Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN NO. 559/2015
KEMENTERIAN PERTANIAN
BALAI VETERINER BUKITTINGGI
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
BALAI VETERINER BUKITTINGGI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
TA H U N 2 0 1 5 Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Kata Pengantar
Syukur Alhamdulillah atas limpahan rahmat, taufik dan hidayahNya, kami dapat menyelesaikan tulisan tentang Kegiatan Monitoring dan Surveilans Cemaran Mikroba Produk Pangan Asal Hewan yang dilaksanakan dalam rangka kegiatan Balai Veteriner Bukittinggi tahun 2015. Laporan ini merupakan gambaran tentang kualitas pangan asal hewan berupa daging, telur, susu dan olahannya yang beredar di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi. Sampel yang diperoleh berasal dari rumah potong hewan, pasar tradisional dan pasar modern. Kondisi rumah potong hewan maupun pasar tradisional kita masih jauh dari nilai layak. Untuk itu, ke depannya pihak Dinas terkait agar dapat menindaklanjuti dalam hal sanitasi dan higienitas. Sebagai koreksi selanjutnya ada yang harus diambil untuk tujuan yang lebih nyata sehingga Dinas terkait punya tindakan yang lebih jelas dalam memperbaiki kondisi di lapangan. Dengan demikian metode sampling dan target sampling akan diperjelas pada unit usaha pangan asal hewan untuk memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV) pada unit usaha dalam bidang : a). Tempat penyembelihan hewan, unggas dan babi, b). Tempat penampungan, c). Tempat pengedaran, d). Tempat penyimpanan, e). Tempat pendinginan (Cold Storage), dan f). Tempat pengolahan. Target tersebut setelah dilakukan monitoring dan pengujian di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Balai Veteriner Bukittinggi, dalam pengambilan berulang secara beraturan dalam setahun, yang akan menjadi acuan Dinas terkait pada daerah setempat untuk menerbitkan Nomor Kontrol Veteriner. Kami menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan Kepala Balai
Penyusun
Drh. Azfirman NIP. 19651004 199403 1 001
Drh. Cut Irzamiati NIP. 19680405 200212 2 001
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
i
Daftar Isi
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
1
1.2 Maksud dan Tujuan
3
Bab II Materi dan Metode 3.1 Materi
4
3.2 Metode
4
Bab III Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil
5
Hasil Uji Cemaran Mikroba
5
Hasil Uji Residu Antibiotika
7
Hasil Uji Residu Formalin dan Residu Borax, Uji Kesempurnaan Pengeluaran
9
Darah (Malachite Green) dan Uji Awal Pembusukan (Elber) Hasil Pengujian Elisa Hormon Trenbolon Asetat dan PCR Identifikasi Spesies
11
Hasil Pengujian Fisik dan Kimia Susu
13
4.2 Pembahasan
14
Bab IV Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan
16
4.2 Saran
16
Daftar Pustaka
17
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
ii
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Bab I
Pendahuluan Latar Belakang Produk peternakan merupakan sumber gizi utama untuk pertumbuhan dan kehidupan manusia. Namun, produk ternak akan menjadi tidak berguna dan membahayakan kesehatan apabila tidak aman. Karena kandungan gizi yang tinggi tersebut, daging dan susu merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan kuman, baik kuman yang menyebabkan kerusakan pada daging dan susu maupun kuman yang menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengkonsumsi produk ternak tersebut. Kuman dapat terbawa sejak ternak masih hidup atau masuk di sepanjang rantai pangan hingga ke piring konsumen. Selain kuman, cemaran bahan berbahaya juga mungkin ditemukan dalam pangan asal ternak, baik cemaran hayati seperti cacing, cemaran kimia seperti residu antibiotik, maupun cemaran fisik seperti pecahan kaca dan tulang. Berbagai cemaran tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengkonsumsinya (Gorris, 2005). Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi (Siagian, 2002). Makanan yang dikonsumsi dapat menjadi sumber penularan penyakit apabila telah tercemar mikroba dan tidak dikelola secara higienes, makanan yang berpotensi tercemar adalah makanan mentah terutama daging yang tidak aman dapat membahayakan kesehatan konsumen. (Syam, 2004). Bahaya atau hazard yang berkaitan dengan keamanan pangan asal ternak dapat terjadi pada setiap mata rantai, mulai dari praproduksi di produsen, pascaproduksi sampai produk tersebut didistribusikan dan disajikan kepada konsumen. Bahaya tersebut meliputi: (1) penyakit ternak; (2) penyakit yang ditularkan melalui pangan atau yang disebut food borne diseases; serta
(3) cemaran atau kontaminan bahan kimia dan bahan toksik lainnya.
