II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Mengenai Pengendalian Persediaan Bahan Baku Febrina (2002) menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku tepung terigu Cakra dan Segitiga Biru pada PT. Kuala Pangan. Pada perusahaan tersebut dalam hal pemakaian bahan baku kedua tepung tersebut didasarkan kepada permintaan mi dari konsumen yang nantinya akan menjadi perencanaan produksi. Dalam penelitiannya terdapat daftar pemakaian kedua tepung terigu tersebut dalam data bulanan selama setahun sehingga terlihat pola data yang selanjutnya dapat merencanakan pembelian bahan baku tersebut. Namun data tersebut dalam penelitiaannya tidak diolah sebagai data ramalan dengan metode peramalan sehingga peramalan pemakaian kedua tepung yang akan datang tidak dapat diketahui secara ilmiah, dan hanya berupa perkiraan saja. Dalam penelitiannya terdapat analisis biaya persediaan bahan baku yang terdiri dari biaya pemesanan terigu berupa biaya telepon, biaya administrasi (surat,faktur, dll) dan biaya upah. Komponen biaya terbesar yaitu biaya pembeliaan melalui transfer bank yang akan memotong biaya administrasi rekening perusahaan sebesar Rp. 13.000 dan biaya terkecil adalah biaya administrasi sebesar Rp. 3000. Adapun biaya penyimpanan tepung Cakra sebesar Rp.10.846, dan tepung Segitiga sebesar Rp. 10.467. Kemudian waktu tunggu kedua tepung tersebut selama 3 hari. Ruslan (2002) menganalisis tentang sistem pengendalian persediaan bahan baku kecap asin di PT. Alam Aneka Aroma, Sukabumi. Pada penelitian ini digunakan beberapa bahan baku kecap yaitu, karamel, kacang kedelai, garam, MSG, Benzoat, Pekak, dan bahan lainnya. Proses pengendalian bahan baku pada penelitian ini terdiri dari dua pokok utama yaitu peramalan pemakaian bahan baku untuk menentukan ramalan penjualan kemudian merencanakan produksi selanjutnya, serta persediaan pengaman. Pada analisis peramalan pemakaian bahan baku, penulis menggunakan data time series penjualan selama 3 tahun dari tahun 1995 hingga 1998, sebelum penulis melakukan peramalan tersebut terlebih dahulu menentukan beberapa faktor pendukung yaitu faktor musiman, faktor trend dan faktor siklus. Dari hasil data ramalan yang dianalisis terdapat data perencanaan produksi yang sama dengan jumlah penjualan pada bulan
6
sebelumnya. Selain itu untuk menentukan kebutuhan bahan baku diperlukan juga persediaan pengaman. Hal itu dilakukan karena pemakaian bahan baku dan waktu tunggu (Lead Time) di PT. Alam Aneka Aroma tidak konstan sejalan dengan tingkat produksi. Untuk mengatasi hal tersebut maka, perlu dilakukan persediaan pengaman dengan menggunakan pendekatan berdasarkan tingkat pelayanan. Untuk menghitung persediaan pengaman penulis menggunakan data yang dibutuhkan berupa pemakaiaan bahan baku dan waktu tunggu rata-rata, deviasi standar dari pemakaian bahan baku dan waktu tunggu, dan deviasi standar dari penggunaan selama pengisian. Biaya-biaya yang terkait dengan persediaan bahan baku kecap asin pada penelitian ini adalah biaya kesempatan (opportunity cost) dan biaya bersama (joint cost), kedua biaya ini nantinya akan menentukan biaya total persediaan yang terdiri dari biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan. Jadi pada penelitian yang dilakukan Ruslan (2002), metode pengendalian persediaan bahan baku yang digunakan masih sangat kompleks yang terkadang metode ini belum tentu dapat diterapkan pada beberapa perusahaan lain. Pamela (2011) meneliti tentang