PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN
SKRIPSI MITA FEBTYANISA
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN MITA FEBTYANISA. D34104052. 2008. Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada Pabrik Makanan Ternak Multiguna Klaten. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. Sri Mulatsih, M. Agr. Sc : Ir. Lucia Cyrilla, Msi
Persediaan bahan baku pada setiap perusahaan pabrik pakan sangat penting. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan. Persediaan dilakukan antara lain untuk menanggulangi adanya ketidakpastian permintaan. Pemilihan metode dalam pengendalian persediaan bahan baku sangat penting dilakukan karena merupakan salah satu upaya perusahaan untuk meminimalkan biaya produksi dan operasi. Metode Economic Order Quantity (EOQ) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengelola persediaan bahan baku. Pabrik Makanan Ternak (PMT) Multiguna yang memerlukan persediaan bahan baku pakan harus benar-benar memperhatikan pengelolaan persediaan. Melalui pengendalian persediaan permasalahan dalam penyediaan bahan baku pakan dapat ditanggulangi sehingga tidak menghambat kesinambungan produksi pakan di PMT Multiguna. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sistem pengendalian persediaan bahan baku yang diterapkan oleh PMT Multiguna dan menentukan metode yang paling optimal dalam melakukan pengendalian persediaan di perusahaan tersebut. Penelitian dilaksanakan pada bulan September–Oktober 2007. Penelitian ini didesain sebagai studi kasus yang bersifat deskriptif analisis dan menggunakan data primer dan sekunder. Salah satu analisis data yang digunakan adalah analisis persediaan yang meliputi perhitungan persediaan optimal, persediaan pengaman, reorder point, waktu tunggu, serta biaya-biaya persediaan. Penentuan metode yang optimal dilakukan dengan membandingkan metode perusahaan dengan metode EOQ. Jenis bahan baku yang dianalisis adalah bahan baku yang berada pada kelas A pada Klasifikasi ABC yaitu onggok, dedak, dan tetes. Kelas A adalah bahan baku yang memiliki nilai persediaan sebesar 70% dari nilai persediaan total. Pada kelas ini, persediaan bahan bakunya harus diawasi dengan ketat karena jika terjadi kelalaian maka akan mengakibatkan kerugian yang besar. Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem pengendalian persediaan bahan baku yang diterapkan oleh PMT Multiguna belum optimal bila dibandingkan dengan metode EOQ. Frekuensi pemesanan optimal onggok adalah sebesar 22 kali dengan jumlah unit pemesanan optimalnya adalah 16.055,19 kg/pesanan dan persediaan pengaman sebesar 17.369,61 kg, sedangkan persediaan maksimum sebesar 33.424,80 kg. Frekuensi pemesanan optimal dedak padi adalah 20 kali dengan jumlah unit pemesanan optimalnya sebesar 7.176,18 kg/pesanan dan persediaan pengaman sebesar 3.561,28 kg, sedangkan persediaan maksimum sebesar 10.737,46 kg. Frekuensi pemesanan optimal tetes adalah sebesar 20 kali dengan jumlah unit pemesanan optimalnya adalah sebesar 5.366,04 kg/pesanan dan persediaan
2
pengaman sebesar 1.397,11 kg, sedangkan persediaan maksimumnya sebesar 6.763,15 kg. Total penghematan biaya persediaan yang dapat diperoleh PMT Multiguna dengan menggunakan metode EOQ adalah sebesar Rp. 1.484.348,79 per tahun atau 16,88% dari total biaya persediaan yang diterapkan oleh PMT Multiguna, sedangkan penghematan tambahan biaya persediaan karena adanya persediaan pengaman dengan menggunakan metode EOQ adalah sebesar Rp. 1.834.123,69 Kata-kata kunci : Pengendalian Persediaan, Economic Order Quantity, Frekuensi Pemesanan, Persediaan Pengaman, Biaya Persediaan, Bahan Baku Pakan
3
ABSTRACT Inventory Control of Raw Material In Multiguna Feed Mill Klaten Febtyanisa, M., Mulatsih, S., and Cyrilla, L. The aims of this research were: (1) to analyze inventory control method of raw materials which was applied by Multiguna Feed Mill, (2) to compare nventory control method applied by Multiguna Feed Mill with Economic Order Quantity’s method (EOQ). This research was carried out from September 5th until Oktober 5th 2008 at Multiguna Feed Mill, Klaten Central Java. This research used descriptive analysis and inventory analysis. The result of this research showed that EOQ method could reduce inventory cost as much as Rp. 1.484.348,79 (about 16,88% of total inventory cost). That means EOQ method more optimal than which applied by Multiguna Feed Mill. The calculation result for Onggok showed that EOQ was the alternative method which gives is 16.055,19 kg with 22 frequency and Safety Stock for onggok is 17.369,61 kg, but inventory maximum is 33.424,80 kg and Reorder Point is 27.056,53 kg. EOQ of Rice Bran is 7.176,18 kg with 20 frequency and Safety Stock for rice bran is 3.561,28 kg, but inventory maximum is 10.737,46 kg and Reorder Point is 5.128,68 kg. EOQ of Molases is 5.366,04 kg with 20 frequency and Safety Stock for molases is 1.397,11 kg, but inventory maximum is 6.763,15 kg and Reorder Point is 2.242,91 kg. Key words : Inventory Control, Economic Order Quantity, Order Frequency, Safety Stock, Inventory Cost, Raw Materials of Feed.
4
PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN
MITA FEBTYANISA D34104052
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
5
PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN
Oleh MITA FEBTYANISA D34104052
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 26 Maret 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M. Agr. Sc NIP.131 839 497
Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi NIP. 131 760 916
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M. Sc. Agr. NIP. 131 955 531
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 27 Februari 1986. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Syamsudin Amihadi, SE. dan Ibu Ninuk Suhartinah yang saat ini bertempat tinggal di Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1990-1991 di TK Aneka Tambang Maluku, kemudian tahun 1992 melajutkan pendidikan di Sekolah Dasar Aneka Tambang Maluku dan lulus pada tahun 1998, melanjutkan pendidikan menengah pertama pada tahun 1998-2000 di SMP Negeri 2 Patani Gebe Maluku, dan pada tahun 2000-2001 penulis pindah sekolah ke SMP Negeri 4 Klaten. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Muhamaddiyah 1 Klaten dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan, Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Selama mengikuti pendidikan penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perternakan IPB periode 2005-2006 sebagai staff Sosial Pengabdian Mahasiswa dan Masyarakat serta sebagai staff Bendahara Kabinet 2 dan periode 2006-2007 sebagai Bendahara Kabinet Umum. Penulis juga aktif ikut serta sebagai panitia dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan BEM maupun organisasi lain.
7
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada Pabrik Makanan Ternak Multiguna Klaten” ini dapat terselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pabrik Makanan Ternak Multiguna(PMT) Klaten merupakan salah satu PMT yang menyediakan pakan untuk sapi perah dan sapi pedaging yang memerlukan adanya pengendalian persediaan terhadap bahan baku yang digunakan. Pengendalian ini penting dilakukan karena untuk menanggulangi adanya ketidakpastian permintaan. Pengendalian persediaan bahan baku ini berkaitan dengan alokasi biaya yang digunakan. Oleh karena itu PMT harus benar-benar memperhatikan pengelolaan persediaan. Melalui pengendalian persediaan permasalahan dalam penyediaan bahan baku pakan dapat ditanggulangi sehingga tidak menghambat kesinambungan produksi pakan di PMT Multiguna. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Bogor, Maret 2008
Penulis
8
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN.........................................................................................
i
ABSTRACT............................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ............................................................................
v
DAFTAR ISI...........................................................................................
vi
DAFTAR TABEL...................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................
x
PENDAHULUAN Latar Belakang............................................................................ Perumusan Masalah .................................................................... Tujuan ......................................................................................... Kegunaan ....................................................................................
1 2 2 3
KERANGKA PEMIKIRAN...................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA Pakan Ternak ......................................................................... Onggok............................................................................. Dedak Padi....................................................................... Tetes................................................................................. Industri Pakan Ternak................................................................. Arti dan Fungsi Persediaaan ....................................................... Pengertian Persediaan ...................................................... Fungsi Persediaan ............................................................ Biaya-Biaya Persediaaan ............................................................ Biaya Penyimpanan ......................................................... Biaya Pemesanan ............................................................. Biaya Kehabisan Stok...................................................... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku ..... Pengendalian Persediaan Bahan Baku........................................ Model Economic Order Quantity .................................... Persediaan Pengaman ...................................................... Titik Pemesanan Kembali................................................ Metode Sistem Pareto ......................................................
6 6 6 7 8 8 8 9 9 9 10 11 11 12 13 14 15 15
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu ...................................................................... Desain ........................................................................................ Data dan Instrumentasi ...............................................................
17 17 17
9
Analisis Data............................................................................... Analisis Deskriptif ........................................................... Analisis Persediaan Bahan Baku ..................................... Persediaan Pengaman ...................................................... Titik Pemesanan Kembali................................................ Model Economic Order Quantity .................................... Definisi Istilah.............................................................................
17 18 18 19 19 20 21
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Perusahaan ..................................................................... Struktur Organisasi ..................................................................... Produksi Pakan Ternak ...............................................................
22 22 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Bahan Baku .............................................................. Jenis dan Asal Bahan Baku......................................................... Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku ............................ Pemakaian Bahan Baku ................................................... Analisis Biaya Persediaan................................................ Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan.......... Pengendalian Persediaan Bahan Baku EOQ.................... Persediaan Pengaman dan Titik Pemesanan kembali ................. Persediaan Minimum dan Maksimum ........................................ Penerapan Hasil Metode EOQ....................................................
25 26 27 27 27 29 29 32 35 36
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ................................................................................. Saran ...........................................................................................
37 37
UCAPAN TERIMAKASIH ...................................................................
38
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
40
LAMPIRAN............................................................................................
42
10
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Komposisi Kimia Onggok Berdasarkan Bahan Kering.................
6
2.
Komposisi Kimia Dedak Padi Berdasarkan Bahan Kering ...........
7
3.
Komposisi Kimia Tetes Berdasrkan Bahan Kering.......................
8
4.
Komponen Biaya Penyimpanan Bahan Baku PT. Farmindo Utama Tahun 2003 .................................................................................... 10
5.
Komponen Biaya Pemesanan Bahan Baku Pakan di PMT KPBS Cirebon Periode tahun 2002 ..........................................................
11
Perbandingan Penghematan Biaya yang dapat Dilakukan PMT KUD Jatinom, Tahun 2001............................................................
14
Klasifikasi Bahan Baku Berdasarkan Sistem Pareto pada PMT Multiguna, Tahun 2006..................................................................
25
8.
Jenis dan Asal Bahan Baku pada PMT Multiguna ........................
26
9.
Biaya Pemesanan Bahan Baku pada PMT Multiguna Tahun 2006
28
10. Total Biaya Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun 2006.............................
29
6. 7.
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Bahan Baku PMT Multiguna Tahun 2006...................................................................
30
Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Bahan Baku di PMT KPBS Cirebon, Tahun 2002 ..........................................................
30
Total Biaya Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006................................................
31
Perbandingan Total Biaya Persediaan Antara Metode Perusahaan dengan Metode EOQ, Tahun 2006 .................................................
31
Rata-rata dan Standar Deviasi Pemakaian Bahan Baku Serta Waktu Tunggu pada PMT Multiguna, Tahun 2006.......................
32
Persediaan Pengaman Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006.....................................................................
33
Perbandingan Tambahan Biaya Penyimpanan Berdasarkan Metode PMT Multiguna dan Metode EOQ, Tahun 2006..............
34
Titik Pemesanan Kembali Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006..................................................................
35
Persediaan Maksimum Bahan Baku yang Optimal pada PMT Multiguna, Tahun 2006..................................................................
36
Pembelian Bahan Baku pada PMT Multiguna, Tahun 2006 .........
44
11
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Operasional .....................................................
5
2. Hubungan Antara Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan.........
14
3. Grafik Klasifikasi Persediaan ...........................................................
16
4. Struktur Organisasi Pabrik Makanan Ternak Multiguna..................
23
5. Tahapan Proses Produksi Pakan .......................................................
24
6. Denah Lokasi PMT Multiguna Klaten..............................................
56
12
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Peta Kabupaten Klaten......................................................................
43
2. Perhitungan Biaya Penyimpanan pada PMT Multiguna, 2006.........
44
3. Total Biaya Persediaan Onggok Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun 2006...................................................
45
4. Total Biaya Persediaan Onggok Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006 ...........................................................
46
5. Total Biaya Persediaan Dedak Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun 2006...................................................
47
6. Total Biaya Persediaan Dedak Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006 ...........................................................
48
7. Total Biaya Persediaan Tetes Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun 2006...................................................
49
8. Total Biaya Persediaan Tetes Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006 ...........................................................
50
9. Perhitungan Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Onggok Berdasarkan Metode EOQ, 2006 ......................................................
51
10. Perhitungan Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Dedak Berdasarkan Metode EOQ, 2006 ......................................................
