____________________________________________________________________________________________________________________
CEMARAN MIKROBA PADA MAKANAN OLAHAN ASAL TERNAK HARSOJO dan LYDIA ANDINI S. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta
ABSTRACT Microbes Contamination on Meat Processed Processed food from meat represent very fertile media for the growth of microbes. Research have been conducted to know microbes contamination in processed food from meat for example sausage, cornet, nugget, and others produced by big industries and home industries. Parameter measured are Salmonella contamination, total amount of aerobic bacteria, total amount of coliform, Staphylococcus and mould. Result obtained shows that no Salmonella detected in all samples observed. However, the amount of aerobic bacteria were found in the range from 105 to 108 cfu/g, while coliform bacteria from 102 to 105 cfu/g. Total amount of Staphylococcus were found in the range from 103 to 105 cfu/g and mould population at range from 102 to 105 cfu/g. Contamination of aerobic bacteria, coliform bacteria and Staphylococcus were found in the processed food above have above have exceeded allowable limit. Depository at freezer temperature during one week and also one month for a few sample resulting in the growth of bacteria exceeded the allowable limit. Key words: Processed food, bacteria
PENDAHULUAN Kesibukan masyarakat di kota besar serta kemacetan lalu lintas menyebabkan mereka menginginkan makanan yang dapat dengan cepat disajikan. Oleh sebab itu sekarang ini banyak muncul makanan olahan santap saji seperti nuget, burger, bakso, sosis dan lain sebagainya. Usaha menyiapkan makanan olahan tersebut tidak terlepas dari mutu bahan baku dan sanitasi perusahaan pengelola, mulai dari pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan pendistribusian pada konsumen. Ini menunjukkan keterkaitan antara hulu dan hilir yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dihindarkan. Situasi krisis moneter yang telah berlalu belum berarti bila sanitasi yang baik dan bersih tidak diperhatikan. Sanitasi merupakan suatu jaminan mutu agar tidak terjadi keracunan makanan. Salah satu penyebab keracunan makanan yang pernah terjadi di Indonesia adalah akibat adanya pencemaran bakteri patogen pada makanan yang dikonsumsi masyarakat. Di Indonesia kasus-kasus penyakit asal pangan (foodborne diseases) belum lengkap datanya. Menurut RATIH (2002), kasus keracunan pangan bisa disebut seperti gunung es karena pangan dikonsumsi setidaknya 2-3 kali sehari. Di Indonseia banyak kasus diare ringan tidak dilaporkan bahkan dianggap sebagai penyakit biasa. Bakteri yang umumnya mencemari makanan antara lain Salmonella, Staphylococcus, Listeria dan lain-lain. Keberadaan bakteri patogen tersebut dapat terjadi dengan adanya kontaminasi silang yaitu antara bakteri dari salah satu sumber yang tercemar pindah ke
sumber lain yang belum tercemar yang biasanya selesai dimasak. Tragedi yang pernah terjadi sekitar tahun 1998-1999 di Banyuwangi dengan meninggalnya 7 bayi yang baru lahir diduga disebabkan adanya cemaran bakteri patogen Salmonella (A NONIM, 1999). Selain itu masih banyak kasus keracunan makanan yang terjadi misalnya pada anak sekolah atau sejumlah orang setelah menyantap hidangan pesta. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui tentang cemaran yang terdapat dalam makanan olahan asal ternak yang diproduksi oleh suatu industri. MATERI DAN METODE Bahan penelitian makanan olahan berupa nuget, bakso dan lain-lain dibeli dari pasar di Jakarta. Penentuan jumlah total bakteri Penentuan jumlah total bakteri aerob dilakukan dengan cara menimbang sampel sebanyak 25 g, kemudian dicampur dengan air pepton steril (225 ml) dan selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat. Sejumlah 0,1 ml larutan suspensi ditanam pada media lempeng cawan petri yang berisi agar nutrien (Oxoid) dan dieram pada suhu kamar selama 24-48 jam.
