Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA YOKI YOGASWARA dan LOKA SETIA Subdit Residu, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan
ABSTRAK Keberadaan cemaran mikroba dan residu obat hewan pada produk pangan asal hewan (daging, susu dan telur serta olahannya) bila melebihi batas ambang yang ditetapkan akan menimbulkan masalah pada kesehatan manusia dan menjadi hambatan perdagangan. Hasil monitoring dan surveilans cemaran mikroba dan residu obat hewan oleh Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), yaitu BPMPP, BBV, dan BPPV serta Propinsi memberikan gambaran kondisi mutu produk pangan asal hewan dan prevalensi (tingkat kejadian) cemaran mikroba dan residu obat hewan pada produk pangan asal hewan di Indonesia. Hasil uji produk pangan asal hewan terhadap cemaran mikroba dan residu obat hewan yang melampaui batas ambang yang ditetapkan (SNI-01-6366-2000) cepat atau lambat akan menimbulkan masalah serius bagi kesehatan masyarakat, perdagangan dan lingkungan. Pengawasan hygiene dan sanitasi baik dari praproduksi hingga distribusi dan khususnya pengawasan peredaran dan penggunaan obat hewan harus diperketat, serta jaringan kerja antar laboratorium kesmavet khususnya dalam uji banding dan jumlah sample perlu ditingkatkan. Kata kunci: Cemaran mikroba, residu obat, monev, produk pangan
PENDAHULUAN Perubahan-perubahan situasi perdagangan dunia yang dimulai di abad ke-21 penuh dengan tantangan dan sekaligus kesempatan baru bagi sub sektor peternakan di dalam negeri. Tanpa penyesuaian yang tepat terhadap perubahan perdagangan dan lingkungan tersebut, negara-negara di dunia termasuk Indonesia akan tertinggal dan bahkan akan menjadi sangat tergantung kepada produkproduk negara-negara maju. Berbagai negara maju di dunia sudah mulai melakukan berbagai cara untuk menghambat ekspor Indonesia, bukan hanya dengan tarif atau proteksi melainkan melalui hambatan teknis dan isu lingkungan. Cara-cara ini dapat mengakibatkan lemahnya daya saing produk peternakan Indonesia dan hal ini merupakan tantangan bagi Indonesia sebagai implikasi perdagangan bebas yang benar-benar perlu mendapatkan perhatian. Untuk menghadapi tantangan dimasa mendatang, maka Indonesia harus mampu menghasilkan produk pangan hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).
144
Keamanan pangan (food safety) merupakan persyaratan utama menjadi semakin penting tidak saja untuk kesehatan penduduk Indonesia akan tetapi juga untuk seluruh konsumen yang mengkonsumsinya. Tuntutan konsumen dalam hal keamanan pangan akan semakin tinggi seiring dengan pemerataan pendidikan bagi masyarakat dan meningkatnya pendapatan. Aspek keamanan dari suatu produk bukan hanya berarti tidak mengandung bibit penyakit yang dapat menular kepada manusia, akan tetapi juga tidak mengandung residu yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Trend kebutuhan atau permintaan akan produk ternak meningkat secara signifikan (nyata), yaitu daging dari 1.445.000 ton (tahun 2000) menjadi 1.931.400 ton (tahun 2004). Selain kebutuhan kuantitatif terhadap daging, susu dan telur, masyarakat luas juga telah semakin sadar akan pentingnya pangan asal ternak yang berkualitas yang menyangkut aspek gizi dan kesehatan dalam arti produk tersebut aman, bebas dari cemaran mikroba, bahan kimia atau cemaran yang dapat mengganggu ketentraman batin.
