diri untuk melakukan kegiatan tertentu adalah antara lain: melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, kegiatan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan usaha ekonomi lemah/ pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas, dan pengembangan pembangunan perumahan. Lembaga perbankan merupakan salah satu sektor yang diharapkan berperan aktif dalam menunjang kegiatan pembangunan nasional. Peran itu diwujudkan dalam fungsi utama perbankan sebagai institusi perantara antara debitur dan kreditur, sehingga pelaku ekonomi yang membutuhkan dana untuk menunjang kegiatannya dapat terpenuhi dan kemudian roda perekonomian dapat terus bergerak. Pentingnya peranan bank dalam perekonomian dan besarnya tingkat kepercayaan masyarakat yang harus dijaga dalam industri ini menyebabkan perbankan menjadi industri yang paling banyak dan ketat diatur. Setiap ketentuan yang dibuat di industri perbankan pada akhirnya akan bermuara pada satu tujuan, yakni menghasilkan sistem perbankan yang sehat, kuat dan stabil. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan “Bank adalah badan usaha yang menghimpun
10
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Dengan demikian bank diharapkan dapat menjalankan fungsinya sebagai institusi perantara secara optimal dan menunjang berlangsungnya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Usaha bank harus terarah tidak semata memutar uang untuk mencari keuntungan perusahaan, tetapi Undang-Undang menghendaki agar taraf hidup rakyat dapat ditingkatkan. Hal ini merupakan salah satu tangung jawab bank dalam rangka mewujudkan cita-cita negara kita untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, sehingga dalam pelaksanaan sehari-hari bank tidak boleh lepas dari kegiatan pembangunan. Setiap kegiatan bank diusahakan dapat berhasil guna bagi kepentingan masyarakat.12 Mengingat peranan bank demikian strategis maka dipandang perlu untuk membangun bank sebagai lembaga keuangan yang dapat dipercaya masyarakat. Tindakan ini sangat tepat, karena dana yang disalurkan kepada masyarakat melalui pemberian kredit oleh bank, mengandung resiko yang tinggi. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas perkreditan yang sehat. PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI) sebagai salah satu bank besar milik pemerintah telah lama melayani masyarakat dalam dunia perbankan. Bank yang lahir tanggal 16 Desember 1895 ini awalnya bernama Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum
12
Gatot Supramono, 1996, Perbankan Dan Masalah Kredi Suatu Tinjauan Yuridis, Cet. II, Djambatan, Jakarta, hal. 2.
11
Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas.13 Seperti halnya salah satu BRI yang berada di lingkungan, sampai saat ini tetap konsisten memfokuskan pelayanan kepada masyarakat kecil, diantaranya dengan memberikan fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil. Salah satu produk yang menjadi andalan BRI adalah kredit umum pedesaan (KUPEDES). KUPEDES adalah suatu fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI untuk mengembangkan serta meningkatkan usaha kecil yang layak, baik yang telah dibantu dengan fasilitas kredit maupun yang belum pernah memperoleh fasilitas kredit. Ada tiga macam Kredit Umum Pedesaan yang di berikan BRI yaitu, Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Komersil dan Kredit Golongan Berpenghasilan Tetap (Gobertap). KUR merupakan kredit yang diberikan dengan platfond Rp.100.000 (Seratus Ribu Rupiah) - Rp. 5.000.000 (Lima Juta Rupiah) sedangkan Kredit Komersil dan Kredit Gobertap merupakan kredit dengan platfond Rp.100.000 (Seratus Ribu Rupiah) - Rp. 100.000.000 (Seratus Juta Rupiah).
13
Wikipedia, Sejarah Bank Rakyat Indonesia, dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/ Bank Rakyat Indonesia, diakses pada tanggal 23 Mei 2013.