menejemen persediaan usaha tanaman hias Adenium yang dilaksanakan di PT. Godongijo Asri, Depok Jawa Barat. Pada penelitian ini Pamela menganalisis dengan beberapa model ideal untuk pengendalian persediaan sebagai berikut: Pada sistem persediaan tidak bebas memiliki model dengan metode material requirement planning (MRP) dan justin-time(JIT), sedangkan pada sistem persediaan bebas memiliki model ideal seperti metode 1) Economic Order Quantity (EOQ) klasik, 2) EOQ dengan kendala investasi, 3)EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi, 4)EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi, 5) Probabilistik, 6) peramalan permintaan. Dari seluruh model persediaan ideal tersebut tidak ada satupun yang cocok untuk digunakan karena karakteristik usaha tanaman hias masih belum bisa memenuhi asumsi-asumsi dasar untuk setiap model tersebut. Model ini dikarenakan karakteristik tanaman hias terutama dalam hal faktor produksi yang masih belum terpisah dari penggunaan faktor-faktor yang mandiri sehingga secara parsial pun masih sangat sulit dilakukan untuk perhitungannya. Hal ini disebabkan karena dalam usaha tanaman hias ini tidak hanya memproduksi tanaman adenium akan tetapi ada tanaman lain yang menggunakan faktor produksi yang sama.
7
Maka perlu ada perkembangan penelitian lebih lanjut yang khusus mengkaji untuk menejemen persediaan bahan baku usahatani dengan perumusan model metode matematis yang cocok. 2.2 Penelitian Mengenai Martabak Manis Air Mancur Sari (2006) menganalisis perilaku konsumen Martabak Air Mancur Bogor. Dalam penelitiannya Sari menggunakan metode analisis secara deskriptif yaitu IPA (Importance Performance Analisys). Melalui teknik tersebut dapat dihasilkan bahwa konsumen Martabak Air Mancur di cabang Jl. Sudirman dan di cabang Jl. Pajajaran mempunyai kuantitas konsumen laki-laki dan kuantitas konsumen perempuan yang sama dengan tingkat umur 16 sampai 35 tahun. Sebagian besar pendidikan terakhir konsumen di cabang Jl. Sudirman adalah SMU dan pendidikan terakhir sarjana pada konsumen di cabang Jl. Pajajaran. Pekerjaan yang dimiliki oleh sebagian besar konsumen di dua cabang tersebut adalah staf swasta dengan pendapatan lebih kecil dari Rp 1.000.000 dan lebih besar dari Rp 2.000.000 - Rp 3.000.000 per bulan. Alasan konsumen membeli martabak manis sama didua lokasi penjualan yaitu sebagai makanan hiburan dan hobi. Rasa yang enak merupakan alasan yang dipilih untuk mengkonsumsi di Martabak Air Mancur dari konsumen di kedua cabang dan manfaat yang didapat dari mengkonsumsi martabak adalah sebagai makanan selingan. Sebagian besar konsumen mengatakan faktor budaya mempunyai pengaruh biasa saja terhadap pembelian Martabak Air Mancur. Faktor keluarga dapat mempengaruhi pembelian Martabak Air Mancur bagi konsumen di cabang lama, namun dicabang baru pembelian dipengaruhi oleh konsumen sendiri. Sebagian besar konsumen membeli martabak pada hari libur dan rasa lapar adalah biasa saja bagi konsumen. Rasa lezat yang dimiliki Martabak Air Mancur merupakan persepsi bagi konsumen di cabang baru dan martabak yang bervariasi adalah persepsi bagi konsumen cabang lama. Sebagian besar konsumen pernah membeli martabak di tempat lain. Dan sebagian besar mengetahui keberadaan cabang Martabak Air Mancur di cabang lain selain cabang yang sedang dikonsumsi. Dan alasan yang menyebabkan konsumen baik di cabang lama maupun di cabang baru membeli di cabang yang sedang dibeli adalah sekalian lewat.
