Pengenalan Bahan Makanan
Ternak
Pengenalan Bahan Makanan
Ternak
Dr. Ir. M. Ridla, M. Agr
Penerbit IPB Press
Kampus IPB Taman Kencana, Kota Bogor - Indonesia
C.1/11.2014
Judul Buku: Pengenalan Bahan Makanan Ternak Penulis: Dr. Ir. M. Ridla, M. Agr Editor:
Nia Januarini
Desain Sampul & Penata Isi: Ardhya Pratama Korektor: Jumlah Halaman: 000 + 00 halaman romawi Edisi/Cetakan: Cetakan 1, Oktober 2014 PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Jl. Taman Kencana No. 3, Bogor 16128 Telp. 0251 - 8355 158 E-mail:
[email protected] ISBN: 978-979-493-000-0 Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - Indonesia Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan © 2014, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit
BAB I PENDAHULUAN
Ada banyak cara yang digunakan untuk menentukan kualitas bahan makan ternak. Secara garis besar, penentuan kualitas dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan biologis. Seorang ahli kimia dalam menentukan kualitas bahan makanan ternak akan mempertimbangkan kualitas pakan dari segi kandungan protein, lemak, atau kandungan zat makanan lainnya. Lain halnya dengan ahli nutrisi, mereka selanjutnya akan memikirkan juga kualitas makanan berdasarkan biologis seperti kecernaaannya dan nilai biologis lainnya. Lebih luas lagi di industri makanan ternak, manajer industri pakan akan memikirkan hal lain seperti daya tahan bila dalam bentuk pelet dan stabilitas air disimpan, sedangkan manajer peternakan lebih banyak mempertimbangkan pengaruhnya terhadap produksi dan pertumbuhan ternaknya. Umumnya dalam penentuan bahan makanan ternak secara kimia masih menggunakan metode analisis proksimat (Weende) yang telah dikembangkan mulai 100 tahun lalu. Metode ini tetap merupakan dasar penentuan kualitas yang banyak digunakan di dunia peternakan. Bahan makanan dibagi dalam 6 fraksi, terdiri atas kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Walaupun perkembangan teknologi dalam analisis kimia sudah sedemikian maju, tetapi analisis tersebut merupakan analisis kelanjutan atau perluasan dari analisis proksimat. Beberapa hal yang menyebabkan analisis komposisi kimia perlu ditentukan seperti kadar air bahan makanan. Hal ini sangat berpengaruh untuk stabilitas penyimpanan, di samping dari segi nilai gizinya. Apabila
2
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
kadar airnya lebih tinggi daripada kadar air yang seharusnya untuk penyimpanan, bahan makanan itu akan mudah dicemari mikroba yang dapat menghasilkan racun (mycotoxin) sehingga dapat membahayakan baik untuk ternaknya sendiri ataupun untuk konsumen hasil produksi ternak tersebut. Kadar protein kasar makanan yang dianalisis metode Kjeldahl, walaupun tidak terlalu berarti untuk manusia, akan tetapi masih sangat berguna untuk menentukan nilai protein bahan makanan yang dapat didegradasi dan yang tidak dapat didegradasi pada hewan ruminansia. Dengan demikian, cara ini masih merupakan metode yang penting untuk penentuan protein walaupun beberapa metode telah dikembangkan. Penentuan serat menggunakan metode serat detergen asam Van Soest, dalam beberapa hal lebih baik daripada penentuan serat kasar dengan metode Weende. Perbedaan utama antara serat detergen asam dan serat kasar adalah sebagian pentosan dari bahan ektrak tanpa nitrogen (Beta-N) akan teranalisis sebagai serat detergen asam. Serat detergen asam dapat digunakan untuk mengasumsikan kecernaan bahan makanan dengan lebih tepat. Walaupun demikian, keragaman sering terjadi karena nilai ini sangat bergantung pada derajat lignifikasi dari dinding sel yang menentukan kandungan ligninnya. Akhir-akhir ini telah banyak digunakan mikroskop untuk pengawasan mutu bahan makanan ternak. Mikroskop dapat digunakan sebagai pelengkap analisis kimia dalam uji cepat untuk penentuan ada-tidaknya pemalsuan bahan makanan ternak. Penggunaan mikroskop juga dapat memecahkan masalah untuk bahan yang mungkin sulit atau tidak mungkin dianalisis secara kimia. Hal lain yang juga penting adalah mengetahui ada-tidaknya kapang dan spora yang dapat diidentifikasi menggunakan miroskop.
Bab I Pendahuluan
3
Tujuan dan Manfaat Tujuan Setelah memperoleh dan mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa: 1. Mampu mengerjakan/melakukan organoleptik, dan kimiawi.
uji-uji
pakan
secara
fisik,
2. Menyebutkan pakan yang sesuai dengan kelompok pakannya dan menyebutkan kandungan zat makanan utamanya. 3. Menyebutkan kelemahan/kekurangan/kandungan antinutrisi pakanpakan tertentu. 4. Menyebutkan pakan inkonvensional dan pakan harapan.
Manfaat Setelah mempelajari PBMT, mahasiswa: 1. Mampu memilih pakan yang tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya. 2. Mampu mengantisipasi penggunaan pakan yang mengandung antinutrisi. 3. Mampu memanfaatkan pakan inkonvensional dengan mengantisipasi kelemahan dan kelebihannya.
Sumber Bahan Makanan Ternak Berdasarkan kandungan serat kasarnya, bahan makanan ternak dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu bahan penguat (konsentrat) dan hijauan. Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serealia (misalnya jagung, padi, atau gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau atau kedelai), umbi-umbian (misalnya ubi kayu atau ubi jalar), dan buah-buahan (misalnya kelapa atau kelapa sawit). Konsentrat juga dapat berasal dari hewan seperti tepung daging dan tepung ikan. Di samping itu juga dapat berasal dari industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah, atau hasil ikutan dari produksi bahan pangan seperti dedak padi dan pollard, hasil ikutan proses ekstraksi seperti
4
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung darah dan tepung bulu, serta limbah proses fermentasi seperti ampas bir. Hijauan dapat berupa rumput-rumputan dan leguminosa segar atau kering serta silase yang dapat berupa jerami yang berasal dari limbah pangan (jerami padi, jerami kedelai, pucuk tebu) atau yang berasal dari pohon-pohonan (daun gamal dan daun lamtoro).
Klasifikasi berdasarkan kandungan gizinya bahan makanan ternak dapat dibagi atas sumber energi (misalnya dedak ubi kayu), sumber protein yang berasal dari tanaman (misalnya bungkil kedelai dan bungkil kelapa), serta sumber protein hewani (tepung darah, tepung bulu, dan tepung ikan). Selain sumber protein dan sumber energi, beberapa bahan makanan dapat digolongkan sebagai sumber mineral (misalnya tepung tulang, kapur, dan garam), serta sumber vitamin (misalnya ragi dan minyak ikan). Beberapa bahan seperti antibiotika, preparat hormon, preparat enzim, dan buffer dapat digunakan untuk meningkatkan daya guna ransum. Bahan-bahan tersebut digolongkan dalam pakan imbuhan (feed aditif). Pengelompokan yang lain adalah berdasarkan penggunaannnya. Pakan berdasarkan penggunaannya dibagi atas bahan makanan konvensional (seperti bungkil kedelai dan dedak) dan nonkonvensional (seperti ampas nanas dan isi rumen). Komposisi kimia bahan makanan ternak sangat beragam karena bergantung pada varietas, kondisi tanah, pupuk, iklim, cara pengolahan, lama penyimpanan, dan lain-lain. Berdasarkan penelitian, beberapa padi yang berasal dari beberapa pola tanam yang berbeda digiling di suatu penggilingan yang sama sehingga keragaman dedak padi dari beberapa pola tanam berbeda tersebut tidak banyak berbeda komposisinya. Sementara bila padi dari beberapa pola tanam yang sama digiling di beberapa penggilingan, komposisi dedak padi tersebut akan beragam. Dari hal ini, cara pengolahan lebih menyebabkan keragaman komposisi dedak padi dibandingkan dengan pola tanam.
Bab I Pendahuluan
5
Umumnya bahan makanan ternak yang berasal dari limbah pertanian/ industri tidak dapat digunakan sebagai bahan satu-satunya (pakan tunggal) dalam ransum, baik untuk hewan ruminansia maupun nonruminansia karena kandungan zat-zat makanannya tidak dapat memenuhi standar kebutuhan ternak. Di samping itu, bahan-bahan makanan tersebut sering mempunyai kendala-kendala baik berupa racun maupun antinutrisi sehingga penggunaan pada ternak perlu dibatasi.
Istilah-istilah dalam Ilmu Makanan Ternak Beberapa istilah yang sering dijumpai dalam pengetahuan bahan makanan ternak di antaranya: ⇒ Ampas: Residu limbah industri pangan yang telah diambil sarinya melalui proses pengolahan secara basah (ampas kelapa, ampas kecap, ampas tahu, ampas bir, ampas ubi kayu/onggok). ⇒ Abu/ash/mineral: Sisa pembakaran pakan dalam tungku/tanur 500– 600˚C sehingga semua bahan organik terbakar habis. ⇒ Analisis proksimat (Proximate analysis): Analisis kimiawi pada pakan/ bahan yang berlandaskan cara Weende yang akan menghasilkan air, abu, protein kasar, lemak, dan serat kasar dalam satuan persen. ⇒ Analisis Van Soest: Metode analisis berdasarkan kelarutannya dalam larutan detergen asam dan detergen netral. ⇒ BETN (Bahan Ekstrak Tanpa N)/NFE (Nitrogen Free Extract): Karbohidrat bukan serat kasar. Dihitung sebagai selisih kandungan karbohidrat dengan serat kasar. Merupakan tolak ukur secara kasar kandungan karbohidrat pada suatu pakan/ransum. ⇒ Bahan kering (Dry Matter): Pakan bebas air. Dihitung dengan cara 100—kadar air, di mana kadar air diukur merupakan persen bobot yang hilang setelah pemanasan pada suhu 105˚C sampai beratnya tetap. ⇒ Bahan makanan ternak/pakan (Feeds, Feedstuff): Semua bahan yang dapat dimakan ternak. ⇒ Bahan organik (Organic matter): Selisih bahan kering dan abu yang secara kasar merupakan kandungan karbohidrat, lemak, dan protein.
6
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
⇒ Bahan organik tanpa nitrogen (BOTN)/Nonnitrogenous organic matter: Selisih bahan organik dengan protein kasar yang merupakan gambaran kasar kandungan karbohidrat dan lemak suatu bahan/ pakan. ⇒ Dedak (Bran): Limbah industri penggilingan bijian yang terdiri atas kulit luar dan sebagian endosperm seperti dedak padi, dedak gandum (pollard), serta dedak jagung. ⇒ Energi bruto/Gross energy (GE): Jumlah kalori (panas) hasil pembakaran pakan dalam bom kalorimeter. ⇒ Fodder: Hijauan dari kelompok rumput bertekstur kasar seperti jagung dan sorgum beserta bijinya yang dikeringkan untuk pakan. ⇒ Hijauan makanan ternak (Forage): Pakan yang berasal dari bagian vegetatif tumbuhan/tanaman dengan kadar serat kasar > 18% dan mengandung energi tinggi. ⇒ Hijauan kering (Hay): Hijauan makan ternak (HMT) yang dikeringkan dengan kadar air biasanya < 10%. ⇒ Jerami (Straw): Hijauan limbah pertanian setelah biji dipanen dengan kadar serat kasar umumnya tinggi, bisa berasal dari gramineae maupun leguminoceae. ⇒ Karbohidrat: Senyawa C, H, dan O bukan lemak. Merupakan selisih BOTN dan lemak. ⇒ Bungkil: Bahan limbah industri minyak seperti bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, bungkil kedele, dan lain-lain. ⇒ Lemak kasar (Ether extract): Semua senyawa pakan/ransum yang dapat larut dalam pelarut organik. ⇒ Lignin: Bagian serat detergen asam yang tidak larut dalam H2SO4 72% dan terbakar habis pada tanur 500–600˚C pada metode analisis Van Soest. ⇒ Pakan imbuhan/Feed additive: Zat yang ditambahkan dalam ransum untuk memperbaiki daya guna ransum yang bersifat bukan zat makanan.
Bab I Pendahuluan
7
⇒ Protein kasar (PK)/Crude protein: Kandungan nitrogen pakan/ransum dikalikan faktor protein rata-rata (6,25) karena rata-rata nitrogen dalam protein adalah 16%, sehingga faktor perkalian protein 100/16 = 6,25. Terdiri atas asam-asam amino yang saling berikatan (ikatan peptida), amida, amina, dan semua bahan organik yang mengandung nitrogen. ⇒ Ransum (Ration, Diet): Sejumlah pakan/campuran pakan yang dijatahkan untuk ternak dalam sehari. ⇒ Ransum konsentrat: Campuran pakan yang mengandung serat kasar < 18% dan tinggi protein. ⇒ Selulosa: Rangkaian molekul glukosa dengan ikatan kimia β-1,4 glukosida dan terdapat dalam tanaman. ⇒ Serat detergen asam (SDA, ADF): Bagian dinding sel tanaman yang tidak larut dalam detergen asam pada metode analisis Van Soest. ⇒ Serat kasar (SK)/Crude fiber (CF): Bagian karbohidrat yang tidak larut setelah pemasakan berturut-turut, masing-masing 30 menit pada H2SO4 1,25% (0,255 N) dan NaOH 1,25% (0,312 N). ⇒ Setara protein telur (Chemical score): Kadar asam amino esensial pembatas protein suatu bahan dibandingkan dengan asam amino protein telur sebagai standar. ⇒ Silase/Silage: Hasil pengawetan hijauan dalam bentuk segar dengan cara menurunkan pH selama penyimpanan. ⇒ Silika (SiO2)/Insoluble ash: Bagian serat detergen asam yang tidak larut dalam H2SO4 72% dan tersisa sebagai abu pada pembakaran 500–600˚C pada metode analisis Van Soest. ⇒ Zat makanan (Nutrient): Zat organik dan inorganik dalam pakan yang dibutuhkan ternak untuk mempertahankan hidup, memelihara keutuhan tubuhnya, dan mencapai prestasi produksinya. ⇒ Pakan tambahan (Feed supplement): Pakan/campuran pakan yang sangat tinggi kandungan salah satu zat makanannya, seperti protein suplemen, mineral suplemen, vitamin suplemen, dan lain-lain.
8
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
⇒ Total digestible nutrient (TDN): Total energi zat makanan pada ternak yang disetarakan dengan energi dari karbohidrat. Dapat diperoleh secara uji biologis ataupun perhitungan menggunakan data hasil analisis proksimat. ⇒ Asam amino esensial (EAA): Asam amino yang kerangka karbonnya tidak cukup/tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus cukup tersedia dalam protein makanan/ransum sehari-hari. ⇒ Asam amino pembatas (Limiting amino acid): Asam amino esensial yang paling kurang dalam protein suatu pakan dibandingkan dengan asam amino tersebut dalam protein telur. Erat kaitannya dengan kualitas protein. ⇒ Probiotik: Kultur mikroorganisme yang dapat merangsang/ meningkatkan pertumbuhan dari mikroorganisme saluran pencernaan yang diinginkan.
BAB II ANALISIS KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK
Kualitas nutrisi bahan makanan ternak merupakan faktor utama dalam menentukan kebijakan dalam pemilihan dan penggunaan bahan makanan tersebut sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksinya. Kualitas nutrisi bahan pakan terdiri atas komposisi nilai gizi, serat dan energi, serta aplikasinya pada nilai palatabilitas dan daya cerna. Penentuan komposisi nilai gizi secara garis besarnya dapat dilakukan dengan analisis proksimat, di mana dapat ditentukan kandungan air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Dengan analisis proksimat, komponen-komponen fraksi serat tidak dapat tergambarkan secara terperinci berdasarkan manfaatnya dan kecernaan pada ternak. Untuk dapat menyempurnakannnya, komponen-komponen serat tersebut dapat dianalisis secara terperinci dengan menggunakan analisis Van Soest. Untuk mengetahui sumbangan energi dari masing-masing komposisi gizi yang terkandung dalam bahan makanan ternak ataupun ransum, dapat ditentukan dengan kandungan energi bruto (GE) yang dapat diukur menggunakan analisis energi dengan Bomb Calorimeter.
10
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat dan menggambarkan kondisi kandungan nilai gizi bahan makanan ternak yang sebenarnya, faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu pengambilan sample (metode sampling), penggunaan alat dan bahan kimia yang sesuai, metode analisis dengan tingkat ketelitian yang tinggi, serta satuan hasil analisis. Berdasarkan hasil analisis kimianya selanjutnya dapat ditentukan klasifikasi bahan makanan sebagai sumber protein, energi atau mineral, dan vitamin. Hal ini sangat diperlukan dalam membuat formula-formula ransum yang sesuai dengan standar kebutuhan ternak selain juga tetap mempertimbangkan harga ransum.
1. Analisis Proksimat Bahan makanan ternak akan selalu terdiri atas zat-zat makanan yang terutama diperlukan oleh ternak dan harus kita sediakan. Zat makanan utama antara lain protein, lemak, dan karbohidrat perlu diketahui sebelum menyusun ransum. Untuk itu perlu dilakukan analisis laboratorium guna mengetahuinya. Henneberg dan Stohmann dari Weende Experiment Station di Jerman membagi pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu kadar air, abu, protein, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Pembagian zat makanan ini kemudian dikenal sebagai Skema Proksimat (Gambar 1). Untuk melakukan analisis proksimat bahan harus bentuk tepung dengan ukuran maksimum 1 mm. Bahan berkadar air tinggi misalnya rumput segar perlu diketahui dahulu berat awal (segar), berat setelah penjemuran/ pengeringan oven 70˚C agar dapat dihitung komposisi zat makanan dari rumput dalam keadaan segar dan kering matahari.
Bab II Analisis Kualitas Bahan Makanan Ternak
11
Air BM
Abu Protein Kasar
BK
Lemak Kasar
BO BOTN
SK Karbohidrat Beta-N
Gambar 1 Skema pembagian zat-zat makanan menurut analisis proksimat Keterangan: BM
: Bahan Makanan
BK
: Bahan Kering
BO
: Bahan Organik
BOTN : Bahan Organik Tanpa Nitrogen SK
: Serat Kasar
Beta-N : Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen = 100%-(air + abu + PK + lemak + SK)%.
Analisis Air Analisis kadar air bahan menggunakan oven dengan temperatur sedikit di atas temperatur didih air yaitu 105˚C. Sampel dimasukan ke dalam oven beberapa waktu sehingga tercapai berat tetap. Kadar air adalah selisih berat awal dan akhir dalam satuan persen. Umumnya pakan yang telah mengalami pengeringan matahari/oven 70˚C masih mengandung kadar air. Dari analisis ini akan diperoleh kadar bahan kering (bahan yang sudah bebas air/uap air) dengan cara 100% dikurangi dengan kadar air.
12
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Analisis Abu Abu adalah bagian dari sisa pembakaran dalam tanur dengan temperatur 400–600˚C yang terdiri atas zat-zat anorganik atau mineral. Dari abu ini dapat dilanjutkan untuk mengetahui kadar mineral.
Analisis Protein Kasar Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen. Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 13–19%). Metode yang sering digunakan dalam analisis protein adalah metode Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destialsi, titrasi, dan perhitungan. Dalam analisis ini yang dianalisis adalah unsur nitrogen bahan, sehingga hasilnya harus dikalikan dengan faktor protein untuk memperoleh nilai protein kasarnya. Apabila diketahui secara tepat macam pakan yang dianalisis misal air susu, faktor proteinnya adalah 6,38, tetapi secara umum biasanya menggunakan 6,25. Untuk pakan-pakan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Beberapa faktor protein bahan makanan ternak Bahan Jagung Dedak gandum Bungkil kapas Protein Bijian Ikan Susu Telur dan daging
N dalam Protein (%)
Faktor Protein
16,0 15,8 18,9 17,0 16,0 15,8 16,0
6,25 6,31 5,30 5,90 6,25 6,38 6,25
Sumber: Crampton (1968)
Analisis Lemak Kasar Metode yang digunakan antara lain extraksi soxhlet dengan pelarut lemak petroleum ether. Analisis lemak menggunakan istilah lemak kasar karena dalam analisis ini yang diperoleh adalah suatu zat yang larut dalam proses ekstraksi menggunakan pelarut organik, antara lain ether, petroleum ether, atau chloroform. Kemungkinan yang terlarut dalam pelarut organik
Bab II Analisis Kualitas Bahan Makanan Ternak
13
ini bukan hanya lemak, tetapi juga glyserida, chlorophyl, asam lemak terbang, cholesterol, lechitin, dan lain-lain di mana zat-zat tersebut tidak termasuk zat makanan tetapi terlarut dalam pelarut lemak.