_____________________________________________________________________________________________ 532
Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________ HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan jumlah bakteri koli Penentuan jumlah bakteri koli dilakukan seperti pada penentuan jumlah bakteri aerob. Media yang digunakan ialah media selektif agar mac Conkey (Oxoid) dan dieram pada suhu 370 C selama 24-48 jam. Penentuan jumlah bakteri Escherichia coli. Penentuan jumlah bakteri E. coli dilakukan menurut metode FARDIAZ (1989) dengan menggunakan media EMB (Oxoid). Penentuan jumlah Salmonella Pemeriksaan salmonella dilakukan dengan cara sampel ditimbang sebanyak 10 g kemudian ditanam dalam media pengaya dan dieram pada suhu 370 C selama 24 jam dan selanjutnya ditanam dalam media selektif (XLD) yang dieram pada suhu 370 C selama 48 jam. Koloni tersangka diidentifikasi secara mikrobiologi dan biokimia ke arah Salmonella dan dilanjutkan dengan uji serologi untuk ditentukan serotipe seperti pada prosedur penelitian yang dilakukan A NDINI et al. (1995) dan SRI POERNOMO (1994). Penentuan jumlah Staphylococcus Penentuan jumlah Staphylococcus dilakukan seperti pada penelitian HARSOJO et al. (2000). Penentuan jumlah kapang Penentuan jumlah kapang dilakukan seperti pada penelitian HARSOJO et al. (2000).
Cemaran bakteri aerob pada makanan olahan dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tabel tersebut terlihat cemaran bakteri aerob berkisar antara 15,4 x 105 dan 58,0 x 107 koloni/g. Cemaran bakteri aerob terendah dan tertinggi masing-masing didapatkan pada sampel berupa burger ayam dan ayam jari-jari. Bila dibandingkan dengan hasil survei HARSOJO et al. (2000) sampel berupa sosis ayam, sosis sapi dan bakso sapi ternyata pada penelitian ini cemaran bakteri aerob lebih tinggi. Bila mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI, 1996), batas cemaran mikroba yang diperbolehkan adalah 1,0 x 104 koloni/g, dengan demikian semua sampel yang diteliti telah melewati ambang batas yang diizinkan. Penyimpanan selama 1 minggu di suhu lemari es menunjukkan bahwa burger ayam cemaran bakteri aerobnya terendah (63,0 x 104 koloni/g) dan cemaran tertinggi didapatkan pada sampel nuget ikan (15,6 x 108 koloni/g). Pada penyimpanan 4 minggu cemaran bakteri aerob terendah didapatkan pada sampel kornet ayam (14,3 x 104 koloni/g) dan cemaran tertinggi tetap didapatkan pada nuget ikan (15,5 x 108 koloni/g). Umumnya makanan olahan yang berasal dari ikan mengandung cemaran bakteri aerob yang tinggi, hal ini disebabkan ikan merupakan sumber protein yang paling tinggi dibandingkan dengan bahan pangan asal hewan lainnya. Protein tersebut merupakan salah satu kebutuhan utama bagi kelangsungan hidup mikroorganisme. Tabel 2 menunjukkan cemaran bakteri koli pada makanan olahan. Adanya bakteri koli dalam makanan menunjukkan bahwa ada kemungkinan makanan itu mengandung E. coli dan mungkin juga tidak mengandung E. coli. Menurut DARMODUWITO dan ERNI (1983) bakteri koli lebih tahan pada proses pengolahan dan selama proses penyimpanan dibandingkan dengan
Tabel 1. Cemaran bakteri aerob pada makanan olahan (koloni/g) Sampel Burger ayam Nuget ikan Kornet ikan Sosis sapi Sosis ayam Burger ikan Kornet ayam Drumstick ayam Bakso Ajam jari-jari Hot spicy
0 15,4 x 105 29,2 x 108 18,6 x 107 54,0 x 106 34,0 x 106 15,4 x 106 95,0 x 105 73,0 x 106 11,4 x 107 58,0 x 107 10,9 x 107
