BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1
Modal Kerja Setiap perusahaan memerlukan modal kerja yang akan digunakan untuk
membiayai aktivitas perusahaan sehari-hari misalnya untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai, membayar upah tenaga kerja langsung, membayar hutang dan lain-lain. Kekurangan uang tunai (kas) akan menyebabkan perusahaan tidak mampu membayar kewajiban jangka pendek, sedangkan kekurangan persediaan akan memnyebabkan perusahaan tidak dapat memperoleh keuntungan karena calon pembeli tidak jadi membeli produk perusahaan. Perusahaan yang membiayai kebutuhan modal kerja dengan pinjaman, jika tidak dilakukan dengan perencanaan yang matang selain akan mengurangi laba yang seharusnya di peroleh, yang akan memberikan beban berat pada perusahaan diwaktu yang akan datang (Sundjaja, 2003 :186) Menurut Brigham dan Houston (2006 :131) Modal kerja adalah investasi sebuah perusahaan pada aktiva-aktiva jangka pendek (kas, sekuritas, persediaan, dan piutang). Menurut Wild (2005 :186), ada tiga konsep pengertian modal kerja : a. Konsep Kuantitatif Konsep kuantitatif menyebutkan bahwa modal kerja adalah seluruh aktiva lancar. Dalam konsep ini adalah bagaimana mencukupi kebutuhan dana untuk membiayai operasi perusahaan jangka pendek. Konsep ini sering disebut dengan modal kerja kotor (gross working capital ).
13
Universitas Sumatera Utara
b. Konsep Kualitatif Konsep kualitatif merupakan konsep yang menitikberatkan kepada kualitas modal kerja. Konsep ini melihat selisih antara jumlah aktiva lancar dengan kewajiban lancar (net working capital ). Keuntungan konsep ini adalah terlihatnya tingkat likuiditas perusahaan. Aktiva lancar yang lebih besar dari kewajiban lancar menunjukkan kepercayaan para kreditor kepada pihak perusahaan sehingga kelangsungan operasi perusahaan akan lebih terjamin dengan dana pinjaman dari kreditor. c.
Konsep Fungsional Konsep fungsional menekankan kepada fungsi dana yang dimiliki perusahaan dalam memperoleh laba. Artinya sejumlah dana yang dimiliki dan digunakan perusahaan untuk meningkatkan laba perusahaan. Semakin banyak dana yang digunakan sebagai modal kerja seharusnya dapat dapat meningkatkan perolehan laba. Demikian sebaliknya, jika dana yang digunakan sedikit, laba pun akan menurun. Akan tetapi kenyataannya terkadang kejadiannya tidak selalu demikian. Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membiayai
operasinya sehari-hari, dimana uang atau dana yang telah dikeluarkan tersebut diharapkan dapat kembali lagi masuk ke dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya.
14
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Pentingnya Modal Kerja yang Cukup Modal kerja yang cukup akan menguntungkan perusahaan, di samping memungkinkan bagi perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis atau efisien dan perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan juga akan memberikan beberapa keuntungan (Munawir, 2004 :116). Manfaat dari tersedianya modal kerja yang cukup adalah: 1.
Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai aktiva lancer, misalnya seperti adanya kerugian karena debiur tidak membayar.
2.
Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya tepat pada waktunya.
3.
Memungkinkan perusahaan untuk dapat membeli barang dengan tunai sehingga dapat memetik keuntungan berupa potongan harga.
4.
Menjamin perusahaan memiliki credit standing dan dapat mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya seperti adanya kebakaran, pencurian, dan sebagainya.
5.
Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna melayani permintaan konsumennya.
6.
Memungkinkan perusahaan untuk dapat memberikan syarat kredit yang menguntungkan kepada para pelanggan.
7.
Memungkinkan perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan baku, jasa, dan supplies yang dibutuhkan.
15
Universitas Sumatera Utara
8. Memungkinkan perusahaan untuk mampu bertahan dalam periode resesi atau depresi. 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Modal Kerja Menurut Hampton (1989:180) besarnya modal kerja yang dibutuhkan suatu perusahaan tergantung pada beberapa hal, yaitu: a. Besar kecilnya skala suatu perusahaan Kebutuhan modal kerja pada perusahaan besar berbeda dengan perusahaan kecil. Perusahaan besar mempunyai keuntungan akibat lebih luasnya sumber pembiayaan yang tersedia dibandingkan dengan perusahaan kecil yang sangat bergantung pada beberapa sumber saja. Pada perusahaan kecil, tidak tertagihnya beberapa piutang para langganan dapat sangat mempengaruhi unsur-unsur modal kerja lainnya seperti kas dan persediaan. b. Aktivitas perusahaan Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa tidak mempunyai persediaan barang dagangan sedangkan perusahaan yang menjual persediaannya secara tunai tidak memiliki piutang dagang. Hal ini mempengaruhi tingkat perputaran dan jumlah modal kerja suatu perusahaan. c. Volume penjualan Volume penjualan merupakan faktor yang sangat penting yang mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Bila penjualan meningkat maka kebutuhan modal kerja juga akan meningkat demikian pula sebaliknya.