8
2.3 Penelitian Pengendalian Persediaan dengan Penerapan Metode MRP (Teknik LFL (Lot For Lot), EOQ (Economic Order Quantity), POQ (Period Order Quantity), PPB (Part Period Balancing)), Metode Simulasi Monte Carlo, dan Metode Probabilistik Kurniawan (2008) menganalisis persediaan bahan baku Kecap Segitiga Majalengka. Sistem pengendalian bahan baku yang digunakan adalah dengan menggunakan
metode
perencanaan
bahan
baku
(Material
Requirement
Planning/MRP), teknik yang digunakan dalam metode ini adalah Lot For Lot (LFL), Economic Order Quantity (EOQ), dan Periode Order Quantity (POQ). Dengan teknik LFL yang dilakukan peneliti ternyata hasil frekuensi pemesanan jauh lebih besar dari frekuensi yang dilakukan perusahaan pada biasanya, sehingga akan menimbulkan peningkatan biaya pemesanan. Ini terjadi karena perusahaan tidak memiliki persediaan pada awal periode namun hanya melakukan persediaan bersih pada setiap periodenya. Dari jumlah persediaan dengan metode LFL itu maka total biaya persediaan lebih tinggi dari teknik perusahaan yaitu sebesar Rp. 27.659.749. Dengan menggunakan teknik EOQ perusahaan melakukan pemesanan bahan baku yang lebih rendah dibandingkan dengan teknik yang biasa dilakukan perusahaan. Biaya total yang dikeluarkan perusahaan dengan menggunakan teknik ini adalah sebesar Rp. 9.365.809 dari biaya yang ditanggung perusahaan sebesar Rp. 14.106.010, di sini terjadi penghematan mencapai hampir setengahnya, maka teknik ini optimal bila dilakukan perusahaan. Maka nilai hasil EOQ ini dapat digunakan sebagai acuan teknik LFL sebagai persediaan bersih. Sedangkan dengan teknik POQ menghasilkan biaya total persediaan sebesar Rp. 8.278.409 dan merupakan penghematan biaya terbesar bila dibandingkan dengan teknik EOQ, hal ini terjadi karena pada teknik POQ dapat mengurangi biaya penyimpanan sediaan kebutuhan yang tidak seragam. Ruslan (2002) menganalisis tentang pengendalian persediaan bahan baku kecap asin di PT. Alam Aneka Aroma Sukabumi. Analisisnya menggunakan model MRP dengan teknik analisis PPB (Part Period Balancing) dan EOQ dan tidak menggunakan teknik LFL, karena menurutnya perusahaan perlu memiliki data perencanaan bahan baku yang akurat untuk setiap kali proses produksi, padahal dalam penelitiaanya Ruslan juga menganalisis tentang peramalan
9
penjualan yang kemudian dilakukan analisis perencanaan produksi. Oleh karena itu teknik LFL tidak digunakan. Dari hasil analisis menggunakan model MRP dengan teknik analisis PPB total persediaan bahan baku caramel yang dihemat dalam setahun sebesar 74,25 persen, sedangkan dengan teknik EOQ total persediaan bahan baku caramel yang dapat dihemat selama setahun adalah sebesar 70,75 persen. Sedangkan untuk persediaan bahan baku kedelai biaya persediaan yang bisa dihemat dengan PPB adalah sebesar 88,23 persen sedangkan dengan teknik EOQ sebesar 85,11 persen. Kemudian untuk bahan baku garam, biaya persediaan yang dapat dihemat dengan teknik PPB adalah sebesar 57,53 persen sedangkan dengan teknik EOQ sebesar 52,62 persen. Jadi dengan teknik PPB memperoleh penghematan terbesar dibandingkan dengan teknik EOQ. Heni (2005) dalam penelitiannya menganalisis tentang “Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Melalui Pendekatan Simulasi”. Dalam penelitiannya Heni menggunakan alat analisis dengan