51
11. Perhitungan Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Tetes Berdasarkan Metode EOQ, 2006 ......................................................
52
12. Pemakaian Bahan Baku dan Standar Deviasinya pada PMT Multiguna, Tahun 2006.....................................................................
53
13. Waktu Tunggu Pemesanan Bahan Baku dan Standar Deviasinya pada PMT Multiguna, Tahun 2006...................................................
53
14. Policy Factor (K) pada Frequency of Level Service………….......
54
15. Perhitungan Persediaan Pengaman dan Titik Pemesanan Kembali Berdasarkan Pendekatan Tingkat Pelayanan, Tahun 2006 ...............
55
16. Denah Lokasi PMT Multiguna Klaten..............................................
56
17. Dokumentasi Penelitian ....................................................................
57
13
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan sangat memerlukan dukungan dari industri pakan, karena pakan memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha peternakan. Pakan merupakan input utama dalam usaha peternakan dan memiliki proporsi biaya yang besar yaitu 60-70%. Dalam upaya peningkatan produksi pakan, industri pakan mempunyai berbagai permasalahan, salah satunya adalah masalah pengadaan dan persediaan bahan baku. Persediaan bahan baku pada setiap perusahaan pabrik pakan sangat penting. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan. Persediaan dilakukan antara lain untuk menanggulangi adanya ketidakpastian permintaan. Pada saat permintaan pakan tinggi, penggunaan bahan baku pakan juga akan meningkat. Jika perusahaan pakan tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan, maka perusahaan akan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya didapatkan karena pelanggan akan beralih ke perusahaan lain. Sistem pengelolaan persediaan diperlukan untuk mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang cukup. Pemilihan metode dalam pengendalian persediaan bahan baku sangat penting dilakukan karena merupakan salah satu upaya perusahaan untuk meminimalkan biaya produksi dan operasi. Metode Economic Order Quantity merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengelola persediaan bahan baku. Metode ini banyak digunakan karena paling mudah untuk diterapkan dan paling efisien. Tingkat persediaan yang optimal memungkinkan kerugian yang ditimbulkan akibat kekurangan dan kelebihan persediaan dapat ditekan seminimal mungkin. Pabrik Makanan Ternak (PMT) Multiguna yang memerlukan persediaan bahan baku pakan harus benar-benar memperhatikan pengelolaan persediaan. Melalui pengendalian persediaan permasalahan dalam penyediaan bahan baku pakan dapat ditanggulangi sehingga tidak menghambat kesinambungan produksi pakan di PMT Multiguna.
14
Perumusan Masalah Ketersediaan bahan baku sangat menentukan terlaksananya proses produksi secara
optimal,
sehingga
rencana
produksi dapat direalisasikan. Masalah
pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting yang sering dihadapi oleh perusahaan. Hal ini juga menjadi masalah di PMT Multiguna yang harus memiliki persediaan bahan baku pakan yang mencukupi. Masalah-masalah tersebut dapat berupa tersedianya bahan baku pakan yang terlalu banyak atau mungkin juga terlalu sedikit. Permasalahan tersebut mengharuskan perusahaan untuk lebih mengoptimalkan pembelian bahan baku, serta menyusun kebijaksanaan dan model yang tepat dalam pengendalian bahan baku, sehingga diharapkan perusahaan dapat meminimumkan biaya produksinya. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada dalam melakukan pengendalian persediaan bahan baku adalah : 1. Bagaimana metode pengendalian persediaan bahan baku (metode perusahaan) yang dilakukan oleh PMT Multiguna untuk meminimumkan biaya pemesanan? 2. Bagaimana perbandingan antara metode yang dilakukan oleh perusahaan dengan metode Economic Order Quantity, manakah yang lebih optimal?
Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 1. Mempelajari metode pengendalian persediaan bahan baku yang diterapkan oleh PMT Multiguna. 2. Menentukan metode yang paling optimal dalam melakukan pengendalian persediaan di perusahaan tersebut.
15
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain : 1. Sebagai masukan untuk manajemen perusahaan dalam merumuskan metode perusahaan yang paling ekonomis. 2. Sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pengendalian bahan baku pakan.
16
KERANGKA PEMIKIRAN Pabrik Makanan Ternak Multiguna merupakan salah satu produsen pakan ternak sapi yang berada di Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Dalam melaksanakan produksinya, PMT Multiguna membutuhkan bahan baku seperti onggok, dedak, tetes, dan lain-lain. Hal-hal yang dilakukan dalam mengidentifikasi kebutuhan bahan baku adalah jenis bahan baku, asal bahan baku dan klasifikasi bahan baku. Klasifikasi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan Klasifikasi ABC. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisis persediaan bahan baku yang meliputi volume pemakaian bahan baku untuk mengetahui berapa besar kebutuhan bahan baku yang diperlukan, leadtime (waktu tunggu) pengadaan bahan untuk menentukan waktu pelaksanaan pesanan sehingga pesanan dapat diterima pada saat dibutuhkan, serta biaya persediaan bahan baku yang meliputi biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan lain-lain. Data-data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kebijakan pegendalian persediaan bahan baku yang digunakan oleh perusahaan dan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity. Dari hasil data tersebut kemudian dilakukan perbandingan antara metode perusahaan dan metode Economic Order Quantity untuk memperoleh metode yang dapat mengoptimalkan biaya produksi perusahaan sehingga meminimalkan adanya kerugian bagi perusahaan. Metode yang paling optimal akan menjadi rekomendasi alternatif model pengendalian persediaan bahan baku untuk perusahaan.
17
PMT Multiguna
Kebutuhan Bahan Baku
Analisis Persediaan Bahan Baku
Volume Pemakaian Bahan Baku
Lead Time Pengadaan Bahan Baku
Biaya Persediaan Bahan Baku
Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Metode Perusahaan
Metode Economic Order Quantity
Perbandingan Antar Kedua Metode
Rekomendasi Alternatif Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
18
TINJAUAN PUSTAKA Pakan Ternak Tillman et al. (1991) menyatakan bahwa pada umunya makanan ternak terbagi menjadi dua yaitu hijauan kasar dan konsentrat. Hijauan kasar mengandung serat kasar misalnya hijauan kering, silase, jerami, tanaman yang dipotong, dicerna lebih lambat dan sedikit dibandingkan biji-bijian. Sedangkan konsentrat adalah makanan ternak yang mengandung serat kasar sedikit dan banyak BETN, dan sangat mudah dicerna. Termasuk dalam golongan ini adalah biji-bijian dan hasil sisa penggilingannya. Onggok Onggok merupakan hasil sampingan industri tapioka yang berbentuk padat. Dalam produksi tapioka, dari setiap ton ubi kayu dihasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg onggok. Ketersediaan onggok pun terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka dan semakin luasnya areal penanaman dan produksi ubi kayu. Onggok memiliki protein rendah (kurang dari 5%) (Tarmudji, 2004). Komposisi kimia berdasarkan bahan kering onggok dapat dilihat pada tabel. Tabel 1. Komposisi Kimia Onggok Berdasarkan Bahan Kering Komposisi
Jumlah
Protein Kasar (%)
0,76
Lemak (%)
0,80
Serat Kasar (%)
3,79
Bahan Kering (%)
84,73
Kadar Air (%)
15,23
Abu (%)
0,65
Ca (mg)
0,14
P (mg)
0,25
Sumber: Farada (2002) Dedak Padi Butir padi atau gabah terdiri atas kulit gabah atau sekam dan butir beras. Proses penggilingan dan penyosohan beras menjadi beras giling dihasilkan limbah berupa dedak dan bekatul. Distribusi hasil dari proses tersebut adalah dedak 8,8-
19
11,5%, bekatul 1,2-2,2% dan beras giling 86-90%. Dedak padi merupakan bahan makanan yang digemari dan penting bagi ternak ruminansia, monogastrik, dan unggas. Penggunaan dedak padi oleh peternak yaitu ternak unggas 10-100%, sapi potong 20-100% dan sapi perah 20-96% (Lubis, 1958 dalam Simanjuntak, 1999). Komposisi kimia berdasarkan bahan kering dedak padi dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Komposisi Kimia Dedak Padi Berdasarkan Bahan Kering Komposisi
Jumlah
Protein Kasar (%)
4
Lemak (%)
4
Serat Kasar (%)
-
Bahan Kering (%)
90
Kadar Air (%)
10
Abu (%)
0,1
Ca (mg)
1,37
P (mg)
1,1
Sumber: Parakkasi (1999) Tetes Tetes termasuk dalam grup makanan cair (liquid), walaupun sebenarnya bisa pula diproses menjadi bahan makanan padat. Beberapa segi positif dari tetes antara lain: mempunyai energi yang tinggi, dapat menurunkan sifat berdebu, pembawa (carrier) liquid formulation, binder dalam pembuatan pellet dan penting dalam penggunaan urea. Rasanya yang manis, baunya yang harum dan bentuknya yang menyerupai sirop, menyebabkan disangka sangat palatable. Namun, perkiraan umum tersebut tidak selalu benar karena kalau dipercikkan pada kulit biji kapas atau jerami gandum, tidak memperlihatkan peningkatan konsumsi bahan makanan yang berkualitas rendah tersebut (Parakkasi, 1999). Komposisi kimia berdasarkan bahan kering tetes dapat dilihat pada tabel.
20
Tabel 3. Komposisi Kimia Tetes Berdasarkan Bahan Kering Komposisi
Jumlah
Protein Kasar (%)
5
Lemak (%)
0
Serat Kasar (%)
0
Bahan Kering (%)
76
Kadar Air (%)
24
Abu (%)
10
Ca (mg)
1,0
P (mg)
0,10
Sumber: Parakkasi (1999)
Industri Pakan Ternak Menurut Yusdja et. al. (1995), tingkat keuntungan pabrik pakan ternak ditentukan oleh biaya bahan makanan ternak yang digunakan dan bagaimana meramunya menjadi pakan, biaya produksi pakan dan biaya pengelolaan pemasaran. Lebih lanjut disebutkan bahwa keberhasilan pabrik pakan memperoleh keuntungan yang maksimal ditentukan banyak faktor. Salah satunya yang paling menonjol adalah biaya bahan makanan ternak yang disusun dalam komposisi atau formula yang tepat. Berdasarkan penelitian Yusda et. al. (1995), biaya bahan makanan ternak merupakan biaya terbesar bagi pabrik pakan yaitu 87,7% dari total biaya. Sedangkan biaya memproduksinya (biaya tenaga kerja, biaya bahan bakar dan penyusutan mesin produksi dan biaya pengemasan) sebesar 7,8% dan biaya pemasaran sebesar 4,4%.
Arti dan Fungsi Persediaan Pengertian Persediaan Pengertian persediaan menurut Handoko (1996) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Menurut Prawirosentono (1997) persediaan adalah kekayaan lancar yang terdapat dalam perusahaan dalam bentuk persediaan bahan mentah (bahan baku/raw material), barang setengah jadi (work in process) dan barang jadi (finished goods)
21
Sistem persediaan merupakan serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan, kapan persediaan harus diisi, dan berapa pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan untuk menentukan dan menjamin tersedianya sumberdaya yang tepat, atau dengan kata lain sistem dan kebijakan persediaan bertujuan untuk meminimumkan biaya total melalui pesanan yang dilakukan secara optimal (Handoko, 1996). Fungsi Persediaan Menurut Assauri (2004) dilihat dari fungsinya, persediaan dapat dibedakan atas: (1) Batch Stock atau Lot Size Inventory yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Keuntungan yang akan diperoleh antara lain (a) memperoleh potongan harga pada harga pembelian, (b) memperoleh efisiensi produksi (manufacturing economies) karena adanya operasi atau production run yang lebih lama, (c) adanya penghematan didalam biaya angkutan. (2) Fluctuation Stock yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. (3) Anticipation Stock yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan/permintaan yang meningkat.
Biaya-Biaya Persediaan Biaya-biaya yang timbul akibat persediaan antara lain: biaya penyimpanan (holding cost), biaya pemesanan (ordering cost), biaya kehabisan stok (stockout cost) dan merupakan yang tidak dapat dihindari, tetapi dapat diperhitungkan tingkat efisiensinya di dalam menentukan kebijakan persediaan (Tampubolon, 2004). Biaya Penyimpanan (Holding Cost/Carrying Cost) Menurut Tampubolon (2004), biaya penyimpanan merupakan biaya yang timbul di dalam menyimpan persediaan, di dalam usaha mengamankan persediaan dari kerusakan, keusangan atau keausan, dan kehilangan. Biaya yang termasuk dalam biaya penyimpanan antara lain: biaya fasilitas penyimpanan, biaya modal, biaya
22
keusangan, biaya kehilangan barang, biaya asuransi persediaan, biaya penanganan persediaan dan lain-lain. Lestari (2004) dalam penelitiannya di PT. Farmindo Utama menyatakan bahwa biaya penyimpanan yang dibahas dalam penelitiannya terdiri dari biaya opportunity cost dan biaya penyusutan. Biaya listrik, biaya bagian gudang dan biaya lainnya termasuk biaya tetap, maka dibebankan pada biaya overhead perusahaan. Tabel 4. Komponen Biaya Penyimpanan Bahan Baku PT. Farmindo Utama Tahun 2003 Komponen Biaya Opportunity Cost Penyusutan
Rp/Kg/Thn 459,38 2.325,00
Rp/Kg/Thn 38,28 193,75
Rp/Kg/Thn 8,83 44,71
Total Opportunity Cost Penyusutan
2.784,38 208,25 1.411,00
232,03 17,35 117,58
53,55 4,00 27,13
Total Opportunity Cost Corn Gluten Penyusutan Meal Total Sumber: Lestari, 2004.