12
Sebelum melakukan penyaluran kreditnya, bank terlebih dahulu mengadakan perjanjian kredit dengan calon debiturnya. Perjanjian kredit bank apabila dilihat dari bentuknya, pada umumnya berbentuk perjanjian baku. Perjanjian baku, ialah konsep-konsep janji tertulis yang klausul-klausulnya telah ditetapkan atau dirancang oleh satu pihak.14 Dalam pembuatan perjanjian kredit, biasanya bank mengkategorikan perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan dan perjanjian kredit yang dibuat secara akta notariil. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan, bentuk dan formatnya telah dibuat oleh bank dengan menyediakan blanko (formulir, model), yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu (standar form). Sedangkan perjanjian kredit yang dibuat secara akta notariil, bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada Notaris yang ditunjuk pihak bank. BRI melakukan pemberian kredit kepada masyarakat melalui suatu perjanjian kredit antara BRI dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian kredit ini dibuat oleh pihak kreditur dalam hal ini adalah bank, sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari kedua belah pihak dikarenakan perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan dan penatalaksanaan kredit tersebut dalam kesepakatan yang dilakukan antara debitur dengan kreditur, apabila debitur menandatangani perjanjian kredit yang dianggap mengikat kedua belah pihak dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi keduanya. 14
Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 39.
13
Ketika mengajukan permohonan kredit di BRI dilakukan perjanjian jaminan antara BRI dan pemohon kredit. Jaminan merupakan sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk memberikan keyakinan kepada kreditur bahwa debitur akan membayar hutangnya sesuai dengan yang di perjanjikan.15 Jaminan kredit yang dapat diterima di BRI dapat berupa jaminan fidusia, jaminan hak tanggungan, jaminan dana pensiunan, dan lain-lain. Perjanjian jaminan dilakukan untuk mengantisipasi jikalau dikemudian hari terjadi masalah. Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit adalah debitur lalai untuk melakukan kewajibannya melunasi kredit yang telah diberikan kepadanya. Tindakan debitur tersebut dapat dianggap sebagai suatu bentuk wanprestasi. Fakta yang sering kali terjadi dilapangan adalah debitur terlambat dalam melakukan pembayaran baik angsuran pokok maupun bunga dikarenakan kelalaian oleh debitur itu sendiri. Hal tersebut mengakibatkan pihak bank yang memberikan kredit mengalami kerugian, sehingga pihak bank dapat saja menuntut debitur yang wanprestasi disertai dengan adanya ganti rugi. Jadi sangatlah diperlukan suatu penyelesaian untuk menghindari terjadinya kerugian dan terhambatnya penyaluran kredit terhadap debitu yang lain. Berdasarkan uraian di atas melalui tulisan yang berbentuk skripsi ini diteliti tentang pelaksanaan perjanjian kredit perbankan dengan mengangkat judul yaitu: “AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK”.
15
Hartono Hadisaputro, 1996, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan, Liberty, Yogyakarta, hal. 31.
14
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan daripada latar belakang yang diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah akibat hukum Terhadap Perjanjian Kredit Bank dalam hal terjadinya wanprestasi oleh Debitur? 2. Bagaimanakah upaya penyelesaian oleh pihak Bank dalam hal terjadinya wanprestasi dalam perjanjian kredit bank?.
1.3 Ruang Lingkup Masalah Ruang
lingkup
penelitian
merupakan
bingkai
penelitian
yang
menggambarkan batas penelitian; mempersempit permasalahan dan membatasi areal penelitian. Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah serta tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang sebenarnya dan tujuan dari penelitian ini dapat tercapai, maka diberikan batasan-batasan terhadap masalah yang akan diteliti. Pada permasalahan pertama yang akan dibahas mengenai akibat wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian kredit di BRI Cabang Denpasar dan selanjutnya pada permasalahan yang kedua akan dibahas tentang penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit di BRI Cabang Denpasar.