16
Universitas Sumatera Utara
d. Perkembangan teknologi Kemajuan teknologi, khususnya yang berhubungan dengan proses produksi akan mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Otomatisasi yang mengakibatkan proses produksi yang lebih membutuhkan persediaan bahan baku yang lebih banyak agar kapasitas maksimum dapat tercapai, selain itu akan membuat perusahaan mempunyai persediaan barang jadi dalam jumlah yang lebih banyak pula bila tidak diimbangi dengan pertambahan penjualan yang besar. e. Sikap perusahaan terhadap likuiditas dan profitabilitas Adanya biaya dari semua dana yang digunakan perusahaan mengakibatkan jumlah modal kerja yang relatif besar mempunyai kecenderungan untuk mengurangi laba perusahaan, tetapi dengan menahan uang kas dan persediaan barang yang lebih besar akan membuat perusahaan lebih mampu untuk membayar transaksi yang dilakukan dan risiko kehilangan pelanggan tidak terjadi karena perusahaan mempunyai persediaan barang yang cukup. 2.1.4
Jenis-jenis Modal Kerja Menurut Taylor (2004: 132) modal kerja dapat digolongkan dalam dua
jenis yaitu: 1.
Modal kerja permanen (permanent working capital) Modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya. Modal kerja permanen ini dapat dibedakan dalam: a. Modal kerja primer Modal kerja primer adalah jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya.
17
Universitas Sumatera Utara
b. Modal kerja normal Modal kerja normal adalah jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal. 2.
Modal kerja variable (variable working capital) Modal kerja variabel adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja ini dibedakan dalam: a. Modal kerja musiman Modal kerja musiman merupakan modal kerja yang jumlahnya berubahubah disebabkan karena fluktuasi musim. b. Modal kerja siklus Modal kerja siklus merupakan modal kerja yang jumlah kebutuhannya dipengaruhi oleh konjungtur. c. Modal kerja darurat Modal kerja yang besarnya berubah karena keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak.
2.1.5
Manajemen Modal Kerja Manajemen modal kerja berkenaan dengan management current account
perusahaan (aktiva lancar dan utang lancar). Manajemen modal kerja ini merupakan salah satu aspek terpenting dari keseluruhan pembelanjaan perusahaan. Menurut Weston dan Brigham (2004 :133) manajemen modal kerja mengacu pada semua aspek penatalaksanaan aktiva lancar dan utang lancar.
18
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan manajemen modal kerja Menurut Weston & Copeland (1999: 327) manajemen modal kerja merupakan kegiatan yang mencakup semua fungsi manajemen atas aset lancar dan kewajiban jangka pendek yang terdapat dalam perusahaan agar mampu membiayai pengeluaran untuk operasi sehari-hari. Tujuan manajemen modal kerja adalah mengelola aset lancar dan utang lancar sehingga diperoleh modal kerja netto yang layak dan menjamin tingkat profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu, seorang manager diharapkan mampu mengelola manajemen perusahaan agar pemenuhan modal kerja dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Menurut Eljelly (2004), menyatakan manajemen modal kerja memegang peranan penting dalam membuat perbandingan likuiditas dan profitabilitas perusahaan, yang melibatkan pengambilan keputusan terkait jumlah dan komposisi aktiva lancar dan membiayai aktiva tersebut. Kekurangan modal kerja dalam meningkatkan penjualan dan produksi akan berakibat pada hilangnya potensi pendapatan dan laba yang mungkin diperoleh sehingga timbul pula kemungkinan perusahaan akan terseret ke dalam keadaan insolvent (tidak mampu membayar kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo). Perusahaan yang tidak memiliki modal kerja yang cukup, tidak akan mampu melunasi kewajiban jangka pendeknya tepat waktu dan akan dihadapkan pada masalah likuiditas. Manajemen modal kerja juga menjadi penting, karena berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:
19
Universitas Sumatera Utara
1.
Beberapa penelitian telah memberikan indikasi bahwa sebagian besar waktu manajer keuangan dihabiskan dalam kegiatan internal perusahaan dari hari ke hari dan ini merupakan bagian dari manajemen modal kerja.
2.
Jika lebih dari separuh total aktiva perusahaan merupakan aktiva lancar sebagai bagian dari investasi yang besar dan mudah diuangkan, maka aktiva lancar memerlukan perhatian yang seksama dari manajer keuangan.
3.
Hubungan antara tingkat pertumbuhan penjualan dan kebutuhan akan permodalan aktiva lancar adalah dekat dan langsung.
4.