1.619,25 490,00 920,00
134,94 40,83 76,67
31,14 9,42 17,69
1.410,00
117,50
27,11
Bahan Bungkil Kedelai Jagung Kuning
Biaya Pemesanan (Ordering Cost) Biaya pemesanan adalah biaya yang berkaitan dengan pengeluaran surat pesanan atau kontrak pembelian. Biaya pemesanan ini tidak tergantung dari jumlah barang yang dipesan, tetapi tergantung dari jumlah surat pesanan yang dikeluarkan (Indrajit dan Djokopranoto, 2005). Menurut Assauri (2004), biaya pemesanan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau bahan-bahan dari penjual, sejak dari pesanan dibuat dan dikirim oleh penjual, sampai bahan-bahan tersebut dikirim dan diserahkan serta diinspeksi di gudang atau daerah pengolahan (process areas). Biaya yang termasuk dalam biaya pemesanan adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan bahan tersebut, diantaranya biaya administrasi pembelian dan penempatan order, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan biaya pemeriksaan.
23
Fadlilah (2002) pada hasil penelitiannya di PMT KPBS Cirebon menyebutkan bahwa biaya pemesanan pada PMT tersebut terdiri dari biaya administrasi, biaya telepon, dan biaya uji mutu. Biaya-biaya ini bersifat konstan sehingga tidak terpengaruh dengan jumlah pesanan yang dilakukan perusahaan. Besar biaya pemesanan untuk semua bahan baku adalah sama yaitu sebesar Rp. 30.695 kecuali untuk bahan baku kalsium, garam, dan mineral lebih rendah yaitu Rp. 16.075. Tabel 5. Komponen Biaya Pemesanan Bahan Baku Pakan di PMT KPBS Cirebon Periode Tahun 2002 Jenis Biaya
Bahan Baku A: Rp/Pesanan
%
Bahan Baku B: Rp/Pesanan %
1. Biaya Administrasi
9.075
29,3
9.050
56,3
2. Biaya Telepon
7.000
22,6
7.000
43,5
3. Biaya uji Mutu
14.890
48,1
-
-
Jumlah
30.965
100,0
16.075
100,0
Keterangan : A : dedak, pollard, bungkil kelapa, bungkil kedele, kulit coklat, onggok, ampas kecap. B : kalsium, garam, mineral. Sumber : Fadlilah, 2002. Biaya Kehabisan Stok (Stockout Cost) Biaya kehabisan stok adalah biaya yang timbul akibat kehabisan persediaan yang timbul karena kesalahan perhitungan. Biaya tersebut terdiri dari: biaya kehilangan penjualan, biaya kehilangan langganan, biaya pemesanan khusus, dan lain-lain (Tampubolon, 2004). Menurut Handoko (1996) bahwa biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam praktek, terutama karena kenyataan bahwa biaya ini sering merupakan opportunity cost, yang sulit diperkirakan secara akurat.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku Menurut Ahyari (1999) dalam Fadlilah (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku ada beberapa macam dan masing-masing faktor-faktor tersebut saling berkaitan, sehingga secara bersama-sama mempengaruhi persediaan bahan baku. Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut:
24
1. Perkiraan pemakaian, perkiraan kebutuhan bahan baku merupakan perkiraan tentang berapa besar/jumlahnya bahan baku yang akan digunakan oleh perusahaan untuk keperluan produksi pada periode yang akan datang. 2. Harga bahan baku, merupakan dasar penyusun perhitungan neraca besar dana perusahaan yang harus disediakan untuk investasi dana persediaan bahan baku. 3. Biaya-biaya persediaan. Di dalam perhitungan biaya persediaan ini dikenal ada dua tipe biaya, yaitu biaya-biaya yang semakin besar dengan semakin besarnya rata-rata persediaan, serta biaya yang justru, semakin kecil dengan semakin besarnya rata-rata persediaan. 4. Kebijaksanaan pembelanjaan, seberapa besar persediaan bahan baku akan mendapatkan dana dari perusahaan akan tergantung kepada kebijaksanaan pembelanjaan dalam perusahaan tersebut. 5. Pemakaian yang sebenarnya, seberapa besar penyerapan bahan baku oleh proses produksi perusahaan serta bagaimana hubungannya dengan perkiraan pemakaian yang sudah disusun harus senantiasa dianalisis. 6. Waktu tunggu, merupakan tenggang waktu yang diperlukan (yang terjadi) antara saat pemesanan bahan baku dengan datangnya bahan baku itu sendiri.
Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena persediaan fisik banyak perusahaan melibatkan investasi rupiah yang besar. Bila
perusahaan
menanamkan
terlalu
banyak
dananya
dalam persediaan,
menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang mencukupi dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan bahan (Handoko, 1996). Menurut Usry (1996) dalam Lestari (2004) untuk mencapai pengendalian persediaan yang efektif, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) menyediakan bahan baku dan suku cadang yang dibutuhkan bagi operasi yang efisien dan lancar, (b) menyediakan cukup banyak stok dalam periode kekurangan pasokan dan dapat mengantisipasi perubahan harga, (c) menyiapkan bahan dengan waktu dan biaya penanganan yang minimal serta melindunginya dari kebakaran, pencurian, dan kerusakan selama bahan tersebut ditangani, (d) mengusahakan agar jumlah
25
persediaan yang tidak terpakai, berlebih, atau usang sekecil mungkin dengan melaporkan perubahan produk secara sistematik, dimana perubahan tersebut mungkin akan mempengaruhi bahan dan suku cadang, (e) menjamin persediaan bagi pengiriman yang tepat waktu kepada pelanggan, (f) menjaga agar jumlah modal yang diinvestasikan dalam persediaan berada pada tingkat yang konsisten dengan kebutuhan operasi dan rencana manajemen. Menurut Subagyo (2000) persediaan barang (bahan baku) biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang jika : (1) permintaan konsumen begitu banyak sehingga produksi melonjak tinggi, atau (2) suplai bahan baku berkurang sehingga perusahaan sulit mencari bahan baku, sedangkan kebutuhan tetap seperti biasanya. Model Economic Order Quantity Berdasarkan metode manajemen pengendalian persediaan, alat yang paling terkenal untuk menganalisis bahan baku yang optimal adalah Economic Order Quantity (EOQ). Metode ini dapat digunakan untuk barang-barang yang dibeli maupun diproduksi sendiri. Model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan. Model EOQ dapat diterapkan bila anggapan-anggapan sebagai berikut ini dipenuhi (Handoko, 1996) : (a) permintaan akan produk konstan, seragam dan diketahui (deterministik) (b) harga per unit produk konstan (c) biaya penyimpanan per unit per periode konstan (d) biaya pemesanan per pesanan konstan (e) waktu antara pesanan dilakukan dan barangbarang diterima (lead time) konstan (f) tidak terjadi kekurangan bahan atau “back orders”. Husaeni (2003) dalam penelitiannya di PMT KUD Jatinom Klaten menyatakan bahwa penghematan biaya-biaya pengadaan bahan baku dapat dilakukan bila kondisi optimal. Penghematan biaya untuk dedak, pollard bungkil kopra dan onggok merupakan selisih antara biaya aktual yang dikeluarkan PMT KUD Jatinom denagn biaya meurut metode EOQ. Adanya penghematan-penghematan ini menunjukkan bahwa kebijakan pengadaan persediaan bahan baku yang dilakukan oleh PMT KUD Jatinom belum optimal.
26
Tabel 6. Perbandingan Penghematan Biaya yang dapat Dilakukan PMT KUD Jatinom, Tahun 2001. Bahan Baku
Aktual
EOQ
Penghematan
Penghematan
(Rp/Tahun)
(Rp/Tahun)
(Rp/tahun)
(%)
Dedak
5.046.197,1
3.396.502,8
1.649.694,3
32,7
Onggok
4.726.858,1
2.427.994,2
2.298.863,9
48,6
Jumlah
9.773.055,2
5.824.497,0
3.948.558,2
40,40
Sumber : Husaeni, 2003 (diolah) Tujuan dari sebagian besar model persediaan adalah meminimumkan total biaya persediaan. Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, biaya yang signifikan adalah biaya pemesanan (set up) dan biaya penyimpanan (holding atau carrying). Gambaran biaya-biaya persediaan digambarkan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kedua biaya tersebut, biaya penyimpanan (holding atau carrying cost) dan biaya pemesanan (ordering cost atau set up cost). Biaya Persediaan
Rupiah
Biaya Penyimpanan
Biaya Pemesanan
EOQ
Kuantitas (Q)
Gambar 2. Hubungan antara Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan. (Handoko, 1996)
Persediaan Pengaman (Safety Stock) Menurut
Assauri
(2004)
persediaan
penyelamat
adalah
persediaan
tambahanyang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out). Kemungkinan terjadinya stock out dapat disebabkan karena penggunaan bahan baku yang lebih besar daripada perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan.
27
Suatu perusahaan memerlukan cadangan penyelamat, maka diperlukan keadaan sebagai berikut (Prawirosentono, 1997): (1) waktu pemesanan bahan tidak tentu, sering berubah karena pengaruh berbagai hal atau faktor, (2) jumlah pemakaian bahan untuk produksi selalu berfluktuasi tidak dapat diramalkan secara tepat, (3) keadaan di mana waktu pemesanan tidak menentu dan pemakaian bahan untuk proses produksi juga sangat berfluktuasi. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) Titik pemesanan kembali merupakan suatu titik atau batas dari jumlah persediaaan yang ada pada suatu saat di mana pemesanan harus diadakan kembali. Dalam menentukan titik ini, harus memperhatikan besarnya penggunaan bahan selama bahan-bahan yang dipesan belum datang dan persediaan minimum. Besarnya penggunaan selama bahan-bahan yang dipesan belum diterima ditentukan oleh dua faktor, yaitu lead time dan tingkat penggunaan rata-rata (Assauri,2004).
Metode Sistem Pareto Hukum Pareto berguna dalam pengalokasikan sumberdaya-sumberdaya pengawasan, dan telah dioperasionalkan sebagai cara mengklasifikasikan persediaan menjadi kelompok A, B dan C (Handoko, 1996). Menurut Buffa dan Sarin (1996) bahwa nilai persediaan dalam klasifikasi ABC bukan harga persediaan per unit, melainkan volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode produksi dikalikan harga rata-rata per unit. Jadi nilai investasi barang adalah jumlah nilai pemakaian seluruh jenis persediaan pada satu periode. Indrajit dan Djokopranoto (2005) menyebutkan bahwa ABC menunjukkan pembagian jenis barang dalam tiga kategori menurut prinsip Pareto tersebut. Konsep ini mengatakan bahwa kurang lebih 10 persen dari jumlah barang mewakili 70 persen dari nilai barang secara keseluruhan (jenis A, barang berharga tinggi), 20 persen dari jumlah barang mewakili kurang lebih 20 persen dari nilai barang (jenis B, barang berharga menengah), dan sisanya 70 persen dari jenis barang hanya mewakili kurang lebih 10 persen saja dari nilai barang secara keseluruhan (jenis C, barang berharga rendah).
28
Fadlilah (2002) dalam penelitiannya di PMT KPBS Cirebon menggambarkan lebih jelas lagi bagaimana proporsi kelas A dibandingkan dengan kelas B dan C. % Nilai Rp Bahan Baku Kelas A 67,3
Kelas B 21,3 11,4
Kelas C % Volume Persediaan Bahan Baku Gambar 3. Grafik Klasifikasi Persediaan (Fadlilah, 2002)
Kelas A memiliki nilai rupiah tahunan sebesar 67,3 persen dari total nilai persediaan yang terdiri dari 2 item (20%) persediaan, yaitu dedak dan pollard. Kelas B memiliki nilai rupiah tahunan sebesar 21,3 persen dari nilai total persediaan yang terdiri dari 2 item (20%) persediaan, yaitu bungkil kelapa dan onggok. Kelas C memiliki nilai rupiah tahunan sebesar 11,4 persen dari nilai total persediaan yang terdiri dari 6 item (60%) persediaan, yaitu kulit coklat, bungkil kedelai, ampas kecap, kalsium, garam, mineral. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005) prinsip atau konsep ABC memberikan konsekuensi dalam pengendalian persediaan sebagai berikut: 1. Pengawasan harus lebih difokuskan pada barang kategori A karena kesalahan dalam pengawasan barang jenis ini dapat menimbulkan kerugian yang besar. 2. Pengawasan terhadap kategori B bersifat cukup saja. 3. Pengawasan terhadap kategori C cukup sekadarnya saja, karena kerugian yang mungkin ditimbulkan biasanya hanya sedikit. 4. Konsep ini juga berpengaruh dalam menentukan jumlah persediaan pengaman (safety stock).