1.4 Tujuan Penelitian Dalam penulisan karya ilmiah haruslah mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Demikian juga dalam penulisan skripsi ini mempunyai tujuan, yaitu :
15
a. Tujuan Umum 1. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam hukum perbankan, khususnya dengan yang berhubungan dengan perjanjian kredit. 2. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit perbankan dalam prakteknya. b. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui akibat dari wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian kredit di BRI Cabang Denpasar. 2. Untuk mengetahui penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian kredit di BRI Cabang Denpasar.
1.5 Manfaat Penelitian Tinggi rendahnya nilai dari suatu penelitian yang dilakukan selain ditentukan oleh metode penelitiannya juga ditentukan oleh manfaat atau kegunaan yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut. Adapun manfaat penelitian ini adalah: a. Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran akademis sebagai wacana pada ilmu hukum, khususnya dalam bidang perdata mengenai pelaksanaan perjanjian kredit. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan keilmuan di bidang perdata mengenai pelaksanaan perjanjian kredit.
16
b. Manfaat Praktis 1. Hasil
penelitian
ini
diharapkan
memberikan
kontribusi
dan
sumbangan pemikiran di bidang hukum perdata, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian kredit. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak nasabah, pihak bank dan juga masyarakat pelaksanaan dari perjanjian kredit. 1.6 Landasan Teoritis “Landasan teoritis atau kerangka teori adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma hukum dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang teoritis, oleh karena itu ada hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta konstruksi data.”16 Oleh sebab itu sebelum mengemukakan asumsi terhadap permasalahan, maka terlebih dahulu dikemukakan beberapa pasal dalam peraturan perundangundangan dan beberapa teori berupa pendapat ahli yang relevan dengan permasalahan yang diteliti yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan asumsi. Perjanjian dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) disebutkan sebagai berikut: “suatu pesetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Rumusan pasal 1313 KUHPerdata tampak kurang lengkap karena yang
16
Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, hal. 64
17
mengikatkan dirinya hanya satu pihak saja. Padahal yang sering kita jumpai perjanjian di mana dua kedua belah pihak saling mengikatkan diri satu sama lain.17 Dari perumusan pasal 1313 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian dalam pasal tersebut adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan.18 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang menuntut dinamakan kreditur atau si berpiutang sedangkan pihak yang diwajibkan memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang. Perhubungan tersebut adalah perhubungan hukum yang berarti hak si berpiutang dijamin oleh hukum dan Undang-undang. Dengan demikian hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah perjanjian menerbitkan suatu perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan disamping sumber-sumber lain. Perjanjian merupakan sumber perikatan yang terpenting. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan
17
18
Gatot Supramono. Op.Cit. hal. 54-55. J.Satrio, 1992, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 9.
18
bahwa perikatan adalah suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkrit atau suatu peristiwa.19 Buku ke III KUHPerdata mengatur tentang “Perikatan” disebutkan yang dimaksud perikatan adalah “suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.” Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi”, yang menurut Undang-undang dapat berupa: 1. Menyerahkan suatu barang; 2. Melakukan suatu perbuatan; 3. Tidak melakukan suatu perbuatan.20 Pada pasal 1320 KUHPer disebutkan bahwa perjanjian harus memenuhi empat syarat untuk dapat terpenuhi yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subyektif karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua
19
Subekti, 1990, HukumPerjanjian, Cet. XII, PT. Intermasa, Jakarta, (selanjutnya disingkat Subekti I), hal. 1-3. 20
Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet 31, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 122-123.
19
syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.21 Akibat dari suatu perjanjian menurut pasal 1338 KUHPerdata disebutkan perjanjian tersebut mengikat para pihak yang membuatnya, perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena merupakan kesepakatan diantara kedua belah pihak dan alasan-alasan yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Berkaitan dengan perjanjian kredit dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan. Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan pada hakikatnya merupakan salah satu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam pasal 1754-1769 KUHPerdata. Perjanjian pinjam uang menurut bab XIII Buku III KUHPerdata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari pasal 1754 KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak kesatu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”. Perjanjian pinjam itu bersifat riil, tersimpul dalam kalimat “pihak kesatu menyerahkan uang kepada pihak lain” dan bukan “mengikatkan diri” untuk menyerahkan uang. Bila kedua pihak telah mufakat mengenai semua unsur-unsur dalam perjanjian pinjam mengganti, bahwa perjanjian tentang pinjam mengganti itu telah terjadi. Perjanjian pinjam mengganti baru lahir setelah uang diserahkan
21
Subekti I, Op.Cit, hal. 17.