Lama penyimpanan (minggu) 0* 1 63,0 x 104 15,6 x 108 47,0 x 106 3 56,0 x 10 22,9 x 106 5 15,1 x 10 10,8 x 105 58,0 x 105 98,0 x 105 46,0 x 106 74,0 x 104 26,0 x 106 32,6 x 107 91,0 x 106
4 37,0 x 104 15,5 x 108 78,0 x 106 13,1 x 105 49,0 x 105 12,6 x 106 14,3 x 104 37,0 x 106 24,4 x 106 13,0 x 107 29,0 x 106
*Sumber: HARSOJO et al. (2000)
_____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
533
____________________________________________________________________________________________________________________
Tabel 2. Cemaran bakteri koli pada makanan olahan (koloni/g) Lama penyimpanan (minggu)
Sampel Burger ayam Nuget ikan Kornet ikan Sosis sapi Sosis ayam Burger ikan Kornet ayam Drumstick ayam Bakso Ajam jari-jari Hot spicy
0 76,0 x 102 12,6 x 104 10,2 x 103 75,0 x 103 17,0 x 102 8,0 x 102 2,0 x 102 43,0 x 103 40,0 x 103 13,8 x 105 15,2 x 103
0*
1,0 x 102 79,0 x 102
32,0 x 102
1 88,0 x 102 33,0 x 102 24,7 x 103 11,0 x 102 46,0 x 102 35,0 x 105 23,0 x 102
4 13,2 x 103 54,0 x 104 77,0 x 102 66,0 x 102 64,0 x 103 12,0 x 105 46,0 x 103
- = tidak tumbuh *Sumber : HARSOJO et al. (2000)
bakteri lain. Pada semua sampel yang diteliti mengandung bakteri koli. Cemaran terendah didapatkan pada sampel berupa kornet ayam (2,0 x 102 koloni/g) sedang cemaran tertinggi didapatkan pada sampel ayam jari-jari (13,8 x 105 koloni/g). Hasil penelitian HARSOJO et al. (2000) menunjukkan cemaran bakteri koli yang lebih rendah pada sampel yang sama. Pada sosis sapi cemaran bakteri koli didapatkan sebesar 75,0 x 103 koloni/g sedang pada sampel yang sama hasil penelitian terdahulu didapatkan 1,0 x 102 koloni/g. Pada sampel bakso sapi yang diteliti saat ini terjadi peningkatan cemaran sebesar 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang lalu. Penyimpanan selama 1 minggu pada sampel berupa kornet ikan, sosis ayam dan kornet ayam tidak ditemukan adanya bakteri koli, sedangkan pada penyimpanan 4 minggu bakteri koli tidak ditemukan pada sampel kornet ikan, sosis ayam, kornet ayam dan bakso ikan. Pada penyimpanan 1 dan 4 minggu cemaran bakteri koli tertinggi didapatkan pada ayam jari-jari yaitu masing-masing sebesar 35,0 x 105 dan 12,0 x 105 koloni/g. Menurut SNI (1996) jumlah cemaran bakteri koli adalah sebesar 1 x 102 koloni/g, dengan demikian semua sampel yang diteliti telah melewati ambang batas cemaran yang diizinkan. E. coli merupakan salah satu bakteri indikator sanitasi yang termasuk kelompok bakteri koli (koliform). Hal ini karena bakteri tersebut umumnya terdapat dan hidup pada usus manusia. Dengan adanya bakteri tersebut pada makanan atau air menunjukkan bahwa dalam pengolahannya pernah terjadi kontak dengan air yang tercemar kotoran manusia yang kemungkinan mengandung bakteri patogen lain yang berbahaya (RATIH , 2003; SRI POERNOMO, 1995 dan SURIAWIRIA, 1986). Pada penelitian ini tidak dilakukan penelitian lebih lanjut tentang strain E. coli yang didapatkan apakah termasuk E. coli yang berbahaya seperti E. coli