29
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PMT Multiguna yang berlokasi di Jalan DPU, Ngaran Mlese Trucuk, Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PMT Multiguna merupakan salah satu perusahaan pakan ternak yang sedang berkembang dan mampu bertahan setelah krisis berkepanjangan yang terjadi di Indonesia. Penelitian dilakukan pada tanggal 5 September-5 November 2007.
Desain Desain penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang bersifat deskriptif-analisis. Penjelasan deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum perusahaan dan pelaksanaan optimalisasi pengendalian persediaan bahan baku pakan di PMT Multiguna. Analisis dilakukan untuk mengetahui jumlah, waktu, frekuensi dan biaya-biaya pengadaan persediaan di PMT Multiguna.
Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak perusahaan yang berupa data mengenai kebijakan pengadaan dan penanganan bahan baku di perusahaan yang mencakup jenis bahan baku yang digunakan, kebutuhan bahan baku, waktu tunggu pembelian bahan baku, dan lain sebagainya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan manajemen perusahaan, instansi terkait, serta literatur-literatur yang menunjang topik penelitian.
Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis persediaan bahan baku, dan analisis Economic Order Quantity. Data yang telah diolah kemudian dibandingkan dengan model yang digunakan oleh perusahaan untuk menentukan metode pengendalian yang paling optimal.
30
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum dan mendalam mengenai objek penelitian, serta pengendalian persediaan bahan baku pakan yang dilaksanakan pada PMT Multiguna. Analisis Persediaan Bahan Baku Analisis persediaan bahan baku mencakup: 1. Volume Pemakaian Bahan Baku Volume pemakaian bahan baku digunakan dalam analisis, karena volume pemakaian bahan baku dapat menunjukan besar permintaan akan bahan baku tersebut. 2. Penentuan Waktu Tunggu Waktu Tunggu (lead time) adalah selisih atau perbedaan waktu antara saat dilakukan pemesanan sampai bahan baku diterima. Waktu tunggu bahan baku digunakan dalam menentukan waktu pelaksanaan pemesanan sehingga pesanan dapat diterima pada waktu yang tepat. 3. Biaya Persediaan Sebelum melakukan analisis, perlu dilakukan analisis perkiraan biaya persediaan yang terdiri dari biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Analisis dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mengelompokkan komponen-komponen biaya penyimpanan dan pemesanan berdasarkan definisi masing-masing biaya tersebut, sehingga didapat biaya total persediaan bahan baku. Secara matematis biaya pemesanan dapat dirumuskan sebagai berikut : OC = S . D/Q Keterangan : OC = biaya pemesanan bahan baku/periode (Rp) S = biaya pemesanan bahan baku per pesanan (Rp/pesanan) D = penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu (kg) Q = jumlah yang dipesan (kg) Sedangkan rumus biaya penyimpanan adalah sebagai berikut : CC = H . Q/2
31
Keterangan: CC
= total biaya penyimpanan bahan baku per periode (Rp)
Q/2
= tingkat rata-rata persediaan (kg)
H
= biaya penyimpanan per unit per periode (Rp/kg)
Rumus Total Biaya Persediaan adalah sebagai berikut: TC = OC + CC Persediaan Pengaman (Safety Stock) Persediaan pengaman (SS) berguna untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out). Kemungkinan terjadinya stock out dapat disebabkan karena penggunaan bahan baku yang lebih besar dari pada perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan. Secara umum besarnya persediaan pengaman bahan baku dapat ditentukan dengan rumus: (Assauri, 2004)
SS = L (σ D2 ) + D 2 (σ L2 ) Dimana
: SS
= Safety Stock (kg)
L
= Lead time rata-rata
D
= tingkat pemakaian bahan baku rata-rata (kg)
σL
= Standar deviasi dari lead time
σD
= Standar deviasi pemakaian bahan baku
Titik Pemesanan Kembali ( Reorder Point / ROP)
Pemesanan kembali bahan baku dilakukan untuk mempertahankan jumlah persediaan agar tetap optimal. Dengan adanya ketidakpastian dari luar perusahaan berupa ketidakpastian kedatangan bahan baku maka perlu ditentukan waktu pemesanan kembali. Rumus ROP adalah sebagai berikut: ROP = ( L x D ) + SS
Keterangan: ROP
= titik pemesanan kembali (kg)
32
L
= lead time rata-rata (bulan)
D
= jumlah bahan baku rata-rata(kg)
SS
= persediaan pengaman (kg)
Analisis Economic Order Quantity (EOQ)
Kuantitas bahan baku yang optimal merupakan suatu jumlah pembelian bahan baku yang akan mencapai biaya persediaan minimal. Biaya persediaan dalam EOQ terdiri dari biaya penyimpanan dan biaya pemesanan bahan baku. Secara matematis biaya tersebut dapat dirumuskan : TC = ( H
Q D )+S 2 Q
Biaya minimal diperoleh pada saat turunan pertama dari total biaya persediaan =0, atau
dTC =0 dQ
dTC H SD =0 = dQ 2 Q2
Q2 =
2SD H
SD H = 2 Q2
Q=
2 SD H
sehingga diperoleh rumus EOQ sebagai berikut : EOQ =
2SD / H
Keterangan : TC
= total biaya persediaan bahan baku (Rp)
S
= biaya pemesanan bahan baku per pesanan (Rp/pesanan)
D
= kebutuhan/permintaan bahan baku yang diperkirakan per periode waktu
Q
= jumlah bahan baku yang dipesan (kg)
H
= biaya penyimpanan bahan baku per unit per periode (Rp/kg)
EOQ = kuantitas pemesanan ekonomis (kg) Model EOQ diatas dapat diterapkan bila anggapan-anggapan berikut ini dipenuhi yaitu : (1) permintaan akan produk relatif konstan, seragam dan diketahui, (2) harga per unit produk konstan, (3) biaya penyimpanan per unit per periode
33
konstan, (4) biaya pemesanan per pesanan konstan, (5) waktu tunggu konstan, (6) tidak terjadi kekurangan bahan.
Definisi Istilah
Untuk menyamakan persepsi pembaca dalam memahami tulisan ini, maka diberikan batasan-batasan istilah seperti di bawah ini : 1. Pakan adalah semua bahan yang dapat dimakan ternak dan memenuhi kebutuhan gizi ternak. Pakan dalam skripsi ini adalah Protefeed. 2. Persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.. 3. Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam memproduksi pakan Protefeed. Dalam skripsi ini hanya menganalisa bahan baku onggok, dedak padi, dan tetes. 4. Biaya pemesanan adalah biaya yang timbul selama proses pemesanan sampai barang tersebut dapat dikirim pemasok yaitu biaya telepon, biaya fax, dan biaya administrasi. 5. Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul di dalam menyimpan persediaan, di dalam usaha mengamankan persediaan dari kerusakan, keusangan atau keausan, dan kehilangan. Biaya yang digunakan adalah biaya penyusutan dan biaya penanganan persediaan. 6. Biaya total persediaan adalah jumlah yang digunakan dalam mempersiapkan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Merupakan penjumlahan dari biaya pemesanan dan penyimpanan. 7. Titik pemesanan kembali adalah suatu batas dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana pesanan harus diadakan kembali. 8. Waktu tunggu adalah selang waktu antara saat dilakukan pemesanan dengan saat diterimanya bahan baku di gudang persediaan. 9. Persediaan Pengaman adalah cadangan persediaan yang harus diadakan untuk menghindari terjadinya kekurangan bahan, pada saat menunggu bahan yang sedang di pesan serta mengantisipasi terjadinya peningkatan permintaaan bahan.
34
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Perusahaan
Pabrik Makanan Ternak (PMT) Multiguna merupakan salah satu divisi usaha yang dimiliki oleh CV. Multiguna Group. Sejarah CV. Multiguna Group adalah diawali dengan adanya persamaan visi yang dilontarkan oleh beberapa personil yang saat itu awal-awal terjadinya krisis moneter di lingkungan negara Indonesia. Dimulai dengan produk pakan ternak unggas yang hanya digunakan kalangan sendiri sebagai litbang dari pakan unggas dan memberikan angin segar pada peternak unggas pada peternak kecil, sehingga peternak yang dulunya hampir gulung tikar karena harga pakan sebagai input tidak sesuai dengan pendapatan maka dengan adanya pakan alternatif tersebut dapat meringankan beban peternak kecil. CV. Multiguna Group yang berlokasi di Jalan Mayor Sunaryo No.65 Gergunung Klaten ini kemudian dibentuk dan berbadan hukum pada tanggal 29 September 1999. Setelah adanya kesepakatan bersama, CV. Multiguna mencoba usaha untuk paka ternak sapi perah khususnya untuk kalangan sendiri dan peternak dilingkungan Klaten dan sekitarnya. Dengan memperhatikan pasar dan permintaan yang sangat tinggi dan menjanjikan, maka CV. Multiguna Group resmi memproduksi pakan ternak sapi. Untuk mengembangkan usaha ini dilingkungannya, CV. Multiguna Group membentuk PMT Multiguna yang pabriknya berlokasi di Jalan DPU, Ngaran Mlese Trucuk, Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Sampai saat ini PMT Multiguna masih tetap memproduksi pakan konsentrat untuk sapi dengan nama Protefeed (PF) 10 untuk sapi pedaging dan PF 20 untuk sapi perah.
Struktur Organisasi
Pabrik Makanan Ternak Multiguna merupakan bagian dari divisi usaha CV. Multiguna Group. Dalam melaksanakan kegiatan organisasinya, PMT Multiguna berada dalam pengawasan Direktur Utama. Pabrik Makanan Ternak Multiguna memiliki struktur organisasi yang masih sangat sederhana. PMT dipimpin oleh seorang direktur sebagai kepala divisi usaha PMT Multiguna yang membawahi langsung staf-stafnya yang terdiri dari bagian pemasaran, bagian personalia, bagian keuangan, dan bagian produksi. Bagan Struktur Organisasi di PMT Multiguna dapat dilihat pada Gambar 4.