20
kepada peminjam, sebagaimana dalam pengertian Undang-Undang menurut Bab XIII Buku III KUHPerdata.22 Setiap kredit yang telah disepakati antara pihak kreditur dan debitur maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis. Dalam praktek perbankan bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang besangkutan namun demikian ada hal-hal yang tetap harus dipedomani
yaitu
bahwa
perjanjian
tersebut
sekurang-kurangnya
harus
memperhatikan, keabsahan dan persyaratan secara hukum, sekaligus juga harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu dan tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit.23 Menurut pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, adalah sebagai berikut: “kredit penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan” Pengertian di atas pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 11 mengalami sedikit perubahan yaitu : “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam 22
Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Perbankan, Cet ke-5, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 26-27. 23
Muhamad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 385.
21
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga.” Dari pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya dapat diukur dengan uang. Kemudian ada kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima kredit (debitur) bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan. Demikian pula dengan masalah jika si debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.24 Sehingga secara umum, bank wajib memberikan kredit dengan menggunakan prinsip pemberian kredit didasarkan pada 5C yaitu: 1. Character (watak). 2. Capacity (kemampuan). 3. Capital (modal). 4. Condition of Economie (kondisi ekonomi). 5. Collateral (jaminan/agunan). Prinsip-prinsip tersebut digunakan untuk mengantisipasi jikalau debitur tidak dapat menjalankan kewajibannya untuk melakukan pembayaran kredit sehingga debitur dapat dikatan telah melakukan wanprestasi. Wanprestasi merupakan suatu tindakan dimana si debitur (penerima kredit) tidak melakukan apa yang dijanjikannya atau lalai atau ingkar janji. Atau juga ia melanggar perjanjian bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh 24
Kasmir, 2008, Dasar-Dasar Perbankan, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal. 101-102.
22
dilakukannya.25 Ada macam-macam wanprestasi yang kita kenal selama ini, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Debitur tidak melakukan sama sekali apa yang telah diperjanjikan. Debitur melaksanakan sebagian apa yang apa yang telah diperjanjikan. Debitur terlambat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan. Debitur menyerahkan sesuatu yang tidak diperjanjikan. Debitur melakukan perbuatan yang dilarang oleh perjanjian yang telah diperbuatnya.26
Jika digolongkan ke kredit macet maka ada 3 macam perbuatan yang tergolong wanprestasi, sebagai berikut: 1. Nasabah sama sekali tidak membayar angsuran kredit (beserta bunganya). 2. Nasabah membayar sebagian angsuran kredit (beserta bunganya). Walaupun nasabah kurang membayar satu kali angsuran tetap tergolong kreditnya sebagai kredit macet. 3. Nasabah membayar lunas kredit (beserta bunganya) setelah jangka waktu yang diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk nasabah membayar lunas setelah perpanjangan jangka waktu kredit yang telah disetujui bank atas permohonan nasabah, karena telah terjadi perubahan perjanjian yang disepakati bersama. Keadaan tersebut dapat terjadi setelah bank mengambil langkah untuk menyelesaikannya ke pengadilan, nasabah bersangkutan bersedia membayar lunas kreditnya, karena nasabah merasa khawatir apabila sampai dihukum secara perdata di pengadilan akan mengakibatkan kepercayaan masyarakat kepadanya akan berkurang, dan
25
Subekti I, Op.Cit, hal. 45.
26
Gatot Supramono. Op.Cit, hal. 131.