Analisis Serat Kasar Serat kasar mempunyai pengertian sebagai fraksi dari karbohidrat yang tidak larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan masing-masing 30 menit, termasuk dalam komponen serat kasar ini adalah campuran hemiselulosa, selulosa, dan lignin yang tidak larut. Dalam analisis ini diperoleh fraksi lignin, selulosa, dan hemiselulosa yang perlu diketahui komposisinya khusus untuk hijauan makanan ternak atau umumnya pakan berserat. Untuk memperoleh data yang lebih akurat tentang fraksi lignin dan selulosa, dapat dilakukan analisis lain yang lebih spesifik dengan metode analisis serat Van Soest.
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N) Untuk memperoleh beta-N adalah dengan cara perhitungan: 100%-(Air + Abu + Protein Kasar + Lemak Kasar + Serat Kasar)%. Dalam fraksi ini termasuk karbohidrat yang umumnya mudah tercerna antara lain pati dan gula. Bahan Makanan
Air Oven 105 Isi sel
Bahan kering Detergen netral
Dinding sel (NDF)
Nitrogen Dinding sel
Detergen asam
Lignoselulosa (ADF)
Selulosa
H2SO4 72%
Lignin tidak larut pengabuan
Lignin
HBr 48%
Silika
Gambar 2 Skema pembagian fraksi serat berdasarkan analisis Van Soest
14
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Penyajian Data Analisis Proksimat Dalam menyajikan data komposisi zat makanan dari analisis proximat dapat dilakukan dalam komposisi persen berdasarkan segar (dikembalikan dengan menghitung berat awal segar), kering matahari (untuk ransum dan butiran/bijian serta limbah industrinya), dan berdasarkan bahan kering. Data berdasarkan bahan kering ini digunakan untuk membandingkan kualitas antarbahan makanan ternak. Manfaat lain dari komposisi data proximat adalah menduga koefesien cerna (berdasarkan rumus Schneider) dan menghitung TDN berdasarkan NRC.
2. Analisis Van Soest Metode ini digunakan untuk mengestimasi kandungan serat dalam pakan dan fraksi-fraksinya ke dalam kelompok-kelompok tertentu didasarkan atas keterikatanya dengan anion atau kation detergen (metode detergen). Metode ini dikembangkan oleh Van Soest (1963), kemudian disempurnakan oleh Van Soest dan Wine (1967) serta oleh Goering dan Van Soest (1970). Tujuan awalnya metode ini adalah menentukan jumlah kandungan serat dalam pakan ruminan. tetapi kemudian dapat digunakan juga untuk menentukan kandungan serat baik untuk nonruminan maupun dalam pangan. Metode detergen terdiri atas 2 bagian yaitu sistem netral untuk mengukur total serat atau serat yang tidak larut dalam detergen netral (NDF) dan sistem detergen asam digunakan untuk mengisolasi selulosa yang tidak larut dan lignin serta beberapa komponen yang terikat dengan keduanya (ADF).
a. Peralatan untuk analisis Van Soes Alat yang digunakan untuk menganalisis NDF dan ADF secara umum adalah sama dengan peralatan yang digunakan untuk penentuan serat kasar (Proximat) walaupun ada beberapa kekhasan untuk sebagian alat. Hal paling penting adalah alat untuk memanaskan gelas beaker haruslah ada alat kontrolnya masing-masing supaya bisa diatur panasnya sesuai kebutuhan juga perlu alat pendingin (kondensor) di bagian atasnya. Sistem pendingin air juga harus berjalan dengan baik untuk menghindari
Bab II Analisis Kualitas Bahan Makanan Ternak
15
kesalahan hasil analisis. Kegagalan dalam sistem ini akan menghasilkan kesalahan pengukuran dan komponen serat biasanya akan lebih tinggi dari yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh sampel dalam gelas beaker akan naik ke dinding gelas dan tidak bisa turun atau tidak bersentuhan lagi dengan larutan akibat dari alat pendingin yang tidak berfungsi. Peralatan utama yang diperlukan untuk analisis ini adalah 1). gelas beaker: kapasitas 600 ml, 2). hot plate: 400 wat masing-masing untuk satu gelas dengan alat kontrol, 3). kondensor: alat pendingin ini berhubungan dengan air yang mengalir dan bentuknya biasanya bulat sehingga pas masuk di bagian mulut gelas beaker 600 ml, serta 4) crusibel atau kertas saring. Peralatan pendukung lainnya adalah sama dengan alat yang digunakan waktu penentuan serat kasar. Sampel bisa disaring menggunakan gelas saring (crusibel) atau kertas saring Whatman no. 54 atau 54l. Penggunaan kertas saring akan lebih mudah apabila tidak diperlukan analisis lebih lanjut seperti penentuan lignin, silika, dan lain-lain. Kertas saring juga lebih memudahkan apabila ingin meneruskan menganalisis kandungan N di dinding sel karena hasil saringan ini dapat langsung dimasukan ke dalam labu Kjeldahl. Penggunaan crusibel atau kertas akan menghasilkan nilai analisis yang sama apabila dilakukan dengan benar. Apabila menggunakan kertas saring biasanya akan ditempatkan pada cawan yang sudah ada bolongan di bagian bawahnya, sehingga akan memudahkan waktu penyaringan menggunakan vacum. Kehati-hatian sangat diperlukan dengan kertas saring dibandingkan dengan crusibel, di mana ketas saring mudah sobek juga ketika akan diangkat dari tempat penyaringan ke tempat pengeringan. Tanur sebagai alat untuk pengabuan perlu juga diperhatikan, di mana seharusnya suhu yang dicapai tidak melewati 500˚C, untuk itu alat pengontrol suhu sangat diperlukan. Suhu yang melewati 500˚C bisa melelehkan crusibel dan kemungkinan memengaruhi hasil perhitungan.
b. Bahan Kimia Pencampuran bahan kimia dalam sistem detergen ini memerlukan pengukuran yang benar dan tempat yang cukup memadai untuk pembuatan larutan sesuai dengan yang direncanakan, baik menyangkut volume maupun beratnya.
16
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Tabel 2 Larutan untuk Neutral-Detergent Fiber (NDF) Neutral Detergent Fiber (NDF) 1. Distilled water 2. Sodium lauryl sulfate, lab grade 3. Disodium ethylene diamine tetra acetate (EDTA) dihydrate crystal, reagent grade 4. Sodium borate decahydrate, reagent grade 5. Disodium hydrogen phosphate, anhydrous, reagent grade Kalau menggunakan yang hydrous 10H2O
1 liter 30 gram 18,61 gram 6,81 gram 4,56 gram 11,48 gram 10 ml
6. 2-ethoxyethanol (ethylene glycol monoethyl ether), purified grade
Larutan dibuat pertama dengan cara melarutkan EDTA dan Na2B4O7.10H2O. Kemudian ditambahkan Na2HPO4 atau Na2HPO4.10H2O, sambil diaduk menggunakan stirer yang sekaligus berfungsi sebagai hot plate untuk mempermudah kelarutan. Ethylene glycol monoethyl ether ditambahkan sebagaimana perlunya untuk mengontrol busa supaya tidak berlebihan. Untuk memastikan larutan detergen ini netral, bisa dilakukan pengecekan pH dan biasanya akan berkisar antara 6,9–7,1. Apabila larutan disimpan di tempat yang suhunya di bawah 18˚C detergen biasanya akan mengendap, tetapi dapat dilarutkan kembali dengan pemanasan. Total larutan akan mencapai lebih dari volume yang dibuat karena adanya penambahan volume dari bahan kimia. Sebagai contoh apabila membuat larutan sebanyak 18 liter, dengan adanya penambahan kimia tersebut total larutan bisa mencapai 18,5 liter. Untuk menganalisis bahan pakan atau pangan yang mengandung patinya sangat tinggi, biasanya ditambahkan enzim pencerna pati seperti Amyloglucosidase, hog pancreas amylase, Bacillus subtilis amylase, dan termamyl. Larutan ADF dibuat dengan cara pertama dibuat dulu larutan asam sulfat 0,5 M (1 N) dan boleh sedikit adanya variasi larutan sebesar 0,98–1,02 N. Apabila menggunakan larutan asam sulfat murni bisa dibuat dengan cara menambahkan 49,0 gram asam sulfat murni ke dalam air, sehingga
Bab II Analisis Kualitas Bahan Makanan Ternak
17
didapat sebanyak 1 liter (ini akan sama dengan larutan 1 N). Kemudian ditambahkan 20 gram CETAB dan diaduk dengan stirer sampai larut. Penambahan CETAB ke dalam larutan asam sulfat 1 N kemungkinan sedikit akan menaikan volumenya. Tabel 3 Larutan untuk Acid-Detergent Fiber (ADF) Acid Detergent Fiber (ADF) 1. Sulfuric acid 1 N, reagent grade, sebanyak 1 liter. Apabila menggunakan H2SO4 murni tiap liter larutan 2. Cetyltrimethylammonium Bromida (CETAB), technical grade
1 liter 49,04 gram 20 gram
c. Neutral Detergent Fiber (NDF) Komponen serat yang tergabung dalam NDF merupakan bahan yang tidak dapat larut dari matrix dinding sel tanaman. Serat tersebut secara kovalen terikat sangat kuat dengan ikatan hidrogen, kristalin, atau ikatan intramolekular lain yang sangat resisten terhadap larutan yang masih berada pada tingkat konsentrasi physiologis. Karena larutan NDS tidak bersifat hidrolitik, maka hampir semua ikatan-ikatan tersebut masih berada dalam residu NDF. Hal ini dapat dilihat apabila dibanding antara nilai daya cerna in vitro dan in vivo dari NDF. Terdapat sedikit perbedaan daya cerna akibat dari adanya penghancuran beberapa komponen seperti silica dan tanin oleh neutral detergen. Tidak semua komponen dari dinding sel terikat ke dalam matrik. Pektin, sebagai contoh hampir 90% dapat dilarutkan oleh NDS. Demikian juga pektin adalah komponen yang mudah difermentasikan, sehingga hal ini memperlihatkan tidak adanya pengaruh lignifikasi pada ikatan pektin. Dengan demikian NDF tidak dapat dinyatakan mewakili komponen dinding sel secara keseluruhanya, tetapi hanya mewakili sebagai residu dari komponen nutirisi yang mempunyai ikatan dengan matrix lignin dan secara physik merupakan struktur yang tidak dapat larut dan mempunyai pengaruh khusus baik pada rumen maupun pada saluran pencernaan nonruminan.
18
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Serat biasanya digunakan sebagai indeks negatif dari kualitas pakan, di mana secara umum menggambarkan bagian dari komponen pakan yang tidak dapat dicerna. Meskipun NDF telah mencakup semua komponen yang tidak dapat dicerna, dibandingkan dengan ADF (NDF-hemiselulosa) atau Serat Kasar (lignin + hemiselulosa + selulosa), korelasi NDF dengan daya cerna pada ruminan sering tidak bisa menggambarkan hasil yang diinginkan. Hal ini telah menyebabkan digunakanya ADF sebagai standar untuk menguji daya cerna hijauan, meskipun NDF lebih baik hubunganya dengan ruminasi (mamah biak), efisiensi, dan konsumsi pakan. Standar kebutuhan serat untuk ruminansia hanya bisa dinyatakan dengan nilai NDF, hal ini disebabkan hemiselulosa mempunyai pengaruh yang besar. Nilai NDF adalah kandungan semua serat yang teranalisis dan ini satusatunya cara yang bisa menggambarkan kandungan serat meskipun dari bahan hijauan atau konsentrat yang berbeda. Untuk itu NDF adalah satusatunya analisis serat yang bisa me-rangking komponen pakan mulai dari yang tidak berserat, sedikit mengandung serat sampai pada bahan yang sangat tinggi seratnya seperti jerami dan selulosa. Perkembangan lain dengan ditemukannya serat melalui analisis NDF adalah adanya kenyataan bahwa komponen yang larut mempunyai pengaruh fisiologis yang berbeda dengan matriks yang tidak larut. Pada ruminan kompleks yang terlarut semuanya dapat difermentasikan, sehingga dalam hal ini juga komponen yang terlarut oleh larutan detergen netral termasuk di dalamnya pati dan gula-gula terlarut lainya mengalami hal yang sama. Demikian juga NDF telah diakui sebagai komponen bahan pangan yang diperlukan dalam menu pada makanan manusia. Protein NDF. Ekstraksi dengan larutan detergen netral tidak melarukan semua protein dalam matrik dinding sel, tetapi sebagian tetap terikat secara kovalen pada polisakarida dinding sel. Sebagian juga terikat akibat adanya reaksi Maillard akibat pemanasan dan sebagian lagi mungkin terendapkan bersama tanin. Hanya sebanyak 80% diperkirakan protein dapat terlarut dengan larutan detergen netral selebihnya diduga hanya protein yang rendah daya larutnya atau terikat dengan matriks dinding sel sehingga merupakan bagian yang tidak dapat dicerna. Untuk alasan tersebut, maka bagian protein yang terlarut dengan larutan detergen netral dapat digunakan sebagai cara untuk mengetes protein terlarut dari suatu bahan pakan.
Bab II Analisis Kualitas Bahan Makanan Ternak
19
Prosedur analisis. Timbang bahan sampel sebanyak 0,5–1 g (kering udara dan sudah digiling) masukan kedalam gelas beaker 600 ml. Tambahkan 100 ml larutan detergen netral dan 2–3 tetes decalin. Simpan di tempat pemanasan (hot plate), tunggu antara 5–6 menit sampai mulai panas kemudaian dihitung waktu pemanasanya selama 60 menit sambil di reflux dengan aliran air untuk menghindari sampel yang nempel di dinding gelas dan tidak terendam larutan (Gambar 2). Apabila mengerjakan lebih dari satu sampel bisa ditambah 3 menit antara satu dan lainya untuk memberikan semua bahan yang dilarutkan dimulai dari panas yang cukup. Setelah 60 menit dididihkan, baker diambil dari pemanas dan dibiarkan sebentar supaya bahan padatan mengendap di bawahnya. Siapkan gelas saring pada tempatnya dan panaskan dengan air mendidih. Bahan larutan kemudian disaring secara pelan-pelan mulai dari bahan cairan yang terlarut cukup dengan vacum yang rendah dayanya. Kemudian bagain padatannya bisa dimasukkan ke saringan sambil dibilas dengan air mendidih sampai semua sampel habis masuk ke gelas saring. Vacum bisa ditambah kekuatannya sesuai dengan kebutuhan. Sampel dicuci sekitar 2 kali dengan air panas, 2 kali dengan aseton, dan kemudian dapat dikeringkan. Crusibel dapat dikeringkan minimal selama 8 jam (atau disimpan semalam apabila analisis dilanjutkan hari berikutnya) pada suhu 105˚C dalam oven yang dilengkapi dengan sistem kipas. Setelah ditimbang akan didapatkan berat kering resisu NDF, kemudian sampel dibakar dalam tanur 500˚C cukup selama 3 jam. Pindahkan kedalam oven sampai suhunya kembali menjadi 105˚C kemudain ditimbang. Bahan yang tersisa pada crusible adalah abu dari dinding sel.
3. Analisis Energi Kata energi berasal dari bahasa Yunani, yaitu En = in artinya dalam dan Ergon artinya kerja, sehingga kata energi diartikan sebagai dalam bentuk kerja. Energi ada beberapa macam di antaranya: 1. energi mekanik; 2. energi cahaya; 3. energi panas; 4. energi nuklir;
20
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
5. energi aliran panas; serta 6. energi molekuler atau energi kimia yang sangat berperanan sekali dalam bidang ilmu makanan ternak dan nutrisi.
Prinsip Dasar Adanya perubahan energi kimia dalam molekul bahan makanan ke dalam bentuk energi kinetik dari suatu reaksi metabolik yang dapat menimbulkan kerja atau panas. Menurut La voisier dan La place tahun 1780 dari Perancis bahwa panas yang diproduksi hewan berasal dari oksidasi zat organik bahan makanan yang disuplai, dapat dijadikan sumber energi akibatnya nilai energi yang dihasilkan dapat dijadikan kriteria nilai gizi pakan atau ransum yang dikonsumsi hewan tersebut. Pembakaran bahan makanan berlangsung sebagai berikut: CHO + O2
CO2 + H2O + gas + panas
Pembakaran makanan tersebut menggunakan oksigen (O2) dan menghasilkan energi bruto atau gross energy (GE). Pengukuran energi brotu ini menggunakan alat Bomb Calorimeter (perubahan suhu akibat pembakaran pakan dengan oksigen). Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan satuan-satuan atau indikator angka sebagai jumlah energi yang dinyatakan dalam satuan: 1. Kalori (kal) yaitu jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur 1 gram air dari suhu 14,5˚C menjadi 15,5˚C. 2. Them adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk menaikkan suhu 1 ton air 1˚C. 3. British Them Unit = BTU adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 liter air 1˚F. 4. Joule = 107 Erg adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk memindahkan 1 liter air/barang sejauh 0,7375 kaki. Nilai setara kalori untuk energi adalah: 1. 1 kalori (kal) setara 4,184 Joule (J) Crampton 2. 1 kalori (kal) setara 5,183 Internasional Joule (Kleiber)
Bab II Analisis Kualitas Bahan Makanan Ternak
21
3. 1 BTU setara 0,252 kkal. 4. 1 kilo kalori (kkal) setara 3,96 BTU. Setiap kandungan nutrien mempunyai nilai setara kalor (energi) yang berbeda, yaitu: 1. Protein setara 5,65 kkal/g 2. Karbohidrat setara 4,10 kkal/g 3. Lemak setara 9,45 kkal/g Sehingga rasio sumbangan energi kandungan nutrien tersebut (Protein: KH: Lemak) adalah 1: 1: 2,5 kali. Kalorimeter ada 2 macam, yaitu: 1. Bomb Calorimeter terdiri atas Adiabatic Calorimeter dan Isotermik Calorimeter. 2. Animal Calorimeter untuk mengukur energi metabolik seperti Basal Metabolic Rate (BMR), RQ, dan NE. Karakteristik Adiabatic Bomb Calorimeter: 1. Panas tidak langsung, tidak ada panas yang menyeberang. 2. Mempunyai 2 suhu, sehingga perlu menyamakan suhu dan disetarakan sehingga tidak saling memengaruhi. Sementara karakteristik Isothermic Bomb Calorimeter adalah panas bersambung dan hanya ada satu suhu. Komponen Bomb Calorimeter adalah: 1. Jacket 2. Bucket untuk tempat air (suhu konstan) 3. Bomb berisikan cawan, kawat platina, dan sample dalam bentuk pelet, kemudian dialirkan oksigen untuk pembakarannya. Pengukuran energi bahan makanan ternak atau ransum menggunakan Bomb Calorimeter yang dikoreksi dengan beberapa faktor koreksi yaitu:
22
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
a. Koreksi penggunaan asam, 1 ml Na2CO3 = 1 kalori. b. Koreksi kawat terbakar, 1 cm kawat = 2,3 kalori. c. Koreksi sulfur (S), bila kandungan S bahan makanan ternak lebih besar dari 0,1% di mana 1 gram S = 1,4 kkal. Tabel 4 Kandungan energi bruto beberapa bahan pakan Bahan Jagung Kacang kedelai Dedak Gandum Glukosa Karbohidrat Lemak babi Casein
Energi Bruto (kkal/g) 4,43 2,52 4,54 3,76 3,75–4,25 9,48 5,86
Sebelum dilakukan analisis energi, Bomb Calorimeter disetarakan dulu dengan memperhitungkan faktor koreksi tersebut. Kandungan energi bruto (Gross Energi = GE) beberapa bahan makanan ternak bisa dilihat pada tabel 2. Nilai GE dari karbohidrat berkisar 3,75–4,25 kkal, sedangkan nilai GE untuk protein lebih tinggi daripada karbohidrat. Namun di dalam tubuh ternak, energi protein tidak dapat digunakan seluruhnya, energi ini akan keluar dalam bentuk ikatan asam urat atau urea yang masih mengandung GE sekitar 1,25 kkal, sehingga energi yang akan didapat dalam tubuh ternak yang berasal dari protein hampir sama dengan karbohidrat yaitu 4,25 kkal (5,50–1,25). Nilai energi bruto (GE) untuk macam-macam protein dan lemak diperlihatkan pada tabel 3 (nilai rata-rata GE protein = 5,20 kkal dan rata-rata GE lemak = 9,35 kkal).