Manajemen modal kerja sangat penting terutama bagi perusahaan kecil. Meskipun perusahaan kecil dapat mengurangi investasi aktiva tetapnya
namun mereka tidak dapat menghindari kebutuhan akan kas, piutang dan persediaan. Karena akses ke pasar modal relatif terbatas, maka penekanan harus ditujukan pada utang dan piutang dagang dan pinjaman bank jangka pendek (Weston & Copeland 1999 :324). Ada dua prinsip mendasar dari pendanaan operasional dalam menajemen modal kerja (Horne, 2005 :313), yaitu kemampuan memperoleh laba berbanding terbalik dengan likuiditas dan kemampuan memperoleh laba searah dengan resiko. Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin kontinuitas operasi dari perusahaan secara efisien dan ekonomis. Bilamana modal kerja terlalu besar, maka dana yang tertanam dalam modal kerja melebihi kebutuhan, sehingga mengakibatkan adanya dana menganggur (idle fund), karena dana tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk keperluan lain dalam rangka peningkatan laba.
20
Universitas Sumatera Utara
2.1.6
Efisiensi Efisiensi adalah ketepatan cara antara (usaha dan kerja) dalam
menjalankan sesuatu dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya dan kegunaannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003 :284). Efisiensi dalam pekerjaan adalah perbandingan terbaik antara suatu kerja dengan hasil yang dicapai. Perbandingan ini dapat dilihat dari dua segi : (a) segi hasil (b) segi usaha. Segi hasil adalah suatu kegiatan yang dapat disebut efisien kalau dengan usaha tertentu memberikan hasil yang maksimal, baik mutu maupun hasilnya. Segi usaha adalah suatu kegiatan disebut efisien kalau hasil tertentu tercapai dengan usaha yang maksimal. Pengertian usaha dapat dikembangkan dengan unsur-unsur antara lain pikiran, jasmani, dan benda termasuk uang, sedangkan efisiensi menurut Drucker dalam Trisnawati (2005:7) adalah mengerjakan pekerjaan
yang benar (doing things right). Efisiensi bertujuan untuk
meminimalkan biaya-biaya dalam proses operasional perusahaan. Efisiensi modal kerja berarti ukuran seberapa baik suatu perusahaan menggunakan modal kerja yang dimilikinya dengan meminimalkan biaya-biaya yang digunakan dalam operasional perusahaan. Efisien yang dimaksud penelitian ini adalah efisiensi manajemen modal kerja. 2.1.7
Efisiensi Manajemen Modal Kerja Efisiensi Manajemen modal kerja merupakan salah satu upaya perusahaan
untuk mengelola modal kerja sehingga setiap dana yang dioperasikan oleh suatu perusahaan dapat terarah secara efektif dan dana operasi dapat segera kembali dengan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Efisiensi manajemen modal
21
Universitas Sumatera Utara
kerja adalah kemampuan perusahaan untuk mengelola modal kerja yang ada, sehingga dapat meningkatkan kemakmuran pada perusahaan, manajemen modal kerja yang efisien yaitu mengupayakan agar modal kerja yang tersedia tidak kelebihan dan tidak juga kekurangan. Alat yang digunakan untuk mengukur efisiensi manajemen modal kerja yaitu
Cash Conversion Cycle (Siklus Konversi Kas). Cash Conversion Cycle (Siklus Konversi Kas) adalah alat yang digunakan untuk mengukur waktu yang diperlukan perusahaan untuk mengumpulkan kas yang berasal dari hasil kegiatan operasi perusahaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap jumlah dana yang digunakan untuk disimpan pada current assets. Pengelolaan modal kerja yang efektif dalam suatu perusahaan dapat dilihat dari indikator siklus konversi kasnya (CCC) Deloof (2003), Gill, Biger dan Mathur (2010) dan Enqvist, Graham dan Nikkinen (2012). Perusahaan dengan pengelolaan modal kerja yang efektif dan efisien dapat dilihat dari siklus konversi kasnya yang semakin pendek. Perusahaan dengan siklus konversi kas yang pendek mengindikasikan perusahaan mampu mengumpulkan piutangnya dengan cepat dan membayar supplier lebih lambat namun dengan tetap menjaga kredibilitasnya. Hal ini akan berdampak pada profitabilitas dan likuiditas yang optimal. Cash Conversion Cycle dapat di perpendek dengan cara memperpanjang umur pembayaran utang. Namun perlu dicatat, manajemen diharapkan dapat memperlambat pembayaran utang tanpa merusak reputasi dan kredibilitasnya. Dalam arti pelambatan pembayaran utang hanya boleh dilakukan sampai batas maksimum pembayaran utang yang telah diijinkan oleh kreditornya, dengan 22
Universitas Sumatera Utara
memperlambat pembayaran utang maka perusahaan dapat memanfaatkan dana yang ada untuk keperluan lainnya ataupun dapat disimpan dalam investasi jangka pendek yang bersifat likuid sehingga akan mendatangkan pemasukan bagi perusahaan. Perusahaan
dapat meningkatkan laba dengan mempersingkat siklus
konversi kas secepat mungkin tanpa mengganggu operasi, karena siklus konvesi kas yang pendek dapat mengurangi besarnya pembiayaan eksternal ataupun internal yang dibutuhkan. Menurut brigham dan Houston (2006 :566), model siklus konversi kas terdiri atas 3 komponen yang menyusunnya yaitu periode piutang, periode persediaan, dan periode utang perusahaan. 2.1.8
Inventory Conversion Period Inventory Conversion Period merupakan jangka waktu sejak pembelian
bahan baku yang kemudian diolah menjadi barang jadi untuk dijual. Dalam mengelola persediaan, muncul biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan. (Brealey et al., 2007 :143). Berdasarkan hal tersebut maka periode persediaan harus dipercepat agar dapat menekan biaya-biaya tersebut sehingga hal ini akan dapat menguntungkan bagi perusahaan (Syamsuddin, 2009 :205). Di sisi lain perusahaan harus menjaga agar tidak terjadi kehabisan persediaan yang berakibat perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan. (Syamsuddin, 2009 :234). Menurut Brigham dan Houston (2004 :567) periode konversi persediaan dapat diukur dengan cara membagi inventory dengan sales kemudian dikali 365.