35
Tenaga kerja yang ada di PMT Multiguna dibedakan menjadi dua jenis yaitu karyawan tetap terdiri dari 10 orang dan karyawan harian terdiri dari 9 orang yang bekerja pada bagian Mills dan Mixer. Karyawan tetap adalah karyawan yang diangkat oleh direktur, memiliki gaji yang dibayarkan setiap bulan. Karyawan harian adalah karyawan yang tidak tetap dengan sistem pemberian gaji dihitung per hari dan diberikan setiap akhir minggu. Karyawan bekerja dari hari Senin sampai Sabtu pada jam 08.00-16.00 WIB. DIREKTUR (2 orang)
Bag. Pemasaran (3 orang)
Bag. Keuangan (1 orang)
Pengadaan (1 orang)
Bag. Personalia (1 orang)
Accounting (1 orang)
Bag. Produksi (1 orang)
Mills (5 orang)
Mixer (4 orang)
Gambar 4. Struktur Organisasi Pabrik Makanan Ternak Multiguna Produksi Pakan Ternak
Pakan konsentrat yang dihasilkan oleh PMT Multiguna untuk memenuhi permintaan konsumen diberi nama Protefeed dengan kode PF 10 dan PF 20. PF 10 merupakan pakan konsentrat untuk pakan sapi pedaging dan PF 20 untuk sapi perah. Bahan baku yang digunakan adalah onggok, dedak padi, dedak jagung, kulit kopi, garam, zeolit dan calcit, tetes, bungkil sawit, brand pollard, gaplek, afval wijen, tapioka. Proses produksi dilakukkan di gudang penyimpanan bahan dengan menggunakan 2 Hammer mills yang berfungsi untuk menggiling bahan baku yang masih kasar, 2 mixer dengan kapasitas mesin 10-12 ton, dan alat penunjang lain yaitu alat pengangkut, timbangan, dan mesin jahit. Tahap pembuatan konsentrat PF dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
36
1. Persiapan peralatan dan perlengkapan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya gangguan terhadap mesin dan komponen lainnya. 2. Penyiapan bahan baku dilakukan sebelum proses produksi dilaksanakan yaitu meliputi pemeriksaan bahan baku, penimbangan dan pengangkutan bahan baku ke ruang produksi. 3. Proses pencampuran bahan baku. Bahan baku yang halus dan bentuknya kecil langsung dimasukkan kedalam mixer, sedangkan bahan baku yang masih kasar seperti onggok, dedak jagung, kulit kopi, calcit, dan garam, di masukkan ke dalam Hammer mills untuk dihaluskan dan diaduk agar lebih homogen selama 1 jam. Selanjutnya di campurkan dengan bahan baku yang lainnya ke dalam mixer, kemudian konsentrat dimasukkan ke dalam karung yang berkapasitas 50 kg, setelah karung diisi konsntrat lalu dijahit dan kemudian diangkut ke tempat penyimpanan produk jadi. Mekanisme produksi konsentrat sapi perah dan sapi pedaging pada PMT Multiguna dimulai dari pemesanan bahan baku kepada suplier dan kemudian akan dilakukan pembelian oleh manajer perusahaan. Bahan baku disimpan di gudang untuk kemudian akan di produksi oleh bagian produksi. Setelah pembuatan bahan baku menjadi konsentrat, bagian pemasaran akan memasarkannya kepada konsumen yang berada di wilayah Kabupaten Klaten dan sekitarnya. Bahan Baku Tepung
Bahan Baku Butiran
Penggilingan 1 Jam
Pencampuran
Pakan
Pengepakan Gambar 5. Tahapan Proses Produksi Pakan
37
HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Bahan Baku
Klasifikasi bahan baku menggunakan Klasifikasi ABC. Klasifikasi ABC secara umum dapat berguna dalam pengalokasian bahan baku utama yang memerlukan
pengawasan,
dan
telah
dioperasionalkan
sebagai
cara
mengklasifikasikan persediaan menjadi kelompok A, B, dan C. PMT Multiguna menggunakan 13 jenis bahan baku dalam proses produksi. Kebutuhan persediaan selama satu tahun dan harga bahan baku per kilogram dapat dilihat pada Tabel 7. Bahan baku yang memiliki nilai pemakaian tinggi biasanya memerlukan pengawasan dan penanganan secara khusus atau ketat, sedangkan bahan baku yang memiliki nilai pemakaian rendah biasanya pengawasannya tidak terlalu ketat (longgar). Berdasarkan Handoko (1996) seluruh bahan baku diklasifikasikan dalam tiga kelas yaitu kelas A, B, dan C, dengan pembagian adalah kelas A 70% dari nilai total pemakaian, kelas B 20% dari nilai total pemakaian, kelas C 10% dari nilai total pemakaian. Menurut pembagian kelas masing-masing bahan baku pada PMT Multiguna dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Klasifikasi Bahan Baku Berdasarkan Sistem Pareto pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bahan Baku Onggok Dedak Padi Tetes Bungkil Sawit Brand Pollard Kulit Kopi Gaplek Afval Wijen Tapioka Dedak Jagung
Garam Calsit Zeolit
Pemakaian (kg/tahun)
317.600 141.420 101.500 88.570 56.230 109.430 37.490 67.690 19.020 32.590 26.410 23.400 27.990
Harga (Rp/kg)
Nilai Pemakaian (Rp/tahun)
Nilai Pemakaian Kumulatif Rupiah %
575 182.620.000 182.620.000 850 120.207.000 302.827.000 900 91.350.000 394.177.000 850 75.284.000 469.461.000 1.100 61.853.000 531.314.000 400 43.772.000 575.086.000 750 28.117.500 603.203.500 250 16.922.500 620.196.000 600 11.412.000 631.608.000 250 8.147.500 639.755.500 250 6.602.500 646.358.000 170 3.978.000 650.336.000 125 3.498.750 653.834.750
27,93 46,31 60,29 71,80 81,26 87,95 92,26 94,85 96,60 97,85 98,86 99,46 100
Kelas
A A A B B B C C C C C C C
Kelas A memiliki nilai rupiah tahunan sebesar 60,29% dari total nilai persediaan yang terdiri dari 3 item persediaan, yaitu onggok, dedak padi dan tetes.
38
Persediaan yang termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian dan pengawasan yang
ketat
dalam
pengadaannya
mengingat
kerusakan,
kehilangan
atau
keterlambatan bahan jenis ini dalam unit yang kecil akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar, sehingga pemeriksaan harus dilakukan secara intensif. Kelas B memiliki nilai rupiah tahunan sebesar 27,66% dari nilai total persediaan yang terdiri dari 3 item persediaan, yaitu bungkil sawit, brand pollard, dan kulit kopi. Pencatatan dan pengawasan secara normal akan dapat mengoptimalkan persediaan bahan baku. Bahan baku dikontrol untuk kemungkinan kekurangan persediaan. Kelas C memiliki nilai rupiah tahunan sebesar 12,05% dari nilai total persediaan yang terdiri dari 7 item, yaitu gaplek, afval wijen, tapioka, dedak jagung, garam, calsit, dan zeolit. Pengawasan terhadap bahan baku kelas C tidak ketat (longgar) dan penegecekan sedikit dilakukan dengan membandingkan terhadap kebutuhan, monitoring tidak perlu atau sedikit dilakukan.
Jenis dan Asal Bahan Baku
Untuk memproduksi pakan konsentrat, bahan baku yang digunakan oleh PMT Multiguna adalah: onggok, dedak padi, tetes, bungkil sawit, brand pollard, kulit kopi, gaplek, afval wijen, tapioka, dedak jagung, garam, calsit, dan zeolit. Setiap tahun penggunaan bahan baku bervariasi karena disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku dan formulasi konsentrat yang ditetapkan. Penelitian ini melakukan pembatasan analisa hanya pada tiga bahan baku yang termasuk dalam kelas A, yaitu onggok, dedak padi, dan tetes. Bahan baku pada kelas A merupakan bahan baku yang memiliki pengawasan ketat karena kerusakan, kehilangan atau keterlambatan bahan jenis ini dalam unit yang kecil akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Jenis dan asal bahan baku dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jenis dan Asal Bahan Baku pada PMT Multiguna Jenis Bahan Baku 1. Onggok 2. Dedak 3. Tetes
Asal Bahan Baku Lampung Temanggung, Cirebon Surabaya, Boyolali
39
Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pemakaian Bahan Baku
Pemakaian bahan baku pakan konsentrat pada PMT Multiguna disesuaikan dengan rancangan anggaran dan pengeluaran beban yang disusun secara bersama. Rancangan anggaran ini berdasarkan pada rencana marketing, rencana produksi, rencana pengadaan, dan rencana keuangan. Namun, dalam pelaksanaan produksi terkadang tidak sama dengan rancangan anggaran yang telah ditentukan sebelumnya karena hal-hal yang tidak dapat diduga seperti kerusakan mesin atau situasi yang menghambat proses produksi. Sistem pemakaian bahan baku di PMT Multiguna dilakukan dengan sistem FIFO (First In First Out), yaitu bahan baku yang pertama datang akan digunakan terlebih dahulu. Bahan baku yang akan dipakai untuk produksi disimpan di ruang produksi. Tujuan pemakaian dengan sistem FIFO adalah untuk menjaga agar tidak terjadi penurunan kualitas bahan baku karena penyimpanan dan memudahkan pengontrolan jumlah persediaan di gudang. Pemakaian bahan baku setiap bulan berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh tingkat produksi per bulan, ketersediaan bahan baku digudang dan formulasi konsentrat yang diproduksi. tingkat produksi per bulan disesuaikan dengan rancangan anggaran dan pengeluaran beban berdasarkan tingkat permintaan pasar dan kapasitas produksi. Ketersediaan bahan baku di gudang diketahui dari catatan bagian gudang
sesuai dengan jumlah
pembelian bahan baku dan jumlah pemakaian bahan baku. Jika terjadi kelangkaan bahan baku akibat perubahan musim atau peningkatan harga bahan baku, maka PMT Multiguna akan mengubah formulasi bahan baku konsentrat tetapi tetap mempertahankan kualitas nutrisinya. Analisis Biaya Persediaan
Total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh PMT Multiguna terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan merupakan biaya tetap yang dikeluarkan oleh perusahaan pada saat melakukan pemesanan. Nilai biaya pemesanan tidak dipengaruhi oleh besarnya kuantitas barang yang dipesan. Biaya pemesanan pada PMT Multiguna terdiri dari beberapa komponen yaitu biaya telepon, biaya fax, dan biaya administrasi.
40
Biaya pemesanan masing-masing bahan baku berbeda. Biaya telepon merupakan biaya terbesar dalam komponen biaya pemesanan dikarenakan telepon dilakukan tidak hanya sekali tetapi beberapa kali untuk mendapatkan kesepakatan pembelian. Besarnya biaya pemesanan masing-masing bahan baku dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Biaya Pemesanan Bahan Baku pada PMT Multiguna Tahun 2006 No Bahan Baku 1. Onggok 2. Dedak Padi 3. Tetes Sumber : Bagian Keuangan PMT Multiguna, 2006
Rp/pesanan 100.000 45.000 35.000
Biaya penyimpanan pada PMT Multiguna terdiri dari biaya penyusutan dan biaya penanganan persediaan. Biaya penyusutan bahan baku besarnya 3% dari total pembelian bahan baku selama setahun. Besarnya biaya penyusutan berdasarkan perusahaan dihitung konstan karena bahan baku mengalami penyusutan sesuai dengan kadar airnya. Besarnya biaya penyusutan pada PMT Multiguna adalah sebesar Rp. 18,93 per kg, ditambah dengan biaya penanganan persediaan sebesar Rp. 1,5 per kg. Sehingga besarnya biaya penyimpanan adalah sebesar Rp. 20,43 per kg (perhitungan pada Lampiran 2). Biaya listrik, gaji tenaga kerja, dan biaya penyusutan gudang tidak diperhitungkan dalam biaya penyimpanan karena kedua biaya ini bersifat tetap. Berapapun jumlah bahan baku yang ada dalam gudang maka listrik akan terus dinyalakan dan gaji tenaga kerja akan tetap dibayar penuh walaupun persediaan bahan baku sedikit. Total biaya persediaan bahan baku per tahun merupakan jumlah total biaya pemesanan dan total biaya penyimpanan selama setahun. Total biaya pemesanan didapat dari hasil perkalian antara frekuensi pemesanan dengan biaya pemesanan. Sedangkan total biaya penyimpanan didapat dari hasil perkalian antara biaya penyimpanan dengan tingkat persediaan rata-rata.
41
Pengendalian Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode Perusahaan
Tujuan diadakannya pengendalian persediaan pada PMT Multiguna adalah untuk memperlancar proses produksi, untuk mengantisipasi adanya bahan baku yang sulit didapatkan dan untuk menjaga kesetabilan tingkat persediaan dengan biaya yang minimum, sehingga tidak terjadi kekurangan ataupun kelebihan bahan baku. Pengendalian persediaan bahan baku pada PMT Multiguna dilakukan oleh manajer perusahaan dan bagian produksi. Perhitungan total biaya persediaan selama periode tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3-8. Berdasarkan kebijakan PMT Multiguna, biaya penyimpanan untuk masing-masing bahan baku lebih besar bila dibandingkan dengan biaya pemesanan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Total Biaya Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Total Biaya Bahan Baku Biaya Biaya Pemesanan Persediaan Penyimpanan (Rp/tahun) (Rp/tahun) (Rp/tahun) Onggok 3.677.400 700.000 4.377.400 Dedak Padi 1.838.700 315.000 2.153.700 Tetes 1.838.700 420.000 2.258.700 Optimalisasi Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode Economic Order Quantity (EOQ)
Konsep dasar dari model EOQ adalah meminimalkan biaya total melalui apa, berapa, dan kapan pesanan dilakukan secara optimal. Sehingga biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dapat diminimalkan. Biaya penyimpanan akan besar bila frekuensi pemesanan yang dilakukan sedikit. Sebaliknya bila frekuensi pemesanan sering maka biaya penyimpanan kecil dan akan meningkatkan biaya pemesanan. Perbandingan frekuensi dan jumlah unit per pesanan antara model EOQ dengan metode pengendalian persediaan yang dilakukan oleh PMT Multiguna dapat dilihat pada Tabel 11. Perhitungan frekuensi dan jumlah unit pemesanan berdasarkan metode EOQ dapat dilihat pada Lampiran 9-11.