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
Pangan asal ternak yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan tidak hanya menyebabkan gangguan kesehatan atau kematian (seperti kasus Antraks) tetapi dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan inteligensia (seperti kasus Mad Cow). Ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati (asal tumbuhan) dan bahan pangan hewani (asal ternak dan ikan). Jadi yang dimaksud dengan bahan pangan asal hewan adalah bahan pangan hewani yang tidak termasuk ikan. Dalam hal ini utamanya adalah telur, susu, daging dan edible portion lainnya asal ternak ruminansia, babi dan ayam. Sifat bahan pangan hayati ini pada umumnya mudah rusak baik akibat perubahan di dalam bahan itu sendiri (faktor internal) maupun akibat adanya kerusakan dari luar (faktor eksternal). Oleh karena itu dengan adanya tuntutan kualitas hidup dan kehidupan yang semakin meningkat, maka pembangunan peternakan tidak hanya dituntut untuk meningkatkan kualitas pangan, tetapi juga dituntut untuk dapat menyediakan bahan pangan asal ternak yang berkualitas dan aman bagi konsumen. TUJUAN Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Memberikan pemahaman dan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran konsumen akan mutu produk pangan asal hewan khususnya mengenai bahaya residu dan cemaran mikroba. 2. Memberikan pemahaman bahwa untuk menghasilkan produk pangan asal hewan yang berkualitas dan aman perlu diterapkan upaya-upaya pengamanan disetiap mata rantai produksi. Pengawasan cemaran mikroba dan residu pada produk pangan asal hewan Kebijakan pengawasan produk ternak ditujukan untuk menjamin mutu dan kemanan bagi konsumen serta untuk memfasilitasi perdagangan produk pangan asal hewan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Berdasarkan SK Mentan No. 110/1993 tentang Penunjukan Laboratorium Penguji Cemaran Mikroba dan Residu Dalam Bahan
Makanan Asal Hewan ditetapkan bahwa selain tugas-tugas pokok Balai Penyidikan Penyakit Hewan (BPPH) dan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BPMSOH), maka BPPH dan BPMSOH ditunjuk sebagai laboratorium yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian cemaran mikroba dan residu dalam bahan makanan asal hewan. Dalam melakukan tugas pemeriksaan tersebut, sejak tahun anggaran 1995/1996 dijalankan Program Monitoring dan Surveilans Residu & Cemaran Mikroba (PMSR&CM) oleh BPPH Wilayah I s/d VII, BPMSOH dan Loka Pengujian Mutu Produk Peternakan (LPMPP). Dalam program PMSR&CM dilakukan pengambilan sampel produk asal hewan dari berbagai wilayah yang dilaksanakan setiap bulan. Sampel diambil dari berbagai macam sumber yaitu : Rumah Potong Hewan/Unggas, Tempat Pemotongan Unggas/Ayam, Tempat Pengumpulan/Koperasi Susu, Pasar Swalayan/ Supermarket, Pasar Tradisional dan Importir/Distributor. Kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium (pengujian) terhadap kandungan residu dan cemaran mikroba, pengujian residu dilakukan secara kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif. HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA DARI TAHUN 2003 S/D TAHUN 2004 Hasil kegiatan monitoring dan surveilans cemaran mikroba dan residu obat hewan pada produk pangan asal hewan di Indonesia dari tahun 2003 s/d 2004 dilaksanakan oleh 10 (sepuluh) laboratorium berdasarkan laporan BPPV, BBV, BPMPP dan 2 (dua) Laboratorium Kesmavet Propinsi (DKI Jakarta dan Jawa Barat). Hasil uji cemaran mikroba Pengujian terhadap cemaran mikroba yang diperiksa, yaitu TPC, Coliform, E.coli, Staphylococcus aureus dan Salmonella.
145
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
Tabel 1 : Hasil uji cemaran mikroba yang melebihi batas maksimum cemaran mikroba dari SNI 01-63662000 Cemaran mikroba Tahun 2003
No Jenis sampel Total sampel
TPC E.coli Coliform
Tahun 2004 Stap. Total Salmonella TPC E.coli Coliform aureus sampel
Stap. Salmonella aureus
1.
Daging sapi
747
194
20
64
13
Neg
809
560
65
167
49
3
2.
Susu sapi
605
14
0
0
1
Neg
421
130
4
30
15
1
3.
Hati sapi
13
0
0
1
1
Neg
20
9
1
0
3
Neg
4.
Daging ayam
821
207
23
78
10
Neg
1152
622
121
150
147
14
5.
Hati ayam
5
0
0
0
0
Neg
15
3
0
2
0
Neg
6.