Kelompok pertama berupa penyakit ternak menular dan biasanya terjadi pada proses praproduksi, yaitu penyakit yang menyerang ternak pada proses pemeliharaan. Penyakit ini selain mempengaruhi kesehatan ternak juga menentukan mutu dan keamanan produknya. Beberapa penyakit ternak utama yang perlu mendapat perhatian adalah antraks, BSE, virus nipah (Encephalitis), tuberkulosis, radang paha, dan cysticercosis pada sapi. Kelompok kedua adalah penyakit bakterial yang ditularkan melalui pangan. Kejadian penyakit ini dapat timbul melalui infeksi bakteri atau intoksikasi dari toksin yang dihasilkan bakteri tersebut. Beberapa penyakit bakterial yang dapat ditularkan melalui pangan adalah salmonellosis, enteritis Clostridium perfringens, intoksikasi Staphylococcus, campylobacteriosis, dan hemorrhagic colitis. Kelompok ketiga adalah cemaran (kontaminan) bahan kimia dan bahan toksik lainnya. Dalam hal ini, daging, susu, dan telur dapat tercemar obat-obatan, senyawa kimia, dan toksin baik pada waktu proses praproduksi maupun produksi. Residu obat seperti antibiotik dapat dijumpai pada daging bila pemakaian obat-obatan hewan tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan, misalnya waktu henti obat tidak dipatuhi menjelang hewan akan dipotong.
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
1
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Pemakaian antibiotika di peternakan memberikan manfaat bagi hewan, namun jika pemakaiannya tidak sesuai aturan dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat. Risiko tersebut berupa adanya residu antibiotika pada daging, susu dan telur akibat pemakaian antibiotika yang tidak sesuai dengan dosis dan/atau tidak memperhatikan masa henti obat (withdrawl time) menjelang hewan akan dipotong. Residu antibiotika merupakan zat antibiotika termasuk metabolitnya yang terkandung dalam daging, telur, dan susu, baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari penggunaan antibiotika (SNI 7424: 2008). Residu dalam bahan pangan meliputi senyawa asal yang tidak berubah, metabolit dan/atau konyugat lain. Beberapa metabolit obat diketahui bersifat kurang atau tidak toksik dibandingkan dengan senyawa asalnya, namun beberapa diketahui lebih toksik. Menurut Bahri (2008), pengontrolan penyakit secara biologis dengan menghindari penggunaan bahan-bahan kimia atau obat-obatan berbahaya secara berlebihan juga dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya cemaran antibiotika. Selain itu, pengawasan mutu pakan yang beredar perlu ditingkatkan, termasuk terhadap obat hewan yang dicampur dalam ransum ternak. Demikian pula pemakaian obat hewan yang diberikan langsung kepada ternak perlu diawasi, baik untuk pengobatan maupun pencegahan. Pengawasan sekaligus diikuti dengan penertiban pemakaian obat hewan di lapangan. Ancaman potensial residu antibiotika dalam makanan terhadap kesehatan dibagi tiga kategori, yaitu (1) aspek toksikologis, (2) aspek mikrobiologis dan (3) aspek imunopatologis. Menurut Haagsma (1988), residu antibiotika dalam makanan dan penggunaannya dalam bidang kedokteran hewan berkaitan dengan aspek kesehatan masyarakat veteriner, aspek teknologi dan aspek lingkungan. Dari aspek toksikologis, residu antibiotika bersifat racun terhadap hati, ginjal dan pusat hemopoitika (pembentukan darah). Dari aspek mikrobiologis, residu antibiotika dapat mengganggu mikroflora dalam saluran pencernaan dan menyebabkan terjadinya resistensi mikroorganisme, yang dapat menimbulkan masalah besar dalam bidang kesehatan manusia dan hewan. Dari aspek imunopatologis, residu antibiotika dapat menimbulkan reaksi alergi yang ringan dan lokal, bahkan dapat menyebabkan shock yang berakibat fatal. Selanjutnya dipandang dari aspek teknologi, keberadaan residu antibiotika dalam bahan pangan dapat menghambat atau menggagalkan proses fermentasi. Zoonosis adalah penyakit yang dapat ditransmisikan atau ditularkan dari hewan ke manusia, atau sebaliknya. Berbeda dengan penyakit infeksius lainnya, karena menyangkut kesehatan manusia dan hewan, maka zoonosis menjadi ranah studi dan kewenangan dua profesi, yaitu dokter dan dokter hewan. Peran dokter hewan dalam bidang zoonosis adalah pengendalian dan pencegahan penyakit zoonosis pada hewan, sehingga tidak menimbulkan potensi penyakit pada manusia, terutama peternak, pemelihara satwa, dan konsumen bahan pangan asal hewan (daging, susu, telur). Zoonosis dapat disebabkan oleh beberapa agen patogen, yaitu bakteri, virus, parasit, dan prion. Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit zoonosis adalah Salmonella sp., E. coli, Staphylococcus aureus. Pengobatan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri yaitu dengan menggunakan pengobatan antibiotika. Antibiotika adalah bahan alami atau semi sintetis yang memiliki daya kerja untuk membunuh (bakterisidal) atau menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Beberapa jenis antibiotika yang populer antara lain penisilin, ampisilin, amoksilin, dan tetrasiklin. Ternyata, penggunaan antibiotika untuk mengatasi infeksi bakteri menimbulkan masalah baru, yaitu resistensi bakteri terhadap antibiotika. Untuk menjamin penyediaan daging yang ASUH, maka dilakukan pengawasan (surveillance, monitoring, inspeksi) terhadap daging dalam mata rantai penyediaan daging. Dalam upaya Pemerintah menjamin keamanan pangan dan ketentraman batin masyarakat, khususnya terhadap bahaya yang ditimbulkan dalam mengkonsumsi produk hewan yang mengandung hormon anabolik sintetik, maka diperlukan pengambilan contoh dan pengujian terhadap daging dan hati sapi impor maupun lokal, terutama di daerah yang merupakan sentra konsumsi dan produksi penyediaan
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
2
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
ternak sapi, termasuk di supply chain. Pengujian contoh di laboratorium perlu mengikuti prosedur baku agar hasil pengujian dapat dipertanggung-jawabkan. Laboratorium yang digunakan sebaiknya yang telah menerapkan Good Laboratory Practice (GLP) atau telah disertifikasi terhadap penerapan sistem manajemen mutu laboratorium ISO 17025, sehingga laboratorium tersebut memiliki kemampuan teknis dalam menghasilkan data atau hasil uji yang tepat, akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah dan hukum. Sertifikat tersebut diberikan oleh suatu lembaga yang telah diakreditasi, dan bahkan telah mendapat pengakuan/harmonisasi dengan negara-negara lain.
Maksud Dan Tujuan Dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan pangan yang bebas residu, cemaran dan resistensi mikroba harus dilakukan pemantauan (monitoring) melalui peneguhan pengujian untuk mengetahui derajat kejadian cemaran mikroba, residu dan resistensi antimikroba. Apabila ditemukan terjadinya penyimpangan, maka pengawas kesmavet perlu melakukan pembinaan pelaksanaan sanitasi-higiene agar dapat terjadi perubahan ke arah perbaikan dengan pengamatan (surveilans) melalui pengujian yang terprogram secara efisien dan komprehensif.
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
3
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Bab II
Materi dan Metode Materi Pengambilan sampel dilakukan di Empat propinsi wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi yaitu Propinsi Sumatera Barat, Propinsi Riau, Propinsi Jambi dan Propinsi Kepulauan Riau. Sampel tersebut merupakan sampel aktif (yang diambil oleh BVET) dan sampel pasif (kiriman dinas peternakan, stasiun karantina hewan, dan lain-lain). Jenis sampel pada tahun 2015 berupa daging sapi, daging kerbau, daging ayam, daging babi, telur ayam, telur itik, susu sapi, susu kambing, hati sapi, HAM sapi, burger, filled, ekstrak daging sapi, sosis sapi, sosis ayam, nugget sapi, nugget ayam, bakso sapi dan bakso ikan. Sumber sampel berasal dari Rumah Pemotongan Hewan, Pasar tradisional, Pasar swalayan, Peternakan rakyat, Stasiun Karantina Hewan (Importir/Distributor) dan Warung/kios. Cara pengemasan dan pengiriman sampel disesuaikan dengan ketentuan.