23
Universitas Sumatera Utara
Upaya mempercepat periode persediaan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dikarenakan pengelolaan persediaan ini menimbulkan biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan. Dengan mempercepat periode ini maka dapat mengurangi biaya-biaya yang harus ditanggung perusahaan sehingga hal ini dapat menguntungkan perusahaan. Akan tetapi harus diwaspadai agar tidak terjadi kehabisan persediaan yang berakibat perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan. 2.1.9
Receivables collection period Receivables collection period merupakan jangka waktu sejak barang jadi
dijual secara kredit hingga penerimaan kas dari pengumpulan piutang. Adanya piutang berarti terdapat kas yang terikat didalamnya sehingga harus segera dibebaskan agar tersebut dapat segera digunakan untuk kepentingan-kepentingan perusahaan
terutama
untuk
investasi
yang
menguntungkan
perusahaan
(Syamsuddin, 2009 :242). Berdasarkan hal tersebut maka periode ini harus dipercepat agar dapat memberi keuntungan bagi perusahaan. Akan tetapi terdapat resiko perusahaan kehilangan pelanggan akibat upaya yang agresif dengan mempercepat pengumpulan piutang (Syamsuddin, 2009 :273). Menurut Brigham dan Houston (2004 :567) periode pengumpulan piutang dapat diukur dengan cara membagi piutang usaha dengan penjualan kemudian dikali 365.
24
Universitas Sumatera Utara
Upaya mempercepat periode piutang akan menguntungkan perusahaan dikarenakan kas yang terikat dalam piutang dapat segera dibebaskan dan kembali digunakan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya termasuk untuk digunakan pada kesempatan yang menguntungkan. Akan tetapi upaya ini menandakan upaya yang agresif dari perusahaan untuk mengumpulkan piutangnya yang dapat berakibat perusahaan kehilangan pelanggan di kemudian hari. 2.1.10 Payables Defferal Period Payables deferral period
merupakan jangka waktu sejak pembelian
bahan baku hingga dilakukan pembayaran atas bahan baku yang dibeli tersebut. Utang usaha pada dasarnya menguntungkan bagi perusahaan karena dapat menggunakan bahan baku tanpa harus membayar terlebih dahulu. (Brealey et al., 2007:171),
jika
pembayarannya
diperlambat
maka
hal
ini
semakin
menguntungkan perusahaan. Akan tetapi perusahaan harus tetap menjaga relasi yang baik dengan pemasok dan tetap memanfaatkan potongan tunai yang menguntungkan perusahaan. (Syamsuddin, 2009 :234) . Menurut Brigham dan Houston (2004 :567) periode pembayaran utang dapat diukur dengan cara membagi utang lancar dengan harga pokok penjualan dikali 365.