simulasi Monte Carlo dan tidak menggunakan model penelitian MRP karena analisis tersebut pada kondisi nyata sulit untuk diterapkan terutama teknik EOQ, karena ketatnya asumsi yang membatasi berlakuknya teknik EOQ, antara lain permintaan dan lead time yang harus diketahui dengan pasti dan konstan. Maka digunakanlah simulasi Monte Carlo yang sesuai dengan kondisi perusahaan yang melayani job order yang sifatnya tidak pasti. Cara analisis yang dilakukan peneliti adalah dengan mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang terkait dengan tujuan penelitian. Data yang dibutuhkan diambil dari PT Cedefindo yang berupa data bulanan tahun 2002 dan tahun 2003. Untuk menganalisis data digunakan metode peramalan time series yang meliputi Metode Moving Average, Metode Single Exponential Smoothing dan Metode Double Exponential Smoothing, serta Simulasi Monte Carlo. Berdasarkan rencana produksi dihitung kebutuhan bahan baku tahun 2004 menggunakan metode konvensional yang digunakan perusahaan, metode rata-rata kebutuhan berdasar simulasi, metode simulasi dengan target pesimis dan metode simulasi dengan target optimis. Stok bahan baku akhir tahun 2004 dihitung dengan metode konvensional menghasilkan nilai Rp 619.887.971,-. Nilai stok akhir dengan metode konvensional adalah nilai 176 bahan baku yang digunakan untuk memproduksi 32
10
produk pareto A di tahun 2004. Dari 389 bahan baku yang ada, dilakukan simulasi khusus untuk 176 bahan yang digunakan oleh produk pareto A. Kebutuhan berdasarkan
metode
simulasi
ini
adalah
berdasarkan
realisasi
pemakaian bahan tahun 2002 dan 2003 khusus untuk 176 bahan yang selain digunakan oleh 32 produk pareto A juga digunakan oleh sebagian besar produk non pareto A yang berjumlah 196 produk. Nilai stok bahan di akhir tahun 2004 bila dihitung dengan metode rata-rata kebutuhan berdasarkan hasil simulasi diperoleh nilai Rp 634.677.257. Berdasarkan perhitungan tersebut terdapat selisih Rp 14.789.286 antara stok yang dihitung dengan metode konvensional yang saat ini digunakan perusahaan dan metode rata-rata hasil simulasi. Dengan kata lain terdapat selisih sebesar Rp 14.789.286,- yang menunjukkan kebutuhan untuk pembelian bahan baku di luar bahan-bahan yang digunakan pada produk pareto A. Nilai tersebut cukup kecil, terbukti bila dihitung rencana produksi rata-rata penjualan enam bulan terakhir dan kebutuhan bahan baku untuk 20 produk non pareto
A
dibutuhkan
53
jenis bahan baku,
dan
diperoleh
nilai
stok bahan baku akhir tahun 2004 yang jauh lebih besar, yaitu Rp 88.854.054. Perhitungan stok akhir bahan baku dengan metode simulasi dengan target pesimis menghasilkan nilai Rp 465.915.596,- Kebutuhan dengan target pesimis adalah kebutuhan dengan rata-rata hasil simulasi dikurangi dengan standar deviasi dari pemakaian bahan baku. Perhitungan kebutuhan bahan baku dengan target optimis menghasilkan kebutuhan bahan baku tiap bulan dengan rata-rata hasil simulasi ditambah standar deviasi yang menghasilkan nilai stok akhir sebesar Rp 886.525.514. Hira (2001) meneliti tentang perencanaan pengendalian persediaan bahan baku ikan Tuna Loin di PT. Bonecom Jakarta. Metode penelitian yang digunakan dengan Simulasi Monte Carlo dan metode persediaan Probabilistik. Metode ini digunakan untuk menghitung jumlah tiap pemesanan (Q), tingkat persediaan (SS), dan total biaya persediaan. Berdasarkan hasil simulasi tingkat penjualan ekspor tuna loin untuk periode 2000 hingga 2005, rata rata tingkat penjualan perbulannya adalah 28.504,92 kg (tahun 2000), 26.128,75 kg (tahun 2001), 16.624,08 kg (tahun 2002), 30.881,08 kg (tahun 2003), 27.316,83 kg (tahun 2004) dan 30.881,08