Metoda Di laboratorium, sebagian sampel diarahkan pada pemeriksaan cemaran mikroba (Total Plate Count, Total coliform, Total E.coli. Total S. aureus dan Kualitatif Salmonella sp), sedangkan sebagian lagi diuji terhadap adanya residu antibiotika dan sulphonamida dengan metode uji screening menggunakan kuman standar terhadap antibiotika golongan Penicilline, Tetracycline, Aminoglikosida, golongan Sulphonamida dan Tilosine secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk sampel yang bersifat kasus dilakukan uji terhadap Hormon Trenbolon Asetat dengan metode ELISA, serta Kualitatif Residu Formalin dan Residu Borax. Untuk uji Identifikasi Spesies dengan metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dilaksanakan di laboratorium Bioteknologi
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
4
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Bab III
Hasil dan Pembahasan Hasil Jumlah sampel yang diperiksa pada tahun anggaran 2015 adalah sebanyak 3511 sampel yang terdiri dari 2446 sampel aktif dan 1075 sampel pasif. Hasil pemeriksaan sampel secara terperinci dapat dilihat pada tabel-tabel berikut
Hasil uji cemaran mikroba Pengujian terhadap cemaran mikroba yang diperiksa, yaitu TPC, Coliform, E.coli, staphylococcus aureus dan Salmonella. Tabel 1. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba Kegiatan Aktif di Propinsi Sumatera Barat HASIL UJI CEMARAN MIKROBA PROPINSI / KABUPATEN
SUMATERA BARAT 1 Agam 2 Bukittinggi 3 Dharmasraya 4 Dharmasraya 5 Kab. Solok 6 Kota Solok 7 Lima Puluh Kota 8 Padang 9 Padang 10 Padang Panjang 11 Padang Pariaman 12 Pariaman 13 Pasaman 14 Pasaman Barat 15 Payakumbuh 16 Pesisir Selatan 17 Sawahlunto 18 Tanah Datar Jumlah
JUMLAH SAMPEL
33 69 23 20 15 45 114 25 22 63 21 15 35 22 60 57 23 161 823
COLIFORM
E COLI
S AUREUS
JLH
JLH
33 60 18
31 54 18
2 6 0
33 60 18
33 60 18
0 0 0
10 30 72 18
10 25 62 18
0 5 10 0
10 30 72 18
10 30 72 18
0 0 0 0
56 14 10 30 22 50 37 23 85 568
35 14 10 28 19 44 37 23 129 557
0 0 0 2 3 6 0 0 22 56
58 15 10 30 22 50 37 23 151 637
58 14 10 30 22 50 37 23 151 636
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
JLH
TPC
0 0 0 0 1 0 0 0 0 Dalam proses uji 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Dalam proses uji 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 2 2 0 0 0 0 0 0 0 6 7 0
SALMONELLA
JLH
JLH
33 61 18
21 61 0
12 0 18
33 69 23
31 66 23
2 3 0
10 30 86 18
0 0 0 0
10 30 86 18
15 30 114 25
15 45 114 25
0 0 0 0
58 14 10 30 22 52 39 18 152 651
0 0 0 0 0 0 0 0 0 82
58 14 10 30 22 52 39 18 152 569
63 21 15 35 22 60 57 23 161 766
63 21 15 35 21 60 57 22 160 773
0 0 0 0 1 0 0 1 1 8
Tabel 2. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba Kegiatan Aktif di Propinsi Riau HASIL UJI CEMARAN MIKROBA PROPINSI / KABUPATEN
JUMLAH SAMPEL
RIAU 1. Bengkalis 2 Dumai 3 Indragiri Hilir 4 Indragiri Hulu 5 Kampar 6 Kuantan Singingi 7 Pekanbaru 8 Pelalawan 9 Rokan Hilir Rokan Hilir 10 Rokan Hulu 11 Siak Jumlah
