22
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Program Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu prioritas Kementerian Kesehatan dan keberhasilan program KIA menjadi salah satu indikator utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 –2025. Berdasarkan laporan Countdown bahwa setiap dua menit, disuatu tempat di dunia, seorang perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan dan kemungkinan bayinya yang baru lahir untuk bertahan hidup sangat kecil. Diperkirakan setiap tahunnya 300.000 ibu di dunia meninggal ketika melahirkan. Sebanyak 99% kasus kematian ibu terjadi di negara berkembang(WHO, 2012). Angka Kematian ibu (AKI) di Indonesia masih termasuk yang tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara. Setiap tiga menit, di manapun di Indonesia, satu anak balita meninggal dunia. Selain itu, setiap jam, satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan. Indonesia merupakan salah satu diantara 15 negara yang tidak akan mencapai MDGs target ke 5 untuk mengurangi kematian ibu sebesar tiga perempatnya dari tahun 1990 (WHO, 2012). Indonesia merupakan negara di kawasan Asia yang mengalami kegagalan dalam pencapaian target penurunan AKI. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012 memperkirakan di seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal setiap tahun
1
23
saat hamil atau bersalin. Berdasarkan data UNICEF, WHO, UNFPA dan Bank Dunia tren angka kematian ibu dari tahun 1990 sampai 2010 menunjukkan bahwa setiap hari sekitar 800 perempuan meninggal dunia karena komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Rasio kematian ibu (MMR) di Afrika berkisar 500 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dan Asia Selatan berkisar 220 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Secara global, Afrika dan Asia Selatan menyumbang 85% dari kematian ibu sedangkan negara-negara berkembang lainnya sebesar 99% dari kematian (Childinfo,2012). Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2012 menunjukkan bahwa AKI sebesar 359/100.000 kelahiran hidup, dan diperkirakan jumlah persalinan sekitar 4,55 juta/tahun (BKKBN, 2014). Dibandingkan dengan target, rasio kematian ibu yang merupakan salah satu indikator Millenium Development Goals (MDG’s) yang harus dicapai tahun 2015 yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup, maka AKI saat ini masih belum memenuhi target atau perlu diturunkan lagi (Kemenkes RI, 2013). Data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2013, AKI maternal sebesar 268 per 100.000 kelahiran hidup. Hasil Sensus Penduduk 2010, AKI di Sumatera Utara sebesar 328 per 100.000 kelahiran hidup, angka ini masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka nasional hasil SP 2010 sebesar 259 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Pemprovsu, 2014). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Binjai tahun 2013, menunjukkan jumlah kematian ibu sebanyak 4 orang dan di Puskesmas H.A.H. Hasan sebanyak 1 orang.
24
Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian antara lain kurang energi kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan(40%). Sedangkan berdasarkan laporan PWS tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%) (DepkesRI, 2009). Tingginya Angka Kematian Ibu di Indonesia membuat pemerintah menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas dalam pembangunan kesehatan. Secara global tampak dalam Millennium Development Goal’s (MDG’s), dimana 2 dari 8 tujuan MDG’s berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak, yakni menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu (WHO, 2012). Adapun usaha pemerintah dalam menurunkan AKI, yaitu dengan memantau dan mengevaluasi program asuhan kehamilan. Hal ini dipantau dari indikator cakupan layanan antenatal (Prawirohardjo, 2007). Antenatal caremerupakan kegiatan pengawasan wanita hamil untuk menyiapkan
ibu
hamil
sebaik-baiknya
baik
fisik
maupun
mental,
serta
menyelamatkan ibu dan bayi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (DepkesRI, 2009). Pentingnya pemeriksaan kehamilan melalui ANCkarena pada umumnya kehamilan berjalan normal tetapi dengan bertambahnya usia kehamilan cenderung berkembang menjadi komplikasi yang berisiko. Ibu hamil yang tidak melakukan ANC rentan mengalami gangguan kehamilan seperti anemia karena salah satu
25
kegiatan ANC adalah pemberian tablet besi (fe) sebanyak 90 tablet yang dapat mencegah anemia dalam kehamilan (Rukiyah, 2011). Cakupan layanan antenatal dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil K1 sampai kunjungan K4 dan pelayanan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4). Cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali sesuaijadwal yang dianjurkan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan (Kemenkes RI, 2013). K4 adalah indikator untuk melihat frekuensi yang merujuk pada periode trimester
saat
melakukan
pemeriksaan
kehamilan.
