BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi Filum
: Chordata
Class
: Mammalia
Ordo
: Artiodactyla
Famili
: Bovidae
Genus
: Bos
Subgenus
: Bibos sondaicus
Sapi Bali adalah sapi potong asli Indonesia, hasil domestikasi banteng (bibos banteng). Sapi Bali berukuran sedang, memiliki dada dalam, tidak berpunuk, berkaki ramping. Cermin hidung, kuku, dan ujung bulu ekornya berwarna hitam. Kaki dibawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantat dan paha bagian dalam, berbentuk oval (white mirror). Punggungnya selalu ditemukan bulu berbentuk garis hitam (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor. Warna bulu Sapi Bali jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam legam setelah sapi mencapai dewasa kelamin, tetapi bagian yang berwarna putih tetap tidak ada perubahan, sedangkan sapi betina tetap berwarna merah bata (Utomo, 2012).
5
Ciri fisik Sapi Bali adalah berukuran sedang, berdada dalam dengan kaki yang bagus. Warna bulu merah bata dan coklat tua. Pada punggung terdapat garis hitam di sepanjang punggung yang disebut “garis belut” (Wiliamson dan Payne, dalam Purnomoadi dan Dartosukarno, 2012). Sapi Bali mempunyai ciri khas yaitu tidak berpunuk, umumnya keempat kaki dan bagian pantatnya berwarna putih. Pedet tubuhnya berwarna merah bata (Susilorini dkk, 2010).
B. Pemeliharaan Sapi Bali Sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi menjadi tiga, yaitu intensif, ekstensif, dan mixed farming system (sistim pertanian campuran). Pemeliharaan secara intensif dibagi menjadi dua yaitu (a) sapi dikandangkan secara terus-menerus dan (b) sapi dikandangkan pada saat malam hari, kemudian siang hari digembalakan atau disebut semi intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif adalah sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus-menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and curry, sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan system ekstensif. Kelemahan terletak pada modal yang dipergunakan lebih tinggi, masalah penyakit dan limbah peternakan (Susilorini dkk, 2010). Sistem intensif adalah sapisapi dikandangkan dengan seluruh pakan disediakan oleh peternak. Sapi diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepat besar dan gemuk. Kotorannya
6
pun biasa terkumpul dalam satu tempat sehingga mudah dibersihkan dan dimanfatkan untuk keperluan lain (Setiadi, 2001). Pada sistem pemeliharaan semi intensif, umumnya ternak dipelihara dengan cara sapi-sapi ditambatkan atau digembalakan di ladang, kebun, atau pekarangan yang rumputnya tumbuh subur pada siang hari. Sore harinya, sapi tersebut dimasukkan ke dalam kandang sederhana dan lainnya yang lantainya dari tanah yang dipadatkan. Malam hari, sapi diberi pakan tambahan berupa hijauan dapat juga ditambah pakan penguat berupa dedak halus yang dicampur dengan sedikit garam. Dalam hal perawatan, kadang sapi dibersihkan setiap hari atau minimal seminggu sekali. Sedangkan sistem ekstensif yaitu semua aktifitas mulai dari perkawinan, pembesaran, pertumbuhan, dan penggemukkan di padang pengembalaan (Susilorini dkk, 2010).
C. Dimensi Tubuh Bobot tubuh ternak merupakan hasil pengukuran dari proses tumbuh ternak yang dilakukan dengan cara penimbangan (Purnomoadi dan Dartosukarno, 2012). Sementara itu besarnya bobot badan dapat diukur melalui tinggi badan, lingkar dada, lebar dada (Sugeng dalam Purnomoadi dan Dartosukarno, 2012). Dimensi tubuh merupakan faktor yang erat hubungannya dengan penampilan seekor ternak. Dimensi tubuh seringkali digunakan didalam melakukan seleksi bibit, mengetahui sifat keturunan, tingkat produksi maupun dalam menaksir bobot badan.
7
Tingkat keakuratan yang didapat dalam menaksir bobot badan dengan menggunakan dimensi tubuh cukup akurat (Siregar dalam Prianto,2008). Bobot badan ternak berhubungan dengan pertumbuhan dan karkas yang dihasilkan, sedangkan bobot badan itu sendiri dipengaruhi sifat perdaging, perlemak, perototan, karkas, isi perut dan besarnya pertulangan kepala, kaki, dan kulit, umur dan jenis kelamin turut mempengaruhi bobot badan dan ukuran ternak. Bobot badan pada umumnya mempunyai hubungan positif dengan semua ukuran linier tubuh. Peubah tubuh merupakan ukuran-ukuran yang dapat dilihat pada permukaan tubuh sapi, antara lain, tinggi pundak, panjang badan, lebar dada, dada dalam dan lingkar dada (Natasasmita dalam Tillman, 1998). Pengukuran peubah tubuh sering digunakan untuk mengestimasi produksi, misalnya untuk pendugaan bobot badan (Zubaidah dalam Tillman, 1998) dan seringkali dipakai sebagai peubah teknis penentu
sapi
bibit.