kg
(tahun
2005). Dengan
menggunakan
metode
persediaan
11
probabilistik, dapat diketahui bahwa jumlah pemesanan bahan baku yang optimal dan jumlah ikan tuna sebagai bahan baku penyangga (buffer stock) yang harus tersedia guna menjaga kelancaran berproduksi. Pemesanan optimal bertujuan untuk menentukan jumlah pembelian bahan baku yang optimal dalam setiap kali pemesanan dilakukan. Adanya perubahan pada setiap jumlah pemesanan disebabkan oleh adanya perubahan pada tingkat penjualan, karena hubungan keduanya berbanding lurus. Rata rata pemesanan optimal untuk setiap pemesanan adalah 1.477,81 kg, angka ini merupakan rata pelaksanaannya. PT. Bonecom mengalami over stock sebesar 32,38 persen dari yang seharusnya tersedia, karena secara teoritis, tingkat persediaan disediakan sebesar 10 - 20% dari total kebutuhan bahan baku selama kegiatan proses produksi. Ikan tuna yang tersimpan sebagai persediaan berdasarkan data tahun 1998-1999 adalah sebanyak 1.560.315,35 kg atau rata-rata persediaan 65.013,14 kg, sedangkan hasil perhitungan bahwa jumlah ikan tuna sebagai bahan baku yang sebaiknya tersedia adalah sebesar 43.960 kg. Selain itu jumlah pemesanan yang dilakukan oleh PT. Bonecom selama ini melebihi kebutuhan (berdasarkan pada tingkat penjualan) sebesar 1.935,24 kg/pesanan yang bernilai Rp. 24.771.072. Berdasarkan data aktual tahun 1998-1999, total pembelian ikan tuna adalah sebanyak 2.491.529,19 kg, dengan perhitungan 1 tahun adalah 365 hari kerja, maka rata rata pembelian ikan tuna adalah sebanyak 3.413,05 kg/pesanan yang bernilai Rp. 43.687.040. Hasil perhitungan dengan menggunakan metode persediaan probabilistik jumlah pemesanan optimal adalah 1.477,81 kg/pesanan yang bernilai Rp. 18.951.968, dengan demikian PT. Bonecom dapat menekan biaya investasi sebanyak Rp. 24.771.072 untuk kelebihan bahan baku. Pamela (2011) meneliti tentang manajemen persediaan usaha tanaman hias Adenium yang dilaksanakan di PT. Godongijo Asri, Depok Jawa Barat. Pada penelitian ini Pamela membagi pengendalian persediaan ke dalam dua sistem utama yang merujuk kepada buku karangan Watters (1992), dengan judul “Inventory Control and Manajement” dua sistem tersebut adalah sistem persediaan permintaan tidak bebas (Dependent Demand System) dan sistem persediaan bebas (Independent Demand System). Perbedaan kedua sistem ini mengindentifikasikan nantinya pada penggunaan model ideal pengendalian
12
persediaan yang cocok dan sesuai dengan asumsi-asumsi yang ada. Pada sistem persediaan tidak bebas memiliki model ideal seperti metode material requirement planning (MRP) dan just-in-time(JIT), sedangkan pada sistem persediaan bebas memiliki model ideal sepeti metode 1) Economic Order Quantity (EOQ) klasik, 2) EOQ dengan kendala investasi, 3) EOQ dengan two bin system tanpa kendala investasi, 4) EOQ dengan two bin system dengan kendala investasi, 5) Probabilistik, 6) peramalan permintaan. Pada penelitian ini perusahaan menggunakan model persediaan EOQ dengan two bin system.