42
Tabel 11. Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Bahan Baku PMT Multiguna, Tahun 2006 Bahan Baku Onggok Dedak Tetes
Frekuensi Pemesanan Perusahaan EOQ (kali/tahun)
(kali/tahun)
Perubahan Frekuensi Pemesanan (%)
7
22
7 12
Jumlah Unit Pemesanan Perusahaan EOQ
Perubahan Jumlah Unit Perpesanan
(kg/pesan)
(kg/pesan)
214,28
60.000
16.055,19
73,24
20
185,71
30.000
7.176,18
76,07
20
66,67
15.000
5.366,04
64,22
(%)
Keterangan : Angka dalam kurung menyatakan nilai negatif Frekuensi pemesanan optimal yang terjadi pada tahun 2006 lebih besar dari frekuensi pemesanan aktualnya. Besarnya frekuensi pemesanan optimal berpengaruh pada jumlah unit per pesanan yang menjadi lebih kecil. Jumlah unit per pesanan aktual lebih besar karena setiap kali pesanan jumlahnya besar namun frekuensi pemesanannya lebih kecil, sedangkan jumlah unit per pesanan optimal menjadi lebih kecil namun frekuensi pemesanan menjadi lebih sering. Penurunan jumlah unit per pesanan terjadi pada semua bahan baku yaitu onggok, dedak padi, dan tetes. Hasil perbandingan frekuensi dan jumlah unit perpesanan antara metode perusahaan dengan metode EOQ pada PMT Multiguna sejalan dengan hasil frekuensi dan jumlah unit per pesanan bahan baku pada PMT KPBS Cirebon (Fadlilah, 2002). Frekuensi pemesanan dengan menggunakan metode EOQ pada PMT KPBS Cirebon lebih besar dari metode perusahaan, sehingga mengakibatkan jumlah unit perpesanan menurut EOQ menjadi lebih kecil. Hal ini sejalan dengan yang terjadi di PMT Multiguna. Perhitungan frekuensi pemesanan dan jumlah unit per pesanan pada PMT KPBS Cirebon dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Bahan Baku di PMT KPBS Cirebon, Tahun 2002 Bahan Baku
Frekuensi Pemesanan Aktual EOQ (kali/tahun) (kali/tahun)
Perubahan Frekuensi Pemesanan (%)
Jumlah Unit Pemesanan Aktual EOQ (kg/pesan) (kg/pesan)
Perubahan Jumlah Unit Pemesanan (%)
Dedak
90
144
60
93 857.7
60 822.7
(35.2)
Onggok
21
61
190.5
70 424.7
24 976.3
(64.5)
Keterangan : Angka dalam kurung menyatakan nilai negatif Sumber : Fadlilah, 2002
43
Peningkatan frekuensi pemesanan dan penurunan jumlah unit pemesanan akan berpengaruh pada biaya penyimpanan dan biaya pemesanannya, sehingga total biaya persediaan masing-masing bahan baku akan mengalami perubahan sesuai dengan perubahan biaya penyimpanan dan pemesanan. Total biaya persediaan berdasarkan metode EOQ dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Total Biaya Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bahan Baku
Biaya Penyimpanan (Rp/tahun) 1.968.025,21
Biaya Pemesanan (Rp/tahun) 2.200.000
Total Biaya Persediaan (Rp/tahun) 4.168.025,21
Dedak Padi
879.655,69
900.000
1.779.656,00
Tetes
657.770,00
700.000
1.357.770,00
Onggok
Pada Tabel 13, dapat dilihat bahwa pada biaya penyimpanan dan biaya pemesanan tidak berbeda jauh untuk masing-masing bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa biaya persediaan berdasarkan metode EOQ merupakan biaya yang optimal. Berbeda halnya dengan biaya persediaan berdasarkan kebijakan perusahaan, biaya penyimpanannya jauh lebih besar dari biaya pemesanannya. Tabel 14. Perbandingan Total Biaya Persediaan Antara Metode Perusahaan dengan Metode EOQ, Tahun 2006 Bahan Baku Perusahaan EOQ Penghematan Presentase (Rp/tahun) (Rp/tahun) (Rp/tahun) Penghematan (%) Onggok 4.377.400 4.168.025,21 209.374,79 4,78 Dedak Padi
2.153.700
1.779.656,00
374.044,00
17,37
Tetes
2.258.700
1.357.770,00
900.930,00
39,88
Jumlah
8.789.800
7.305.451,21
1.484.348,79
16,88
Tabel 14 menunjukkan bahwa penghematan biaya persediaan dapat dilakukan bila kondisi optimal. Penghematan biaya persediaan merupakan selisih antara biaya persediaan aktual dengan biaya persediaan menurut metode EOQ. Secara keseluruhan penghematan yang dapat dilakukan oleh PMT Multiguna yaitu sebesar Rp.1.484.348,79 atau 16,88% dari biaya persediaan aktualnya pada tahun 2006.
44
Adanya nilai penghematan tersebut menunjukan bahwa PMT Multiguna belum optimal dalam kebijakan pengadaan persediaan bahan baku. Persediaan Pengaman dan Titik Pemesanan Kembali
Persediaan pengaman (safety stock) merupakan persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out). Kemungkinan terjadinya stock out dapat disebabkan karena penggunaan bahan baku yang lebih besar daripada perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam persediaan pengaman adalah penggunaan bahan baku rata-rata dan standar deviasinya serta waktu tunggu (lead time) dan standar deviasinya. Pendekatan yang digunakan berdasarkan tingkat pelayanan (level of service approach). Tingkat pelayanan pada PMT Multiguna sebesar 100%. Rata-rata dan standar deviasi pemakaian bahan baku serta waktu tunggu dapat dilihat pada Tabel 15 dan perhitungan pada Lampiran 12-13. Tabel 15. Rata-rata dan Standar Deviasi Pemakaian Bahan Baku Serta Waktu Tunggu pada PMT Multiguna, Tahun 2006. Bahan Baku Pemakaian Waktu Tunggu (Kg/bulan) (Bulan) Onggok 26.467 ± 3.982,05 0,366 ± 0,191137 Dedak Padi Tetes
11.785 ± 2.210,34
0,133 ± 0,069457
8.458 ± 1.425,18
0,100 ± 0,000000
Tingkat ketidakpastian waktu tunggu akan dipengaruhi oleh nilai standar deviasi waktu tunggu. Semakin besar nilai standar deviasinya maka tingkat ketidakpastiannya akan semakin besar pula. Namun, pada PMT Multiguna standar deviasi untuk waktu tunggu relatif lebih kecil dari rata-ratanya. Hasil tersebut disebabkan waktu tunggu untuk bahan baku onggok, dedak padi, dan tetes relatif konstan setiap kali melakukan pemesanan, sehingga akan menyebabkan tingkat ketidakpastiannya akan semakin kecil. Standar deviasi selama pengisian bahan baku diperoleh berdasarkan rata-rata dan standar deviasi pemakaian bahan baku dan waktu tunggu. Hal ini digunakan untuk mendapatkan persediaan pengaman sesuai tingkat pelayanan. Faktor konversi
45
pada tingkat pelayanan dapat dilihat pada Lampiran 14. Perhitungan persediaan pengaman berdasarkan EOQ dapat dilihat pada Tabel 16 dan perhitungan standar deviasi selama pengisian pada Lampiran 15. Tabel 16. Persediaan Pengaman Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006. Bahan Baku
Onggok Dedak Padi
Persediaan Pengaman (3)=(1)x(2)
100
Faktor Konversi (K) (2) 3,10
1.148,80
100
3,10
3.561,28
450,68
100
3,10
1.397,11
Standar Deviasi Selama Pengisian (1) 5.603,10
Tingkat Pelayanan(%)
Tetes
17.369,61
Stadar deviasi selama pengisian untuk onggok adalah sebesar 5.603,10 kg, untuk dedak padi sebesar 1.148,80 kg dan untuk tetes adalah sebesar 450,68 kg. Perhitungan persediaan pengaman diperoleh dari perkalian antara standar deviasi selama perhitungan dengan tingkat pelayanan. Nilai persediaan pengaman yang tercantum pada Tabel 16 merupakan batas minimum yang harus disediakan oleh PMT Multiguna sebagai cadangan apabila terjadi kekurangan bahan baku akibat keterlambatan pengiriman bahan baku dari pemasok atau karena adanya peningkatan permintaan dari pelanggan. Biaya penyimpanan akan bertambah disebabkan adanya persediaan pengaman. Kebijakan yang ditetapkan oleh PMT Multiguna dalam menentukan persediaan pengaman adalah sebesar 20% dari total pemakaian masing-masing bahan baku selama satu periode. Pada Tabel 17 dapat dilihat perbandingan tambahan biaya penyimpanan akibat adanya persediaan pengaman menurut kebijakan perusahaan dan menurut metode EOQ.
46
Tabel 17. Perbandingan Tambahan Biaya Penyimpanan Berdasarkan Metode PMT Multiguna dan Metode EOQ, Tahun 2006. Aktual Tambahan Safety Biaya Stock Penyimpanan (Rp) (kg)
Bahan Baku
EOQ Tambahan Safety Biaya Stock Penyimpanan (Rp) (kg)
Selisih Tambahan Safety Biaya Stock Penyimpanan (Rp) (kg)
Onggok
63.520
1.297.713,60
17.369.61
354.861,13
46.150.39
942.852,47
Dedak
28.284
577.842,12
3.561.28
72.756,95
24.722.72
505.085,17
Tetes
20.300
414.729,00
1.397.11
28.542,95
18.902.89
386.186,05
112.104
2.290.284,72
22.328.00
456.161,03
89.776.00
1.834.123,69
Jumlah
Berdasarkan Tabel 17. tambahan biaya penyimpanan menurut metode EOQ untuk bahan baku onggok, dedak padi, dan tetes lebih kecil bila dibandingkan dengan tambahan biaya penyimpanan aktualnya, hal ini terlihat pada persediaan pengamannya yang lebih kecil bila dibandingkan dengan persediaan pengaman menurut perusahaan. Kuantitas persediaan pengaman untuk bahan baku onggok, dedak padi, dan tetes yang ditetapkan oleh PMT Multiguna terlalu besar sehingga menyebabkan tambahan biaya penyimpanan juga semakin besar. Hal tersebut menunjukan bahwa Metode yang ditetapkan oleh PMT Multiguna belum dilakukan secara optimal. Penghematan biaya penyimpanan secara keseluruhan yaitu sebesar Rp. 1.834.123,69 per tahun. Analisis selanjutnya adalah penentuan titik pemesanan kembali (Reorder Point). Perhitungan titik pemesanan kembali diperoleh dari perkalian antara rata-rata waktu tunggu dan pemakaian, kemudian ditambahkan dengan persediaan pengaman. Titik pemesanan kembali adalah suatu titik atau batas minimum dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat di mana pemesanan harus diadakan kembali, hal ini
bertujuan
untuk
mengadakan
kembali
bahan-bahan
persediaan
untuk
menggantikan persediaan yang telah digunakan sehingga persediaan tetap optimal. Perhitungan titik pemesanan kembali dapat dilihat pada Tabel 18.
47
Tabel 18. Titik Pemesanan Kembali Berdasarkan metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bahan Baku
Rata-rata WaktuTunggu (bulan) (1)
Rata-rata Pemakaian (kg/bulan) (2)
PemakaianSelama Waktu Tunggu (kg) (3)=(1)x(2)
Safety Stock (kg) (4)
Reorder Point (kg) (5)=(3)+(4)
Onggok
0,366
26.467
9.686,92
17.369,61
27.056,53
Dedak Padi
0,133
11.785
1.567,40
3.561,28
5.128,68
Tetes
0,100
8.458
845,80
1.397,11
2.242,91
Berdasarkan Tabel 18, menunjukan bahwa Reorder Point untuk onggok, dedak dan tetes merupakan batas minimum persediaan dan disaat itulah PMT Multiguna harus melakukan pemesanan kembali. Apabila terjadi peningkatan permintaan atau keterlambatan pengiriman bahan baku, bahan baku dapat dipenuhi dari persediaan pengaman sehingga tidak menghambat proses produksi dan perusahaan tidak kehilangan pelanggan. Persediaan Minimum dan Maksimum
Persediaan minimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling kecil/rendah yang harus ada untuk suatu jenis bahan atau barang. Persediaan minimum ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan kekurangan persediaan (Stock Out). Persediaan minimum disebut juga dengan persediaan pengaman (Safety Stock). Persediaan minimum pada PMT Multiguna untuk bahan baku onggok sebesar 17.369,61 kg, dedak padi sebesar 3.561,28 kg, dan untuk tetes sebesar 1.397,11 kg. Persediaan maksimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling besar (tertinggi) yang sebaiknya dapat diadakan oleh PMT Multiguna. Batas persediaan maksimum ini kadang-kadang tidak didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan keefektifan kegiatan perusahaan. Sehingga, persediaan maksimum dalam hal ini hanya didasarkan atas kemampuan perusahaan saja terutama kemampuan keuangan perusahaan, kemampuan yang ada dan pembatasan-pembatasan dari sifat-sifat atau kerusakan bahan-bahan tersebut.
48
Tabel 19. Persediaan Maksimum Bahan Baku yang Optimal pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bahan Baku Onggok Dedak Padi Tetes
Persediaan Pengaman (kg/bulan) (1) 17.369,61 3.561,28 1.397,11
Jumlah Pemesanan Optimal (kg/bulan) (2) 16.055,19 7.176,18 5.366,04
Persediaan Maksimum (kg/bulan) (3)=(1)+(2) 33.424,80 10.737,46 6.763,15
Tabel 19 menunjukan persediaan maksimum yang harus dimiliki oleh PMT Multiguna. Apabila PMT Multiguna memiliki persediaan maksimum untuk bahan baku diatas sesuai dengan nilai yang tercantum pada Tabel 19, maka PMT Multiguna akan terhindar dari resiko kelebihan persediaan yang dapat menyebabkan ketidakefisienan dalam hal biaya persediaan bahan baku.