23
mengakibatkan kesulitan dalam memperoleh kepercayaan kembali dalam menjalankan perusahaan.27 Umumnya sengketa dalam perjanjian kredit disebabkan karena terjadinya wanprestasi yang dilakukan pihak debitur, sehingga penyelesaian wanprestasi pada umumnya selain melalui pengadilan (litigasi) dapat juga diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi) yakni penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase, mediasi, konsultasi, negosiasi, konsiliasi, dan penialaian ahli sesuai dalam pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.28
1.7 Hipotesis Berdasarkan landasan teoritis diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sementara (hipotesis) terhadap permasalahan-permasalahan yang dikemukakan diatas, yakni : 1. Jika debitor melakukan wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian kredit, maka akan mengakibatkan kerugian bagi pihak BRI Cabang Denpasar. 2. Jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian kredit maka harus segera diselesaiakan dengan cara litigasi dengan mengajukan gugatan di pengadilan atau dengan cara non litigasi dengan arbitrase.
27
28
Gatot Supramono. Op.Cit, hlm.131-132.
Ketut Artadi dan Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi KetentuanKetentuan Hukum Perjanjian ke Dalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, hal. 10.
24
1.8 Metode Penelitian Metodologi merupakan cara untuk menyelidiki atau meneliti suatu masalah dan merupakan cara untuk mengumpulkan data dari masalah yang akan diteliti agar dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisa data-data maupun informasi yang sifatnya ilmiah, diperlukan metode agar dalam penulisan ini mempunyai susunan yang sistematis, yaitu:
25
a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum empiris, karena mendekati masalah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Penelitian hukum empiris adalah mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.29 b. Sifat Penelitian Penelitian skripsi ini bersifat penelitian deskripstif, karena bertujuan menggambarkan secara tepat mengenai hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam kenyataan yang ada dalam pembuatan perjanjian kredit di lingkungan BRI Cabang Denpasar. c. Sumber Data Data yang digunakan penulisan ini diperoleh dari dua sumber, yaitu : 1. Data primer adalah data empiris yang diperoleh langsung dari hasil penelitian di lapangan (field research). Dalam hal ini pengumpulan data diproleh berdasarkan hasil penelitian pada BRI Cabang Denpasar. 2. Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan bahan-bahan hukum yaitu :
29
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 134.
26
a) Bahan hukum primer, yaitu bahan yang isinya mengikat,30 antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,31 antara lain literaturliteratur, buku-buku, dan berbagai karya tulis ilmiah lainnya. c) Bahan hukum tersier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,32 terdiri dari artikel, kamus hukum, dan internet. d. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain : a. Untuk mendapatkan data primer, teknik yang digunakan adalah dengan wawancara, yaitu cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan dari seseorang atai beberapa orang. Sistem wawancara yang digunakan adalah wawancara berencana, yaitu wawancara yang disertai dengan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya.
30
Bambang Sunggono, 2006, Metode Penulisan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 113. 31
32
Ibid. Ibid., hal. 114.
27
b. Untuk mendapatkan data sekunder, teknik yang digunakan adalah dengan studi yang digunakan dengan membaca, menganalisa, melakukan pencatatan dari jurnal-jurnal, literatur-literatur, artikelartikel, dan majalah-majalah yang berkaitan dengan permasalah yang dibahas. e. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data pada penelitian hukum yuridis tunduk pada analisis data ilmu-ilmu sosial. Untuk menganalisis data, tergantung pada sifat data yang dikumpulkan oleh peneliti (tahap pengumpulan data).33 Pengolahan dan analisis bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan analisis kualitatif dengan melakukan studi perbandingan antara data lapangan dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang bersifat saling menunjang antara teori dan praktek. Kemudian dianalisa dengan teori-teori yang relevan dengan masalah dan disajikan secara deskriptif analisis, dimana setelah data dianalisis kemudian disusun kembali secara sistematis sehingga mendapatkan simpulan tentang permasalahan hukum dalam penelitian ini.
33
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 167.