50 28 30 25 28 16 15 30 13 16 31 53 335
COLIFORM
E COLI
JLH
45 22 20 15 18 11 10 20 7
43 22 20 15 15 10 10 18 7
2 0 0 0 3 1 0 2 0
25 38 231
25 36 221
0 2 10
JLH
S AUREUS
45 45 0 22 22 0 20 20 0 15 15 0 18 18 0 11 11 0 10 10 0 20 20 0 7 7 0 Dalam proses uji 25 25 0 38 38 0 231 231 0
TPC
SALMONELLA
JLH
JLH
JLH
0 1 0 0 0 1 3 0 2
0 1 0 0 0 1 3 0 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
45 23 20 15 18 11 13 20 9
0 0 0 1 4 0 0 0 0
45 23 20 14 14 11 13 20 9
50 28 30 25 28 16 15 30 13
50 27 29 25 28 12 11 30 12
0 1 1 0 0 4 4 0 1
1 0 8
1 0 8
0 0 0
25 38 237
0 0 5
25 38 232
31 53 319
31 53 308
0 0 11
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
5
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Tabel 3. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba Kegiatan Aktif di Propinsi Jambi HASIL UJI CEMARAN MIKROBA COLIFORM
E COLI
S AUREUS
TPC
SALMONELLA
PROPINSI / KABUPATEN
JUMLAH SAMPEL
JLH
JLH
JLH
JLH
JLH
SUMATERA BARAT 1 Agam 2 Bukittinggi 3 Dharmasraya 4 Lima Puluh Kota 5 Padang
16 19 40 4 52
0 0 0 0 11
0 0 0 0 6
0 0 0 0 5
14 3 0 0 24
14 3 0 0 24
0 0 0 0 0
4 0 0 0 22
4 0 0 0 16
0 0 0 0 6
9 1 0 4 0
0 0 0 0 0
9 1 0 4 0
11 7 0 0 14
11 7 0 0 14
0 0 0 0 0
57 101 20 24 41 74 448
0 0 20 13 0 0 44
0 0 20 13 0 0 39
0 0 0 8 0 0 13
0 2 20 1 0 16 80
0 2 20 1 0 16 80
0 0 0 0 0 0 0
0 0 20 1 0 0 47
0 0 20 1 0 0 41
0 0 0 0 0 0 6
36 32 20 21 0 10 133
0 0 0 5 0 10 15
36 32 20 16 0 0 118
0 0 0 1 0 0 33
0 0 0 1 0 0 33
0 0 0 0 0 0 0
6 7 8 9 10 11
Padang Panjang Pariaman Pasaman Payakumbuh Sijunjung Tanah Datar Jumlah
Tabel 4. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba Kegiatan Aktif di Propinsi Kepulauan Riau HASIL UJI CEMARAN MIKROBA PROPINSI / KABUPATEN KEPRI 1 Batam 2 Bintan 3 Karimun
4 Tanjung Pinang Jumlah TOTAL
JUMLAH SAMPEL
38 30 24 36 128 1562
COLIFORM
JLH
E COLI
26 21 5 21 19 2 30 30 0 27 24 3 104 94 10 1086 1020 119
JLH
26 26 21 21 30 30 27 27 104 104 1161 1162
S AUREUS
TPC
SALMONELLA
JLH
JLH
0 0 0 0 0 0
2 0 1 0 3 19
2 0 1 0 3 20
0 0 0 0 0 0
28 21 31 27 107 1186
0 0 0 2 2 89
28 21 31 25 105 1097
JLH
38 36 30 30 24 24 36 33 128 123 1489 1473
2 0 0 3 5 31
Tabel 5. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba Kegiatan Pasif di Propinsi Sumatera Barat HASIL UJI CEMARAN MIKROBA COLIFORM
E COLI
S AUREUS
TPC
SALMONELLA
JUMLAH SAMPEL
JLH
JLH
JLH
JLH
JLH
1. Batanghari
27
17
14
3
15
17
0
0
0
0
17
0
17
27
26
1
2 Bungo
22
12
3
9
12
12
0
0
0
0
10
0
10
22
22
0
3 Muaro Bungo
15
10
10
0
10
10
0
0
0
0
10
0
10
15
15
0 0
PROPINSI / KABUPATEN
JAMBI
4 Sarolangun
14
9
9
0
9
9
0
0
0
0
9
0
9
14
14
5 Jambi
55
39
35
10
45
45
0
0
0
0
45
0
45
55
53
2
6 Kerinci
29
19
19
0
19
19
0
0
0
0
19
0
19
29
29
0
7 Muaro Jambi
42
20
17
5
22
22
0
0
0
0
22
0
22
42
40
2
8 Sungai Penuh
30
15
14
1
15
15
0
0
0
0
15
0
15
30
30
0
9 Tebo
32
32
20
12
32
32
0
2
2
0
34
0
34
32
30
2
10 Tanjung Jabung Barat
10
10
7
3
10
10
0
0
0
0
10
0
10
10
10
0
276
183
148
43
189
191
0
2
2
0