Bab II Analisis Kualitas Bahan Makanan Ternak
23
Tabel 5 Kandungan energi bruto bahan sumber protein dan lemak Bahan Daging sapi Gelatin Albumin telur Kuning telur Kacang-kacangan Sayur-sayuran Lemak daging, ikan, dan telur Lemak hasil ternak perah Lemak butiram
Energi Bruto (kkal/g) 5,65 5,60 5,71 5,84 5,70 5,80 9,50 9,25 9,30
Penggunaan Energi oleh Ternak Energi karbohidrat digunakan ternak sebanyak 95%, sedangkan energi protein hanya 70% sehingga penggunaan energi karbohidrat lebih efisien dibandingkan dengan protein dan lemak. Di antara gizi lainnya, lemak mempunyai kandungan energi paling tinggi, yaitu 2,25 kali karbohidrat dan protein. Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan oksigen dalam molekul. Dalam molekul karbohidrat terdapat cukup oksigen untuk pembakaran hidrogen yang dikandungnya, sehingga panas yang dikeluarkan hanya dari pembakaran atau oksidasi karbon (C). Pada lemak relatif sedikit oksigen, sehingga memerlukan oksigen lebih banyak untuk pembakaran hidrogen (H) dan karbon (C). Untuk pembakaran 1 gram H menghasilkan panas 4 kali lebih banyak dari pembakaran C, sehingga panas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan protein dan karbohidrat. Dalam lemak kasar, selain lemak murni tergolong dalam trigliserida, terdapat juga zat-zat lain yang larut dalam ether. Zat-zat tersebut akan mengurangi manfaat lemak sebagai sumber energi untuk ternak atau hewan lainnya.
BAB III KIMIA MAKANAN TERNAK
Kualitas Protein Kegunaan dari protein bahan makanan relatif bergantung pada keperluan hewan terhadap banyaknya protein, sedangkan pada beberapa hewan seperti ayam dan babi juga bergantung pada asam-asam amino esensial yang terdapat dalam bahan makanan tersebut. Pada hewan-hewan tersebut, asam-asam amino tertentu harus tersedia dalam ransum. Asam-asam amino ini disebut asam-asam amino esensial. Bahan makanan dikatakan mempunyai kualitas protein yang baik apabila bahan makanan tersebut dapat menyediakan seluruh asam-asam amino esensial dalam perbandingan hampir mendekati sama dengan yang ada pada protein yang akan dibentuk, ditambah sumber N yang lain untuk membentuk asam amino yang tidak esensial. Sementara yang dikatakan asam amino esensial yaitu asam-asam amino yang tidak dapat disintesis dalam tubuh hewan dalam kecepatan yang diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Misalnya arginine untuk tikus adalah esensial, walaupun asam amino ini dapat dibentuk oleh tubuh tikus, tetapi tidak dalam kecepatan yang cukup untuk pertumbuhannya. Penentuan kualitas protein dapat berdasarkan: 1. Kimia 2. Biologis, yaitu dengan BV, PER, Replacement Value, dan lain-lain
Secara kimia, penentuan protein diperhitungkan secara:
26
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
1. Chemical Score Menurut Block dan Mitchell, kualitas protein ditentukan oleh asam-asam amino yang relatif paling kekurangan. Di sini protein standar yaitu protein telur. Dengan membandingkan tiap-tiap asam amino dari bahan tersebut, kita akan mendekati asam amino yang paling defisien. Tabel 6 Perbandingan komposisi asam amino telur dan gandum Asam amino Arginine Histidine Lysine Tryptophan Tyrosine Phenilalanine Cystine Methionine Cystine & Methionine Threonine Leucine Isoleucine Valine
% AA dalam protein telur 6,4 2,1 7,2 1,5 4,5 6,3 2,4 4,1 6,5 4,9 9,2 8 7,3
% AA dalam % AA defisien protein gandum dalam gandum 4,2 -34 2,1 0 2,7 -63 1,2 -20 4,4 -2 5,7 -10 1,8 -25 2,4 -39 4,3 -34 3,3 -33 6,8 -26 3,6 -55 4,5 -37
Asam amino yang paling defisien adalah Lysine. Chemical Score dari protein gandum 100–63 = 37.
2. Secara EAAI = Essential Amino Acid Index Oser mengembangkan pendapat Block dan Mitchell, ia berpendapat bahwa seharusnya dalam menentukan kualitas protein tidak saja asam amino esensial yang paling defisien yang harus diperhatikan tetapi seluruh asam amino esensial dari bahan tersebut harus dipertimbangkan. Selain itu juga dipakai sebagai protein standar adalah protein telur.
Bab III Kimia Makanan Ternak
EAAI = 10
27
100a 100b 100c 100n × × × ......... × ae be ce ne
a–n
= % asam amino dari protein yang dinilai
ae–ne
= % asam amino dari protein telur
untuk memudahkannya: log EAAI =
100b 100n 1 100a log + log + ........... + log ae be ne 10 10
a–n
= % asam amino dari protein yang dinilai
ae–ne
= % asam amino dari protein telur
untuk memudahkannya: log EAAI =
100b 100n 1 100a log + log + ........... + log ae be ne 10 10
3. Supplementary Effect Apabila beberapa protein yang mempunyai kekurangan asam amino dikombinasikan, secara biologis protein campuran ini akan bertambah nilai biologisnya oleh karena adanya supplementary effect. Misalnya suatu protein tubuh harus dibentuk asam-asam amino A, B, C, D, E dengan perbandingan 48, 10, 4, 32, 6. Jadi mempunyai susunan A48B10C4D32E6. Apabila sumber protein yang diberikan: Protein I dengan susunan A26B28C2D34E10 kegunaan protein ini bergantung daripada C. Selama C hanya mempunyai persediaan 2, maka protein tubuh yang dibentuk: A24B5C2D16E3 (= ½ x A48B10C4D32E6). Jadi, protein I hanya digunakan 50%, sisanya A2B23C8D18E7 (A26B28C2D34E10– A24B5C2D16E3) akan dibakar sebagai energi. Dalam hal ini kita dapat memperbaikinya dengan: 1. Penambahan asam-asam amino murni 2. Memberikan campuran dengan protein
28
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Misalkan kita berikan campuran protein ke-II yang mempunyai susunan A46B18C6D20E10. Jadi:
Ideal
A48B10C4D32E6
Protein I
A26B28C2D34E10
Protein II
A46B18C6D20E10
Camp. I + II
A36B23C4D27E10
Protein untuk sintesis protein tubuh: A36B7C3D24E5 = 75 % Penggunaan untuk energi: A0B16C1D3E5 = 25 % Pada umumnya protein tumbuh-tumbuhan mempunyai kadar lysine rendah. Sementara tepung darah walaupun tidak kaya asam-asam amino, akan tetapi mempunyai kadar lysine yang tinggi sehingga baik digunakan sebagai suplemen pada protein tumbuh-tumbuhan. Perbedaan kualitas protein nabati dan hewani dilihat dari segi asam amino yang dikandungnya terlihat pada Tabel 7. Tabel 7 Asam amino dari protein nabati dan hewani Asam amino Arginine Histidine Lysine Tyrosine Tryptophane Phenilalanine Cystine Methionine Threonine Leucine Isoleucine Valine
Butir-butiran* 4,8 2,1 3,1 4,8 1,2 5,7 1,7 2,3 3,4 7,1** 4,3 5,2
Protein hewani+ 5,7 3,3 7,7 3,9 1,1 5,4 1,2 2,6 4,5 9,2 4,9 6,6
Standar telur 6,4 2,1 7,2 4,5 1,5 6,3 2,4 4,5 4,9 9,2 8,0 7,3
*Wheat, jagung, rye, oats **Tidak termasuk dalam rate ini: Jagung +
Tankage, tepung darah, ikan, susu
Susu, telur, dan daging dapat menyediakan asam amino dalam perbandingan yang hampir mendekati kesempurnaan untuk digunakan.
BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI
Pakan berperanan sangat penting dalam menentukan produktivitas ternak. Kira-kira 25% dari perbedaan produksi ternak disebabkan oleh keturunan, sedangkan 75% sisanya ditentukan oleh faktor lingkungan dengan pakan sebagai faktor penentu terbesar. Konsentrat adalah pakan yang tinggi kandungan ekstrak tiada nitrogen (Beta-N) dan rendah kandungan serat kasar (SK), yaitu lebih rendah dari 18%. Kandungan protein pakan dapat dibagi 2, yaitu (1) konsentrat sumber energi serta (2) konsentrat sumber energi dan protein. Karena konsentrat realtif mengandung serat kasar yang rendah, maka hampir semua konsentrat mempunyai kecernaan yang tinggi. Butiran mengandung sejumlah besar pati yang dengan mudah dapat dicerna dan diserap ternak. Sebaliknya, protein dari butiran kebanyakan defisiensi akan asam amino lisin. Hal ini tidak masalah yang besar untuk ternak ruminansia, tetapi akan bermasalah pada ternak nonruminansia yang makanan utamanya berasal dari butiran. Dalam bab hijauan ditekankan pentingnya hijauan yang berkualitas baik. Namun untuk mengefisienkan produksi ternak, konsentrat biasanya diperlukan sebagai bahan tambahan pada hijauan. Hal ini karena pada ternak yang diberi hijauan saja tidak dapat memenuhi kebutuhannya untuk produksi yang tinggi mengingat hijauan mempunyai kecernaan dan energi neto yang rendah.
30
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
A. Butir-Butiran dan Limbahnya Konsentrat sumber energi adalah bahan makanan ternak yang tinggi kandungan energi dan rendah kandungan serat kasar (<18%) serta umumnya mengandung protein yang lebih rendah dari 20%.
1. Jagung (Zea mays) Tinggi rendahnya produksi jagung bergantung pada tipe jagung yang dipakai, pemupukan, serta cuaca. Jagung merupakan pakan yang sangat baik untuk ternak. Jagung sangat disukai ternak dan pemakaiannya dalam ransum ternak tidak ada pembatasan, kecuali untuk ternak yang akan dipakai sebagai bibit. Pemakaian yang berlebihan untuk ternak ini dapat menyebabakan kelebihan lemak. Jagung tidak mempunyai antinutrisi dan sifat pencahar. Walaupun demikian, pemakaian dalam ransum ternak terutama untuk bibit perlu dibatasi karena penggunaan jagung yang tinggi dapat mengakibatkan sulitnya ternak untuk berproduksi. Di samping itu, penggunaannya pada ternak muda yang akan dipakai bibit perlu dibatasi karena selain tidak ekonomis bila digunakan tinggi dalam ransum juga karena penggunaan yang terlampau tinggi dapat menyulitkan ternak tersebut untuk berproduksi. Secara kualitatif kualitas butiran jagung dapat diuji menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density butiran jagung yang baik adalah 626,6 g/liter, sedangkan untuk jagung giling yang baik berkisar 701,8– 722,9 g/liter. Makin banyak jagung yang mengapung, berarti makin banyak jagung yang rusak. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas jagung yang baik. Kualitas jagung secara kuantitatif dapat dilakukan di laboratorium menggunakan metode proksimat (Tabel 8). Minimum data kadar bahan kering, protein kasar, dan serat kasar harus diketahui setiap kali pengiriman jagung.
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
31
Gambar 3 Pohon jagung dan jagung kuning pipilan Jagung merupakan butiran yang mempunyai total nutrien tercerna (TDN) dan net energi (NE) yang tinggi. Kandungan TDN yang tinggi (81,9%) adalah karena (1) jagung sangat kaya akan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N) yang hampir semuanya pati, (2) jagung mengandung lemak yang tinggi dibandingkan dengan semua butiran kecuali oat, dan (3) jagung mengandung sangat rendah serat kasar, oleh karena itu mudah dicerna. Kandungan protein jagung rendah dan defisiensi asam amino lisin. Dari butiran yang ada, hanya jagung kuning yang mengandung karoten. Kandungan karoten jagung akan menurun dan/atau hilang selama penyimpanan.
2. Dedak Padi (Oriza sativa) Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya dedak padi yang dihasilkan bergantung pada cara pengolahan. Sebanyak 14,44% dedak kasar, 26,99% dedak halus, 3% bekatul, dan 1–17% menir dapat dihasilkan dari berat gabah kering. Dedak padi cukup disenangi ternak. Pemakaian dedak padi dalam ransum ternak umumnya sampai 25% dari campuran konsentrat. Walaupun tidak mengandung zat antinutrisi, pembatasan dilakukan karena pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dapat menyebabkan susahnya pengosongan saluran pencernaan karena sifat pencahar pada dedak. Tambahan lagi pemakaian dedak padi dalam jumlah besar dalam campuran konsentrat dapat memungkinkan ransum tersebut mudah mengalami ketengikan selama penyimpanan.
32
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Secara kualitatif, kualitas dedak padi dapat diuji menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density dedak padi yang baik adalah 337,2–350,7 g/l. Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin jelek kualitas dedak padi tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, bau, dan uji sekam (flouroglusinol) dapat dipakai untuk mengetahui kualitas dedak padi yang baik. Bau tengik merupakan indikasi yang baik untuk dedak yang mengalami kerusakan.
Gambar 4 Dedak padi Kualitas dedak padi secara kuantitatif dapat dilakukan di laborotorium menggunakan metode proksimat (Tabel 8). Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai protein rata-rata dalam bahan kering adalah 12,4%, lemak 13,6%, dan serat kasar 11,6%. Dedak padi menyediakan protein yang lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung. Dedak padi kaya akan thiamin dan sangat tingi dalam niasin.
2. Pollard (dedak gandum–Triticum sativum lank) Pollard merupakan limbah dari penggilingan gandum menjadi terigu. Angka konversi pollard dari bahan baku sekitar 25–26%. Pollard merupakan pakan yang popular dan penting pada pakan ternak karena palatabilitanya cukup tinggi.
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
33
Pollard tidak mempunyai antinutrisi, tetapi penggunaan pollard perlu dibatasi mengingat adanya sifat pencahar yang ada pada pollard. Karena danya sifat pencahar, maka pollard akan bernilai apabila diberikan pada ternak yang baru atau setelah melahirkan. Pollard juga akan bernilai sangat baik apabila diberikan pada ternak-ternak dara. Secara kualitatif, kualitas pollard dapat diuji menggunakan uji bulk density ataupun uji apung. Bulk density pollard adalah 208,7 g/l. Bulk density yang lebih besar atau lebih kecil dapat berarti adanya kontaminasi atau pemalsuan. Makin banyak pollard yang mengapung, makin banyak sekam yang terdapat pada pollard tersebut. Uji flouroglunicol dapat juga dipakai untuk menguji sekam pollard. Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat dipakai untuk mengetahui pollard yang baik. Kualitas pollard secara kuantitatif dapat dilakukan di laboratorium mengunakan metode proksimat (Tabel 8).
Gambar 5 Pollard halus (giling) Pollard merupakan salah satu pakan ternak yang populer dan nilai produksi yang dihasilkan tampaknya lebih besar daripada yang diperkirakan dari kandungan protein dan kecernaan nilai zat makanannya. Pemberian pollard biasanya dicampur dengan butiran dan dengan pakan yang kaya protein seperti bungkil-bungkilan. Pollard mempunyai nilai yang tinggi ketika dipakai lebih dari ¼ bagian konsentrat.
34
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Kualitas protein pollard lebih baik dari jagung, tetapi rendah daripada kualitas protein bungkil kedelai, susu, ikan, dan daging. Pollard kaya akan fosfor (P) feerum (fe), tetapi miskin akan kalsium (Ca). Pollard mengandung 1,29% P, tetapi hanya mengandung 0,13% Ca. Bagian terbesar dari P ada dalam bentuk phitin phospor. Pollard tidak mengandung vitamin A atau vitamin, tetapi kaya akan niasin dan thiamin.
3. Ampas Bir Bir dibuat dari bahan baku yang terdiri atas gandum, beras, dan jagung. Untuk setiap kilogram bahan baku akan menghasilkan limbah yang sama banyaknya, yaitu satu kilogram. Ampas bir cukup disukai ternak, sedangkan ampas segar yang telah disimpan tanpa perlakuan yang baik dapat menurunkan palatabilitas. Ampas bir yang dibuat dari bijian yang tidak mengandung antinutrisi, maka ampas bir juga tidak mengandung antinutrisi. Ampas bir yang dibuat dari bahan baku gandum akan mempunyai sifat pencahar, sedangkan bila digunakan butiran lain yang tidak mempunyai sifat pencahar, ampas bir yang dihasilkannya pun tidak mempunyai sifat pencahar. Secara kualitatif, kualitas tepung ampas bir dapat diuji menggunakan bulk density ataupun uji apung. Selain itu juga organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas bir, analisis PK dan SK perlu dilakukan.
4. Sorgum (Shorgum bicolor) Kulaitas sorgum hampir mirip dengan jagung (Tabel 8), walaupun ukuran butirannya lebih kecil. Proteinnya umumnya lebih tinggi daripada jagung, tetapi lemaknya lebih rendah. Kandungan metioninnya hampir sama dengan jagung, tetapi lisinnya lebih rendah. Kandungan serat kasar shorgum cukup rendah sehingga dapat diberikan pada unggas, tetapi bila pengunaannya menggantikan jagung perlu diperhatikan karena sorgum tidak mempunyai xanthopyll. Penggunaan sorgum perlu mendapatkan perhatian karena kandungan tanninnnya yang tinggi. Diduga kandungan tannin ini dapat menyebabkan gangguan pada ternak.
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
35
Gambar 6 Sorgum
5. Biji Kedelai (Glycine max) Produksi per hektare bergantung tipe kedelai, jenis tanah, pemupukan, serta cuaca. Biji kedelai sangat disukai ternak. Pemakaian yang terlalu tinggi tanpa diikuti dengan penambahan hijauan berkualitas baik akan berdampak negatif pada kandungan vitamin A dan warna kuning lemak mentega yang dihasilkan. Biji kedelai mengandung zat penghambat protease yang bila bergabung dengan trypsin akan membentuk senyawa kompleks yang tidak aktif. Penghambat ini dapat menyebabkan hipertropy pada pankreas. Mode aksi dari penghambat ini adalah dihambatnya sekresi enzym pancreas. Perlakuan pemanasan pada temperatur yang tepat (250˚F selama 2,5–3,5 menit) dapat menghancurkan bahan ini. Anti vitamin B-12 merupakan cara yang terbaik untuk menanggulangi masalah ini. Goitrogens merupakan bahan yang menghambat penyerapan yodium. Secara kualitatif, kualitas tepung kedelai dapat diuji menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density tepung kedelai tidak dikuliti yang baik adalah 642,3 g/l. Makin banyak bahan yang mengambang pada uji apung menandakan, makin banyak biji yang rusak yang terdapat pada biji kedelai tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas tepung kedelai yang baik.
36
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Gambar 7 Pohon Kedelai Kualitas tepung kedelai secara kuantitatif dapat dilakukan di laboratorium menggunakan metode proksimat (Tabel 8). Tepung kedelai mengandung protein yang tinggi dibandingkan dengan bijian lainnya yang umum dipakai untuk pakan. Kandungan protein kasar rata-rata tepung kedelai adalah 37,9%. Tepung kedelai juga tinggi kandungan lemaknya (18%) dan rendah kandungan serat kasarnya (5%). TDN tepung kedelai lebih tinggi dari jagung. Hal ini dapat dimengerti karena tingginya kadar lemak pada kedelai. Varietas kedelai hitam mengandung lemak yang lebih rendah dari varietas kuning. Kedelai agak rendak kandungan Ca (0,25%). Kandungan fosfor kedelai juga randah (0,59) bila dibandingkan dengan kandungan fosfor pada bungkil kapas dan gandum. Seperti halnya bijian lainnya, kedelai defisiensi vitamin D dan tidak mengandung karoten. Walaupun kedelai mengandung riboflavin yang rendah, kandungan ini masih lebih tinggi dari jagung dan oat.
6. Bungkil Kedelai Bungkil kedelai merupakan limbah dari industri minyak biji kedelai. Bungkil ini sangat disukai oleh ternak. Namun penggunaannya perlu diperhatikan karena zat penghambat trypsin mungkin masih tersisa pada bungkil kedelai yang diproduksi dengan pemakaian suhu yang rendah.
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
37
Secara kualitatif, kualitas bungkil kedelai dapat diuji menggunakan bulk density ataupun uji apung. Bulk density bungkil kedelai yang baik adalah 594,1–610,2 gr/l. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas bungkil kedelai yang baik. Uji sekam dengan larutan flouroglusinol dapat juga dilakukan untuk mengevaluasi kualitas bungkil kedelai.
Gambar 8 bungkil kedelai dan penyimpanannya Kualitas bungkil kedelai secara kuantitatif dapat dilakuakan di laboratorium menggunakan metode proksimat (Tabel 8). Kandungan protein bungkil kedelai yang diperoleh dengan cara mekanik adalah 41% dan mempunyai kandungan lemak 4,8%, sedangkan yang diperoleh dengan pelarutan mempunyai kandungan lemak sebesar 1,32%. Bungkil kedelai mengandung serat kasar lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas. Bungkil kedelai agak rendah mengadung kalsium (0,27%). Kandungan fosfor lebih rendah dibandingkan dengan bungkil biji kapas yaitu rata-rata 0,63%. Seperti biji kedelai, bungkil kedelai tidak menyediakan karotena dan vitamin D. Bungkil kedelai tidak kaya riboflavin, tetapi kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan jagung dan butiran lainnya. Kandungan niasin tidak tinggi. Kandungan thiamin bungkil kedelai sama dengan butiran lainnya.
7. Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pabrik tahu yang jumlahnya bervariasi bergantung dari proses pembuatan. Jumlah ampas tahu yang dihasilkan
38
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
berselang dari 25% sampai 67% dengan rata-rata adalah 39,2%. Ampas ini cukup disukai ternak terutama yang masih segar. Ampas tahu berasal dari kedelai dan oleh karena itu antinutrisi yang terdapat pada ampas tahu adalah sama dengan kedelai, hanya konsentrasinya lebih sedikit karena telah mengalami pengolahan. Ampas tahu tidak mempunyai sifat pencahar. Akan tetapi penanganan ampas tahu segar harus sebaik mungkin. Penanganan yang tidak baik terhadap ampas tahu segar dapat mengakibatkan penurunan nilai nutrisi dan juga menurunkan palatabilitas. Secara kualitatif, ampas tahu dapat diuji dengan bulk density. Selain itu uji oragnoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas tahu yang baik. Kualitas ampas tahu secara kuantitatif dapat dilakukan di laboratorium dengan metode proksimat (Tabel 8).
Gambar 9 Ampas Tahu Ampas tahu tersedia dalam bentuk basah. Kandungan air ampas tahu tinggi yaitu sekitar 89,96%. Komposisi kimia ampas tahu bervariasi yang salah satunya bergantung pada proses pembuatan yang beragam. Ampas tahu sudah banyak digunakan untuk pakan ternak. Di lapangan ampas tahu digunakan berkisar 12% sampai 95% dari campuran konsentrat. Berdasarkan perhitungan kadar air yang ada pada ampas tahu, maka sebaiknya ampas tahu basah tidak diberikan ke ternak lebih dari 41%.
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
39
Kandungan TDN ampas tahu berkisar 21–24% bergantung pada cara pengolahan dan kualitas bahan baku.
8. Ampas Kecap Bahan baku untuk membuat kecap adalah biji kedelai. Ampas kecap dihasilkan sebesar 59,7% dari bahan baku kedelai. Ampas ini cukup disukai oleh ternak. Ampas kecap berasal dari kedelai, oleh karena itu antinutrisi yang terdapat pada ampas kecap adalah sama dengan kedelai, hanya konsentrasinya lebih sedikit karena telah mengalami pengolahan. Ampas kecap tidak mempunyai sifat pencahar. Namun perlakuan yang tidak baik terhadap ampas kecap khususnya ampas kecap segar dapat mengakibatkan tumbuhnya jamur yang dapat mengakibatkan menurunnya nilai nutrisi ampas tersebut. Secara kualitatif, kualitas ampas kecap dapat diuji menggunakan bulk density ataupun uji apung. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas kecap yang baik. Kualitas ampas kecap secara kualitatif dapat dilakukan di laboratorium menggunakan metode proksimat (Tabel 8). Ampas kecap masih mempunyai nilai gizi yang baik. Oleh karena itu di beberapa daerah ampas kecap masih digunakan untuk makanan manusia. Ampas kecap mempunyai kandungan protein berkisar 21–34% bergantung pada proses pengolahan dan kualitas bahan baku yang digunakan.
9. Kacang Tanah (Arachis hypogea) Produksi per hektare bergantung pada jenis kacang tanah, jenis tanah, pemupukan, dan cuaca. Kacang ini disukai ternak dan merupakan pakan suplementasi protein dari tumbuhan yang secara luas dipakai untuk ternak. Goitrogens adalah antinutrisi yang terdapat pada kacang tanah. Antinutrisi ini dapat mengakibatkan thyroid membesar. Perlakuan panas dan pemberian yodium (I) yang cukup merupakan metode yang baik untuk
40
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
menanggulangi masalah antinutrisi ini. Selain kacang tanah mempunyai sifat pencahar, sehingga perlu pembatasan penggunaannya dalam ransum.
Gambar 10 Kacang tanah Secara kualitaitif, kualitas kacang tanah dapat diuji menggunakan bulk density. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas kacang tanah yang baik. Kualitas kacang tanah secara kuantitatif dapat dilakukah di laboratorium menggunakan metode prosimat. Meskipun kacang tanah yang tidak dikuliti mengandung serat kasar tinggi, mereka mempunyai TDN yang tinggi karena tingginya kandungan lemak (36%). Seperti kedelai, kacang tanah juga defisien dalam karotena, vitamin D, kalsium (Ca), dan mengandung fosfor yang tidak terlalu tinggi.
10. Bungkil Kacang Tanah Bungkil kacang tanah merupakan limbah dari pengolahan minyak kacang tanah. Bungkil kacang tanah disukai ternak dan merupakan suplemen protein tumbuhan yang berkualitas baik. Namun bungkil ini mempunyai antinutrisi yang dapat mengakibatkan kelenjar thyroid membesar dan juga mempunyai sifat pencahar, tetapi pengaruhnya lebih rendah dibandingkan dengan kacang tanah.
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
41
Secara kualitatif, kualitas bungkil kacang tanah dapat diuji dengan uji bulk density ataupun uji apung. Bulk density bungkil kacang tanah adalah 465,6 g/l. Selain itu juga uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas bungkil kacang tanah yang baik. Uji sekam dengan flouroglucinol dapat juga dilakukan. Kualitas bungkil kacang tanah secara kuantitatif dapat dilakukan di laboratorium menggunakan metode proksimat (Tabel 8). Bungkil kacang tanah mengandung protein sekitar 46,62% dan serat kasar 5,5%. Bila serat kasar lebih tinggi, telah terjadi pemalsuan sekam dan karena itu produk tersebut tidak dapat disebut bungkil kacang tanah tetapi bungkil kacang tanah dan sekam. Bungkil kacang tanah mempunyai protein tercerna (DP) 42,4% dan TDN 84,5%. Nilai ini lebih tinggi dari bungkil kedelai. Bungkil kacang tanah dan sekam mengandung protein kasar (PK) 41%, protein tercerna 36,6%, dan total nutrien tercerna (TDN) 73,3% lebih tinggi dari PK, DP, dan TDN bungkil biji kapas. Tabel 8 Komposisi kimia butir-butiran dan limbahnya (%BK) Bahan Jagung Dedak kasar Dedak halus Bekatul Menir Shorgum Pollard Bungkil kedelai Bk. K. anah Kacang tanah Ampas tahu Ampas Kecap Ampas Bir
BK
Abu
PK
88,0 89,6 88,2 88,2 89,2 89,0 88,0 88,0 89,2 11,0 12,0 23,7
2,41 15,87 12,28 10,04 3,00 2,40 3,60 6,97 5,51 11,04 12,00 23,70
10,82 6,53 9,80 11,37 7,31 11,00 16,90 47,12 35,78 3,26 29,31 5,81
Lemak
SK
5,89 3,37 2,36 29,81 4,81 15,86 7,03 8,24 1,70 4,07 3,40 2,08 4,10 7,40 3,80 8,69 11,13 7,42 36,00 26,81 7,79 17,79 6,35 9,80 14,60
BetaN 77,49 34,89 45,80 52,04 72,87 81,10 67,60 33,29 33,29 43,93 20,55 34,86
Ca
P
0,05 0,14 0,09 0,07 0,03 0,03 0,09 0,27 0,29 0,22 0,47 0,46 0,18
0,31 0,60 1,09 1,06 2,23 2,23 0,75 0,68 0,52 0,66 0,18 0,43 0,48
Kualitas protein bungkil kacang tanah adalah baik dan hampir sama dengan bungkil kedelai. Namun bungkil kacang tanah biasanya mengandung lisin yang lebih rendah daripada bungkil kedelai. Bungkil kacang tanah mengandung kalsium (Ca) yang rendah dan kandungan phospornya (P)
42
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
adalah setengah dari kandungan bungkil biji kapas. Selain itu bungkil kacang tanah kurang karotin, vitamin D, thiamin, riboflavin, tetapi kaya akan niasin dan asam pantotenat. Direkomendasikan untuk memberikan bungkil kacang tanah ke ternak sebanyak kurang lebih ¼ dari total konsentrat.
B. Umbi-Umbian dan Limbahnya Umbi-umbian merupakan sumber energi makanan di daerah yang masih berkembang. Umumnya umbi-umbian mengandung energi tinggi, akan tetapi kandungan proteinnya rendah. Walaupun demikian produktivitas protein dan energi umbi-umbian per hektarenya dibandingkan dengan butir-butiran lebih tinggi, kecuali untuk produktivitas protein dari umbi kayu. Komposisi umbi-umbian dan limbah/hasil ikutan industrinya terlihat pada tabel 5.
1. Ubi Kayu: Manihot utilisima pohl Manihot esculenta crantz Manihot alpi Manihot dulcis Manihot palmate Merupakan tanaman pertanian yang paling penting di daerah tropis. Indonesia, Nigeria, Zaire, Thailand, dan India adalah negara-negara penghasil ubi kayu yang penting. Di Indonesia ubi kayu merupakan makanan pokok dalam urutan ketiga setelah nasi dan jagung. Kandungan protein ubi kayu sangat rendah dibandingkan dengan jagung. Apabila ubi kayu digunakan sebagai sumber energi dalam ransum, harus diimbangi dengan sumber protein yang lebih tinggi. Kadar kalsium dan fosfor cukup, akan tetapi karena kandungan asam oksalat yang tinggi (0,1–0,31%) sehingga akan memengaruhi penyerapan Ca dan Zn. Suatu faktor pembatas dalam penggunaan ubi kayu adalah racun asam sianida (HCN) yang terdapat dalam bentuk glikosida sianogenik. Dua macam glikosida sianogenik dalam ubi kayu yaitu lanamarine (±95% dari bentuk glikosida sianogenik) dan bentuk lotaustarin. Pada proses
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
43
detoksifikasi asam sianida dalam tubuh ternak diperlukan sulfur yang dapat dari asam amino tersebut akan meningkat. Sulfur untuk detoksifikasi ini dapat juga berasal dari sulfur inorganik. Penggunaan ubi kayu dalam ransum berdasarkan beberapa peneliti untuk ungas 5–10%, babi 40–70%, dan rumiansia 40–90%.
2. Onggok Onggok merupakan limbah pabrik tapioca dan gula. Angka konversi ubi kayu menjadi onggok berkisar antara 60–65%. Sebagai sumber energi, onggok lebih rendah dibandingkan dengan jagung dan ubi kayu akan tetapi lebih tinggi dari pada dedak. Walaupun komposisi tepung ubi kayu lebih tinggi daripada gaplek, akan tetapi kadar HCN tepung ubi kayu lebih tinggi daripada onggok. Penggunaan onggok dalam ransum unggas paling tinggi 5% dari ransum, untuk babi 25–30% dan untuk ruminansia 40% dari ransum.
3. Daun Ubi Kayu Produksi ubi kayu segar 10–40 ton/ha/tahun. Dari tanaman ubi kayu, 10–40% terdiri atas daun. Sebanyak 75% dari protein daun adalah murni dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Asam amino daun ubi kayu ternyata hampir sama dengan bungkil kedelai walaupun jumlahnya berbeda. Daun ubi kayu defisien asam amino esensial yang mengandung sulfur, yaitu methionin dan sistin. Kelemahan lain adalah adanya racun HCN dan kandungan serat kasar yang tinggi. Kandungan HCN pada daun muda berkisar 427–542 mg/kg, sedangkan pada daun tua kandungannya lebih rendah yaitu 343–379 mg/kg.
4. Ubi Jalar Varietasnya sangat banyak, menyebabkan perbedaan rasa, ukuran, bentuk, warna, dan nilai gizi. Produksi ubi jalar antara 2,5–15 ton segar/ha/tahun. Ubi jalar merupakan sumber energi dan untuk ubi jalar yang berwarna kuning mengandung provitamin A, karotenoid yang cukup. Asam amino pembatas ubi jalar adalah luecine. Seperti umumnya umbi-umbian yang mempunyai kandungan protein yang rendah, pemberian ubi jalar perlu
44
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
diimbangi pemberian kandungan protein yang tinggi. Apabila digunakan lebih dari 90% pengganti jagung dalam ransum unggas sering terjadi lukaluka pada usus unggas yang dapat diikuti dengan kematian. Pada ransum ruminansia umumnya digunakan pengganti jagung sebanyak 50%.
5. Jerami Ubi Jalar Produksi jerami dalam bentuk segar berkisar 10–12,5% ton/ha/tahun. Berdasarkan penelitian Kempton dan Leng, pemberian jerami ubi jalar sebagai pengganti pucuk tebu pada ransum sapi perah dapat meningkatkan konsumsi ransum dan produksi susu. Akan tetapi percobaan Nuraeni mendapatkan hasil penggantian rumput lapangan dengan jerami ubi jalar lebig dari 1/3 bagian dapat menyebabkan kadar lemak susu menurun. Tabel 9 Komposisi kimia ubi dan ikutannya Bahan Ubi kayu Onggok Daun ubi kayu Ubi jalar Jerami ubi jalar
BK
Abu PK 35 2,3 2,9 83,8 1,3 7,8 21,6 12,1 24,1 31 3,6 5 16,3 16,1 19,2
% dari bahan kering SK LK Beta-N Ca 4,9 0,7 89,2 0,18 14,9 0,4 81,6 0,2 22,1 4,7 37 0,7 6 1,3 84,1 0,09 16,2 2,6 45,9 0,44
P TDN 0,09 79 0,05 78,3 0,31 72,3 0,13 80 0,55 60
A. Limbah Industri Perkebunan 1. Bungkil Kelapa (Cocos nucifera) Limbah industri kelapa yang dapat dimanfaatkan ternak terutama adalah bungkil kelapa. Kualitas bungkil kelapa bervariasi bergantung pada cara pengolahan dan mutu bahan baku. Berdasarkan komposisi kimianya, bungkil kelapa termasuk sumber protein untuk ternak. Dalam pemakaian terutama untuk monogatrik, perlu diperhatikan keseimbangan asam aminonya karena bungkil kelapa kekurangan asam amino lisin dan histidin. Bungkil kelapa bisa digunakan untuk unggas sebaiknya tidak lebih dari 20%, babi 40–50%, dan ruminansia 30%.
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
45
2. Limbah Industri Cokelat (Theobroma cacao) Limbah industri cokelat adalah kulit buah, kulit biji, dan lumpur cokelat. Kulit buah merupakan 71% dari buah, sedangkan kulit biji cokelat sekitar 15%. Limbah industri cokelat merupakan sumber protein yang baik untuk ternak ruminansia karena tidak mudah untuk didegradsi dalam rumen. Namun bahan ini mengandung zat racun. Kulit cokelat buah mengandung protein rendah dan serat kasar yang tinggi sehingga penggunaannya terbatas hanya untuk ruminansia. Akan tetapi kulit biji cokelat mengandung protein yang cukup tinggi sehingga bisa digunakan untuk semua jenis ternak. Penggunaan kulit buah cokelat pada ungas dan babi bisa sekitar 10–24%, sedangkan pada ruminansia bisa sekitar 30–40%.
3. Limbah Industri Kelapa Sawit Ada dua tahap pengolahan kelapa sawit. Tahap pertama pengolahan sawit dari buah sawit yang menghasilkan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil), inti kelapa sawit, serat kelapa sawit, dan lumpur kelapa sawit. Tahap kedua adalah pengolahan inti kelapa sawit yang akan menghasilkan minyak inti sawit dan bungkil kelapa sawit. Tiga jenis limbah industri kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan oleh ternak adalah bungkil kelapa sawit, lumpur kelapa sawit, dan serat kelapa sawit. Angka konversi dari Lumpur sawit adalah 30% dan serat 20%, sedangkan bungkil inti sawit 40–60% dari ini.
Gambar 11 Bungkil inti sawit
46
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Komposisi bungkil kelapa sawit sangat bervariasi dalam kandungan serat kasar dan lemak kasar, bergantung pada cara pengolahan dan bahan baku yang dipakai. Dibandingkan dengan bungkil kelapa, bungkil kelapa sawit mempunyai kadar protein yang rendah. Kadar asam amino yang menjadi faktor pembatas adalah methionin, sedangkan keseimbangan asam amino lain cukup baik. Bungkil kelapa sawit bisa diberikan sebanyak 20% pada unggas dan babi serta 30–40% pada ruminansia. Serat kelapa sawit mengandung kadar serat kasar yang tinggi sehingga hanya dapat digunakan untuk ransum ternak ruminansia. Serat kelapa sawit dapat diberikan pada ruminansia sebanyak 15–35% dari ransum. Tabel 10 Komposisi kimia limbah perkebunan dan ikutannya Bahan Bungkil Kelapa Limbah Cokelat · Kulit buah · Kulit biji Limbah Kelapa Sawit · Lumpur sawit · Bk. sawit · Serat sawit Limbah Gula · Pucuk tebu · Baggase · Tetes Pengolahan Nanas
BK
Abu
88,5
6,36 18,58
12,55 15,38
37,26 0,08 0,52
93,47 11,63 8,01 88,10 7,57 16,16
1,28 40,08 8,36 20,94
38,49 0,58 0,18 46,80 0,34 0,39
90,5 8,56 8,56 88,32 15,83 15,83 91,45 7,02 7,02
24,10 32,40 2,94 33,01 14,67 36,14
2,10 43,21 0,40 0,71 35,18 0,48 0,18
5,47 1,45 3,95 4,5
1,37 37,90 0,70 48,00 0,29 0,40 15,8 1,60
45,06 0,47 0,34 44,55 0,09 0,08 84,40 0,89 0,14 63,9 -
24,77 87,1 82,4 89,6
5,47 1,45 3,95 4,5
PK
Lemak
SK
Beta-N
Ca
P
Produk utama dari industri kelapa sawit yaitu Crude Palm Oil (CPO) merupakan sumber lemak yang sudah banyak digunakan untuk pakan ayam, baik broiler maupun layer. Penggunaan CPO ini menggantikan minyak ikan dan beef tallow yang sudah mulai ditinggalkan karena harganya yang lebih mahal. Selain murah penggunaan CPO dalam pakan juga dapat meningkatkan warna kuning dalam pakan sehingga menambah nilai jual karena pakan yang berwarna kuning lebih disukai peternak dibandingkan
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
47
dengan warna yang pucat sehingga penggunaannya dapat menurunkan penggunaan pewarna. CPO yang baik mempunyai kandungan lemak 99,5%, kandungan air tidak lebih dari 0,5% dan kandungan free fatty acid (FFA) tidak lebih dari 0,1%.
Gambar 12 Crude Palm Oil (CPO)
4. Limbah Industri Gula (Saccharum officinarum) Limbah indusri gula dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah seperti pucuk tebu, tetes, ampas tebu (bagasse), dan blotong.
Pucuk Tebu Pucuk tebu digunakan sebagai hujauan makanan ternak pengganti rumput gajah tanpa ada pengaruh negatif pada ternak ruminansia. Komposisi kimianya dapat dilihat pada Tabel 10.
Ampas Tebu (bagasse) Begasse merupakan hasil limbah kasar setelah tebu digiling yang mengandung serat kasar yang tinggi yang terdiri atas selulosa, pentosan, dan lignin. Mengingat tingginya serat kasar, ampas tebu hanya bisa digunakan untuk ternak ruminansia sebanyak 25%. Komposisi kimia ampas tebu bisa dilihat pada Tabel 11.
48
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Tetes Tetes bisa diberikan pada ternak secara langsung setelah melalui proses pengolahan menjadi protein sel tunggal dan asam amino. Keuntungan tetes untuk pakan ternak adalah kadar karbohidratnya tinggi (48–60% sebagai gula), kadar mineral dan rasanya disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur mikro yang dibutuhkan ternak seperti cobalt, boron, iodium, tembaga, mangan, dan seng. Kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak. Tetes dapat digunakan dalam ransum unggas sebesar 5–6% serta babi dan ruminansia sebesar 15%.
5. Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus) Industri pengalengan nanas menghasilkan limbah berupa kulit, mahkota daun, dan hati buah nanas sebanyak 30–40%. Bila buah nanas tersebut diproses menjadi juice atau sirup akan diperoleh limbah lagi yaitu ampas nanas. Ampas nanas masih mengandung kadar gula yang tinggi dan serat kasarnya juga cukup tinggi, tetapi proteinnnya rendah.
D. Limbah Pertanian Limbah pertanian adalah bagian tanaman di atas atau pucuknya yang tersisa setelah panen atau diambil hasil utamanya. Limbah pertanian umumnya mempunyai kualitas yang rendah (Tabel 11) sehingga penambahan konsentrat dalam ransum merupakan salah satu cara untuk menanggulanginya. Kendala utama pemanfaatan limbah pertanian adalah penggunaannya sebagai pupuk atau bahan bakar, lokasinya yang tersebar, teknologi penggunaannnya untuk ternak, umumnya mempunyai protein dan kecernaan yang rendah dan fluktuasi panen yang sering terjadi pada tanaman pangan. Agar limbah dapat dimanfaatkan secara efisien, maka harus ada pengumpulan kemudian diproses secara kooperatif. Dalam pemberiannya perlu ditambahkan suplemen untuk menyeimbangkan nilai gizinya.