Telur ayam
286
37
13
7
0
1
762
164
71
37
83
8
Tabel 2. Hasil uji residu antibiotika dan hormon yang melebihi batas maksimum residu dari SNI 01-63662000 Tahun 2003 No
Jenis sampel
Total sampel
Tahun 2004
Antibiotika PC
TC
AG
Hormon ML Sulf TA Z
Total sampel
Antibiotika
Hormon
PC
TC
AG
ML Sulf
TA
Z
1.
Daging sapi
781
7
11
2
0
3
0
0
981
56
2
18
36
0
0
0
2.
Susu sapi
128
0
7
0
3
0
0
0
427
21
6
6
17
0
0
0
3.
Hati sapi
84
4
1
2
7
1
0
0
50
1
1
1
2
0
0
0
4.
Daging ayam
716
5
5
1
0
0
0
0
2266
46
7
17
35
5
0
0
5.
Hati ayam
21
0
0
0
0
0
0
0
21
6
0
0
0
0
0
0
6.
Telur ayam
695
5
1
0
2
2
0
0
1352
0
14
26
19
20
0
0
Keterangan :PC : Penisilin AG : Aminoglikosida TC : Tetrasiklin ML : Makrolida TA : Trenbolone acetat Z : Zeranol Tahun 2004: Hati sapi impor = 3 sampel, 1 sampel positif hormon trenbolone acetat
146
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
Hasil uji residu antibiotika dan hormon Pengujian residu dilakukan oleh seluruh laboratorium pengujian veteriner terhadap kandungan residu obat hewan dan hormon. Obat hewan yang diuji meliputi golongan antibiotika Penisilin, Makrolida, Aminoglikosida dan Tetrasiklin, sedangkan pengujian kandungan residu hormon yang diuji adalah hormon Trenbolone Acetat dan Zeranol.
2.
3.
PEMBAHASAN Hasil uji terhadap cemaran mikroba Hasil uji sampel terhadap cemaran mikroba yang melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada umumnya berasal dari pasar tradisional, RPH/RPU dan Tempat Pemotongan Unggas/Ayam serta Tempat Pengumpulan/Koperasi Susu. Hal ini menunjukkan bahwa hygiene sanitasi di pasar tradisional, RPH/RPU dan TPA/TPU serta tempat pengumpulan/koperasi susu perlu mendapat perhatian dan ditingkatkan, sehingga tingkat cemaran mikroba dapat dikurangi. Hasil uji terhadap residu antibiotika Hasil uji sampel terhadap residu yang melebihi batas maksimum pada umumnya berasal dari farm atau peternak, sedangkan hormon Trenbolone Acetat berasal dari sampel hati sapi impor. Dari data hasil pengujian dapat dilihat bahwa produk peternakan di dalam negeri masih mengandung residu antibiotika yang bermacam-macam. Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dengan aturan dan takaran yang tepat, baik pengobatan penyakit ataupun penggunaan tambahan pakan, khususnya menyangkut takaran (dosis), waktu henti obat dan pemilihan/penggunaan antibiotika sesuai dengan diagnosa yang tepat. KAJIAN MASALAH 1. Pola peternakan masih tradisional belum dikelola secara intensif seperti pada industri
4. 5.