Penerapan Hasil Metode EOQ
Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukan bahwa total biaya persediaan menurut metode EOQ lebih kecil daripada total biaya persediaan menurut kebijakan perusahaan. Frekuensi pemesanan yang lebih banyak dan jumlah unit pemesanan yang lebih kecil berdasarkan EOQ menyebabkan adanya keseimbangan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sehingga keadaan optimal ini bisa menghemat biaya persediaan bahan baku. Sedangkan secara aktual, PMT Multiguna memiliki frekuensi yang jauh lebih kecil tetapi jumlah unit pemesanannya lebih besar menyebabkan biaya penyimpanan menjadi semakin besar. Metode EOQ yang lebih optimal diterapkan apabila dapat memenuhi asumsiasumsi yang telah disyaratkan. Metode EOQ baik diterapkan dalam PMT Multiguna. Metode EOQ dapat diterapkan pada PMT Multiguna karena kondisi PMT Multiguna yang merupakan PMT yang belum lama berdiri dan membutuhkan metode yang tepat dalam melakukan pengadaan persediaan untuk bisa mengoptimalkan biaya persediaan yang akan dikeluarkan. Selain itu PMT Multiguna tidak mengalami kesulitan dalam mencari pemasok bahan baku karena banyak pemasok yang menawarkan bahan baku kepada PMT Multiguna dan sistem pembeliannya adalah kontrak sehingga resiko kenaikan harga bahan baku dapat terkontrol.
49
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Metode pengendalian persediaan yang dilakukan oleh PMT Multiguna dalam meminimumkan biaya persediaan dinamakan metode PMT Multiguna (Metode Perusahaan) dilakukan dengan cara memperkecil frekuensi pemesanan dan meningkatkan jumlah unit pemesanannya sehingga biaya penyimpanan lebih besar dari biaya pemesanan, dan persediaan pengamannya sebesar 20% dari total pemakaian masing-masing bahan baku yang menyebabkan adanya penambahan biaya penyimpanan yang cukup besar. 2. Metode yang dilakukan oleh PMT Multiguna dalam melakukan pengendalian persediaan bahan baku belum optimal. Hal ini terbukti dengan adanya penghematan yang dapat dilakukan oleh metode EOQ. Frekuensi pemesanan optimal berdasarkan metode EOQ adalah sebesar 22 kali untuk onggok, 20 kali untuk dedak padi, 20 kali untuk tetes. Jumlah unit pemesanan optimal berdasarkan EOQ adalah 16.055,19 kg/pesanan untuk onggok, 7.176,18 kg/pesanan untuk dedak, dan 5.366,04 kg/pesanan untuk tetes. Frekuensi pemesanan dengan metode EOQ lebih besar bila dibandingkan dengan metode perusahaan. Penghematan biaya persediaan dengan metode EOQ adalah sebesar Rp.1.484.348,79 atau 16,88% dari biaya persediaan aktualnya. Hasil tersebut berarti bahwa metode EOQ paling optimal jika dibandingkan dengan metode yang dilakukan oleh PMT Multiguna.
Saran
1. Sebaiknya PMT Multiguna menentukan frekuensi pemesanan, jumlah unit pemesanan, persediaan pengaman berdasarkan Metode EOQ. Tetapi, dengan syarat asumsi-asumsi Metode EOQ terpenuhi sehingga PMT Multiguna dapat mengoptimalkan pengadaan persediaan untuk memperlancar proses produksi. 2. Untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan EOQ dan menggunakan Metode Pareto agar menghitung semua bahan baku, baik yang terdapat dalam Kelas A, B, maupun C sehingga dapat diketahui pengehematan untuk semua bahan baku.
50
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, kekuatan dan karunia-Nya yang yak terhingga dan hanya dengan ridho-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya yang tetap istiqomah di jalan-Nya sampai akhir zaman. Kesempatan ini, dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M. Agr. Sc sebagai pembimbing akademik dan sebagai dosen Pembimbing Utama beserta Ir. Lucia Cyrilla ENSD, Msi sebagai Pembimbing Anggota, yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penyusunan skripsi. Kepada Ir. Burhanuddin, MM sebagai dosen penguji seminar hasil penelitian dan Ir.
Hadiyanto,
MS
sebagai
dosen
panitia
seminar,
serta
kepada
Ir. Juniar Atmakusuma, MS dan Ir. Abdul Djamil H, MS sebagai dosen penguji sidang yang telah mengkritik dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih atas bantuannya kepada P’Dodi, Bu Cicih, P’Nana, P’Tris, P’Kamto, P’Tibiyan, Umi Nyai dan seluruh staf pegawai di Fapet IPB. 2. Kedua orangtua tersayang dan tercinta papa dan mama terimakasih atas doa, kasih sayang, dukungan, kesabaran, perhatian yang tiada pernah lelah dan henti. Adikku Vita, Mbak Dina, dan Akang Sandy atas semangat, perhatian dan kasih sayangnya yang selalu di berikan, serta seluruh keluarga yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 3. Bapak Mu’tasim Fakkih, Bapak Anggodo, Mba Siti serta seluruh staf di PMT Multiguna terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya. 4. Sahabat-sahabatku dalam suka dan duka: Risza, Mima, Valent (kenangan indah bersama kalian tak akan terlupakan). Sahabat seperjuangan di WL: Ayu, Mira, Lenni, Yeni, Marlia, dan Anis (terimakasih atas bantuannya, semangat!). Sahabat-sahabat SEIPERZ 41: Doni, Yulida, Irub, Anas, Deka, Choy, Heri, Tari, Jemi, Sarah, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu terimakasih
51
atas semangat dan bantuannya. Sahabat-sahabat di BEM Fapet IPB terimakasih atas doanya. 5. Sahabat-sahabat Arsida 2: Erita, Lia, M’Pipit, M’Wahyu, M’Puji, Nisa, M’Yuyun, Rohmah, Lenny, M’Uswah terimaksih atas perhatian, kasih sayang dan persahabatan yang indah selama 2 tahun bersama.
Bogor, Maret 2008 Penulis
52
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Buffa, E. dan R. K. Sarin (1996). Manajemen Operasi dan Produksi Modern. Penerbit Bina Rupa Aksara. Jakarta. Fadlilah, D. M. 2002. Penerapan metode pengendalian persediaan untuk penghematan biaya bahan baku pakan pada PMT KPBS Cirebon. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Farada, L. E. 2002. Evaluasi penggunaan perekat berbahan baku singkong dengan taraf berbeda terhadap sifat fisik ransum ayam broiler bentuk crumble. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Handoko, T.H. 1996. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE. Yogyakarta. Husaeni, A. 2003. Sistem pengendalian persediaan bahan baku di industri pakan. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Indrajit, E. R. dan R. Djokopranoto. 2005. Manajemen Persediaan. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Lestari, N. A. 2004. Analisis metode penghematan biaya persediaan bahan baku pakan unggas di industri pakan ternak. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Prawirosentono, E. S. 1997. Manajemen Produksi dan Operasi. Bumi Aksara. Jakarta. Simanjuntak, D. 1999. Pengaruh jenis penggilingan padi terhadap sifat fisik dedak. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Subagyo, P. 2000. Manajemen Operasi. BPFE. Yogyakarta. Tampubolon, M. P. 2004. Manajemen Operasional. Ghalia Indonesia. Jakarta Tarmudji, 2004. http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/71/pdf/pemanfaatan%20 onggok%untuk%Pakan20Unggas.pdf(20 Februari 2007).
53
Tillman, A. D., Hartadi, H., Reksohadiprodjo, S., Prawirokusumo, S., dan Lebdosoekojo, S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Yusdja, Y., S. H. Santana, R. Suhartini, dan T. Sudaryanto. 1995. Dampak Deregulasi terhadap Perkembangan Agribisnis Perunggasan. Riset Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Peta Kabupaten Klaten PETA KABUPATEN KLATEN
56
Lampiran 2. Perhitungan Biaya Penyimpanan pada PMT Multiguna, 2006. Diketahui
: Nilai Pembelian
= Rp. 801.220.000 per tahun
: Jumlah Pembelian
= 1.270.000 kg per tahun
: Biaya Penanganan Persediaan
= Rp. 1,5 per kg
: Penyusutan Bahan Baku
= 3%
Biaya Penyimpanan
= 3% x (Nilai Pembelian /Jumlah Pembelian) + Biaya Penanganan Persediaan = 3% x (Rp. 801.220.000 / 1.270.000) + Rp. 1,5 per kg = Rp 20,43 per kg
Tabel 20. Pembelian Bahan Baku pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bahan Baku
Onggok Dedak Padi Tetes Bungkil Sawit Brand Pollard Kulit Kopi Gaplek Afval Wijen Tapioka Dedak Jagung Garam Calsit Zeolit Jumlah
Pembelian (kg/tahun)
420.000 210.000 180.000 42.000 42.000 126.000 28.000 56.000 48.000 36.000 18.000 36.000 28.000 1.270.000
(Rp/kg)
Harga
Nilai Pembelian (Rp/tahun)
575 850 900 850 1100 400 750 250 600 250 250 170 125 7.070
241.500.000 178.500.000 162.000.000 35.700.000 46.200.000 50.400.000 21.000.000 14.000.000 28.800.000 9.000.000 4.500.000 6.120.000 3.500.000 801.220.000
57
Lampiran 3. Total Biaya Persediaan Onggok Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun 2006
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Frekuensi (Kali) A
Jumlah Pembelian (kg) B
Jumlah Unit Per pesanan (kg) C
Biaya Simpan per Unit (Rp) E
Rata-rata Persediaan (kg) D=C/2
Biaya Pesan Per pesanan (Rp) F
2
120.000
60.000
30.000
20,43
100.000
-
-
-
-
-
-
1
60.000
60.000
30.000
20,43
100.000
-
-
-
-
-
-
1
60.000
60.000
30.000
20,43
100.000
-
-
-
-
-
-
1
60.000
60.000
30.000
20,43
100.000
-
-
-
-
-
-
1
60.000
60.000
30.000
20,43
100.000
-
-
-
-
-
-
1
60.000
60.000
30.000
20,43
100.000
-
-
-
-
-
-
7
420.000
360.000
180.000
122,58
600.000
Total Biaya Penyimpanan (Rp) G=D x E
Total Biaya Pemesanan (Rp) H=A x F
Total Biaya Persediaan (Rp) I
612.900
200.000
812.900
-
-
-
612.900
100.000
712.900
-
-
-
612.900
100.000
712.900
-
-
-
612.900
100.000
712.900
-
-
-
612.900
100.000
712.900
-
-
-
612.900
100.000
712.900
-
-
-
3.677.400
700.000
4.377.400
58
Lampiran 4. Total Biaya Persediaan Onggok Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Biaya Simpan per Unit (Rp) E
Biaya Pesan per pesanan (Rp) F
Jumlah Pemakaian (kg) B
Jumlah Unit per Pesanan (kg) C
2
32.300
17.782,06
8.891,03
20,43
100.000
181.643,74
200.000
381.643,74
1
21.940
14.655,44
7.327,72
20,43
100.000
149.705,31
100.000
249.705,31
2
26.990
16.254,82
8.127,41
20,43
100.000
166.042,98
200.000
366.042,98
2
25.720
15.867,78
7.933,89
20,43
100.000
162.089,37
200.000
362.089,37
2
27.190
16.314,93
8.157,46
20,43
100.000
166.657,01
200.000
366.657,01
1
21.880
14.635,39
7.317,69
20,43
100.000
149.500,51
100.000
249.500,51
2
33.560
18.125,57
9.062,78
20,43
100.000
185.152,69
200.000
385.152,69
2
22.130
14.718,77
7.359,38
20,43
100.000
150.352,23
200.000
350.352,23
2
28.710
16.764,76
8.382,38
20,43
100.000
171.252,02
200.000
371.252,02
2
26.420
16.082,26
8.041,13
20,43
100.000
164.280,28
200.000
364.280,28
2
28.620
16.738,46
8.369,23
20,43
100.000
170.983,36
200.000
370.983,36
2
22.140
14.722,09
7.360,04
20,43
100.000
150.365,71