Account payable merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan yang bersifat jangka pendek (Gitman 2011 :682). Payable Deferral Period merupakan jangka waktu yang dibutuhkan perusahaan dalam melakukan
25
Universitas Sumatera Utara
pembayaran atas hutang-hutangnya. Apabila perusahaan membayar mampu menunda pembayaran hutang-hutangnya tanpa meningkatkan biaya operasi maka profitabilitas perusahaan akan semakin tinggi (Brigham dan Houston 2009 :496). 2.1.11 Cash Conversion Cycle Menurut Brigham dan Houston (2004 :568), siklus konversi kas dapat dipersingkat dengan cara: 1. Mengurangi periode konversi persediaan dengan memproses dan menjual barang secara lebih cepat. 2. Mengurangi periode penerimaan piutang dengan mempercepat penagihan, atau 3. Memperpanjang periode pembayaran utang dengan memperlambat pembayaran yang dilakukan. Sedangkan menurut Gitman ( (2012: 641), cash conversion cycle (CCC) adalah lama waktu yang dibutuhkan sebuah perusahaan umtuk mengkonversi kas yang diinvestasikan dalam operasinya menjadi penerimaan kas sebagai hasil dari kegiatan operasinya. Menurut Brigham dan Houston (2004 :568) siklus konversi kas dapat diukur dengan menambahkan inventory conversion period dan receivable collection period kemudian hasilnya dikurangi dengan payables deferral period.
26
Universitas Sumatera Utara
Perusahan
akan
mendapatkan
keuntungan
dengan
mempercepat
penerimaan kas dan memperlambat pengeluaran kas untuk pembayaran utang. Perusahaan akan memperlambat pengeluaran kas atau pembayaran utang. Perusahaan akan mempercepat penerimaan kas untuk dapat menggunakan uang tersebut lebih cepat untuk meningkatkan efesiensi yang pada akhirnya meningkatkan
profitabilitas.
Sebaliknya,
perusahaan
berusaha
menunda
pembayaran hutang selama yang mereka bisa tanpa harus menurunkan kepercayaan kreditor sehingga perusahaan mampu meningkatkan manfaat kas yang telah didapatkan (Horne dan Wachowiz, 2008: 223). Cash conversion period merupakan kombinasi dari penjumlahan inventories conversion period dengan reivables collection period dikurangi payable deferral period. Menurut Brigham dan Houston (2006: 568) mengemukakan bahwa mempersingkat cash conversion cycle akan menghasilkan profitabilitas yang lebih tinggi. Jika sebuah perusahaan menjual lebih cepat, mengumpulkan piutang lebih cepat, dan membayar hutang lebih lama tanpa mempengaruhi penjualan dan meningkatkan biaya operasional, maka periode pengumpulan kas akan berkurang, biaya bunga akan berkurang, biaya bunga akan dapat dikurangi dan profit akan meningkat. Berdasarkan uraian tersebut maka dalam suatu siklus konversi kas, periode piutang dan periode persediaan harus dikelola secepat mungkin sedangkan periode utang harus diperlambat sehingga upaya-upaya ini dapat mempersingkat siklus konversi kas dan pada akhirnya akan berpengaruh pada peningkatan profitabilitas perusahaan.
27
Universitas Sumatera Utara
2.1.12 Firm Size Menurut Rajan dan Zingales (2005:83), ada tiga teori yang secara implisit menjelaskan hubungan antara ukuran perusahaan dan tingkat keuntungan, antara lain : a. Teori teknologi, yang menekankan pada modal fisik, economies of scale, dan lingkup sebagai faktor-faktor yang menentukan besarnya ukuran perusahaan yang optimal serta pengaruhnya terhadap profitabilitas. b. Teori organisasi, menjelaskan hubungan profitabilitas dengan ukuran perusahaan yang dikaitkan dengan biaya transaksi organisasi, didalamnya terdapat teori critical resources c. Teori institusional mengaitkan ukuran perusahaan dengan faktor-faktor seperti sistem perundang-undangan, peraturan anti-trust, perlindungan patent, ukuran pasar dan perkembangan pasar keuangan Perusahaan yang berukuran besar memiliki peluang yang besar untuk memiliki sumber pendanaan dari berbagai sumber, sehingga untuk mendapatkan pinjaman dari kreditur akan lebih mudah karena perusahaan yang berukuran besar mempunyai probabilitas yang lebih besar untuk bersaingan atau bertahan dalam industri. Ukuran perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total assets, log size, nilai pasar saham dan lain-lain (Putri, dkk. 2014). 2.1.13 Status Perusahaan (Perusahaan BUMN dan BUMS) Berdasarkan peraturan pemerintah ada dua bentuk perusahaan di indonesia yaitu Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Bentuk perusahaan ini didasarkan pada kepemilikannya. Berdasarkan
28
Universitas Sumatera Utara
undang-undang Republik Indonesia no.19 tahun 2003 tentang BUMN, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebahagian besar modalnya adalah milik negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasioal, disamping badan usaha milik swasta dan koperasi. Dalam menjalakan kegiatan usahanya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dan koperasi menajalankan peran saling mendukung bedasarkan demokrasi ekonomi. Berdasarkan UUD 1945 pasal 33, bidang- bidang usaha yang diberikan kepada pihak swasta adalah mengelola sumber daya ekonomi yang bersifat tidak vital dan strategis atau yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) adalah badan usaha yang modalnya dimiliki oleh swasta. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dibedakan menajadi Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dalam negeri dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) luar negeri. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dalam negeri adalah badan usaha yang modalnya dimiliki oleh masyarakat dalam negeri. Sedangkan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) luar negeri adalah badan usaha yang modal usahanya dimilikimoleh masyarakat luar negeri. 2.1.14 Profitabilitas Dalam kegiatan operasional perusahaan, profit merupakan elemen penting dalam menjamin kelangsungan perusahaan. Dengan adanya kemampuan memperoleh laba dengan menggunakan semua suber daya perusahaan maka