0157:H7 yang antara lain dapat menyebabkan gagal ginjal. diare berdarah dan lain sebagainya. Bakteri tersebut pernah menghebohkan dunia dengan menelan korban 73.000 orang di Amerika dan korbannya sebagian besar anak-anak meninggal dunia (W INARNO, 2003). Tabel 3 menunjukkan cemaran bakteri E. coli pada makanan olahan. Semua sampel yang diperiksa mengandung bakteri E. coli. Sampel ayam jari-jari mengandung cemaran tertinggi sebesar 9,0 x 105 koloni/g dan cemaran terendah ditemukan pada sampel berupa bakso ikan dan kornet ayam. Bila mengacu pada SNI (1996) maka semua sampel tersebut telah melebihi ambang batas yang diizinkan (5,0 x 10 koloni/g). Pada penyimp anan selama 1 minggu ternyata sampel ayam jari-jari cemaran E. coli bertambah menjadi 1,0 x 106 koloni/g, sedang untuk sampel kornet ikan, sosis ayam dan kornet ayam tidak lagi ditemukan adanya E. coli. Pada penyimpanan 4 minggu sampel ayam jari-jari tetap merupakan sampel yang mengandung cemaran E. coli tertinggi yaitu sebesar 8,0 x 105 koloni/g. Tingginya cemaran bakteri koli menunjukkan bahwa sanitasi kurang mendapat perhatian dan mungkin datangnya bakteri koli dari penggunaan air yang telah tercemar atau adanya kontaminasi silang. Pada semua sampel yang diteliti tidak ditemukan adanya Salmonella. Tidak ditemukannya Salmonella tersebut bukan berarti bahwa makanan olahan tersebut aman untuk dikonsumsi, sebab dari hasil pengujian cemaran E. coli ternyata melebihi ambang batas cemaran yang diizinkan menurut SNI. Hal ini kemungkinan disebabkan penanganan yang salah, pembungkus yang kurang layak, penyimpanan yang tidak benar, pengangkutan yang tidak mengikuti petunjuk (SRI POERNOMO, 1995). Menurut SRI POERNOMO (1995), peranan pembungkus sangat besar untuk makanan yang dibungkus, bila pembungkus telah
_____________________________________________________________________________________________ 534
Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________ tercemar oleh bakteri dapat menyebabkan pencemaran pada makanan yang dibungkus. Salmonella tidak boleh ada satupun karena termasuk bakteri patogen dan lebih berbahaya dibandingkan bakteri Staphylococcus. Pada penelitian ini juga dilakukan pemeriksaan cemaran Staphylococcus dalam makanan olahan. Menurut FARDIAZ dan BETTY (1983), bakteri tersebut hidup sebagai saprofit dalam saluran-saluran pencernaan, saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia maupun hewan. Bakteri tersebut dapat menyebabkan intoksikasi jika terdapat pada makanan. Disamping itu, Staphylococcus menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti bisul, meningitis, osteomyelitis, pneumonia dan mastitis pada manusia maupun hewan. Daging ikan merupakan salah satu media pertumbuhan yang baik bagi bakteri Staphylococcus. Tabel 4 menunjukkan cemaran Staphylococcus pada makanan olahan. Pada tabel tersebutterlihat cemaran
bakteri Staphylococcus berkisar antara 4,0 x 103 dan 16,4 x 105 koloni/g. Cemaran Staphylococcus terendah didapatkan pada sampel berupa kornet ayam yaitu 4,0 x 103 koloni/g dan cemaran Staphylococcus tertinggi didapatkan pada sampel berupa ayam jari-jari yaitu 16,4 x 105 koloni/g. Hasil penelitian HARSOJO et al. (2000) menunjukkan bahwa pada sosis sapi dan sosis ayam didapatkan cemaran Staphylococcus sebesar 1,0 x 102 koloni/g, sedang pada bakso didapatkan cemaran Staphylococcus sebesar 16,0 x 103 koloni/g. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian sekarang ini terjadi kenaikan cemaran sebesar 1000 kali lebih tinggi untuk sosis sapi maupun ayam. Penyimpanan selama 1 minggu menunjukkan kisaran cemaran Staphylococcus antara 3,0 x 103 dan 93,0 x 105 koloni/g. Cemaran terendah didapatkan pada bakso dan cemaran tertinggi didapatkan pada nuget ikan. Pada penyimpanan 4 minggu terlihat cemaran tersebut meningkat.