Ukuran-ukuran
tubuh
juga
dapat
digunakan
untuk
menggambarkan ekor hewan sebagai ciri khas suatu bangsa. Kadarsih dalam Gunawan (2008) menyatakan bahwa ukuran linier tubuh yang dapat dipakai dalam memprediksi bobot badan sapi antara lain panjang badan, tinggi badan dan lingkar dada. Selama periode pertumbuhan, seekor ternak mengalami peningkatan bobot badan sampai dewasa dan perubahan bentuk yang disebut dengan pertumbuhan dan perkebangan (Tillman, 1998). Aspek pendewasaan(maturitas)tersebut (pertumbuhan dan perkembangan) disertai dengan adanya peningkatan tiga jaringan utama karkas yaitu tulang, otot dan lemak. Tulang akan meningkat pada laju pertumbuhan awal, kemudian akan diikuti 8
dengan perkembangan dan terakhir dengan adanya kandungan energi pakan yang diberikan, maka lemak akan mengalami peningkatan pesat. Meskipun perubahanperubahan yang terjadi ini adalah sama antar hewan hidup, namun waktu yang diperlukan adalah bervariasi antar spesies. Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya bobot badan, sedangkan bobot badan dapat diduga melalui tinggi badan, lingkar dada, panjang badan dan sebagainya. Kombinasi antar bobot badan dengan besarnya ukuran tubuh umumnya dapat dipakai sebagai ukuran pertumbuhan (Tillman,1998). 1. Faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh sapi. a. Umur Umur ternak berperan penting dalam perubahan dimensi tubuhnya. Ternak yang mendapat perlakuan dan manajemen pemeliharaan yang baik dari usia muda maka perubahan atau pertambahan dimensi tubuhnya akan bagus. Dimensi tubuh pedet jelas berbeda dengan dimensi tubuh sapi dara dan induk, hal tersebut membuktikan pengaruh umur terhadap dimensi tubuh (Siregar dalam Prianto, 2008). b. Pakan Tubuh hewan akan mampu bertahan hidup bila kesehatan terjamin. Tubuh hewan juga bisa semakin tumbuh menjadi besar dan bertambah berat. Sifat genetis yang dimiliki seperti kecepatan tumbuh, persentase karkas tinggi, proporsi tubuh besar, dan lain-lain terwujud. Pemberian pakan kepada ternak sapi ditujukan untuk
9
perawatan tubuh atau kebutuhan pokok hidup dan keperluan berproduksi (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Pakan adalah semua bahan makanan yang dapat diberikan kepada ternak dan tidak mengganggu kesehatan ternak. Kebutuhan ternak terhadap jumlah pakan tiap harinya tergantung dari jenis atau spesies, umur dan fase pertumbuhan ternak (dewasa, bunting dan menyusui). Penyediaan pakan harus diupayakan secra terusmenerus dan sesuai dengan standar gizi ternak tersebut. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi zat makaanan sehingga mudah terserang penyakit (Manurung dalam Prianto, 2008) Umumnya bahan pakan terdiri dari 2 macam, yaitu pakan berserat (roughages) dan pakan penguat (konsentrat). Kelompok bahan pakan berserat adalah hijauan (rumput alam, rumput budidaya, leguminosa, dan tanaman lainnya) serta limbah pertanian (jerami padi, daun/jerrami jagung, pucuk tebuh, dan lain-lain). Bahan pakan konsentrat terdiri dari biji-bijian, umbi-umbian, bahan pakan asal hewan, dan limbah industri pertanian. Pemberian bahan pakan tambahan (feed additive), berupa vitamin, mineral, antibiotik, hormon, enzim (Utomo, 2011). Setiap hewan ternak membutuhkan unsur pakan yang mempengaruhi syarat. Unsur-unsur pakan yang dimaksud meliputi protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air. Tubuh hewan akan mampu bertahan hidup dan kesehatannya terjamin karena setiap bahan baku pakan mengandung sejumlah energi yang dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan penambahan bobot badan. Kebutuhan pakan 10
untuk menjaga integritas jaringan tubuh dan mencukupi kebutuhan energy untuk proses esensial organisme hidup disebut dengan kebutuhan untuk hidup pokok. Apabila kebutuhan hidup pokok tidak terpenuhi dari pakan, maka kebutuhan tersebut dipenuhi dari degradasi jaringan (Tillman, 1998). Makin bertambah ukuran-ukuran tubuh seekor ternak maka makin bertambah bobot badannya. Menurut penelitian Aisah (2000) dalam Suin (2001) menyatakan bahwa nilai korelasi tertinggi diperoleh dari lingkar dada dengan ukuran-ukuran tubuh lainnya, oleh karena itu lingkar dada dapat dipakai sebagai criteria seleksi dalam memilih calon bibit sapi jantan maupun betina. Sedangakan dalam penelitian Purnomoadi dan Dartosukarno (2012) melakukan penelitian keeratan hubungan antara ukuran-ukuran tubuh untuk pendugaan bobot badan pada Sapi Bali betina yaitu materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor Sapi