29
Universitas Sumatera Utara
tujuan-tujuan perusahaan akan dapat tercapai. Penggunaan semua sumber daya tersebut akan memungkinkan perusahaan untuk memperoleh laba yang tinggi. Profitabilitas merupakan hak yang penting bagi perusahaan karena disamping dapat menilai efisiensi kerja, juga merupakan alat untuk meramalkan laba masa yang akan datang dan merupakan alat pengendali bagi manajemen. Dengan berpedoman pada profitabilitas, manajemen dapat mengambil dan menentukan langkah yang tepat untuk meningkatkan profitabilitas dimasa yang akan datang. Profitabilitas merupakan hal yang sangat penting dan menjadi salah satu fokus utama bagi perusahaan yang berorientasi terhadap laba. Kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan ini merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan perusahaan agar dapat terus bertahan dan tumbuh serta berkembang dalam menjalankan bisnisnya (Syamsuddin, 2009 :59). Perusahaan harus dapat mengelola bisnisnya secara efisien agar sumber daya yang digunakan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya tidak lebih besar dari hasil yang diterima perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2006 :107), rasio profitabilitas merupakan sekelompok rasio yang menunjukkan gabungan efek-efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil-hasil operasi. Terdapat beberapa jenis rasio yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan, yaitu:
30
Universitas Sumatera Utara
a. Gross Profit Margin Gross profit margin mengukur besarnya persentase dari laba kotor yang dapat dihasilkan dari setiap penjualan. Semakin tinggi gross profit margin, maka semakin baik. Gross profit margin dapat dihitung dengan rumus:
b. Operating Profit Margin Operating profit margin mengukur besarnya persentase dari laba kotor yang dapat dihasilkan dari setiap penjualan setelah terlebih dahulu dikurangi dengan beban dan biaya operasi perusahaan. Semakin tinggi rasio operating profit margin, maka semakin baik. Operating Profit Margin dapat dihitung menggunakan rumus:
c. Net Profit Margin Net Profit Margin mengukur besarnya persentase laba bersih yang dapat dihasilkan dari setiap penjualan. Net profit margin dapat dihitung seperti berikut:
31
Universitas Sumatera Utara
d. Return on Assets (ROA) Return on Assets (ROA), sering pula disebut sebagai Return on Investment (ROI). ROA mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan dalam menghasilkan laba berdasarkan aktiva yang tersedia. Semakin tinggi rasio ROA, semakin baik. ROA dapat dihitung dengan rumus:
e. Return on Equity (ROE) Return on Equity mengukur besarnya persentase pengembalian atas investasi yang telah dilakukan oleh para pemegang saham di suatu perusahaan. ROE dapat dihitung dengan rumus:
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan. Dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya menggunakan satu cara yaitu memakai rasio Gross Profit Margin untuk mengukur profitabilitas perusahaan. Menurut (Gitman, 2009 :68), Gross Profit margin (GPM) untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan kotor terhadap penjualan bersihnya. Ini merupakan ukuran efisiensi operasi perusahaan dan juga indikasi penetapan harga produk.
32
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Penelitian Terdahulu Secara ringkas penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya dan berhubungan dengan Efisiensi Manajemen Modal Kerja dan Profitabilitas adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No 1
2
Nama Peneliti/ Tahun Falope dan Ajilor/2009
Niken Hastuti /2010
Judul Penelitian
Metode Analisis
Variabel
Hasil
Working Capital Management and Corporate Profitability: Evidence From Panel Data Analysis Of Selected Quoted Companies in Nigeria
analisis regresi dan Pearson Corelation.
Variabel dependen: ROA. Variabel independen; Periode pengumpulan piutang, periode Konversi persediaan, periode penangguhan utang,siklus konversi kas,ukuran perusahaan,pertumb uhan penjualan, rasio utang.
Terdapat hubungan negatif antara periode penangguhan utang, periode pengumpulan piutang dan periode konversi persediaan terhadap profitabilitas.
Analisis Pengaruh Periode Perputaran Persediaan, Periode Perputaran Utang Dagang, Rasio Lancar, Leverage, Pertumbuhan Penjualan Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas Perusahaan ( Studi Pada : Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Pada Tahun 2006-2008)
Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel Dependen : ROA
Variabel periode Perputaran persediaan, periode perputaran utang dagang, rasio lancar dan leverage memiliki koefisien regresi yang negatif. Sedangkan pertumbuhan penjualan dan ukuran perusahaan memiliki koefisien regresi yang positif.