Tabel 3. Cemaran E. coli pada makanan olahan (koloni/g) Sampel
Lama penyimpanan (minggu) 1 1,0 x 102 1,0 x 103 13,0 x 103 1,0 x 102 3,0 x 103 3,0 x 104 1,0 x 106 3,0 x 102
0 2,0 x 102 2,0 x 104 30,0 x 102 5,0 x 103 4,0 x 102 1,0 x 102 1,0 x 102 20,0 x 102 4,0 x 103 9,0 x 105 1,0 x 104
Burger ayam Nuget ikan Kornet ikan Sosis sapi Sosis ayam Burger ikan Kornet ayam Drumstick ayam Bakso Ajam jari-jari Hot spicy
4 2,0 x 103 15,0 x 103 4,0 x 102 1,0 x 103 2,0 x 104 8,0 x 105 20,0 x 102
- = tidak tumbuh Tabel 4. Cemaran bakteri Staphylococcus pada makanan olahan (koloni/g) Sampel Burger ayam Nuget ikan Kornet ikan Sosis sapi Sosis ayam Burger ikan Kornet ayam Drumstick ayam Bakso Ajam jari-jari Hot spicy
0 9,0 x 103 62,0 x 104 11,1 x 104 15,0 x 104 12,4 x 104 5,0 x 103 4,0 x 102 5,0 x 103 31,0 x 103 16,4 x 105 10,6 x 105
Lama penyimpanan (minggu) 1 7,0 x 103 93,0 x 105 42,0 x 104 2 1,0 x 10 12,2 x 105 2 1,0 x 10 29,0 x 103 2,0 x 103 10,5 x 104 22,0 x 103 3 16,0 x 10 3,0 x 103 11,6 x 105 85,0 x 103 0*
4 15,0 x 103 36,0 x 105 15,7 x 106 82,0 x 104 49,0 x 104 81,0 x 104 10,0 x 104 10,0 x 106 91,0 x 104 14,5 x 106 74,0 x 106
*Sumber : HARSOJO et al. (2000)
_____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
535
____________________________________________________________________________________________________________________
Tabel 5. Cemaran kapang pada makanan olahan (koloni/g) Lama penyimpanan (minggu) Sampel 0 Burger ayam Nuget ikan Kornet ikan Sosis sapi Sosis ayam Burger ikan Kornet ayam Drumstick ayam Bakso Ajam jari-jari Hot spicy
34,0 x 102 89,0 x 103 14,7 x 104 91,0 x 103 86,0 x 102 41,0 x 103 13,0 x 102 17,0 x 103 44,0 x 104 10,8 x 105 13,5 x 104
0*
26,0 x 102 5,0 x 102
40,0 x 103
1
4
8,0 x 102 32,0 x 103 10,4 x 103 7,0 x 103 13,0 x 102 45,0 x 103 89,0 x 103 22,8 x 104 47,0 x 103
9,0 x 103 76,0 x 104 63,0 x 103
- = Tidak tumbuh *Sumber: HARSOJO et al. (2000)
Cemaran terendah pada penyimpanan 4 minggu didapatkan pada kornet ayam (10,0 x 103 koloni/g) dan tertinggi didapatkan pada hot spicy (74,0 x 106 koloni/g). Bila mengacu pada SNI (1996) maka semua sampel telah melebihi ambang batas yang diizinkan (1,0 x 102 koloni/g) mulai dari yang disimpan 0 hingga 4 minggu. Cemaran kapang pada makanan olahan dapat dilihat pada Tabel 5. Pada tabel tersebut terlihat pada semua sampel yang diteliti terdapat cemaran kapang. Cemaran kapang berkisar antara 13,0 x 102 dan 10,8 x 105 koloni/g. Cemaran kapang terendah didapatkan pada sampel berupa kornet ayam dan tertinggi didapatkan pada sampel berupa ayam jari-jari. Hasil penelitian HARSOJO et al. (2000) menunjukkan bahwa pada sampel sosis ayam cemaran kapangnya lebih rendah sedang untuk sampel sosis sapi dan bakso didapatkan hasil yang sama. Penyimpanan selama 1 minggu mampu meniadakan cemaran kapang pada sosis ayam dan kornet ayam sedang pada penyimpanan 4 minggu cemaran kapang tidak didapatkan pada sampel berupa burger ayam, nuget ikan, kornet ikan, sosis ayam, bakso ikan, kornet ayam, bakso dan drumstick ayam. Kapang yang tumbuh pada makanan olahan tidak termasuk dalam jenis Aspergillus maupun Penicillium sebagai penghasil mikotoksin. Pada sampel ayam jari-jari terlihat cemaran tertinggi pada semua jenis mikroba, hal ini kemungkinan disebabkan kondisi sampel tersebut sudah lama di penjual dengan kondisi penyimpanan yang kurang memadai.
KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1.
2. 3. 4.
Cemaran bakteri aerob, koli, E. coli dan Staphylococus telah melebihi ambang batas yang diizinkan menurut SNI. Tidak ditemukan adanya Salmonella belum berarti makanan olahan tersebut aman untuk dikonsumsi. Ayam jari-jari mempunyai cemaran tertinggi pada semua jenis mikroba. Untuk meningkatkan kualitas dan keamanan pangan perlu diperhatikan sanitasinya sejak pengolahan hingga ke tangan konsumen. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada sdr. Anastasia S.D. dan sdr. Mawih atas bantuannya hingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. DAFTAR PUSTAKA ANDINI, L.S., HARSOJO , ANASTASIA, S.D. dan M AHA . M.. 1995. Efek iradiasi gamma pada Salmonella spp yang diisolasi dari daging ayam segar, Ris. Pertemuan Ilmiah APISORA-BATAN, Jakarta Desember 1995 h.165. ANONIM. 1999. Salmonella itu renggut nyawa tujuh bayi, Harian Kompas, 9 Agustus. h. 11
_____________________________________________________________________________________________ 536
Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
_____________________________________________________________________________________________ DARMODUWITO , S. dan M. ERNI. 1983. Pemeriksaan mikrobiologi beberapa sayuran di Yogyakarta dan sekitarnya. Mikrobiologi di Indonesia. Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. h. 91 FARDIAZ, S. 1989. Penuntun praktek mikrobiologi pangan IPB, Bogor. FARDIAZ, S. dan S.L.J. BETTY . 1983. Masalah keamanan pangan dalam hubungannya dengan mikrobiologi veterinari. Mikrobiologi di Indonesia. Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. h. 37. HARSOJO , ROSALINA SINAGA dan L.S. ANDINI. 2000. Sanitasi makanan olahan di Jakarta dan Tangerang, Sem. Nas. Peternakan dan Veteriner, Bogor. RATIH, D.H. 2002. Keracunan pangan tidak hanya sebabkan diare, harian Kompas, 15 Desember h. 32.
STANDAR NASIONAL INDONESIA . 1996. Batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan. SRI POERNOMO . 1994. Slmonella pada ayam di rumah potong dan lingkungannya di Wilayah Jakarta dan sekitarnya. Sem. Nas. Teknologi Veteriner untuk Meningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Ternak, Balitvet, Bogor. SRI POERNOMO . 1995. Standar Higiene dan Keamanan Pangan. Bahan Penataran Manajemen Usaha Jasa Boga, IPB-Bogor. SURIAWIRIA, U. 1986. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa Bandung Cet. ke 10. WINARNO, F.G. 2003. Apakah produk pangan di amerika Serikat “Paling aman”?, Harian Kompas, 11 Maret h 30
RATIH, D.H. 2003. Bakteri indikator keamanan air minum, Harian Kompas, 29 Juni h 22.
DISKUSI Pertanyaan: Apa maksud dari penyimpanan pada suhu freezer yang dilakukan selama peneltian.
Jawaban: Penyimpanan sampel dilakukan di lemari es/freezer karena suhu dapat diukur.
_____________________________________________________________________________________________ Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003
537