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
49
Tabel 11 Komposisi kimia limbah pertanian (%BK) Bahan Jerami jagung Jerami padi Jerami kacang tanah Jerami kedelai
Abu 8,42 19,97 18,69 7,56
PK Lemak 4,77 1,06 4,51 1,51 11,06 1,80 10,56 2,82
SK Beta-N 30,53 55,82 28,79 45,21 29,92 38,21 36,28 42,8
E. Hijauan Bahan pakan alamai untuk ternak ruminansia adalah hijauan baik berupa rumput-rumputan maupun leguminosa. Sebagian hijauan terutama leguminosa juga bisa diberikan pada ternak monogastrik (unggas) dalam jumlah tertentu setelah mengalami pengolahan sebelumnya (pengeringan dan penggilingan). Tanaman hijauan makanan ternak yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu 1. Tanaman hijauan makanan ternak yang tidak dibudidayakan seperti rumput lapang, padang rumput alami, semak, dan pohon-pohonan, 2. Tanaman hijauan makanan ternak yang secra sengaja dibudidayakan baik secara permanan ataupun temporer. Padang rumput alami umumnya mancakup berbagai jenis/ spesies rumput-rumputan atau leguminosa, sedangkan padang rumput yang dibudidayakan biasanya hanya terdiri atas satu jenis/spesies atau campuran dari hanya beberapa/sedikit jenis saja. Di negara yang bermusim dingin (temperate) rumput-rumputan mulai tumbuh pada saat suhu tanah mencapai 4–6˚C (musim bunga) yang mencapai puncak pertumbuhannya pada saat musim panas. Sementara di negara tropis karena suhu tanah cukup panas rumput-rumputan bisa tumbuh sepanjang tahun. Karena hanya terbagi musim hujan dan kemarau, biasanya puncak produksinya terjadi pada saat musim hujan. Komposisi nutrisi hijauan makanan ternak sangat bervariasi dan bergantung pada banyak hal, di antaranya spesies tanaman, umur tanaman, iklim, dan pemupukan. Sebagai contoh, kandungan protein kasar bisa di bawah 3% pada rumput yang sudah tua, sebaliknya pada rumput yang masih muda dengan pemupukan yang intensif bisa mencapai lebih dari 30%. Kandungan air hijauan makanan ternak juga sangat penting diperhatikan pada saat pemanenan terutama apabila mau diawetkan baik menjadi
50
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
silase ataupun hay. Pada tanaman yang masih muda kandungan airnya bisa mencapai 75–90% dan menurun pada tanaman yang tua (65%). Kandungan karbohidrat mudah larut dalam air (Water Soluble Carbohydrate atau WSC) pada rumput-rumputan umumnya adalah fruktan dan beberapa komponen gula seperti glukosa, sukrosa, dan raffinosa. Rumput-rumputan asal temperate kandungan karbohidratnya lebih banyak dalam bentuk fruktan sebagai bahan yang mudah larut dala air (WSC) yang umumnya disimpan dalam batang, sedangkan jenis rumputrumputan asal tropis dan subtropis umumnya lebih banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk pati daripada fruktan dan umumnya disimpan dalam bagian daun. Dibanding fruktan, pati lebih sulit larut dalam air sehingga kandungan WSC rumput-rumputan asal tropis sangat rendah (<6%) dibandingkan dengan rumput-rumputan asal temperate (>7%). Kandungan nutrisi hijauan tersebut perlu diperhatikan sehubungan dengan proses pengawetan hijauan, baik berupa pengawetan kering (hay) maupun pada proses pengawetan basah/segar (silase).
Rumput-rumputan (Graminae) 1. Rhodesgrass, rumput Rodhes (Chloris gayana Kunt) Indonesia
: Ada di Jawa, Irian, dan Sumut.
Asal
: Afrika timur, tengah, dan selatan.
Gambar 13 Chloris gayana Kunt
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
51
Protein kasar umumnya berkisar antara 4–13%, walaupun demikian daun yang muda bisa mencapai 16–17% dan yang paling rendah kandungannya 3%. Kandungan protein kasae ini bergantung pada umur, cuaca, dan pemupukan nitrogen. Serat kasarnya bervariasi antara 30–40%, tetapi bisa mencapai 25% pada saat pemotongan awal dan bisa mencapai lebih dari 45% pada pemotongan akhir. Beta-N umumnya berkisar antara 40– 50% dengan lemak kasar antara 1,0–2,5%. Kandungan karoten umumnya tersedia cukup tinggi untuk kebutuhan sapi. Kalsium (Ca) dan fosfor (P) konsentrasinya sama dengan rumput tropis lainnya, tetapi kandungan K dan Mg umumnya rendah. Palatabilitasnya umumnya baik dengan kecernaan bahan kering yang cukup rendah yaitu 40–60%.
2. Guinea grass, green panic (Panicum maximum Jacq) Indonesia
: Rumput benggala, suket londo.
Asal
: Afrika tersebar ke Asia, Australia, dan Eropa.
Gambar 14 Panicum maximum Jacq Rumput ini sangat disukai ternak. Protein kasarnya (PK) berkisar 4–14% dengan serat kasar (SK) antara 28–36%. Kandungan PK dan SK ini bergantung pada frekuensi pemotongan serta umur tanaman. Beta-N bervariasi dari 40–50% dan lemak kasar 0,6–2,8%. Kandungan P umumnya lebih besar dari 0,15% dan sudah memenuhi kebutuhan sapi pada umumnya. Kandungan TDN bervariasi dari 38–61% dengan kecernaan bahan kering (BK) sekitar 40–62%.
52
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
3. Australia grass, Common paspalum (Paspalum dilatatum poiret) Indonesia
: rumput australi, rumput dallies.
Asal
: Brazil, Argentina, Uruguay (Amerika Selatan).
Gambar 15 Paspalum dilatatum poiret Kandungan protein kasar berkisar antara 13,4–18,5%, lemak kasar 1,3–2,4%, serat kasar 24,4–34,8%, dan Beta-N 40,1–48,6%. Hijauan ini mempunyai kecernaan BK sekitar 50–63%. Rumput dallis pernah dilaporkan memberikan pengaruh yang berbahaya pada domba karena pengaruh dari cyanogenic glucosides dalam rumput ini walaupun HCNnya relatif rendah (42 ppm). Kelebihan konsumsi dapat mengakibatkan ternak mengalami diare.
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
53
4. Elephan grass, Napier grass (Pennisetum purpureum Schumach) Indonesia
: Rumput gajah.
Asal
: Afrika daerah tengah.
Gambar 16 Pennisetum purpureum Schumach Rumput gajah umumnya mengandung Bahan Kering yang rendah yaitu 12–18%, tetapi kandungan BK ini dengan cepat meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman. Kandungan serat kasar berkisar dari 26,0–40,5%, Beta-N sekitar 30,4–49,6% dengan kandungan lemak kasar 1,0–3,6%. Kandungan fosfornya cukup tinggi yaitu 0,28–0,39% dan pada batang 0,38–0,52%. Sementara Ca masing-masing 0,43–0,48% dan 0,14–0,23% pada daun dan batang. Kandungan TDN berkisar dari 40–67% dengan kecernaan Bahan Kering sekitar 48–71%.
54
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
5. King grass (Pennisetum purpurhoides) Persilangan P. purpureum dan P. americanum (Amerika tropis) Indonesia
: rumput raja
Asal
: Afrika daerah tropis.
Kualitas hijauan ini lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah terutama protein kasarnya 25% lebih tinggi dari rumput demikian juga dengan kandungan gulanya yang lebih tinggi. Kandungan protein kasar berkisar 5,3–22,8%, tetapi ada juga yang melaporkan sekitar 8–11%. Kecernaan BK hijauan ini adalah sekitar 65,6%.
6. Signal grass, (Brachiaria decumbens Stapf) Indonesia
: Rumput signal (Malaysia), rumput BD (Jabar).
Asal
: Afrika Timur (Uganda, Rwanda, Tanzania)
Gambar 17 Brachiaria decumbens Stapf Kualitas yang baik pernah dilaporkan dari hampir semua negara yang pernah melakukan percobaan dengan rumput ini. Kandungan protein kasarnya 6,1–10,1%, bergantung pada pemupukan nitrogen yang digunakan. Serat kasarnya bisa mencapai 37%.
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
55
7. Sudan grass, rumput sudan Shorgum x Drummoncodii (steud) Millsp & Chase. Asal: Arfika Tropis. Rumput sudan mempunyai kandungan protein berkisar 12–16%. Kecernaan proteinnya juga tinggi sekitar 65–70%. Kandungan Beta-N umumnya berkisar 40–45%, dengan serat kasar yang tidak terlalu tinggi dan jarang melebihi 30%. Rumput ini sangat disukai ternak khususnya sapi. Sama seperti shorgum, rumput sudan mengandung HCN yang dapat berbahaya bagi terbak (sekitar 750 ppm), tetapi kandungannya pada rumput sudan jarang mencapai level yang membahayakan. Kandungan HCN ini akan meningkat dengan adanya pemupukan nitrogen.
8. Blady grass (Imperata cilindrica (L) Raeuschel) Indinesia
: Alang-alang, ilalang.
Asal
: Tropis dunia.
Komposisi kimia rumput lapang umumnya bervariasi. Laboratorium Agrostrologi Fapet-IPB melaporkan bahwa rumput lapang umumnya mengandung protein kasar yang cukup tinggi yaitu 8,20–12,49% dengan kandungan serat kasar berkisar 31,7–32,97%. Kandungan Beta-Nnya berkisar 39,76–44,16%.
Gambar 18 Alang-alang
56
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
9. Rumput lapang, alam, liar Kandungan nutrisi: bervariasi bergantung komposisi rumputnya. Komposisi rumput lapang: (sumber: Lab. Agrostrologi) 1. Gigirinting 4,2%
6. Sintrong 4,9%
11. Eragrotis sp. 15%
2. Teki 1,0%
7. Jukut kebo 24,68%
12. Digitaria sp. 14,5%
3. Putri malu 4,3%
8. Paspalium 5,0%
13. bereg-bereg 5,0%
4. Babadotan 4,4% 9. Jukut jampang 1,9% 14. Jukut lampuyang 5,0% 5. Jukut ibun 3,8%
10. Brachiaria sp. 2,6% 15. Lain-lain 3,8%
Gambar 19 Rumput lapang
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
57
Kacang-kacangan (Leguminosa) 1. Sentro, butterfly pee (Centrosema pubescent Benth) Indonesia
: Kacang sentro.
Asal
: Amerika tengah dan selatan tropis.
Gambar 20 Centrosema pubescent Sangat disukai ternak dan merupakan Green manure. Hijauan ini mengandung protein kasar 11–24%. Sentro mengandung oxalat sekitar 2,27%, tetapi hanya 0,1% yang berbentuk oxalat larut air.
58
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
2. Calopogonium (Colopogonium mucunoides Desv) Indonesia
: Kacang asu.
Asal
: Amerika tropis.
Gambar 21 Colopogonium mucunoides Desv Hijauan ini mengandung protein kasar sekitar 15% dengan kandungan serat kasar yang cukup tinggi sekitar 35,20%. Colopo ini kurang disukai ternak sapi karena adanya bulu-bulu pada batang dan daunnya.
3. Puero (Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth) Tripicak kudzu. Indonesia
: Kacang-kacangan (Jw)
Asal
: Asia timur dan tenggara.
Gambar 22 Pueraria phaseoloides (Roxb.) Benth
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
59
Kandungan protein kasarnya bervariasi dari 11,8–19% dengan kandungan serat kasar yang tinggi yaitu 36,9–41,1%. Konsentrasi Ca dan P adalah masing-masing 0,85% dan 0,25%. Walaupun tanaman ini berbulu, tetapi masih cukup disukai ternak sapi.
4. Stylo (Stylosanthes guianensis (Aublet) Swartz) Indonesia
: Kacang stilo.
Asal
: Bagian utara Argentina sampai ke mexico.
Kandungan protein kasarnya tidak terlalu tinggi berkisar 12–18% dari BK. Stylo juga mengandung oxalat sekitar 1,72% di mana oxalat yang larut air cukup rendah yaitu 0,15%. Palatabilitasnya bervariasi, tetapi umumnya hijauan muda kurang disukai ternak. Kecernaan BK-nya bervariasi 4% pada hijauan tua dan bisa mencapai 70% pada hijauan yang masih muda.
5. Carribian Stylo (Stylosanthes hamata (L.) Taub) Indonesia
: Kacang verano.
Asal
: P. Carribia, Amerika tengah dan selatan.
Hijuan ini kualitasnya hampir mirip dengan stylo dan cukup disukai oleh ternak. Kecernaan Bahan Keringnya berkisar 60,8–66,9%.
6. Glycine wightii (Wight & Arnot) Glycine javanica Asal
: Afrika dan Asia.
Gambar 23 Glycine wightii
60
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Tanaman ini mengandung protein kasar yang umumnya tinggi yaitu 11– 20%, bahkan kadang-kadang bisa mencapai 30%. Serat kasarnya umumnya cukup tinggi di mana bisa mencapai 42,6% dengan beta-N bisa mencapai 40%. Kandungan Ca dan P adalah masing-masing 1,5% dan 0,29%. Selain rumput untuk digembalakan tanaman ini bisa juga diberikan dalam bentuk segar atau hay. TDN hijauan segar adalah 57,3%, sedangkan dalam bentuk hay 53,3%. Hijauan ini sangat disukai ternak ruminansia.
7. Calliandra calothyrsus (Messn) Indonesia: Kaliandra. Asal: Amerika tengah.
Gambar 24 Calliandra calothyrsus Kaliandra merupakan tanaman yang sudah tersebar ke seluruh Indonesia. Proteinnya cukup tinggi terutama daunnya yaitu 24%, sedangkan serat kasarnya sekitar 27%. Umumnya tidak mengandung racun, kecuali adanya tannin yang cukup tinggi yang bisa mencapai 11%.
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
61
8. Gliciridia sepium (Jacq.) Indonesia: Gamal, Liriksidia. Asal Amerika Tengah.
Gambar 25 Gliciridia sepium (Jacq.) Gamal mempunyai kualitas yang bervariasi bergantung pada umur, bagian tanaman, cuaca, dan genotif. Kandungan proteinnya sekitar 18,8%, di mana kandungan protein ini akan menurun dengan bertambahnya umur. Namun demikian kandungan serat kasarnya akan mengalami peningkatan. Palatabilitas daun gamal merupakan masalah karena adanya kandungan antinutrisi flavano 1–3,5% dan total phenol sekitar 3–5% berdasarkan BK. Ruminansia yang tidak biasa mengonsumsi daun gamal umumnya tidak akan memakannnya untuk yang pertama kali bila dicampurkan pada ransom. Dalam pemberiannya, sebaiknya dilayukan dulu. Kecernaan BK daun gamal adalah 48–77%.
9. Leucana leucocephala (Lamk) de Wit Indonesia
: Klandingan, Lamtoro.
Asal Guatemala. Lamtoro mempunyai kandungan protein kasar berkisar antara 14–19%, sedangkan kandungan serat kasarnya umumnya berfluktuasi dari 33 hingga 66%, dengan kandungan Beta-N berkisar antara 35–44%. Daun lamtoro umumnya defisien asam amino yang mengandung sulfur. Kandungan vitamin A dan C biasanya tinggi.
62
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Tabel 13 Komposisi kimia rumput-rumputan Nama Bahan A. Rumput-rumputan. 1. Rumput Rhodes (Chloris gayana kunt.) 2. Rumput benggala (Panicum maximum jacq) 3. Rumput gajah (Pennisetum purpereum schumach) 4. Rumput signal (Brachiaria decumbens Staps) 5. Alang-alang (Imperata silindrica (L) R) 6. Rumput lapang B. Kacang-kacangan. 1. Kacang Sentro (Centrosema pubescen Benth) 2. Kacang Asu (Colopogonium mucunoides Desv) 3. Kacang Stilo (Stylosantes quianensis Swartz) 4. Rumput Kudzu (Pueraria phaseoloides Benth) 5. Kacang Bulu (Glicine weightii) 6. Kaliandra (Caliandra calothyrsus) 7. Gamal (Gliricidia sepuem (Jacq)) 8. Lamtoro (Leucaena leucephala de wit) 9. Turi (Sesbania glandifora (L) Poiret)
BK
Abu
PK
Lemak
SK
Beta-N
Ca
P
25,8 9,54
6,84
1,73 38,2
43,7 0,43 0,24
26,0 10,6
4,9
2,3 39,4
42,8 0,38 0,31
28,0 10,0
4,6
2,1 38,2
45,0 0,12 0,18
27,5 7,07
9,83
2,36 28,9
51,8 0,24 0,18
50,0 10,0
5,4
1,0 35,4
48,2 0,13 0,09
23,5 14,3
8,82
1,46 32,5
42,8 0,40 0,25
24,0 9,43
16,8
4,04 33,2
36,5 1,20 0,38
29,4 8,81
15,8
3,24 33,7
38,4 1,21 0,23
21,4 8,86
15,6
2,09 31,8
41,6 1,16 0,42
31,0 7,01
7,5
2,23
36,3
25,0 10,2
19,2
2,9 33,1
34,7 1,88 0,37
36,0
5,9 25,04
2,48 19,8
47,2 0,77 0,35
27,0
9,7
19,1
3,0 18,0
50,2 0,67 0,19
25,4
7,6 24,35
3,68 22,1
42,2 1,68 0,22
29,2
3,41 17,1
40,1 1,60 0,53
18,3 10,2
6,9
0,7 0,19
Bab IV Bahan Makanan Ternak Nabati
63
Gambar 26 Leucana leucocephala (Lamk) de Wit Biji dan daun lamtoro mengandung galactomannan yang dapat membentuk ekstraksi protein dari kemungkinan penggunaannya oleh ternak. Zat ini mungkin mempunyai potensi sebagai bahan biomesidikal. Lamtoro juga mengandung racun asam amino mimosin yang mempunyai efek antimitotic dan depilatory pada ternak, sehingga daun lamtoro tidak aman diberikan pada ternak nonruminansia level di atas 5%. Pada ruminansia mimosin dapat diubah menjadi 3 hidroxy-4(H)-pyridone (DHP) bersifat goitrogenik dan jika tidak didegradasi dapat menimbulkan rendahnya level thyroxine dalam serumdarah, ulceration dari oesophagus dan retikulorumen, saliva berlebihan dan pertambahan bobot badan rendah, khususnya bila diberikan lebih dari 30% dalam ransom. Walaupun demikian mikroba rumen dapat menghilangkan racun mimosin dan DHP.
10. Sesbania grandiflora (L.) Poiret Indonesia
: Turi, Toroy, Tuwi.
Asal
: Asia Transcaucasia.
Daun sesbania sangat disukai ternak ruminansia, kandungan protein kasarnya cukup tinggi, sehingga bias membantu untuk memperbaiki kualitas ransom yang jelek. Kecernaan Bk-nya juga cukup tinggi yaitu 65– 73% dengan serat kasar yang rendah yaitu 5–18%. Kandungan P cukup tinggi berkisar 0,30–0,45%. Hijauan ini mengandung saponin dan tannin
64
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
yang pada ruminansia tidak memperlihatkan tanda-tanda keracunan. Meskipun demikian, bila diberikan pada monogastrik seperti pada unggas dapat menyebabkan meningkatnya mortalitas.
Gambar 27 Sesbania grandiflora (L.) Poiret
BAB V BAHAN MAKANAN TERNAK HEWANI
Telah diketahui bahwa pakan nabati dari bijian dan limbah industrinya sering digunakan sebagai sumber protein dalam ransum ternak. Pakan ternak berasal dari hewani, biasanya digunakan untuk meningkatkan kadar protein pada ransum basal karena pakan nabati merupakan sumber protein yang biasanya miskin asam amino antara lain lysine dan methionin. Sumber protein hewani dapat berasal dari ternak darat (ruminansia dan unggas serta limbahnya) dan hewan air beserta limbahnya. Ciri-ciri spesifik dari sumber protein hewani antara lain kadar protein kasar berselang 34– 82% dan lemak kasar 0–15% serta kandungan Ca dan P pada beberapa jenis tinggi. Bahan makanan ternak sumber protein adalah bahan pakan yang mengandung protein lebih dari 20%. Sumber protein terbagi dua, yaitu sumber protein nabati dan hewani. Sumber protein hewani berasal dari hewan dan hewan air. Bahan makanan ternak sumber protein berasal darat di antaranya tepung daging, tepung daging, dan tulang (meat bone meal/MBM); limbah rumah potong hewan yaitu tepung darah, tepung hati; susu dan limbah pengolahannya; serta tepung bulu ayam.
A. Asal Ternak dan Limbah Ternak 1. Tepung Daging Tepung daging berasal dari sisa-sisa daging yang tidak dikonsumsi manusia, biasanya melekat pada kulit dan tulang dalam bentuk tetalan sehingga sering kali dalam bentuk tepung daging dan tulang (MBM). Pengolahan tepung daging dapat dilakukan dengan:
66
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
a. Dibuat dengan pemasakan dengan tangki terbuka (Meat Scrap)
Dengan pengolahan ini air dapat terus keluar, setelah itu bahan baku diperas, dikeringkan, dan digiling. Kandungan protein meat scrap berkisar 50–55% dan bila meat scrap ini mengandung mineral fosfor sebanyak >4,4%, namanya meat and bone scrap.