Berikut hasil
penelitian pengendalian persediaan dilihat dari biaya total dan kendala dari setiap model ideal dan model yang digunakan perusahaan : Tabel 1. Total Biaya Persediaan dan Kendala Asumsi Dari Semua Model Ideal Kondisi Perusahaan Biaya Total Model ideal Asumsi Model Terhadap Asumsi (Rp) Model Two bin system Batas persediaan Apabila stok 2.550.000 (perusahaan/konve harus dalam berkurang maka (340 unit) nsional) keadaan perusahaan harus maksimal segera berproduksi sedangkan permintaan terhadap produk akhir belum tentu sesuai karna karakteristik permintaan yang tidak konstan EOQ klasik Permintaan Permintaan tidak 1.800.000 diketahui secara konstan , asumsi (240 unit) pasti, kontinu, pemenuhan kembali sepanjang waktu persediaan instan seketika waktu tidak dapat digunakan karena waktu produksi yang lama, EOQ dengan Permintaan Kesulitan dalam 1.905.000 kendala investasi diketahui secara penetapan jumlah (340 unit) pasti, kontinu, investasi maksimal sepanjang waktu karena permintaan tidak diketahui secara konstan EOQ metode two Permintaan Permintaan tidak 2.304.400 bin system tanpa diketahui secara kostan, pemenuhan (194 unit) kendala investasi pasti, kontinu, kembali investasi sepanjang waktu secara instan tidak bisa dilakukan karena
13
Model ideal
EOQ metode two bin system dengan kendala investasi
Asumsi Model
Persediaan dipesan pada persediaan awal harus nol Probabilistik Tidak boleh ada kekurangan persediaan atau harus ada safety stock yang optimal Peramalan Proyeksi permintaan atau penjualan akan semakin mengikuti tren, kasus tren menurun MRP Untuk mengendalikan persediaan bahan baku (barang setengah jadi) Just in time Kondisi lingkungan yang stabil, produk dengan sedikit varian, kontinu pada tingkat yang tetap, untuk produksi volume besar, persediaan minimum, waktu tunggu pendek, pemasok handal, kualitas persediaan konsisten Sumber: Pamela (2011) diolah.
Kondisi Perusahaan Biaya Total Terhadap Asumsi (Rp) Model masa produksi yang lama Nilai persediaan awal 2.283.200 tidak nol (216 unit)
Terjadi kekurangan 1.394.000 persediaan karena (579 unit) perusahaan memenuhi permintaan
Keinginan perusahaan 1.978.100 yang menginginkan (260 unit) penjualan yang terus meningkat
Untuk mengendalikan 150 unit persediaan bahan baku produk akhir
Semua asumsi tidak dapat dipenuhi
Berdasarkan hasil perhitungan pada model persediaan ideal di atas dan terhadap asumsi-asumsi yang ada maka tidak ada satupun model persediaan ideal yang cocok untuk dilakukan dalam manajemen persediaan tanaman hias, karena 14
karakteristik permintaan adenium yang tidak konstan dan karakteristik produksi usaha tanaman hias adenium. Namun yang mungkin diterapkan hanyalah model konvensional perusahaan yaitu model EOQ dengan metode two bin system karena menejemen persediaan yang sudah dilakukan selama ini oleh perusahaan melakukan dengan metode ini. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, yang telah dijelaskan di atas, dapat diperoleh informasi bahwa, MAM merupakan restoran yang menyediakan martabak dengan rasa yang enak, dan merupakan makanan selingan yang biasanya dibeli konsumen pada saat hari libur (Sary, 2006). Sehingga diperlukan stok bahan baku yang cukup, terutama saat hari libur. Dalam menganalisis persediaan bahan baku, dapat menggunakan beberapa sistem analisis persediaan bahan baku, diantaranya sistem permintaan persediaan bebas (independent demand system) dan sistem permintaan persediaan terikat (dependent demand system). Pada penelitian ini akan digunakan adalah sistem permintaan
persediaan bebas
(independent demand system) yaitu model probabilistik karena sesuai dengan kondisi perusahaan yang melayani job order yang sifatnya tidak pasti dan juga mampu melihat kondisi persediaan bahan baku sesuai kondisi nyata pada perusahaan.
15