Variabel Independen : periode perputaran persediaan, periode perputaran utang dagang, rasio lancar, rasio utang, pertumbuhan penjualan dan ukuran perusahaan
33
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 No 3
4
Nama Peneliti/ Tahun Saghir, Hasmi, & Hussain/20 11
Danang Rosyid/201 2
Judul Penelitian
Metode Analisis
Variabel
Working Capital Management And Profitability: Evidence From Pakistan Firm
Analisis Pearson Corelation &Analisis regresi
Variabel dependen: ROA
“Analisis Pengaruh Periode Konversi Persediaan, Periode Pengumpulan Piutang, Periode Penangguhan Utang, Rasio Utang Terhadap Profitabilitas (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode Tahun 2008 – 2010)”
Analisis Regresi Linier berganda
Variabel ROA
Variabel Independen : Periode pengumpulan piutang, periode konversi persediaan,periode penangguhan utang
dependen:
Variabel Independen: periode konversi persediaan, periode pengumpulan piutang, periode penangguhan utang, rasio utang.
Hasil Penurunan profitabilitas yang Dihubungkan dengan Peningkatan periode penangguhan utang Terdapat hubungan negatif periode pengumpulan piutang dan periode konversi persediaan terhadap profitabilitas
Variabel periode konversi persediaan, periode pengumpulan piutang dan rasio utang yang memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA. Sedangkan variabel yang lain, periode penangguhan utang tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.
34
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 No 5
6
Nama Peneliti/ Tahun Suhendi /2012
R.rr Ken Berlian Kautsari (2013)
Judul Penelitian
Metode Analisis
Variabel
Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur Sektor Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Analisis Regresi Linier berganda
Variabel dependen: net profit margin
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap profitabilitas perusahaan Rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Analisis Regresi Linier berganda
Variabel dependen: ROA
Variabel independen: cash conversion cycle dan perputaran kas
Variabel independen: periode perputaran persediaan, Periode piutang Konversi, Periode Penangguhan Hutang, dan siklus konversi kas. Variabel kontrol: utang dan ukuran perusahaan.
Hasil Hasil penelitian menyimpulkan bahwa cash conversion cycle dan perputaran kas baik secara parsial maupun simultan mempunyai pengaruh terhadap net profit margin sebagai ukuran profitabilitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada yang kuat hubungan negatif antara periode perputaran persediaan, Piutang Periode Konversi, dan siklus konversi kas dan laba atas aset perusahaan. Periode Penangguhan hutang tidak mempengaruhi pada laba atas aset perusahaan. Ini berarti bahwa sebagai siklus konversi kas meningkatkan hal itu akan menyebabkan penurunan return on asset perusahaan.
35
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 No 7
8
Nama Peneliti/ Tahun Werner R. Murhadi/20 13
Mr. N.Suresh Babu/2014
Judul Penelitian
Metode Analisis
Variabel
Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan di Bursa Efek Indonesia
Analisis Regresi Linier berganda
Variabel dependen: Gross Profit Margin
“Study on the Working Capital Management Efficiency in Indian Leather Industry- An Empirical Analysis”
Regresi Linier berganda
Variabel dependen: profitability (ROA) Variabel independen: the inventory conversion period (ICP), the average collection period (ACP), the average payment period (APP), and the cash conversion Cycle (CCC)
Variabel independen: account payable deferral period, accounts receivable conversion period, dan inventories conversion period.
Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa siklus konversi kas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Komponen dari siklus konversi kas yakni lamanya periode pengumpulan piutang juga tidak mempengaruhi profitabilitas , sedangkan komponen dari siklus konversi kas lainnya yaitu periode pembayaran pembayaran hutang dan konversi persediaan berpengaruh positif signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas memiliki hubungan positif signifikan persediaan periode konversi dan signifikan positif hubungan periode penagihan ratarata. Bahkan meskipun, periode pembayaran ratarata dan konversi kas siklus yang signifikan berhubungan negatif dengan profitabilitas.
36
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 No 9
2.3
Nama Peneliti/ Tahun Muhammad Fauzan/2015
Judul Penelitian Pengaruh Pengelolaan Modal Kerja (siklus konversi kas) terhadap Profitabilitas Perusahaan
Metode Analisis Regresi Linier berganda
Variabel Variabel Dependen: ROA Variabel Independen: Days of Sales Outstanding , Days of Inventory Outstanding , dan Days of Payable Outstanding
Hasil Dalam pengujian hipotesis uji t menunjukkan sub variabel Days of Sales Outstanding berpengaruh terhadap Return On Asset. Sub variabel Days of Inventory Outstanding tidak berpengaruh terhadap Return On Asset. Sub variabel Days of Payable Outstanding berpengaruh terhadap Return On Asset. Sedangkan berdasarkan uji f menunjukkan bahwa sub variabel Days of Sales Outstanding, Days of Inventory Outstanding, dan Days of Payable Outstanding berpengaruh terhadap Return On Asset.