Gambar 28 Tepung daging dan tulang dan penyimpanannya b. Bahan Baku dimasak pada tangki tertutup (Tankage)
Setelah dimasak dalam tangki tertutup kemudian disaring lalu residu diperas. Filtrat diuapkan akan didapat serbuk-serbuk. Residu yang diperas menhasilkan ampas dan dicampur dengan hasil penguapan, dikeringkan lalu digiling maka diperoleh tankage. Kandungan protein tankage berkisar 60% dan banyak mengandung vitamin B di antaranya sam pantotenat, niacin, riboflavin, dan vitamin B12. Bahan baku tankage tidak boleh berisi bulu, kuku, tanduk, kotoran, dan isi perut. Penggunaan untuk ternak unggas berkisar 10% dan kurang disukai karena dapat menimbulkan bau pada produk ternak (daging, telur, dan susu). Komposisi tepung daging adalah bahan kering 88,5%; abu 27,73%; protein 61,13%; lemak 11,75%; serat kasar 2,71% dan Beta-N 0,68%.
2. Tepung Darah Tepung darah diperoleh dari darah ternak yang bersih dan segar, berwarna cokelat kehitaman dan relatif sulit larut dalam air. Rasio pembuatan tepung darah berkisar 5:1, di mana untuk mendapatkan 1 kg tepung darah memerlukan 5 kg darah segar. Kandungan protein berkisar
Bab V Bahan Makanan Ternak Hewani
67
85% dengan kadar air 10%. Tepung darah rendah kandungan kalsium, fosfor, serta asam amino isoleusin dan glysin. Kurang disukai ternak, sehingga penggunaanya untuk ternak unggas dan babi dibatasi berkisar 5%. Pemberian tepung darah harus dihentikan sebulan sebelum ternak dipotong supaya daging tidak bau. Tepung darah bersifat protein Bypass dalam rumen yaitu 82%, sehingga dapat digunakan sebagai sumber protein untuk ternak ruminansia. Komposisi gizi tepung darah adalah bahan kering 90,00%; abu 4,00%; protein 85,00%; lemak 1,60%; serat kasar 1,00% dan Beta-N 8,40%.
3. Tepung Hati Tepung hati dibuat dari hati ternak atau ikan yang tidak dikonsumsi manusia (afkir). Proses pembuatannya melalui tiga tahap yaitu hati diirisiris, dikeringkan, dan digiling menjadi tepung. Tepung hati mengandung protein berkisar 60–62%; lemak 16–17%, banyak mengandung zat besi Fe, Mg, dan Cu serta vitamin B1, riboflavin, niacin, dan asam panthotenat.
B. Susu dan Limbah Pengolahan Susu Anak sapi baru lahir memerlukan susu pertama produksi induk sapi yang disebut Collestrum, berwarna krem, kental, dan bau amis. Collestrum ini diberikan selama satu minggu dan berfungsi untuk pembentukan antibodi untuk daya imunitas (kekebakan) tubuh. Susu induk mengandung casein dan zat-zat lain yang dibutuhkan ternak yang sedang berkembang yaitu laktalbumin, mineral, dan globulin. Juga mengandung asam lemak essensial yaitu asam oleat, linoleat dan arachodonat, serta karbohidrat susu yaitu laktosa. Susu banyak mengandung vitamin yang larut dalam lemak yaitu A, D, E, dan K. Tabel 13 Komposisi zat makanan beberapa pakan sumber protein Abu
Prot.
Lemak SK
BETN Ca
P
NaCl
Tp. ikan impor
23,04 62,79 10,15
2,58
5,64
5,37 2,77 1,95
Tp. ikan lokal
30,22 55,51 9,38
1,73
3,57
5,24 2,54 6,95
Tepung udang
18,65 45,29 6,62
17,69 1,53
7,76 1,31
68
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Susu banyak mengandung mineral kalsium dan fosfor serta sedikit minral Fe, Mn, Cu, dan I. Produk sampingan pengolahan susu (Milk by product) yaitu susu skim, butter milk, dan whey.
1. Susu Skim Susu skim adalah bagian dari susu setelah diambil lemaknya, sehingga kandungan lemaknya hanya berkisar 0,1–0,2%. Susu skim banyak mengandung vitamin B terutama vitamin B12 dan riboflavin. Kualitas susu bergantung dari umur ternak dan tipe ternak. Komposisi gizi susu skim dalam keadaan kering mengandung protein 34–35% dengan nilai biologis mencapai 94%. Susu skim digunakan sebagai sumber protein untuk anak sapi baru lahr setelah periode pemberian Collestrum dan penggemukan untuk produksi veal (daging anak sapi muda).
2. Butter Milk Butter milk merupakan sisa pembuatan mentega dengan kadar lemak lebih banyak dari susu skim yaitu 0,6–0,7%. Kandungan protein butter milk dalam keadaan kering yaitu 32–33%. Penggunaan untuk anak sapi berkisar 0,5 kg dalam ransum komplit.
3. Whey Whey merupakan sisa pembuatan keju. Biasanya protein sudah terbawa ke dalam produk keju dan tersisa laktabumin. Kurang disukai karena rasanya pahit dan tidak bias diberikan sebagai pakan tunggal. Kandungan protein whey dalam keadaan kering berkisar 12%. Kandungan gizi whey menyerupai susu skim dengan kadar lemak lebih tinggi yaitu 0,8%. Pemberian whey untuk ayam sebagai sumber riboflavin.
C. Limbah Peternakan Ayam Tepung bulu ayam terbuat dari bulu ayam yang bersih, segar, dan belum mengalami pembusukan dengan proses hidrolisis. Rasio bobot bulu ayam untuk setiap jenis unggas berkisar 4–6% dengan rata-rata 6% dari bobot
Bab V Bahan Makanan Ternak Hewani
69
hidup unggas. Tepung bulu ayam berpotensi sebagai sumber protein untuk ternak. Proses pembuatan tepung bulu ayam meliputi proses autoclave, perlakuan kimia dan enzimatis, serta fermentasi dengan mikroorganisme. Adanya kandungan keratin pada bulu ayam menyebabkan daya utilisasi dan daya cerna bulu ayam masih rendah, sehingga pada proses pembuatan tepung bulu ayam tidak hanya dengan proses hidrolisis atau tekanan saja. Indikator lain kualitas tepung bulu ayam selain protein kasar adalah kecernaan pepsin. Dibandingkan dengan tepung ikan, kandungan protein bulu ayam lebih tinggi yaitu 85–90%, energi metabolis (ME) 2287 kkal/ kg, dengan kadar serat kasar 1–3%. Defisien terhadap asam amino lysine, tryptophan, histidin, dan methionin. Dengan kandungan protein kasar yang tinggi, kadar air tepung bulu ayam tidak melebihi 10%. Taraf penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak berkisar 5–8% untuk nonruminansia dan 10–15% untuk ruminansia.
1. Tepung Ikan Tepung ikan dapat berasal dari ikan jenis kecil maupun jenis besar atau limbah/sisa bagian-bagian ikan yang tidak diikutsertakan dalam pengalengan. Kendala yang sering dijumpai adalah bahwa kadar lemak yang tinggi dari tepung ikan karena bahan baku awal tinggi lemak atau dalam proses pengolahan tidak dilakukan pembuangan lemaknya. Tepung ikan yang baik bila kadar lemak 10% dan tidak asin. Rasa asin ini terjadi karena penambahan NaCl sebagai pengawet sering ditambahkan pada bahan baku ikan yang kurang segar. Tepung ikan yang ada di Indonesia dibedakan antara impor dan lokal. Sementara ini tepung impor dianggap lebih baik karena protein kasar lebih dari 60% dan kadar lemak rendah, sedangkan tepung ikan lokal dengan konversi randemen 20% dari bahan baku hanya mempunyai kadar protein kasar 55–58% dan termasuk grade C. Pemakaian tepung ikan untuk ransum unggas berkisar 10–15% dengan syarat sumbangan lemak ransum dari tepung ikan maksimal 1%. Komposisi zat makanan dapat dilihat pada Tabel 8.
70
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Gambar 29 Tepung ikan dan penyimpanannya
2. Tepung Kepala Udang Tepung kepala udang adalah tepung yang dibuat dari bagian udang yang tidak dikonsumsi manusia/ekspor terdiri atas kepala dan kulit secara keseluruhan dan dengan konversi 30–40% dari total tubuh udang. Mutu pakan lebih rendah dari tepung ikan (protein kasar 43–47%). Kelemahan tepung udang adanya kitin (yang sulit dicerna) suatu ikatan polisacharidaprotein dalam kulit kelompok udang/crustaceae sebesar 20–30% dengan kecernaan yang rendah 28%. Kecernaan pakan bias tinggi (meningkat) bila pengolahan dilakukan dengan ekstrasi dengan basa. Pemakaian tepung udang dalam ransum ungas maksimal 10%. Komposisi zat makanan dapat dilihat pada Tabel 13.
BAB VI BAHAN MAKAN TERNAK INKONVENSIONAL
Perkembangan penduduk yang pesat mengundang konsekuensi terhadap penyediaan pangan yang meningkat pula termasuk pangan yang berasal dari hasil ternak. Dengan demikian upaya produksi ternak tidak akan terlepas dari upaya penyediaan bahan makanan ternak. Pada umumnya makanan ternak juga merupakan makan manusia sehingga terasa persaingan antara manusia dan ternak. Keadaan tersebut harus diatasi dengan upaya penyediaan makanan ternak berasal dari bahanbahan yang tidak dikonsumsi manusia dengan kata lain perlu dilakukan penggalian (explorasi) bahan-bahan makanan ternak yang lain atau perlu dilakukan penganekaragaman bahan makanan ternak, khususnya bahan makanan ternak yang tidak lazim digunakan/dikonsumsi ternak tetapi kandungan nutrisinya sama atau lebih baik dari yang biasa dikonsumsi ternak. Upaya eksplorasi bahan makanan ternak tak lazim (bahan makanan ternak inkonvensional) ini akan sangat bermanfaat bagi peternak kecil/menengah agar tidak bergantung kepada bahan makanan ternak konvensional, mengingat penyerapan bahan makanan ternak konvensional ini pada umumnya telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan dengan modal yang kuat sehingga para peternak kecil/menengah tidak mampu bersaing dengan perusahaan yang besar. Bahan makanan ternak inkonvensional dapat berasal dari limbah pertanian, limbah peternakan, limbah perikanan, limbah kehutanan, limbah pengolahan hasil ternak, hasilk pertanian, hasil kehutanan, limbah
72
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
pemotongan ternak, serta limbah industri pangan dan minuman. Tujuan pokok bahasan ini adalah memberikan informasi tentang bahan makanan ternak inkonvensional sebagai alternatif dari bahan makanan ternak konvensional guna meningkatkan daya mandiri kecil dan menengah dalam agribisnis yang bebas.
Klasifikasi Bahan Makanan Ternak Inkonvensional Bahan makanan inkonvensional dapat diklasifikasikan berbeda-beda, tetapi Nityanand Pathak (1997) dalam teksbook of feeding processing technology mengklasifikasikan sebagai berikut. A. Konsentrat inkonvensional B. Hijauan inkonvensional Klasifikasi ini berdasarkan pada umumnya bahan makanan konsentrat merupakan bahan makanan ternak nonhijauan dengan serat kasar maksimal 18% dari bahan kering. Konsentrat inkonvensional dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Bijian dan butiran Bungkil jagung Pengolahan jagung untuk minya jagung dapat menghasilkan makanan ternak yang tergolong inkonvensional yaitu bungkil biji jagung. Komposisi gizi limbah minyak jagung (%BK) adalah BK = 88,06%, Abu = 11,10%, Protein Kasar = 21,89%, Lemak = 5,33%, Serat Kasar = 8,9%, Beta-N = 53,10%, Ca= 0,06%, dan P = 2,18%. Bungkil jagung digunakan sebagai sumber energi untuk ternak. Penggunaan bungkil jagung untuk ternak telah diteliti oleh Sudaryanti (1981) bahwa bungkil jagung dapat mengganti bungkil kelapa sebanyak 10–20%. Sementara Nitis (1981) telah menggunakan bungkil jagung untuk unggas 30–40%, babi 40–50%, dan sapi sebanyak 30%, tetapi Wahyu (1984) menyarankan penggunaan bungkil jagung tidak lebih dari 20% untuk unggas.
Bab VI Bahan Makan Ternak Inkonvensional
73
Biji Kecipir (Psophocarpus Tetrabonolobus (L.) DC) Jenis Psophocarpus mempunyai sembilan spesies, 2 di antaranya psophocarpus tetragonolobus dan psophocarpus palustris telah lama digunakan sebagai sumber pangan. Psophocarpus tetragonolobus tampil lebih produktif. Tanaman kecipir diduga berasal dari Papua Nugini dan Asia Tenggara dan tersebar ke Ghana dan Nigeria (NAS 1975; KAY 1979). Nilai gizi (%BK) biji kecipir hampir sama dengan kedelai: Kadar air 8,7–24,6%, Protein 29,8– 39,0%, Lemak 15,0–20,4%, Beta-N 23,9–42,0%, Serat kasar 3,7–16,1%, dan Abu 3,3–4,9%. Komposisi asam amino biji kecipir dengan kacang kedelai, tetapi agak berbeda kandungan lisin yaitu masing-masing 9,6 mg/g dan 6,83 mg/g. Kandungan Trypthopan kecipir (0,73 mg/g) lebih rendah daripada kacang kedelai (1,28 mg/g). Biji kecipir kekurangan asam amino bersulfur methionin dan sistin sama seperti kedelai. Kandungan antinutrisi dalam kecipir juga mirip dengan kedelai yaitu mengandung antitripsin dan antichimotripsin yang dapat menghambat kerja tripsin dan chimotripsin yang bersifat yang bersifat proteolitik. Untuk menghilangkan zat antinutrisi ini dapat dilakukan dengan: perendaman, pengukusan/pemasakan atau penyanggraian/penggorengan tanpa minyak. Biji kecipir dapat mengganti kacang kedelai dalam ransum ternak setelah dipanaskan seperti tersebut.
Biji Kapuk (Ceiba Petanra) Hasil utama dari tanaman kapuk adalah serat buah kapuk, sedangkan biji kapuk merupakan limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai sumber bahan baku pembuatan minyak biji kapuk. Bungkil biji kapuk dihasilkan dari proses pembuatan minyak kapuk adalah sebanyak 40% menurut Vademekum Pertanian (1957), sedangkan PT Kimia Farma memperoleh hasil sebanyak 70% dan kotorannya 11%. Pemanfaatan bungkil biji kapuk di masyarakat kita yaitu untuk pupuk organik tanaman tembakau atau untuk makanan ternak. Kandungan gizinya (%BK) adalah BK 90,73%, Abu 6,94%, Protein kasar 31,37%, Lemak kasar 5,83%, Serat kasar 31,81%, Beta-N 32,42%, Ca 0,40%, dan P 0,87%. Pemberian bungkil biji kapuk terhadap ternak adalah untuk unggas tidak lebih 5%.
74
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Bungkil Biji Kapas (Gossypium Irsutum) Pertanian tanaman kapas menghasilkan hasil utama adalah kapas, sedangkan biji kapas merupakan hasil sampingan yang dapat diproses menjadi minyak biji kapas dengan limbahnya yaitu bungkil biji kapas. Bungkil biji kapas dihasilkan dari proses pembuatan minyak kapas sebanyak 47%. Berdasarkan McDonald et al. (1973) bahwa komposisi kimia (%BK) bungkil kapas adalah dengan Kulit Bahan Kering 80%, Abu 7,2%, Protein Kasar 25,37%, Lemak Kasar 6,00%, Serat Kasar 27,25%, dan Beta-N 34,13%. Sementara tanpa kulit mempunyai komposisi kimia (5% BK) adalah Bahan Kering 90%, Abu 7,39%, Protein 45,625%, Lemak Kasar 8,80%, Serat Kasar 8,60%, Beta-N 30,35%, Ca 0,20%, dan P 1,28%. Protein bungkil kapas mempunyai kualitas yang baik, tetapi asam amino sistin, methionin, dan lisin rendah. Bungkil ini kaya akan thiamin, tetapi miskin akan caroten. Energi Metabolisme bungkil biji kapas untuk ternak ruminansia masing-masing 1,99 kkal/g (dengan kulit) dan 2,84 kkal/g. Bungkil biji kapas mengandung gossipol yang dapat mempengarusi kuning telur pada proses penyimpanan. Pemberian bungkil biji kapas untuk ternak sapi perah dengan dosis 50% akan meningkatkan produksi susu, sedangkan Kompyang (1984) menyatakan dapat sebagai pengganti tepung kedelai dalam ransum ayam petelur sebanyak 50–100%. Pemberian pada babi terbatas sampai 9% dari ransum.
1. Lembah peternakan/hewan Isi Rumen Isi rumen diperoleh dari rumen sapi yang telah dipotong (terutama di rumah pemotongan hewan). Kualitas isi rumen bergantung dari makanan ternak yang dikonsumsinya. Isi rumen akan mengandung zat antinutrisi bila ternak tersebut mengonsumsi zat antinutrisi. Isi rumen tersebut dapat pula mengandung mikroba patogen (berbahaya) jika proses pengolahan dengan pemanasan tidak sempurna.
Bab VI Bahan Makan Ternak Inkonvensional
75
Isi rumen dipisahkan antarcairan dan padatan melalui proses pengepresan. Padatan dikeringkan dengan suhu 100˚C sehingga mengandung kadar air 12% dan juga untuk membunuh bakteri yang patogen. Penyimpanan isi rumen bentuk padatan dengan temperatur kamar pada kadar air di bawah 12%. Komposisi kimia isi rumen (%BK) adalah abu 11%, protein kasar 17,6%, lemak kasar 2,1%, serat kasar 28%, Beta-N 41,40%, Ca 0,79%, dan P 0,67%. Kendala penggunaan isi rumen sebagai makanan ternak adalah baunya, sehingga palatabilitasnya sangat rendah.
Limbah Penetasan Termasuk limbah penetasan adalah telur infertil, telur tetas dengan embrio mati, dan anak ayam umur sehari (DOC). Nilai gizinya hampir sama dengan tepung daging. Tepung limbah penetasan mengandung protein 10–16% untuk ternak unggas. Selain sebagai sumbe protein tepung limbah, penetasan juga dapat digunakan sebagai sumber mineral kalsium dan fosfor.
Tepung Limbah Kodok Tepung ini dapat dibuat dari limbah kodok yang terdiri atas tubuh kodok tanpa paha belakang dengan konversi 70% dari total kodok. Kodok mentah sudah sering diberikan pada ternak babi dan bebek dengan cara dicacah. Untuk unggas perlu mengalami pengolahan menjadi tepung. Keuntungan proses penepungan adalah menghilangkan unsur-unsur yang patogen dan merugikan unggas. Pemakaiannya dalam ransum berkisar 10%, lebih dari 10% kurang palatabel dan bau amis yang menyengat. Komposisi zat makanan tepung kodok (%BK) adalah abu 18,33%, protein kasar 67,70%, lemak kasar 10,84%, serat kasar 0,61%, Beta-N 2,18%, Ca 5,14%, dan P 2,84%.
Tepung Bekicot Tepung bekicot merupakan bahan makanan ternak sumber protein hewani yang dapat menggantikan tepung ikan dalam ransum babi, bebek, dan ayam. Tepung bekicot terbuat dari bekicot mengandung protein 60% (Cresswell dan Kompiang 1981), 56,1% (Pujowiyatno 1982), sedangkan
76
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
menurut Emmy S (1980) adalah 69–70,39%. kandungan serat kasarnya hanya 0,08%, bahan kering 9,19–9,25%, kandungan Ca 2%, P 8%, lysine 0,6%, methionin %, dan ME = 3.400 kkal/kg. Cresswell dan Habibie (1981) menunjukkan bahwa penggunaan 10% tepung bekicot dalam ransum ayam petelur dapat menghasilkan produksi yang sama dengan kontrol. Lestari Gunawan (1972) menyatakan kombinasi tepung ikan dengan tepung bekicot pada ransum ayam broiler akan menghasilkan pertambahan bobot ayam yang lebih baik dari ransum yang hanya mengandung tepung ikan saja atau tepung bekicot saja. Sementara Beng et al. (1982) dan Kompiang (1979) menganjurkan penggunaan tepung bekicot mentah dalam ransum tidak lebih dari 10% dan 15% untuk bekicot yang direbus.
Keong Mas Keong mas merupakan sumber protein hewani alternatif untuk ternak. Rumah atau cangkangnya bisa digunakan sebagai sumber mineral, terutama Ca. Walaupun tidak sebaik kualitas tepung ikan, daging keong mas bisa digunakan sebagai sumber protein. Komposisi kimianya (%BK) adalah bahan kering 92,49%, abu 9,03%, protein kasar 30,68%, lemak kasar 3,2%, serat kasar 2,45%, Beta-N 24,32%, Ca 7,5%, dan P 0,97%. Masalah utama penggunaan keong mas adalah adanya racun pada lendirnya, tetapi tidak terlalu berbahaya untuk ternak. Metode pengolahan yang baik akan menghilangkan racun tersebut. Penggunaannya pada ransum maksimal 15%.