200.000
350.365,71
317.600 192.662,33
96.330,14
245,16 1.200.000
1.968.025,21
2.200.000
4.168.025,21
Frekuensi (kali) A
22
Rata-rata Persediaan (kg) D=C/2
Total Biaya Penyimpanan (Rp) G=DxE
Total Biaya Pemesanan (Rp) H=AxF
Total Biaya Persediaan (Rp) G+H
59
Lampiran 5. Total Biaya Persediaan Dedak Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun 2006
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Frekuensi Pemesanan (kali) A
Jumlah Pembelian (kg) B
Jumlah Unit per Pesanan (kg) C
Rata-rata Persediaan (kg) D=C/2
Biaya Simpan Per Unit (Rp) E
Biaya Pesan per pesanan (Rp) F
Total Biaya Penyimpanan (Rp) G=DxE
Total Biaya Pemesanan (Rp) H=AxF
Total Biaya Persediaan (Rp) G+H
2
60.000
30.000
15.000
20,43
45.000
306.450
90.000
396.450
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
30.000
30.000
15.000
20,43
45.000
306.450
45.000
351.450
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
30.000
30.000
15.000
20,43
45.000
306.450
45.000
351.450
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
30.000
30.000
15.000
20,43
45.000
306.450
45.000
351.450
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
30.000
30.000
15.000
20,43
45.000
306.450
45.000
351.450
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
30.000
30.000
15.000
20,43
45.000
306.450
45.000
351.450
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7
210.000
180.000
90.000
122,58
270.000
1.838.700
315.000
2.153.700
60
Lampiran 6. Total Biaya Persediaan Dedak Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Frekuensi Pemesanan (kali) A
Jumlah Pemakaian (kg) B
Jumlah Unit per Pesanan (kg) C
Rata-rata Persediaan (kg) D=C/2
Biaya Simpan Per Unit (Rp) E
Biaya Pesan per pesanan (Rp) F
Total Biaya Penyimpanan (Rp) G=DxE
Total Biaya Pemesanan (Rp) H=AxF
Total Biaya Persediaan (Rp) G+H
2
14.720
8.052,68
4.026,34
20,43
45.000
82.258,12
90.000
172.258,12
1
9.150
6.348,88
3.174,44
20,43
45.000
64.853,80
45.000
109.853,80
2
12.890
7.535,52
3.767,76
20,43
45.000
76.975,33
90.000
166.975,33
2
10.690
6.862,39
3.431,19
20,43
45.000
70.099,31
90.000
160.099,31
2
12.730
7.488,61
3.744,30
20,43
45.000
76.496,15
90.000
166.496,15
1
9.370
6.424,75
3.212,37
20,43
45.000
65.628,82
45.000
110.628,82
2
15.240
8.193,69
4.096,84
20,43
45.000
83.698,54
90.000
173.698,54
1
9.510
6.472,57
3.236,28
20,43
45.000
66.117,30
45.000
111.117,30
2
13.370
7.674,54
3.837,27
20,43
45.000
78.395,42
90.000
168.395,42
2
10.980
6.954,85
3.477,42
20,43
45.000
71.043,79
90.000
161.043,79
2
13.440
7.694,61
3.847,30
20,43
45.000
78.600,44
90.000
168.600,44
1 20
9.330 141.420
6.411,03 86.114,12
3.205,51 43.057,02
20,43 245,16
45.000 540.000
65.488,67 879.655,69
45.000 900.000
110.488,67 1.779.656
61
Lampiran 7. Total Biaya Persediaan Tetes Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun 2006
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Frekuensi Pemesanan (kali) A
Jumlah Pembelian (kg) B
Jumlah Unit per Pesanan (kg) C
Rata-rata Persediaan (kg) D=C/2
Biaya Simpan Per Unit (Rp) E
Biaya Pesan per pesanan (Rp) F
Total Biaya Penyimpanan (Rp) G=DxE
Total Biaya Pemesanan (Rp) H=AxF
Total Biaya Persediaan (Rp) G+H
1
15.000
15.000
7.500
20,43
35.000
153.225
35.000
188.225
1
15.000
15.000
7.500
20,43
35.000
153.225
35.000
188.225
1
15.000
15.000
7.500
20,43
35.000
153.225
35.000
188.225
1
15.000
15.000
7.500
20,43
35.000
153.225
35.000
188.225
1
15.000
15.000
7.500
20,43
35.000
153.225
35.000
188.225
1
15.000
15.000
7.500
20,43
35.000
153.225
35.000
188.225
1
15.000
15.000
7.500
20,43
35.000
153.225
35.000
188.225
1
15.000
15.000
7.500
20,43
35.000
153.225
35.000
188.225
1
15.000
15.000
7.500
20,43
35.000
153.225
35.000
188.225
1
15.000
15.000
7.500
20,43
35.000
153.225
35.000
188.225
1
15.000
15.000
7.500
20,43
35.000
153.225
35.000
188.225
1
15.000
15.000
7.500
20,43
35.000
153.225
35.000
188.225
12
180.000
180.000
90.000
245,16
420.000
1.838.700
420.000
2.258.700
62
Lampiran 8. Total Biaya Persediaan Tetes Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006
Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Frekuensi Pemesanan (kali) A
Jumlah Pemakaian (kg) B
Jumlah Unit per Pesanan (kg) C
Rata-rata Persediaan (kg) D=C/2
Biaya Simpan Per Unit (Rp) E
Biaya Pesan per pesanan (Rp) F
Total Biaya Penyimpanan (Rp) G=DxE
Total Biaya Pemesanan (Rp) H=AxF
Total Biaya Persediaan (Rp) G+H
2
10.490
5.995,18
2.997,59
20,43
35.000
61.240,76
70.000
131.240,76
1
6.800
4.826,91
2.413,45
20,43
35.000
49.306,88
35.000
84.306,88
2
8.640
5.440,91
2.720,45
20,43
35.000
55.578,89
70.000
125.578,89
2
7.960
5.222,41
2.611,20
20,43
35.000
53.346,91
70.000
123.346,91
2
8.950
5.537,66
2.768,83
20,43
35.000
56.567,19
70.000
126.567,19
1
6.880
4.855,22
2.427,61
20,43
35.000
49.596,07
35.000
84.596,07
2
10.870
6.102,80
3.051,40
20,43
35.000
62.340,10
70.000
132.340,10
1
6.970
4.886,87
2.443,43
20,43
35.000
49.919,37
35.000
84.919,37
2
9.430
5.684,21
2.842,10
20,43
35.000
58.064,20
70.000
128.064,20
2
8.170
5.290,85
2.645,42
20,43
35.000
54.046,03
70.000
124.046,03
2
9.440
5.687,23
2.843,61
20,43
35.000
58.095,05
70.000
128.095,05
1
6.900
4.862,27
2.431,13
20,43
35.000
49.668,08
35.000
84.668,08
20
101.500
64.392,52
32.196,22
245,16
420.000
657.770
700.000
1.357.770
63
Lampiran 9. Perhitungan Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Onggok Berdasarkan Metode EOQ, 2006 Pemakaian (kg/bulan) (A)
Biaya Pesan (Rp/pesanan) (B)
Biaya Simpan (Rp/unit) (C)
(D)=2(A)(B)/(C)
Januari
32.300
100.000
20,43
316.201.664,20
17.782,06
2
Februari
21.940
100.000
20,43
214.782.183,10
14.655,44
1
Maret
26.990
100.000
20,43
264.219.285,40
16.254,82
2
April
25.720
100.000
20,43
251.786.588,40
15.867,78
2
Mei
27.190
100.000
20,43
266.177.190,40
16.314,93
2
Juni
21.880
100.000
20,43
214.194.811,60
14.635,39
1
Juli
33.560
100.000
20,43
328.536.466,00
18.125,57
2
Agustus
22.130
100.000
20,43
216.642.219,90
14.718,77
2
September
28.710
100.000
20,43
281.057.268,70
16.764,76
2
Oktober
26.420
100.000
20,43
258.639.256,00
16.082,26
2
November
28.620
100.000
20,43
280.176.211,50
16.738,46
2
Desember
22.140
100.000
20,43
216.740.088,10
14.722,09
2
Bulan
EOQ (E)=
D
F
Lampiran 10. Perhitungan Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Dedak Berdasarkan Metode EOQ, 2006 Pemakaian (kg/bulan) (A)
Biaya Pesan (Rp/pesanan) (B)
Biaya Simpan (Rp/unit) (C)
(D)=2(A)(B)/(C)
(E)=
D
F
Januari
14.720
45.000
20,43
64.845.814,98
8.052,68
2
Februari
9.150
45.000
20,43
40.308.370,04
6.348,88
1
Maret
12.890
45.000
20,43
56.784.140,97
7.535,52
2
April
10.690
45.000
20,43
47.092.511,01
6.862,39
2
Mei
12.730
45.000
20,43
56.079.295,15
7.488,61
2
Juni
9.370
45.000
20,43
41.277.533,04
6.424,75
1
Juli
15.240
45.000
20,43
67.136.563,88
8.193,69
2
Agustus
9.510
45.000
20,43
41.894.273,13
6.472,57
1
September
13.370
45.000
20,43
58.898.678,41
7.674,54
2
Oktober
10.980
45.000
20,43
48.370.044,05
6.954,85
2
November
13.440
45.000
20,43
59.207.048,46
7.694,61
2
Desember
9.330
45.000
20,43
41.101.321,59
6.411,03
1
Bulan
EOQ
64
Lampiran 11. Perhitungan Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Tetes Berdasarkan Metode EOQ, 2006 Pemakaian (kg/bulan) (A)
Biaya Pesan (Rp/pesanan) (B)
Biaya Simpan (Rp/unit) (C)
(D)=2(A)(B)/(C)
(E)=
D
F
Januari
10.490
35.000
20,43
35.942.241,80
5.995,18
2
Februari
6.800
35.000
20,43
23.299.070,00
4.826,91
1
Maret
8.640
35.000
20,43
29.603.524,23
5.440,91
2
April
7.960
35.000
20,43
27.273.617,23
5.222,41
2
Mei
8.950
35.000
20,43
30.665.687,71
5.537,66
2
Juni
6.880
35.000
20,43
23.573.176,70
4.855,22
1
Juli
10.870
35.000
20,43
37.244.248,65
6.102,80
2
Agustus
6.970
35.000
20,43
23.881.546,74
4.886,87
1
September
9.430
35.000
20,43
32.310.327,95
5.684,21
2
Oktober
8.170
35.000
20,43
27.993.147,33
5.290,85
2
November
9.440
35.000
20,43
32.344.591,29
5.687,23
2
Desember
6.900
35.000
20,43
23.641.703,38
4.862,27
1
Bulan
EOQ
65
Lampiran 12. Pemakaian Bahan Baku dan Standar Deviasinya pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bulan Onggok Dedak Tetes (kg) (kg) (kg) Januari 32.300 14.720 10.490 Februari 21.940 9.150 6.800 Maret 26.990 12.890 8.640 April 25.720 10.690 7.960 Mei 27.190 12.730 8.950 Juni 21.880 9.370 6.880 Juli 33.560 15.240 10.870 Agustus 22.130 9.510 6.970 September 28.710 13.370 9.430 Oktober 26.420 10.980 8.170 November 28.620 13.440 9.440 Desember 22.140 9.330 6.900 Jumlah 317.600 141.420 101.500 Rata-rata 26.467 11.785 8.458 Std. Deviasi 3.982,054 2.210,341 1.425,182 Lampiran 13. Waktu Tunggu Pemesanan Bahan Baku dan Standar Deviasinya pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Rata-rata Std.Deviasi
Onggok Hari Bulan 11 0,366 0 0 11 0,366 0 0 11 0,366 0 0 11 0,366 0 0 11 0,366 0 0 11 0,366 0 0 66 2,196 11 0,366 5,744563 0,191137
Dedak Hari Bulan 4 0,133 0 0 4 0,133 0 0 4 0,133 0 0 4 0,133 0 0 4 0,133 0 0 4 0,133 0 0 24 0,798 4 0,133 2,088932 0,069457
Hari 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 3 0
Tetes Bulan 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 1,2 0,1 0,000000
66
Lampiran 14. Policy Factor (K) pada Frequency of Level Service Frequency of Level Service 50,0 60,0 70,0 75,0 80,0 85,0 90,0 95,0 97,5 99,0 99,5 99,9
K 0,00 0,25 0,52 0,67 0,84 1,04 1,28 1,64 1,96 2,33 2,58 3,10
67
Lampiran 15. Perhitungan Persediaan Pengaman dan Titik Pemesanan Kembali Berdasarkan Pendekatan Tingkat Pelayanan, Tahun 2006 Rata-rata WaktuTunggu (bulan) L
StandarDeviasi Waktu Tunggu (bulan)
StandarDeviasi Pemakaian (kg/bulan)
StandarDeviasi Selama Pengisian
Faktor Konversi
σL
Rata-rata Pemakaian (kg/bulan) D
σD
σT
Onggok
0,366
0,191137
26.467
3.982,05
Dedak
0,133
0,069457
11.785
Tetes
0,100
0,000000
8.458
Bahan Baku
K
Safety Stock (kg) K. σT
Reorder Point (kg) ( L . D )+SS
5.603,10
3,10
17.369,61
27.056,53
2.210,34
1.148,83
3,10
3.561,28
5.128,68
1.425,18
450,68
3,10
1.397,11
2.242,91
68
Lampiran 16. Denah Lokasi PMT Multiguna Klaten Gambar 6. Denah Lokasi PMT Multiguna Klaten
U
1 5 2
8
7
3
6
4
9
12
10 11
13
14
Keterangan : 1. Ruang Manajer 10. Mixer 1 2. Kantor 11. Tempat Penimbangan Produk 3. Kamar Mandi 12. Tempat Penyimpanan 4. Ruang Ganti 13. Mixer 2 5. Ruang Pertemuan 14. Tempat Protefeed 6. Hammer Mill 1 7. Hammer Mill 2 8. Tempat Penyimpanan 9. Tempat Penimbangan Bahan Baku
69
Lampiran 17. Dokumentasi Penelitian
Produk Protefeed 10
Mixer 1
Produk Protefeed 20
Alat Penimbangan
Hammer Mills
Mixer 2
70