BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993), sapi bali memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Phylum
: Chordata
Sub-phylum
: Vertebrata
Class
: Mamalia
Ordo
: Artiodactyla
Sub-ordo
: Ruminantia
Family
: Bovidae
Genus
: Bos
Species
: Bos sondaicus
Sapi asli Indonesia ini sudah lama didomestifikasi masyarakat Bali dan sekarang sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Akibat dari domestifikasi, ukuran sapi bali mengalami penurunan jika dibandingkan dengan banteng yang masih liar. Cara pemeliharaan di bali pada umumnya masih secara tradisional dan mendapatkan pakan dari hijauan pada tempat hidupnya, karena itu kondisi ekosistem lahan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan sapi dan pola beternak masyarakat (Darmadja, 1980; Batan , 2006; Abrianto, 2009).
6
7
Sapi bali berukuran sedang, dadabagian dalam dan kaki-kaki ramping, kulit berwarna merah bata, kuku dan rambut ujung ekor berwarna hitam, kaki dibawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih, kulit berwana putih juga ditemukan pada bagian pinggul dan pada bagian dalam berbentuk oval (garis putih). Pada punggung selalu ditemukan rambut hitam membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba sampai pangkal ekor. Sapi bali baik jantan maupun betina tidak memiliki punuk. Sapi bali jantan berwarna lebih gelap dibandingkan dengan betina. Warna rambut sapi bali jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi coklat tua atau hitam legam setelah sapi itu mencapai dewasa kelamin. Warna hitam dapat berubah menjadi coklat tua atau merah bata apabila sapi itu dikastrasi (Darmadja, 1980; Batan , 2006; Abrianto, 2009). Ambing sapi betina tidak begitu subur dan ditumbuhi bulu (Bandini, 2004). 2.2 Cacing Fasciola Penyakit parasit yang disebabkan oleh Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica dikenal dengan nama Fasciolosis. Hospes intermidier Fasciola sppialah siput Lymnea rubiginosa. Predileksi cacing Fasciola sppyang muda dihati dan cacing dewasa pada saluran empedu (Levine, 1990; Soulsby, 1982; Dunn, 1978). Predileksi cacing hati dewasa di dalam pembuluh empedu hati. Selain hidup dari cairan empedu, cacing juga akan merusak sel-sel epitel dinding empedu untuk menghisap darah, sedangkan cacing muda bermigrasi pada parenkim hati dan dapat merusak serta memakan parenkim hati kemudian bermigrasi ke pembuluh empedu.
8
Menurut Suhardono (2000) dan Martindah et al. (2005), sapi akan terinfeksi cacing Fasciola sppbila makan hijauan yang tercemar metaserkaria, yang merupakan larva infektif cacing tersebut. Sekitar empat bulan setelah metaserkaria dimakan, cacing akan tumbuh menjadi dewasa dan tinggal di dalam saluran empedu sapi. Cacing dewasa memproduksi telur dan keluar bersama feses. Pada kondisi lingkungan yang mendukung (air tergenang, suhu, pH), telur akan menetas (17hari) dan mengeluarkan mirasidium, yang aktif mencari induk semang antara, yaitu siput Lymnea sp. Di dalam tubuh siput, mirasidiumberubah menjadi sporosis dan seminggu kemudian menjadi redia yang siap keluar dari tubuh siput. Setelah keluar dari tubuh siput serkaria akan menempel pada jerami, rumput, atau tumbuhan air lainnya kemudian membentuk kista yang disebut metaserkaria (larva infektif). Bila termakan oleh sapi, metaserkaria didalam usus akan keluar dan menembus dinding usus menuju hati, dalam waktu 16 minggu akan tumbuh menjadi cacing dewasa dan memproduksi telur (Martindah dan Abdul Adjid, 2009; Soulsby, 1982). Siklus hidup Fasciola sppdapat dilihat pada Gambar 2.
9
Gambar 2 : Siklus Hidup Cacing Fasciola spp. (Sumber: Division of Parasitic Disease Center for Disease Control, 2006) 2.3 Gejala Klinis Gejala yang sering muncul pada sapi yang terinfeksi cacing Fasciola spp adalah gangguan pencernaan, ditandai dengan konstipasi dan diare yang hanya terlihat pada tingkat yang ekstrim (Soulsby, 1982). Pada infeksi cacing Fasciola sppakut ditandai dengan bulu kusam serta gangguan pencernaan berupa konstipasi dengan tinja kering, terjadi kekurusan karena nafsu makan menurun (Oka dkk., 2007). Sapi mengalami lemah dan anemia karena sifat dari Fasciola spp yang memperoleh makan dari jaringan hati dan darah (Iskandar, 2005). Migrasi parasit menimbulkan terjadinya hemorhagi, hematoma dan rupturhati, dan perusakan pada jaringan hati (Suardana dan Soejoedono, 2005). Pada infeksi cacing Fasciola spp kronik, gambarannya berupa kekurusan, kelemahan umum, anoreksia dan anemia (Subronto, 2007;Dunn, 1978). Oedema
10
submandi bula juga merupakan akibat anemia yang berat. Tinja cair atau setengah cair berwarna hitam juga sering diamati (Subronto, 2007). Bila penyakit bertambah parah akan menyebabkan tidak berfungsinya hati.