Cacing Tanah (Lumbricus sp.) Cacing tanah adalah salah satu bahan yang mempunyai potensi sebagai sumber protein dan merupakan bahan berasal hewan yang belum begitu banyak digunakan sebagai bahan makanan ternak. Cacing tanah selain jarang dikonsumsi langsung oleh ternak juga dijumpai pada areal tanah kebun rumput yang mendapatkan pupuk kandang atau pembuangan sampah yang dalam keadaan lembap. Berdasarkan penelitian-penelitian
Bab VI Bahan Makan Ternak Inkonvensional
77
pada bedengan yang diberi kotoran ternak berukuran 0,4072 ha terdapat kurang lebih satu juta ekor cacing tanah dengan berat 199,76 kg. Sementara bedengan tanpa kotoran hanya mencapai dua puluh ribu ekor sampai lima puluh ribu ekor dengan berat antara 22,70–45,40 kg. Komposisi kimia cacing tanah (%BK) adalah bahan kering 92,63%, abu 8,76%, protein 56,44%, lemak kasar 7,84%, serat kasar 1,58%, Beta-N 17,98%, Ca 0,48%, dan P 0,87%. Keistimewaan cacing tanah adalah mempunyai protein kasar yang tinggi dan sumber mineral fosfor, akan tetapi Ca-nya rendah. Kandungan asam amino lisin dan metioninnya lebih tinggi dibandingkan dengan protein bijibijian. Cacing tanah mampu mensubstitusi sumber protein seperti tepung ikan dan bungkil kedelai. Tepung cacing tanah sebaiknya digunakan sebesar 10% dalam ransum.
1. Protein Sel Tunggal (PST) Protein sel tunggal adalah protein yang ditemukan dari organisme bersel satu. Organisme tersebut antara lain Yeast (ragi), Bakteria, Fungi (jamur), dan Algae yang ditubuhkan pada media khusus yang disiapkan. Tipe protein ini dapat diperoleh melalui fermentasi pada petroleum atau sisa organik dengan penerangan khusus.
Gambar 30 Protein sel tunggal limbah industri L-Lysine
78
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Tipe-tipe PST PST dapat dihasilkan melalui proses: a. Nonphotosynthetic misalnya yeast, bacteria, dan fungi b. Photosynthetic misalnya Algae
Organisme Non-Photosynthetic Secara tradisional, ragi telah digunakan sebagai sumber protein dan “unidentified faktor”. Cara ini mempunyai keuntungan: mudah dipanen dan masalah di konsumen relatif sedikit. Namun juga mempunyai kerugian: karena hasil tersebut diatas miskin akan asam amino “bersulfur” seperti methionin. Kekurangan ini dapat diatasi dengan pemberian MHA (Methionin Hydroxy Analog). Bila diperoleh dari bakteria, mempunyai keuntungan: a. Pertumbuhan lebih cepat b. Komposisi asam amino lebih seimbang c. Kandungan protein lebih banyak d. Bila tidak disenangi manusia maka dapat dijadikan makanan ternak Kerugian dari cara ini adalah: a. Mudah rusak b. Banyak mengandung asam nukleat
Organisme Photoynthetic Organisme yang berperan adalah algae, dapat menghasilkan bahan/zat makanan yang dalam jumlah banyak pada luasan relatif sempit. Faktorfaktor yang berpengaruh adalah: 1. Tipe organisme 2. Temperatur 3. Ketinggian tempat 4. Luas tempat
Bab VI Bahan Makan Ternak Inkonvensional
79
Potensi hasil produksi ton protein per akre per tahun. Bahan kering algae yaitu 5-15% dapat diberikan untuk ternak scara langsung atau setelah proses hidrolisasi. Komposisi zat makanan (dalam BK0 adalah: protein kasar 8–75%, karbohidrat 4–40%, lemak 1–6%, abu 4–45%, biological value protein dari algae yaitu 50–70%. Permasalahan dalam menggunakan PST adalah: 1. Palatabilitas
Palabilitas dari protein sel tunggal rendah sehingga feed intake berkurang. Masih sedang diusahakan agar PST dapat berkembang menjadi feed supplement.
2. Digestibility
Harus ditingkatkan daya cernanya sehingga dapat bersaing dengan protein yang biasa digunakan.
3. Asam Nukleat
Banyak diperoleh N protein dalam bentuk asam nukleat di mana dalam metabolisme akan dihasilkan asam urat. Akumulasi asam urat dalam ginjal akan menimbulkan batu ginjal, sedangkan pada ruminansia asam urat dan mikroorganisme membentuk allantoin yang mudah larut dan diekspresikan lebih mudah dari tubuh.
4. Toxin
Toxin yang timbul dapat berasal dari: a. dalam atau dihasilkan oleh mikroba itu sendiri b. karena adanya kontaminasi dari luar.
5. Kualitas protein
Protein yang dihasilkan dari PST defisien asam amino bersulfur dan mungkin juga isoleucine.
6. Ekonomi
Selama sumber protein seperti sumberikan, tepung daging masih memasyarakat digunakan untuk pembuatan ransum dengan harga yang terjangkau maka PST hanya akan berperan sebagai bahan makanan ternak alternatif.
80
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
BAB VII PAKAN SUPLEMEN
Dalam penyusunan ransum, pakan sumber energi dan serat yang biasanya dihasilkan di farm merupakan pakan basal. Pakan tersebut biasanya defisien protein dan kemungkinan defisien satu atau lebih asam amino, mineral, dan vitamin. Pakan suplemen merupakan pakan yang dipakai untuk memperbaiki nilai gizi pakan basal. Biasanya pakan suplemen merupakan konsentrat: 1. Protein atau satu atau lebih asam amino 2. Satu atau lebih asam mineral 3. Satu atau lebih vitamin 4. Campuran mineral, vitamin, dan protein
1. Suplemen Protein Protein suplemen adalah bahan baku yang mengandung protein lebih dari dua puluh persen protein atau protein ekuivalen. Bahan ini dapat diperoleh dari ternak, ikan, tanaman, mikroba, juga dari nitrogen bukan protein seperti urea, biuret, dan produk amonia. Secara umum protein merupakan unsur yang kritis pada ternak muda, ternak yang tumbuh cepat, dan untuk ternak yang berproduksi tinggi. Ternak tidak dapat mengembangkan potensi genetik mereka, tidak dapat menghasilkan produksi susu yang tinggi atau tidak dapat menghasilkan tenaga yang maksimal kecuali apabila ransum mereka mengandung protein yang cukup.
82
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
2. Suplemen Asam Amino Pada ternak muda yang rumennya belum berfungsi, asam amino merupakan unsur yang penting. Ternak yang berproduksi tinggi memerlukan asam amino yang lebih tinggi dan mikroba rumen tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga kualitas protein ransum lebih penting untuk ternak yang berproduksi tinggi dibandingkan dengan kandungan protein kasar.
A
B Gambar 31 A. Lysine dan B. Methionin
3. Suplemen Mineral Mineral sangat penting untuk kelangsungan hidup ternak. Hampir semua mineral ditemukan dalam jaringan ternak dan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam proses metabolisme ternak. Metabolisme dan interrelationship di antara mineral sangat bervariasi dan kompleks. Suatu kelebihan atau kekurangan mineral tertentu dapat menyebabkan kekurangan atau kelebihan dari mineral lain. Komposisi mineral pakan bervariasi tidak hanya karena perbedaan tanaman dan spesies, tetapi juga antartanaman yang sama dengan varietas yang berbeda. Leguminosa dan butir-butiran umumnya mengandung kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) lebih banyak dibandingkan dengan tanaman lain. Banyak perubahan komposisi mineral terjadi dalam masa pertumbuhan tanaman. Perbedaan lingkungan juga sangat memengaruhi kandungan mineral tanaman seperti jenis dan kondisi tanah, pengaruh pemupukan,
Bab VII Pakan Suplemen
83
komposit tanaman yang di tanam, serta cuaca dan iklim. Kebutuhan mineral pada ternak sangat bervariasi bergantung pada umur ternak, ukuran ternak, jenis kelamin, tipe produksi, dan fase produksinya.
Gambar 32 Mineral Sumber Kalsium (Limestone Granular) Mineral esensial adalah mineral yang telah terbukti mempunyai peranan dalam metabolisme tubuh. Hingga tahun 1950, hanya tiga belas mineral yang diklasifikasikan sebagai mineral esensial yaitu Ca, P, K, Na, Cl, S, Mg, Fe, I, Cu, Mn, Zn, dan Co. Sejak tahun 1970 Mo, Se, Cr, dan F ditambahkan dalam daftar dan menyusul Arsen, Boron, Lead, Lithium, Nikel, Silikon, Tin, dan Vanadium dimasukkan ke dalam mineral esensial.
Klasifikasi Pakan Mineral Pakan sumber mineral dibagi ke dalam tiga kategori dasar yaitu: 1. Limbah rumah tangga
Limbah rumah tangga sangat potensial digunakan sebagai sumber mineral seperti tulang dan jaringan sendi yang dihasilkan dari pengolahan daging. Limbah ini sangat baik digunakan sebagai sumber Ca, P, dan beberapa trace mineral.
2. Mineral dari sumber alam
Pakan ini diperoleh dari alam dan diolah agar aman sebagai pakan. Contohnya adalah batu phosphat yang dihilangkan flourinenya, NaCl, KCl, batu dolomit, dan CaCO3.
84
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
3. Sumber alam sintetis
Sekarang ini sudah banyak sumber mineral sintetis yang telah dikembangkan dengan harga yang murah dan kemurnian yang sangat tinggi, sehingga peternak bisa memberi mineral murni untuk tujuantujuan tertentu.
Perlunya Suplemen Mineral Hanya mineral yang diperlukan seyogianya disediakan. Kelebihan dan ketidakseimbangan mineral harus dihindari. Kecuali bahan seperti urea dan lemak hampir semua pakan dapat menyediakan beberapa mineral. Meskipun demikian, banyak ransum yang telah disusun masih memerlukan satu atau beberapa mineral makro/mikro. Mineral makro. Dari beberapa mineral makro yang dibutuhkan ternak, hanya garam (NaCl), kalsium (Ca), fosfor (P), secara rutin ditambahkan ke ransum ternak. Makro mineral lain seperti magnesium (Mg) dan sulfur (S) kadang-kadang ransum ternak dalam kasus tertentu. Magnesium kadangkadang disediakan pada daerah di mana tetani masih merupakan masalah. Sulfur secara rutin ditambahkan ke dalam ransum yang mengandung urea karena urea tidak dapat menyediakan sulfur seperti halnya protein. Mineral Mikro atau Terbatas. Tujuh mineral mikro berikut yang sering disuplementasikan ke dalam ransum yaitu Cobalt (Co), Tembaga (Cu), Iodium (I), Besi (Fe), Mangan (Mn), Selenium (Se), dan Seng (Zn). Meskipun ransum ternak tidak defisien akan tujuh mineral tersebut, suplemen mineral tersebut ke dalam ransum tidak berbahaya karena besarnya batas ambang antara tingkat yang dibutuhkan dan tingkat toksisitasnya. Juga sedikit ekstramikro diperlukan karena adanya variasi kandungan mineral dalam pakan, variasi dalam produktivitas ternak, stres, dan hubungan antarnutrien.
Bab VII Pakan Suplemen
85
Gambar 33 Mineral sumber tembaga (CuSO4)
Petunjuk Suplementasi Mineral Pertimbangan-pertimbangan yang harus diingat oleh peternak sehubungan dengan suplementasi mineral antara lain: 1. Kebutuhan ternak
Usia, jenis kelamin, berat, dan parameter produksi harus dipertimbangkan.
2. Jenis pakan
Ternak yang menerima ransum konsentrat tinggi akan memerlukan suplementasi mineral yang berbeda daripada ternak yang menerima ransum hijauan tinggi.
3. Daerah asal pakan
Kandungan mineral pakan bergantung pada kandungan mineral tanah dan faktor genetik tanaman.
4. Fasilitas
Jika campuran ditawarkan dengan bebas, diperlukan kontainer.
86
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Gambar 34 Mineral Mix
Garam (NaCl) Garam diperlukan oleh semua kelas ternak, khususnya ternak herbivora (pemakan hijauan). Rasio kalsium dan natrium pada hijauan pakan dapat mencapai 17:1, sehingga garam diperlukan untuk mempersempit rasio agar tidak terjadi aksi metabolik dari tingginya kalsium. Jumlah garam yang dibutuhkan ternak bervariasi bergantung pada tingkat pertumbuhan, komposisi ransum, tingkat produksi, dan suhu lingkungan. Beberapa ternak yang berkeringat lebih banyak dari yang lainnya dan kebutuhan garamnya berkorelasi positif dengan makin banyaknya keringat. Ternak yang banyak terkena panas dan bekerja lebih berat memerlukan garam yang lebih banyak dibandingkan dengan ternak yang normal. Ternak ruminansia yang digembalakan memerlukan garam untuk menyeimbangkan kalium yang tinggi dan kalsium yang rendah. Pemberian garam dapat disediakan dalam bentuk: 1. Garam blok a. Keuntungan -
memudahkan pemberian;
Bab VII Pakan Suplemen
-
merangsang pengeluaran air ludah; dan
-
tidak berbahaya bila konsumsinya berlebihan.
87
b. Kerugian -
ternak kadang-kadang susah untuk memperoleh garam yang cukup.
2. Garam biasa (bentuk lepas/butiran) a. Keuntungan -
ternak mudah untuk mengonsumsinya.
b. Kerugian -
harus diproteksi dengan mineral box; dan
-
harus tersisa cukup air.
3. Sebagai bagian campuran mineral (mineral mix) a. Keuntungan -
mudah bagi ternak untuk mengonsumsi kebutuhan garamnya; dan
-
menyebabkan ternak mengonsumsi mineral yang rendah palatabilitasnya.
b. Kerugian -
harus diproteksi dengan mineral box;
-
harus tersedia cukup air; dan
-
memaksa ternak untuk mengonsumsi mineral yang mungkin tidak dibutuhkan ternak.
4. Sebagai komponen dari campuran ransum a. Umumnya ditambahkan 0,25–0,5% b. Menjamin konsumsi garam yang cukup c. Dapat meningkatkan palatabilitas Sumber Garam. Garam yang biasa digunakan adalah natrium chlorida (NaCl). Garam ini dapat diperoleh dengan cara penguapan air laut atau dari pertambangan deposit garam di beberapa tempat di dunia.
88
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Tanda-tanda defisiensi dan keracunan. Secara umum ternak yang defisien garam akan menunjukkan gejala seperti hilangnnya cita rasa (ternak akan memakan tanah, dinding atau bahan-bahan lain). Kecepatan pertumbuhan menurun, kemandulan pada ternak jantan, terlambatnya kematangan seksual pada ternak betina, dan produksi menurun. Keracunan terjadi ketika tubuh tidak dapat mengeluarkan garam yang cukup untuk mempertahankan keseimbangan air. Jika ada kelebihan konsumsi garam atau tidak berfungsinya mekanisme ekskresi, endema akan terjadi akibat dari retensi air.
Kalsium (Ca) dan Fosfor (P) Ketika kalsium sendiri diperlukan, batu kapur, atau cangkang kerang giling biasanya digunakan. Suplemen kalsium yang lain antara lain tepung tulang, kalsium gluconate, kalsium laktat, dikalsium fosfat, dan dolomit. Suplemen fosfor yang sering kali dipakai adalah ammonium phosphat, tepung tulang, kalsium fosfat, tanah liat koloid, dikalsium fosfat, monosodium phosphat, dan phosphat deflourinate.
Pemberian Kalsium 1. Kebutuhan suplementasi bergantung pada kualitas ransum. Jika dibutuhkan bisa ditambahkan menggunakan: a. Hanya penambahan kalsium -
Batu Kapur
-
Tepung kulit kerang
-
CacCO3 mengandung kalsium 33–44%, di mana CaCO3 murni mempunyai konsentrasi Ca 40%.
b. Kalsium dengan tambahan fosfat -
Tepung tulang
-
Deflourinated phosphat
Bab VII Pakan Suplemen
89
Gambar 35 Sumber kalsium dan fosfor (Dicalsium Phosphat) 2. Sumber kalsium tersebut bisa diberikan dalam bentuk mineral mix pada ransum.
Pemberian Fosfor 1. Kebutuhan suppementasi bergantung pada kualitas ransum dan dapat ditambahkan menggunakan: a. Tepung tulang -
mengandung fosfor 14%; dan
-
merupakan sumber P yang sangat baik.
b. Deflouronated fosfat -
kandungan fosfor 14–20%; dan
-
tersedia dialam dan mengandung flourine pada level yang dapat menyebabkan keracunan, sehingga perlu dihilangkan flour-nya sebelum digunakan.
2. Sumber-sumber fosfor bisa diberikan dalam bentuk mineral mix atau ad libitum atau ditambahkan langsung pada ransum.
90
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Tabel 13 Beberapa sumber mineral Ca dan P Bahan Kalsium Karbonat (CaCO3) - Monokalsium phosphat (CaH4(PO4)2H2O) - Dikalsium phosphat (CaHPO4.2H2O) - Trikalsium phosphat Kulit kerang Tepung tulang arang Tepung tulang kukus
% Ca 40 16,9 23,3 38,8 37–39 27 24
%P 24,6 18 20 13 12
Rekomendasi Umum untuk Suplementasi Mineral A. Garam dicampurkan 0,25–0,50% dari total ransum. B. Kalsium dan fosfor ditambahkan untuk menyeimbangkan kebutuhan atas mineral tersebut dengan menambahkan batu kapur dan tepung tulang kerang untuk kalsium atau tepung tulang dan deflourinated phosphat untuk fosfor (bahan lain bisa dilihat pada Tabel 4). C. Jika diduga ada kekurangan trace mineral, garam ber-trace mineral bisa digunakan. Garam tersebut murah, tidak berbahaya dan cukup baik. D. Mineral lain tidak umum ditambahkan, kecuali dalam kondisi khusus.
4. Suplemen Vitamin Vitamin secara umum dapat dibagi atas dua golongan yaitu: 1. Vitamin yang larut dalam lemak: vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin K. 2. Vitamin yang larut dalam air: biotin, cholin, folacin (asam folat), inositol, niacin (asam nicotinat, nikotinamid), asam pantotenat (vitamin B3), asam para amino benzoat (PABA), riboflavin (vitamin B2), thiamin (vitamin B1), vitamin B6 (pyridoxin, pyrodoxal, pyridoxiamin), vitamin B12 (cobalamin), dan vitamin C (asam askorbat).
Bab VII Pakan Suplemen
91
Pada vitamin yang larut dalam air hanya vitamin C yang tidak termasuk dalam vitamin B kompleks. Vitamin berasal dari jaringan tanaman kecuali vitamin C dan vitamin D yang terdapat dalam jaringan hewan hanya apabila hewan mengonsumsi pakan yang mengandungnya atau mikroorganisme yang ada dalam tubuh mensintesisnya. Vitamin yang larut dalam lemak terdapat dalam jaringan tanaman dalam bentuk provitamin (precursor vitamin). Dalam kondisi yang baik umumnya ransum mengandung cukup beberapa vitamin.
Vitamin A Ada beberapa bentuk vitamin A yang mempunyai aktivitas biologi berbeda, yang paling penting adalah bentuk retinol dan dehydroretinol. Retinol dulu disebut dengan vitamin A1 di dapat sebagai ester (retinyl palmitate) dalam minyak ikan, minyak hati, lemak susu, dan kuning telur, mempunyai aktivitas biologi sebagai suatu alkohol, aldehyde, dan asam. Bentuk alkohol merupakan bentuk yang umum, biasa sebagai retinol, bentuk aldehyde sebagai retinal atau retine dan bentuk asam sebagai asam retinat. Dehydroretinol atau vitamin A2 berbeda dari retinol karena mempunyai tambahan ikatan rangkap dan mempunyai ± 40% nilai aktivitas biologinya. Terdapat pada ikan tawar dan burung yang memakan ikan ini. Sekarang yang dimaksud dengan vitamin A digunakan untuk retinol dan dehydroretinol. Senyawa yang berhubungan dengan vitamin A adalah karoten yang terdapat dalam buah-buahan dan sayuran. Karoten ini juga disebut provitamin A karena dapat diubah menjadi vitamin A dan precursor vitamin A akan menjadi vitamin A. Sekurang-kurangnya ada 10 karotenoid didapat pada tanaman yang akan diubah ke dalam vitamin A dengan efesiensi yang berbeda-beda. Beta karoten mempunyai aktivitas vitamin A yang paling tinggi dan dapat menyediakan dua per tiga dari vitamin A yang seharusnya dalam ransum. Perbedaan jenis hewan mengubah beta karoten menjadi vitamin A dengan derajat efesiensi yang berbeda. Konversi tikus untuk mengubah beta karoten menjadi vitamin A dijadikan standar, yaitu 1 mg beta karoten
92
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
setara dengan 1667 IU vitamin A. Berdasarkan standar ini didapat angka konversi beta karoten untuk sapi 24%, domba 24–30%, babi 30%, unggas 100%. Satuan vitamin A yang digunakan adalah IU atau USP, ini adalah nilai vitamin A untuk tikus 0,3 µg (mikrogram) vitamin A alkohol atau 0,6 µg beta karoten murni. Sumber vitamin A adalah minyak ikan, hati, dan vitamin A sintesis. Beta karoten dan vitamin A sangat mudah teroksidasi, sehingga perlu diperhitungkan kehilangan dalam pengolahan dan penyimpanan bahan makanan ternak. Vitamin A sintesis lebih banyak digunakan karena lebih stabil.