Kerangka Konseptual Untuk dapat mengetahui secara jelas tentang alur dari penelitian ini,
dibutuhkan kerangka konseptual. Kerangka konseptual atau kerangka teoretis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting telah diketahui dalam suatu masalah tertentu (Erlina, 2011: 33). Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian, yaitu variabel bebas dengan variabel terikat. Berdasarkan uraian teoritis dan tinjauan dari peneltian terdahulu, variabel 37
Universitas Sumatera Utara
independen ini adalah Inventory Conversion Period, Receivables Collection Period, Payables Defferal Period, Cash Conversion Cycle, Firm Size, dan Status Perusahaan. Adapun yang menjadi variabel dependennya adalah profitabilitas pada laporan tahunan perusahaan farmasi. Profitabilitas digunakan untuk mengukur suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Profitabilitas memberikan informasi tentang cara perusahaan beroperasi dan merupakan sarana yang diperlukan untuk bertumbuh serta menjaga kelangsungan hidupnya. Untuk mengetahui tingkat profitabilitas sebuah perusahaan, pada umumnya dilakukan analisis terhadap terhadap laporan keuangannya. Inventory Conversion Period yaitu jangka waktu yang diperlukan untuk mengkonversi bahan baku menjadi barang
jadi dan kemudian menjualnya.
Inventory Conversion Period merujuk kepada persediaan dan penjualan, dengan mempercepat proses produksi dan penjualan barang. Receivables Collection Period yaitu jangka waktu yang diperlukan untuk mengkonversikan piutang perusahaan menjadi kas. Receivables Collection Period merujuk kepada piutang dan penjualan, dengan mempercepat penagihan untuk menghasilkan piutang. Payables Defferal Period yaitu jangka waktu rata–rata sejak pembelian bahan baku hingga terlaksananya pembayaran atas barang dan pekerja. Payables Defferal Period merujuk kepada hutang dan harga pokok penjualan, dengan memperlambat pembayaran pada hutang. Tindakan ini dapat dilakukan tanpa menaikkan biaya atau menekankan penjualan.
38
Universitas Sumatera Utara
Cash Conversion Cycle yaitu jangka waktu yang dibutuhkan perusahaan dalam mengumpulkan kas yang berasal dari hasil operasi perusahaan yang pada akhirnya
akan
mempengaruhi
jumlah
dana
yang
diperlukan
untuk
diinvestasikan. Cash Conversion Cycle merujuk kepada periode persediaan, periode piutang dan periode hutang. Hal tersebut mempengaruhi kebutuhan aktiva lancar dan kewajiban lancar perusahaan. Firm Size yaitu tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu perusahaan yang dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan total asset. Status perusahaan yaitu Berdasarkan kepemilikannya Pengaruh status perusahaan dapat dilihat dengan variabel dummy. Dengan memberikan kode 0 untuk perusahaan BUMN dan kode 1 untuk perusahaan lainnya.. Gambar 2.1 mengilustrasikan kerangka yang akan mendukung pada penelitian ini. Kerangka pemikiran ini menjelaskan enam faktor yang berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan. Keenam faktor tersebut antara lain Inventory Conversion Period, Receivables Collection Period, Payables Defferal Period, Cash Conversion Cycle, Firm Size dan Status Perusahaan. Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian. Maka kerangka konseptual dapat di gambarkan sebagai berikut :
39
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber: diolah oleh Peneliti, 2016
2.4
Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Inventory Conversion Period, Receivables Collection Period, Payables Defferal Period, Cash Conversion Cycle, Firm Size dan Status Perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap Gross Profit Margin pada perusahaan farmasi di Bursa Efek Indonesia. H2: Inventory Conversion Period secara parsial berpengaruh Gross Profit Margin pada perusahaan farmasi di Bursa Efek Indonesia. H3: Receivables Collection Period secara parsial berpengaruh terhadap Gross Profit Margin pada perusahaan farmasi di Bursa Efek Indonesia. 40
Universitas Sumatera Utara
H4: Payables Defferal Period secara parsial berpengaruh terhadap Gross Profit Margin pada perusahaan farmasi di Bursa Efek Indonesia. H5: Cash Conversion Cycle secara parsial berpengaruh terhadap Gross Profit Margin pada perusahaan farmasi di Bursa Efek Indonesia. H6: Firm Size secara parsial berpengaruh terhadap Gross Profit Margin pada perusahaan farmasi di Bursa Efek Indonesia. H7: Status Perusahaan Size secara parsial berpengaruh terhadap Gross Profit Margin pada perusahaan farmasi di Bursa Efek Indonesia.
41
Universitas Sumatera Utara