Kementerian
Kesehatan
menetapkanK4 sebagai salah satu indikatorANCDirektorat Bina Kesehatan Ibu, Kemenkes RI, 2010). Indikator K1 ideal dan K4 yang merujuk pada frekuensi dan periode trimester saat dilakukan ANC menunjukkan adanya keberlangsungan pemeriksaan kesehatan semasa hamil. Setiap ibu hamil yang menerima ANC pada trimester 1 (K1 ideal) seharusnya mendapat pelayanan ibu hamil secara berkelanjutan dari trimester 1 hingga trimester 3, tetapi pada kenyataanya cakupan K4 masih rendah. Cakupan K4 secara nasional adalah 70,4% dengan cakupan terendah adalah Maluku (41,4%) dan tertinggi di DI Yogyakarta (85,5%) (Depkes, 2013). Cakupan ANC menurut karakteristik menunjukkan bahwa semakin muda umur, semakin tinggi
26
pendidikan ibu, semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan dan tinggal di perkotaan, maka ibu cenderung untuk melakukan ANC(Depkes, 2013). Berdasarkan data dari Sumatera Utara tahun 2013 bahwa cakupan kunjungan K4 ibu hamil sebesar 87,9%, sedangkan target SPM (Standar Pelayanan Minimal) yang harus dicapai sebesar 95% tahun 2015. Cakupan K4 di Kota Binjai sebesar 76,5%, ini masih jauh dibawah target. Di Kota Binjai terdiri dari 8 (delapan) puskesmas dan yang memiliki rawat inap adalah Puskesmas Tanah Tinggi dan Puskesmas H.A.H.Hasan. Namun, puskesmas yang cakupan K4 paling rendah yaitu Puskesmas H.A.H. Hasan sebesar 88,9%, sedangkan target yang harus dicapai sebesar 95%. Rendahnya cakupan K4 pada ibu hamil disebabkan beberapa kemungkinan penyebab ibu tidak memeriksakan kehamilannya yaitu ibu seringkali tidak berhak memutuskan sesuatu, fasilitas untuk pelayanan antenatal tidak memadai. Beberapa ibu tidak mengetahui mereka harus memeriksakan kehamilannya, maka ibu tidak melakukannya, transportasi yang sulit, kurangnya dukungan tradisi dan keluarga, takhyul atau keraguan untuk memeriksakan kehamilan kepada petugas kesehatan, dan ketidakpercayaan dan ketidaksenangan pada tenaga kesehatan (Sofyan, 2006). Penyebab lain ibu tidak melakukan K4 adalah Ibu seringkali tidak berhak memutuskan, fasilitas untuk pelayanan antenatal tidak memadai, beberapa ibu tidak mengetahui
mereka
harus
memeriksakan
kehamilannya,
maka
ibu
tidak
melakukannya, transportasi yang sulit, Ibu dan atau anggota keluarganya tidak mampu membayar atau tidak mempunyai waktu untuk memeriksakan kehamilan.