peternakan sehingga akan berpengaruh terhadap mutu hasil ternak terutama terhadap residu dan cemaran mikroba. Dalam hal aturan dan tata cara penggunaan obat hewan belum dilaksanakan sepenuhnya meliputi jenis obat, dosis, cara pemberian, waktu henti obat (withdrawl time) dan recording mengenai hewan yang diobati Masih banyak rumah potong yang belum menerapkan Good Slaughtering Practice (GSP) karena masih banyak rumah potong tradisional yang diusahakan oleh masyarakat. Penanganan pemerahan susu ditingkat peternak masih belum memenuhi standar hygiene dan sanitasi. Kondisi laboratorium masih perlu ditingkatkan, baik SDM, sarana dan prasarananya. UPAYA TINDAK LANJUT
Tindakan yang perlu diambil bila cemaran mikroba dan residu melewati batas ambang adalah : 1. Perlakuan bila tidak memenuhi syarat, meliputi 2 (dua) aspek yaitu : a. Perlakukan terhadap PPAH, adalah dilarang peredarannya dan dilarang diperdagangkan serta mencari sumber penyebab terjadinya kontaminasi. Harus dihindari alur distribusi yang potensial terjadi kontaminasi produk kepada konsumen. b. Pembuatan pedoman untuk sistem infromasi umpan balik yang mampu telusur (trace back) untuk identifikasi produk, pelaksanaan karantina dan pelaksanaan dan penerapan sebagai sangsi untuk penyalahgunaan dan pemalsuan produk. 2. Mampu telusur : PPAH yang tidak memenuhi syarat harus dapat ditelusuri asalnya apakah dari rumah potong, tempat penampungan, tempat pengolahan sampai di peternaknya. Untuk menunjang kelancaran penerapan sistem mampu telusur dilakukan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Pengembangan jaringan laboratorium
147
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
b. Peningkatan peranan Dinas dan partisipasi Swasta c. Kesadaran konsumen d. Compliant Programme. 3. Penerapan dan pemeberantasan terhadap setiap pelanggran dan ketidaksesuaian, yaitu dengan cara : a. Membatasi lalu lintas ternak b. Mengisolasi kawasan peternakan c. Memberikan pembinaan, peringatan kemudian bila membahayakan dapat diajukan ke pengadilan sesuai dengan peraturan yang berlaku d. Sosialisasi dan pendidikan jaminan mutu. 4. Mensosialisasikan program Good Farming Practice (GFP) khususnya untuk penggunaan obat hewan dan Good Slaughtering Practice (GSP) di rumah potong. Sedangkan untuk peternak besar dengan menerapkan sistem jaminan mutu. 5. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran konsumen akan mutu produk asal hewan khususnya mengenai bahaya residu dan cemaran mikroba. KESIMPULAN DAN SARAN Konsumsi PPAH terus meningkat dalam 5 (lima) tahun terakhir. Keberadaan cemaran mikroba dan residu yang melebihi batas ambang akan menimbulkan masalah pada kesehatan manusia dan perdagangan. Dari kajian hasil monitoring dan surveilans cemaran mikroba dan residu obat hewan pada produk pangan asal hewan Indonesia selama ini dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Masih ditemukan hasil uji sampel yang positif dan atau diatas ambang yang mengandung residu, hal ini menunjukkan bahwa perlu dilakukan pengawasan dan tindakan perbaikan dalam aturan dan tatacara penggunaan obat hewan terutama masalah WDT (withdrawl time). 2. Masih ditemukan hasil uji sampel yang positif dan atau diatas ambang yang mengandung cemaran mikroba, hal ini
148
3.
4.
5.
6.
menunjukkan adanya kontaminasi yang terjadi selama proses budidaya, pemotongan sampai dengan pengumpulan hasil, transportasi dan penanganan hasil. Untuk mengatasi hal tersebut perlu ditingkatkan pengawasan, pembinaan dan sosialisasi tentang Hygiene dan Sanitasi, baik ditingkat peternak, RPH/RPU, pengolahan dan distribusi. Efek dari residu obat hewan pada PPAH akan menyebabkan penyakit akut (hypersensitifity, tachicardia, tremor, teratogenic) dan chronic (carcinogenic & mutagenic). Berdasarkan hasil monitoring dan surveilans dengan beberapa kasus, cepat atau lambat akan menimbulkan problem serius terhadap kesehatan manusia, lingkungan dan perdagangan. Disarankan agar segera dilakukan usaha-usaha untuk penanganan, pencegahan dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi dan residu pada PPAH. Kondisi fasilitas dan kinerja laboratorium dalam melaksanakan pengujian residu dan cemaran mikroba masih belum optimal sehingga hasil yang diperoleh dalam rangka pengawasan mutu PPAH belum maksimal. Titik kritis yang perlu mendapat pengawasan secara intensif yang menyebabkan terjadinya cemaran mikroba dan residu adalah sebagai berikut : a. Peternak: pemberian obat hewan (withdrawl time), pakan, sanitasi lingkungan b. Rumah Potong: disiplin pekerja, peralatan dan sanitasi lingkungan c. Pasar Tradisional: los daging, tempat penjajaan daging d. Tempat Pengumpulan Susu/Koperasi Susu e. Transportasi Susu f. Sanitasi pada waktu pemerahan. Perlunya tindak lanjut terhadap hasil pengujian laboratorium yang tidak memenuhi SNI secara bertahap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.