Bali betina poel 1, 20 ekor Sapi Bali betina poel 2, 20 ekor Sapi Bali betina poel 3 dan 20 ekor Sapi Bali betina poel 4. Data yang diperoleh diolah secara statistik untuk menentukan koefisien korelasi (r), koefisien determinasi (R2) dan menentukan persamaan regresi sederhana sebagai persamaan penduga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi pada tiap umur memiliki keeratan yang berbeda-beda. Keeratan hubungan paling tinggi pada poel 1 sebesar 0,92 antara lingkar dada dengan bobot badan. Keeratan hubungan antara tinggi pundak dengan bobot badan pada poel 3 sebesar 0,65. Keeratan hubungan antara panjang badan dengan bobot badan pada poel 1 dan poel 3 sebesar 0,78. Keeratan hubungan antara lebar dada dengan bobot badan paling tinggi pada poel 2 sebesar 0,42. Secara keseluruhan ukuran tubuh yang memiliki nilai 11
korelasi tinggi sebesar 0,92 adalah antara lingkar dada dengan bobot badan. Nilai korelasi (r) mendekati +1 menunjukkan adanya hubungan sangat kuat dan positif antara dua variabel. Kesimpulan yang diperoleh adalah hubungan antara bobot badan dengan ukuran-ukuran tubuh bervariasi menurut umur yang dinyatakan dengan poel dan nilai korelasi berkisar antara 0,15 hingga 0,92. Secara keseluruhan, lingkar dada memiliki keeratan yang lebih baik dibandingkan dengan tinggi pundak, panjang badan dan lebar dada.
D. Korelasi Korelasi yaitu hubungan antara dua individu atau ubahan/variabel. Hubungan ini dinyatakan dengan koefisien korelasi yang disingkat dengan r (Harjosubroto dkk, 1993). Menurut Dedy (2011) korelasi adalah salah satu teknik statistic yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang bersifat kuantitatif. Sedangkan menurut Darli (2012) korelasi merupakan metode untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan dua peubah atau lebih yang digambarkan oleh besarnya koefisien korelasi. Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variable (kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu (Sarwono, 2010). Hubungan dua variabel tersebut dapat terjadi karena adanya hubungan sebab akibat dapat juga karena kebetulan saja. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan pada variabel yang satu akan diikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur, dengan arah yang sama atau berlawanan. 12
Pamungkas (2012) menyatakan bahwa pemakaian ukuran lingkar dada dan panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat. Ukuran tubuh berbeda antar ternak, tetapi ada korelasi antar ukuran tubuh. Korelasi positif terjadi apabila peningkatan satu sifat menyebabkan sifat lain juga meningkat. Apabila satu sifat meningkat dan sifat lain menurun maka disebut korelasi negatif. Koefisien korelasi antara lingkar dada dengan bobot badan menduduki peringkat tertinggi, menyusul ukuran-ukuran tubuh lainnya (Soersono dalam Tillman, 1998). bobot badan dan lingkar dada berkorelasi positif dan merupakan fungsi umur, maka lingkar dada bobot badan ternak semakin meningkat dangan bertambahnya umur ternak, tetapi laju pertumbuhan bobot badan lebih cepat daripada laju pertumbuhan lingkar dada dan yang di utamakan adalah pertumbuhan rangkanya. White and Green dalam Wendri (2010) menyatakan bahwa koefisien korelasi antara lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak dengan bobot badan sangat tinggi dibandingkan dengan ukuran tubuh lainnya.
E. Regresi Analisis regresi digunakan untuk memprediksikan seberapa jauh perubahan nilai variabel dependen, bila nilai variabel independen dimanipulasi/dirubah-rubah atau dinaik-turunkan. Kuatnya hubungan antar variabel yang dihasilkan dari analisis korelasi dapat diketahui berdasarkan besar kecilnya koefisien korelasi yang harganya antara minus (-1) sampai dengan plus satu (+1). Koefisien korelasi yang mendekati (1) atau (+1) berarti hubungan variabel tersebut sempurna negative atau sempurna 13
positif. Bila koefisien korelasi (r) tinggi, pada umumnya koefisien regresi (b) juga tinggi, sehingga daya prediktifnya akan tinggi. Bila koefisien korelasi minus (-), maka pada umumnya koefisien regresi juga minus (-) dan sebaliknya. Sugiyono, 2012. Sugiarti (2012) menyatakan bahwa analisis regresi digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh satu variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel tidak bebas. Jika data hasil observasi terhadap sampel acak berukuran n telah tersedia, maka untuk mendapatkan persamaan regresi Y = a + bX, perlu dihitung a dan b dengan metode kuadrat kekeliruan terkecil.
14