191
0
191
276
269
7
Jumlah
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
6
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Tabel 6. Hasil Pengujian Cemaran Mikroba Kegiatan Pasif di Propinsi Riau, Jambi dan Kepulauan Riau HASIL UJI CEMARAN MIKROBA PROPINSI / KABUPATEN II RIAU 1 Bengkalis 2 Dumai
3 Riau 4 Rokan Hilir Jumlah III JAMBI 1 Jambi Jumlah IV KEPULAUAN RIAU 1 Batam Jumlah V LAIN-LAIN 1 Bvet Subang 2 Bvet Medan 3 BVET Lampung Jumlah TOTAL
COLIFORM
JUMLAH SAMPEL
JLH
20 5 328 16 369
10 0 0 0 10
181 181 56 56 5 7 7 19 1073
E COLI
JLH
10 5 0 6 21
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0
0 0
0 0
21 21
20 20
3 3 78
S AUREUS
JLH
10 0 0 6 16
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
94 94
115 115
1 1
1 1
21 21
21 21
0 0
1
2
3
3
1 81
2 16
3 198
3 235
0 1
TPC
JLH
0 1 0 0 1
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0
0 0
0 0
21 21
21 21
0 0
3
3
3 71
3 66
SALMONELLA
JLH
0 0 0 0 0
10 0 0 6 16
0 0 0 0 0
15 2 28 11 56
0 0 0 0 0
94 94
2 2
114 114
41 41
51 51
0 0
24 24
0 0
24 24
24 24
24 24
0 0
3
5 3
5 3
3 275
8 106
8 172
3 0 6
3 254
0 17
0 0
Hasil uji residu antibiotika Pengujian residu dilakukan terhadap kandungan residu obat hewan yang diuji meliputi golongan antibiotika Penisilin, Makrolida, Aminoglikosida, Tetrasiklin dan Tilosin. Tabel 7. Hasil Pengujian Residu Antibiotika Kegiatan Aktif di Propinsi Sumatera Barat HASIL UJI RESIDU ANTIBIOTIKA PROPINSI / KABUPATEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
SUMATERA BARAT Agam Bukittinggi Dharmasraya Dharmasraya Kab. Solok Kota Solok Lima Puluh Kota Padang Padang Padang Panjang Padang Pariaman Pariaman Pasaman Pasaman Barat Payakumbuh Pesisir Selatan Sawahlunto Tanah Datar Jumlah
JUMLAH SAMPEL
37 42 25 20 15 39 68 20 22 61 19 15 35 22 41 47 28 167 723
PENICILLIN
37 0 42 0 25 0 Dalam proses uji 14 1 37 2 68 0 20 0 Dalam proses uji 61 0 19 0 15 0 35 0 22 0 41 0 47 0 28 0 167 0 663 3
TETRASIKLIN
AMINOGLIKOSIDA
SULFADIAZINE
TILOSIN
34 42 25
3 0 0
37 42 25
0 0 0
37 42 23
0 0 2
37 42 25
0 0 0
15 39 68 20
0 0 0 0
15 38 68 20
0 1 0 0
15 38 68 17
0 1 0 3
15 37 68 20
0 2 0 0
59 19 15 35 21 41 44 28 167 657
2 0 0 0 1 0 3 0 0 9
61 19 15 35 21 41 45 28 167 662
0 0 0 0 1 0 2 0 0 4
61 19 15 35 22 41 47 26 167 658
0 0 0 0 0 0 0 2 0 8
61 5 0 35 22 41 36 27 167 624
0 0 0 0 0 0 0 1 0 2
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
7
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Tabel 8. Hasil Pengujian Residu antibiotika Kegiatan Aktif di Propinsi Riau HASIL UJI RESIDU ANTIBIOTIKA PROPINSI / KABUPATEN
JUMLAH SAMPEL
RIAU 1 Bengkalis 2 Dumai 3 Indragiri Hilir 4 Indragiri Hulu 5 Kampar 6 Kuantan Singingi 7 Pekanbaru 8 Pelalawan 9 Rokan Hilir Rokan Hilir 10 Rokan Hulu 11 Siak Jumlah
55 27 30 24 26 35 15 30 13 16 35 56 128
PENICILLIN
TETRASIKLIN
55 27 30 24 26 35 15 30 13
0 0 0 0 0 0 0 0 0
55 27 30 24 26 35 15 30 13
0 0 0 0 0 0 0 0 0
35 56 346
0 0 0
35 56 346
0 0 0
AMINOGLIKOSIDA