Vitamin D Vitamin D adadah vitamin yang hanya terdapat dalam sedikit bahan makanan dan dapat dibentuk dalam tubuh oleh kulit yang terkene sinar UV yang berasal dari sinar matahari dengan panjang gelombang pendek dan frekuensi yang tinggi. Oleh karena itu disebut vitamin cahaya matahari. Kurang lebih 10 senyawa sterol dengan aktivitas vitamin D telah diidentifikasikan yang dikenal sebagai provitamin D atau precursor vitamin D. Dari segi bahan makanan, ergocalciferol (vitamin D2), dan cholacalciferol (vitamin D3) nama cholacalciferol menunjukan precursornya adalah cholesterol karena zat ini sanagat erat hubungan kimianya. Iradiasi UV dan 2 provitamin-ergosterol dan &-dehydrocholerterol didapat dari hati, minyak ikan dan kulit hewan, sehingga hewan yang kena sinar matahari dalam waktu lebih lama tidak memerlukan tambahan vitamin D, vitamin D2, dan vitamin D3 mempunyai aktivitas yang untuk manusia serta beberapa spesies hewan kecuali untuk unggas vitamin D3 lebih efesien daripada vitamin D2. Sumber ragi yang diiradiasi, hati, minyak ikan, UV dari sinar matahari.
Vitamin E Delapan tocopherol dan tocotrienol mempunyai aktivitas vitamin E, semuanya dikatakan vitamin E telah diidentifikasi. Alpha tocopherol mempunyai aktivitas paling tinggi, sedangkan tocopherol yang lain
Bab VII Pakan Suplemen
93
mempunyai aktivitas biologi antara 1–50% daro alpha tocopherol. Bahan yang kaya vitamin E adalah gandum/hasil ikutannya, jagung/hasil ikutannya, padi/hasil ikutannya, kedelai, hay pastura. Sumber vitamin E sintesis di-alpha tocopherol acetat, dedak padi, dan lembaga gandum.
Vitamin K Terkenal sebagai vitamin antihaemorrhage, diperlukan protombin dan faktor pembeku darah lainnya. Istilah vitamin K menggambarkan secara kimia golongan senyawa quinone. Sejumlah kimia mempunyai aktivitas vitamin K telas diisolasi dan disintesis. Secara alami terdapat 2 bentuk vitamin K yaitu vitamin K1 (Phylloquinone ata phytylmenaquinone) yang terdapat pada tanaman hijau dan vitamin K2 (menaquinone atau multiprenyl-menaquinone) yang disintesis banyak mikroba termasuk bakteri dalam saluran pencernaan. Senyawa sintesis yang mengandung aktivitas vitamin K telah dibuat, terkenal dengan nama menadion (2-methyl,1,4,naphthoquinone) dulu dikenal sebagai K3 menadione yang diubah dalam tubuh menjadi K2 mempunyai potensi 2-3 kali sebagai K1 dan K2. Bahan makanan yang kaya vitamin K adalah butir-butiran, tepung ikan, hay, bungkil kedelai. Sumber vitamin K adalah menadion.
Biotin Merupakan anggota vitamin B kompleks, mengandung sulfur, merupakan derivat siklus urea dengan yang melekat pada cincin thiophene. Terdapat luas di alam, memegang penting dalam metabolisme, karbohidrat, lemak, dan protein. Biotin mudah rusak oleh asam dan alkali keras dan cahaya UV. Bahan makanan yang kaya biotin adalah kecambah jelei, bungkil kapas, bungkil kedelai, kedelai, dedak gandum, whey, sorghum. Sumber: biotin sintetis, dedak padi, dan ragi.
Choline Struktur cholin (C6H15NO2) relatif molekul sederhana yang mengandung gugus methyl, apabila terkena udara mudah air (higroskopis), lebig stabil dalam bentuk kristal garam dengan asam seperti cholin chlorida
94
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
atau choline bitartrat. Garam ini cukup stabil terhadap panas dan penyimpanan, tetapi tidak stabil terhadap basa. Terdapat dalam makanan yang mengandung phospholipid.
Gambar 36 Choline Cloride Kandungan choline dalam bahan makanan umumnya cukup dengan ransum yang tinggi protein, akan banyak choline dapat disintesis dari precursor dan asam amino tertentu. Bahan makanan yang kaya choline adalah tepung biji lobak, terung, limbah unggas, tepung ikan, tepung daging dan tulang, butir-butiran, bungkil kapas, bungkil kedelai. Hasil ikutan pengolahan susu. Sumber choline sintesis lembaga gandum, ragi, dedak padi, kedelai, lecithin.
Folacin (Asam Folat) Terdapat dalam beberapa bentuk. Semua bentuk mempunyai aktivitas yang sama bila dimakan hewan, akan tetapi mempunyai aktivitas yang berbeda untuk pertumbuhan mikroorganisme. Formula asam folat (asam pteroylmonoglutamat) terdiri atas pteridine, para amino benzoic acid, dan asam glutamat bila pecah aktivitas nutrisinya hilang. Bentuk aktif biologi dari folacin adalah hasil reduksi yang disebut dengan asam tetra hydrofolat.
Bab VII Pakan Suplemen
95
Bahan yang kaya folacin adalah bungkil kapas, bungkil kedelai, gandum/ hasil ikutannya, tepung daging, tepung ikan, whey. Sumber: folacin sintesis (ptoroylglutamic acid atau PGA) lembaga gandum, ragi.
Inositol Struktur dari senyawa 6 C dengan gugus hydroxy yang hampir mendekati struktur glukosa. Ada 9 bentuk, akan tetapi hanya myoinositol yang mempunyai aktivitas biologi. Ester asam hexafosforat dari inositol adalah asam pitat, suatu senyawa yang mengikat fosfor, menyebabkan P tidak bisa diserap hewan. Bahan makanan yang kaya inositol adalah tepung hati, butir-butiran, tetes, tepung daging, limbah jeruk strun, leguminosa, susu, sedangkan sebagai sumber inositol dapat digunakan inositol sintesis, lembaga gandum, dan ragi.
Niasin (asam nikotinat, nicotinamide) Suatu istilah kumpulan asam nikotinat dan nicotinamide, keduanya bentuk alami dari vitamin yang sama aktivitasnya dengan niasin. Dalam tubuh mereka aktif sebagai nicotinamide adenine dinucleotida (NAD) keduanya larut dalam air (dengan bentuk amide lebih lagi), tidak rusak oleh asam, basa, cahaya, oksidasi atau panas. Bahan makanan yang banyak mengandung niasin adalah dedak padi, tepung ikan, tepung hati, gandum/hasil ikutannya, susu, dan sebagai sumber: nicotinamide dan niasin sintesis, dedak padi, ragi.
Asam pantothenat (vitamin B3) Kata asam pantothenat berasal dari kata Yunani Pantothen yang artinya disetiap tempat. Struktur asam pantothenat terdiri atas asam pentoat dan asam amino betha alanine. Asam pantothenat mempunyai sifat larut dalam air, stabil dalam larutan netral, tetapi rusak oleh asam, basa, terkena lama oleh panas yang kering, bentuk komersialnya adalah Calsium Pantothenat, juga tersedia dalam bentuk garam natrium.
96
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
Bahan makanan yang kaya asam pantothenat adalah tetes, susu/hasil ikutannya, tepung hati, bungkil kacang tanah, dedak padi, pollard dan asam pantothenat sistesis, ragi, dedak padi, torula digunakan sebagai sumber asam pentothenat.
Para Amino Benzoic Acid (PABA) PABA diidentifikasikan sebagai suatu zat yang esensial untuk mikroorganisme. Struktur kimia PABA menyerupai beberapa sulfonilamide, oleh karena itu dapat menerangkan mengapa ia dapat ikut serta menghambat pertumbuhan mikroba oleh obat-obat tersebut. Selain mempunyai aktivitas sebagai suatu faktor pertumbuhan bakteria tertentu, PABA mempunyai aktivitas folacin apabila diberikan pada hewan yang deisien folacin di mana sintesis folacin dalam usus terjadi. Bahan makanan yang kaya PABA adalah tetes, telur, tepung ikan, tepung hati, bungkil kacang tanah, bungkil kedelai, sedangkan sumber dapat digunakan PABA sintesis, lecithin, lembaga gandum, dan ragi.
Riboflavin (vtamin B2) Struktur kimia ribflavin terdiri dari satu cincin alloxazine yang mengikat pada derivat alkohol dari gula pentosa ribosa. Riboflavin mempunyai sifat stabil dalam larutan netral dan asam, akan tetapi rusak oleh basa dan panas, mudah rusak oleh cahaya terutama UV. Oleh karena stabil terhadap panas maka hanya sedikit terjadi kehilangan riboflavin dalam pengolahan makanan. Susu dan hasil ikutannya, tepung hati, limbah unggas, rumput muda merupakan bahan yang kaya riboflavin, sedangkan riboflavin sintesis dan ragi juga digunakan sebagai sumber riboflavin.
Thiamin (vitamin B1) Disebut juga vitamin antiberi-beri, vitamin antineuritis, vitamin antipolyneuritis adalah vitamin yang pertama dari vitamin B kompleks yang didapat dalam bentuk murni, sedangkan nama B1 adalah nama yang diusulkan oleh British (Inggris) tahun 1927. Struktur thiazole yang dihubungkan oleh satu jembatan nethylene.
Bab VII Pakan Suplemen
97
Thiamin sintesis dalam bentuk thiamin hydrochlorida yang sudah dipasarkan lebih stabil dari pada vitamin yang bebas. Thiamin mono nitrat lebih stabil daripada thiamin hydrochlorida. Derivat thiamin, thiamin propyl disulfide, dan thiamin tetrahydrofurfural disulfida telah disintesis dan sudah dianjurkan untuk digunakan secara oral. Bahan makanan yang kaya thiamin butir-butiran/hasil ikutannya, sedangkan thiamin hydrochlorida dan thiamin mononitrat (sintesis) ,dedak padi, ragi, dan torula merupakan sumber thiamin.
Vitamin B6 (pyridoxin, pyridoxal, pyridoxamine) Vitamin B6 adalah kumpulan dari 3 senyawa di alam yang sangat dekat dengan potensi aktivitas vitamin B6 yaitu pyridoxine, pyridoxal, dan pyridoxamine. Pyridoxine didapat kebanyakan dalam produk tanaman, pyridoxal, dan pyridoxamine didapat dari produk hewan. Vitamin B6 mempunyai sifat stabil terhadap panas dan asam, tetapi mudah rusak oleh basa dan cahaya UV. Di antara ketiga bentuk, pyridoxine lebih resisten terhadap pengolahan dan penyimpanan. Vitamin B6 banyak terdapat dalam tepung hewan, bungkil kedelai, gandum, dan hasil ikutannya, sedangkan dedak padi, pyridoxine HCL, lembaga gandum, ragi, dan torula digunakan sebagai sumber vitamin.
Vitamin B12 (cobalamin) Vitamin B12 adalah vitamin dengan struktur yang paling besar dan sangta kompleks dari semua molekul vitamin. Bagian utama vitamin B12 adalah C63H90O14N14PCo. Bahan makanan berasal dari hewan dan ikan kaya akan vitamin dan ragi juga dapat digunakan sebagai sumber vitamin.
Vitamin C (asam askorbat, asam dehydroaskorbat) Asam askorbat adalah senyawa yang relatif strukturnya sederhana, sangat dekat dengan struktur gula monosacharida. Disintesis dari glukosa dan gula sederhana lainnya oleh tanaman dan kebanyakan hewan. Dua bentuk vitamin C ada di alam asam askorbat (bentuk reduksi) dan asam dehydroaskorbat (bentuk oxidasi). Di antara semua vitamin, vitamin C
98
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
paling tidak stabil dalam larutan, sangat mudah larut dalam air, tetapi tidak larut dalam lemak. Stabil dalam keadaan kering, kerusakan dipercepat oleh udara panas, cahaya, basa, enzim oksidasi, Co dan Fe ampas jeruk sitrun, hati, hijauan segar, ubi jalar kaya vitamin C, sedangkan sumbernya adalah vitamin C sintesis, cherry, dan tangkai bunga mawar.
Gambar 37 Vitamin Mix
BAB VIII PAKAN ADITIF
Pemakaian aditif pada ransum ternak secara umum tidak menambah persen gizi. Hampir semua aditif dipakai untuk memperbaiki sifat-sifat fisik ransum, daya suka dan kualitas ransum, serta kesehatan ternak.
1. Pengikat Pelet Ketika kualitas pelet menjadi perhatian, indeks ketahanan pelet sering kali berasal dari bahan yang digunakan dan hal ini dipertimbangkan pada saat penyusunan ransum. Ramsum berbahan utama jagung sulit untuk dibuat pelet dan biasanya untuk ransum ini memerlukan penambahan sintetik pengikat pelet yang umumnya berbentuk tepung dapat ditambahkan ke dalam ransum sebesar 5–12 kg/ton. Contoh bahan pengikat pelet adalah natrium bentonit.
2. Bahan Antijamur Negara tropis seperti Indonesia yang mempunyai kelembapan dan temperatur yang tinggi, jamur dan produk metabolismenya (micotoxin) merupakan problem utama yang memengaruhi pertumbuhan dan reproduksi lemak. Micotoxin yang dihasilkan oleh jamur aerobik maupun anaerobik selama penyimpanan sering kali tidak terdeteksi pada ransum. Sejumlah bahan antijamur telah tersedia secara komersial dan hampir semua dari bahan anti jamur ini menggunakan bahan organik. Mekanisme dari kerja bahan-bahan ini adalah penurunan pH dari pakan sehingga jamurjamur tidak dapat tumbuh. Harus diingat bahwa micotoxin yang sudah ada dalam pakan tidak dapat dihancurkan oleh bahan antijamur. Contoh
100
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
bahan-bahan antijamur yang sering digunakan adalah asam propionat, asam asetat, asam sorbic yang umumnya berbentuk cairan. Bahan-bahan ini dapat ditambahkan ke dalam ransum sebanyak < 1%. Karena sebagian besar bahan-bahan ini bersifat korosif, maka akhir-akhir ini telah muncul produk yang kurang korosif seperti ammonium proponat.
3. Probiotik Tidak seperti antibiotik, probiotik lebih memanfaatkan mikroorganisme hidup daripada produk-produk khusus dari metabolisme mereka. Mikroorganisme asal bakteri yang sering kali digunakan sebagai probiotik adalah spesies Lactobacillus, Basillus, dan Streptococus, sedangkan mikroorganisme asal jamur dan kapang yang sering kali digunakan adalah spesies Aspergillus, Rhizopus, dan Saccharomyces. Produk probiotik pada umumnya berbentuk tepung dan oleh karena itu pemanfaatannya dapat dicampurkan ke dalam ransum pada saat pemberian makan sebanyak kurang dari 1%.
4. Enzim Banyak jenis enzim yang dijual komersial dan sudah diaplikasikan ke dalam ransum ternak. Secara umum enzim-enzim ini dapat dikategorikan ke dalam enzim pemecah karbohidrat, protein, dan lemak. Akhir-akhir ini pemanfaatan enzim ke dalam ransum ternak dimaksudkan untuk membantu meningkatkan kecernaan ransum. Termasuk ke dalam enzim ini adalah enzim-enzim pemecah serat seperti enzim cellulase, ligninase, dan hemicellulase. Enzim phitase juga tersedia secar komersial, enzim ini akan memperbaiki penggunaan phitat-phosphor yang dapat dimanfaatkan oleh unggas muda dan penambahan phitase telah terbukti meningkatkan penggunaan phitat-phosphor dan sekaligus juga dapat menurunkan ekskresi phosphor ke lingkungan yang dapat mengakibatkan polusi. Penambahan enzim ke dalam ransum memerlukan penanganan yang baik karena enzim pada umumnya tidak stabil pada suhu tinggi dan khususnya
Bab VII Pakan Aditif
101
pada keadaan kelembapan yang tinggi. Proses pembuatan pelet akan menghancurkan beberapa enzim. Akhir-akhir ini masalah tersebut dapat ditanggulangi dengan menyemprotkan enzim setelah proses pembuatan pelet.
5. Pigmen Warna kuning ke oranye pada jaringan tubuh unggas dan udang disebabkan oleh macam-macam pigmen karetinoid. Pigmen-pigmen ini mengontrol warna kuning telur, warna tulang kering, dan paruh dari ayam petelur. Pigmen ini juga memengaruhi warna kulit dari unggas dan udang. Xantophyl merupakan karetinoid yang terpenting dalam nutrisi unggas dan bahan pakan alami yang kaya akan unsur-unsur ini adalah tepung alfafa dan corn gluten meal. Karena banyak dari ahan alami yang kaya akan karetinoid mempunyai energi yang rendah, maka akan menjadi sulit untuk mencapai proses pigmentasi tinggkat tinggi pada daging unggas tanpa menggunakan sumber pigmen sintesis. Canthaxanthin astaxanthin dan β-apo-8-asam karoten dapat dipakai untuk membuat warna kuning pada kulit dan kuning telur unggas.
6. Bahan Flavor Dibandingkan dengan ternak ruminansia dan manusia, unggas mempunyai cita rasa yang lebih sedikit. Unggas hanya mempunyai 24 rasa dibandingkan dengan 9.000 rasa untuk manusia dan 25.000 untuk sapi.
7. Kontrol Bau Bau feses ternak perlu dikontrol agar tidak mencemari lingkungan, produk seperti deodrase yang ditambahkan ke ransum sebanyak 100–150 g/ton telah menunjukkan dapat menurunkan tingkat ammonia yang dikeluarkan ternak sebesar 20–30%, sekaligus juga memperbaiki pertumbuhan dan menurunkan kematian ternak.
102
Pengenalan Bahan Makanan Ternak
8. Bahan Pengontrol Cacing Lantai kandang dan padang penggembalaan sangat mudah untuk terinfeksi oleh bermacam-macam cacing. Keadaan ini dapat ditanggulangi menggunakan anticacing yang ditambahkan ke dalam ransum seperti piperazine dan hygromycin.
9. Anticoksidial Anticoksidial telah dipakai dalam ransum unggas. Telah lebih dari 20 tahun, ionophere telah dipakai untuk menanggulangi koksidiosis. Dari segi nutrisi, pemakaian antikoksidial ini perlu diperhatian karena dapat memengaruhi metabolisme pada keadaan tertentu. Monensin merupakan salah satu ionophore yang sangat bermanfaat dalam menanggulangi koksidiosis.
DAFTAR PUSTAKA
America Feed Industry Association Inc. 1985. Feed Manufacturing Technology. Arlington, Virginia. Anggorodi R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Dasar Umum. Jakarta: Gramedia. Bongdan AV. 1977. Tropical Agriculture Series. London: Longman. Cockerell, ID Haliday, DJ Morgan. 1997. Quality Control in the Animal Feedstuff Manufacturing Industry. London: Tropical Product Institute. Cullison AE. 1982. Feeds and Feeding. Virginia: Reston Pub. Inc. Ensminger ME, JE Oldfield, WW Henemann. 1990. Feeds & Nutrition. California: The Esminger Pub. Com. Hacc DW. 1980. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and Subtropical Area. Rome: FAO. Hartadi S, S Reksodihadiprodjo, AD Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Yogyakarta: UGM Press. Kamra DN, N Pathack. 1996. Nutritional Microbiology of Farm Animal. New Delhi: Vicas Pub. House PVT. Ltd. Kerjasama Direktorat Jenderal Peternakan dengan Fakultas Peternakan IPB. 1985. Laporan Inventarisasi Potensi dan Pemanfaatan Limbah Industri. Fakultas Peternakan IPB, Bogor. Lloyd LE, BE McDonald, EW Crampton. 1978. Pundamentals of Nutrition. San Francisco: W.H. Freeman and Com. McDonald P, RA Edwards, JFD Greenhalg, CA Morgan. 1995. Animal Nutrition. 5th Ed. New York: John Wiley & Sons Inc.
Patthack N. 1997. Textbook of Feed Processing Technology. New Delhi: Vikas Pub. House PVT. Ltd. Prosea. 1992. Plant Resources of South-East Asia 4, Forages. Bogor: Prosea Foundation.