27
Program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan agar ibu hamil melakukan paling sedikit empat kali kunjungan untuk pemeriksaan selama kehamilan, menurut jadwal 1-1-2 yaitu: paling sedikit sekali kunjungan dalam trimester pertama, paling sedikit sekali kunjungan dalam trimester kedua, dan paling sedikit dua kali kunjungan dalam trimester ketiga (Kemenkes, 2013). Kunjungan menunjukkan 88 % wanita hamil melakukan 4 kali atau lebih kunjungan pemeriksaan kehamilan. Wanita tinggal di perkotaan cenderung lebih tinggi memiliki kunjungan pemeriksaan kehamilan 4 kali atau lebih dibandingkan dengan wanita yang tinggal di pedesaan masing-masing 93% dan 83%. Tingkat pendidikan ibu dan status ekonominya memiliki hubungan positif dengan beberapa komponen pemeriksaan kehamilan. proporsi menerima informasi tentang komplikasi kehamilan meningkat dari 28 % diantara ibu dengan pendidikan tidak sekolah menjadi 64 persen diantara ibu yang berpendidikan Perguruan Tinggi (Depkes, 2013). Faktor yang mempengaruhi perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu hamil antara lain faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor kebutuhan. Faktor predisposisi berkaitan dengan karakteristik individu yang mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan, dan paritas. Faktor pemungkin berkaitan dengan status ekonomi serta keterjangkauan pelayanan kesehatan. Faktor kebutuhan adalah kelengkapan ketersediaan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Penelitian yang dilakukan Murniati (2007) menunjukkan bahwa pengetahuan ibu, keterjangkauan pelayanan, serta peranan petugas memiliki hubungan terhadap masalah kunjungan ibu hamil. Masalah ketersediaan pelayanan juga sangat
28
menentukan, dimana bidan-bidan di wilayah ini masih tergolong usia muda dan tidak berdomisili di desa, sehingga bidan tidak dapat menyediakan pelayanan antenatal secara berkala serta kurang dapat memantau perkembangan ibu hamil di desa-desa yang jauh dari jangkauan puskesmas. Hasil penelitian Riris (2010) menyatakan pemanfaatan antenatal oleh ibu hamil di Kelurahan pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli tengah masih buruk, hal ini dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, paritas, jarak
kehamilan.
Menurut
penelitian
Murniati
(2007),
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal (pemeriksaan kehamilan K1K4) oleh ibu hamil adalah umur, paritas, jarak kehamilan dan pengetahun. Hasil penelitian Salman (2013) menyatakan terdapat hubungan antara paritas, status ekonomi dan pengetahuan dengan rendahnya K4 ibu hamil pada pemeriksaan ANC. Kamadia (2013) dalam penelitiannya menyatakan ada hubungan tanda bahaya kehamilan dengan kepatuhan pemeriksaan kehamilan. Hasil penelitian Kasim (2007) menyatakan hubungan yang bermakna antara kehamilan, pendidikan, ekonomi, informasi dan rumor dengan seluruh ibu bersalin terhadap rendahnya angka cakupan K4 di Desa Sukarame Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur. Hasil penelitian Musyanat (2011) menyatakan rendahnya cakupan pemeriksaan K4 pada ibu hamil dipengaruhi oleh peran petugas kesehatan (OR= 5,2) dan pengetahuan ibu hamil (OR= 3,7).
29
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh faktorfaktor yang mempengaruhipemeriksaan K4 pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas H.A.H. Hasan di Kota Binjai Tahun 2015.
1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemeriksaan K4 pada ibu hamildi wilayah kerja PuskesmasH.A.H. Hasan di Kota Binjai Tahun 2015?.
1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan K4 pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas H.A.H. Hasan di Kota Binjai Tahun 2015.
1.4 Hipotesis Penelitian 1.
Faktor predisposisi (umur, paritas, interval kelahiran, pendidikan, pengetahuan dan sikap) yang mempengaruhi pemeriksaan K4 pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas H.A.H. Hasan di Kota Binjai Tahun 2015.
2.
Faktor pemungkin (dukungan suami, penghasilan, pembayaran, dukungan tenaga kesehatan, ketersediaan pelayanan,dan jarak) yang mempengaruhi pemeriksaan K4 pada ibu hamildi wilayah kerja Puskesmas H.A.H. Hasan di Kota Binjai Tahun 2015.
30
3.
Faktor kebutuhan (penyakit yang diderita, kehamilan masa lalu, rencana pengobatan, dan anemia) yang mempengaruhi pemeriksaan K4 pada ibu hamildi wilayah kerja Puskesmas H.A.H. Hasan di Kota Binjai Tahun 2015.
1.5 Manfaat Penelitian 1.
Bagi puskesmas dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan cakupan kunjungan K4 di wilayah kerjanya, dan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan.
2.
Bagi Masyarakat, sebagai masukan khususnya pada ibu hamil trimester III agar melakukan kunjungan pada pelayanan kesehatan
3.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat memberikan maanfaat sebagai informasi, perbandingan serta referensi bagi peneliti selanjutnya.