55 0 27 0 30 0 24 0 26 0 35 0 15 0 30 0 13 0 Dalam proses uji 35 0 53 3 343 3
SULFADIAZINE
TILOSIN
55 27 30 24 26 35 15 30 13
0 0 0 0 0 0 0 0 0
45 27 15 12 26 34 15 15 13
0 0 0 0 0 1 0 0 0
35 56 346
0 0 0
35 56 293
0 0 1
Tabel 9. Hasil Pengujian Residu antibiotika Kegiatan Aktif di Propinsi Jambi HASIL UJI RESIDU ANTIBIOTIKA PROPINSI / KABUPATEN
JAMBI 1. Batanghari 2 Bungo 3 Muaro Bungo 4 Sarolangun 5 Jambi 6 Kerinci 7 Muaro Jambi 8 Sungai Penuh 9 Tebo 10 Tanjung Jabung Barat Jumlah
PENICILLIN
TETRASIKLIN
AMINOGLIKOSIDA
SULFADIAZINE
TILOSIN
JUMLAH SAMPEL
27 23 15 14 60 28 47 36 46 20 316
27 23 15 14 60 28 47 36 44 20 314
0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 2
25 22 15 14 58 28 50 36 46 20 314
2 1 0 0 2 0 0 0 0 0 5
27 23 15 14 60 28 47 34 46 20 314
0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 2
27 23 15 14 60 28 44 36 46 20 313
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 22 15 14 60 27 46 32 45 20 293
0 1 0 0 0 1 1 4 1 0 8
Tabel 10. Hasil Pengujian Residu antibiotika Kegiatan Aktif di Propinsi Kepulauan Riau HASIL UJI RESIDU ANTIBIOTIKA PROPINSI / KABUPATEN KEPRI 1 Batam 2 Bintan 3 Karimun
4
Tanjung Pinang Jumlah TOTAL
PENICILLIN
TETRASIKLIN
AMINOGLIKOSIDA
SULFADIAZINE
TILOSIN
JUMLAH SAMPEL
29 24 32
29 24 32
0 0 0
29 23 32
0 1 0
29 24 32
0 0 0
29 24 32
0 0 0
29 11 32
0 0 0
30 115 1282
30 115 1438
0 0 5
30 114 1431
0 1 15
30 115 1434
0 0 9
30 115 1432
0 0 8
27 99 1309
3 3 14
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
8
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Tabel 11. Hasil Pengujian Residu Antibiotika Kegiatan Pasif HASIL UJI RESIDU ANTIBIOTIKA PROPINSI / KABUPATEN
I 1 2 5 7 10
SUMATERA BARAT Agam Bukittinggi Padang Pariaman Sijunjung
11
Tanah Datar Jumlah II RIAU 1 Bengkalis 3 Riau 4 Rokan Hilir Jumlah III JAMBI 1 Jambi Jumlah IV KEPULAUAN RIAU 1 Batam Jumlah V 1
LAIN-LAIN Bvet Medan Jumlah TOTAL
PENICILLIN
TETRASIKLIN
AMINOGLIKOSIDA
SULFADIAZINE
TILOSIN
JUMLAH SAMPEL
2 2 5 25 41
2 2 1 25 41
0 0 4 0 0
2 2 1 25 41
0 0 4 0 0
2 2 1 25 41
0 0 4 0 0
2 2 0 25 41
0 0 0 0 0
2 2 0 25 41
0 0 0 0 0
20 95
20 91
0 4
20 91
0 4
20 91
0 4
19 89
1 1
0 70
0 0
15 164 11 190
15 162 11 188
0 2 0 2
15 164 11 190
0 0 0 0
15 162 11 188
0 2 0 2
15 164 11 190
0 0 0 0
15 94 11 120
0 0 0 0
69 69
69 69
0 0
69 69
0 0
69 69
0 0
69 69
0 0
56 56
0 0
47 47
47 47
0 0
47 47
0 0
47 47
0 0
47 47
0 0
47 47
0 0
7 7 408
4 4 399
0 6
2 2 399
2 2 6
1 1 396
3 3 9
4 4 399
0 1
1 1 294
3 3 3
Hasil Uji Residu Formalin dan Residu Borax, Uji Kesempurnaan Pengeluaran Darah (Melachite Green) dan Uji Awal Pembusukan (Eber) Tabel 12. Hasil Pengujian Formalin, Borax, Melachite Green dan Eber Kegiatan Aktif di Propinsi Sumatera Barat FORMALIN PROPINSI / KABUPATEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
SUMATERA BARAT Agam Bukittinggi Dharmasraya Dharmasraya Kab. Solok Kota Solok Lima Puluh Kota Padang Padang Padang Panjang Padang Pariaman Pariaman Pasaman Pasaman Barat Payakumbuh Pesisir Selatan Sawahlunto Tanah Datar Jumlah
JLH
15 20 13
BORAX
JLH
0 0 0
15 20 13
13 14 13
5 16 24 10
0 0 0 0
5 16 24 10
13 8 7 5 12 23 18 11 50 239
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 8 7 5 12 23 18 11 50 239
MALACHITE GREEN
JLH
0 0 0
13 14 13
12 10 5
5 16 20 5
0 0 4 0
5 16 16 5
13 6 7 0 11 13 17 9 45 202
0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
13 6 7 0 11 13 17 9 45 198
EBER
JLH
0 0 0
12 10 5
12 10 5
0 0 1
12 10 4
0 10 26 8
0 0 0 0
0 10 26 8
0 10 26 8
0 0 6 0
0 10 20 8
5 3 0 15 10 10 15 5 10 144
0 0 0 0 0 4 1 0 4 9
5 3 0 15 10 6 14 5 6 135
5 3 0 15 10 10 15 5 10 144
5 0 0 1 0 0 11 5 0 29
0 3 0 14 10 10 4 0 10 115
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
9
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Tabel 13. Hasil Pengujian Formalin, Borax, Melachite Green dan Eber Kegiatan Aktif di Propinsi Riau FORMALIN PROPINSI / KABUPATEN
RIAU 1. Bengkalis 2 Dumai 3 Indragiri Hilir 4 Indragiri Hulu 5 Kampar 6 Kuantan Singingi 7 Pekanbaru 8 Pelalawan 9 Rokan Hilir Rokan Hilir 10 Rokan Hulu 11 Siak Jumlah
BORAX
MALACHITE GREEN
EBER
JLH
JLH
JLH
JLH
20 6 8 10 10 8 5 10 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 6 8 10 10 8 5 10 0
20 9 8 10 10 8 3 10 3
2 1 0 0 0 0 0 0 0
18 8 8 10 10 8 3 10 3
20 3 15 10 10 5 5 10 5
0 2 0 0 1 0 0 0 3
20 1 15 10 9 5 5 10 2
15 3 15 10 10 5 5 10 5
3 0 0 1 0 0 0 0 0
17 3 15 9 10 5 5 10 5
9 24 110
0 0 0
9 24 110
9 19 109
1 3 7
8 16 102
5 9 97
0 0 6
5 9 91
5 9 92
1 1 6
4 8 91
Tabel 14. Hasil Pengujian Formalin, Borax, Melachite Green dan Eber Kegiatan Aktif di Propinsi Jambi FORMALIN
BORAX
MALACHITE GREEN
EBER
PROPINSI / KABUPATEN
JLH
JLH
JLH
JLH
JAMBI 1. Batanghari 2 Bungo 3 Muaro Bungo 4 Sarolangun 5 Jambi 6 Kerinci 7 Muaro Jambi 8 Sungai Penuh 9 Tebo 10 Tanjung Jabung Barat Jumlah
3 7 5 5 21 10 10 10 18 0 79
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 7 5 5 21 10 10 10 18 0 84
8 7 5 5 11 9 10 10 18 5 73
0 1 0 0 0 1 0 3 3 0 7
8 6 5 5 11 8 10 7 15 5 66
5 0 5 5 20 10 7 10 11 0 72
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 5 5 20 10 7 10 11 0 77
10 0 5 5 20 10 7 10 11 0 77
1 0 0 0 0 3 0 2 0 0 6
9 0 5 5 20 7 7 8 11 0 71
Tabel 15. Hasil Pengujian Formalin, Borax, Melachite Green dan Eber Kegiatan Aktif di Propinsi Kepulauan Riau FORMALIN PROPINSI / KABUPATEN
1 2 3 4
KEPULAUAN RIAU Batam Bintan Karimun Tanjung Pinang Jumlah TOTAL
BORAX
MALACHITE GREEN
EBER
JLH
JLH
JLH
JLH
19 12 11 13 55 483
0 0 0 0 0 0
19 12 11 13 55 488
14 12 7 9 42 426
0 6 0 1 7 25
14 6 7 8 35 401
5 12 6 9 32 345
0 0 0 0 0 15
5 12 6 9 32 335
5 12 6 0 23 336
0 0 0 0 0 41
5 12 6 0 23 300
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
10
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Hasil Pengujian Elisa Hormon Trenbolon Asetat dan PCR Identifikasi Spesies Tabel 16. Hasil Pengujian Identifikasi Spesies dan Hormon Trenbolon Asetat Sampel Aktif di Propinsi Sumatera Barat HASIL UJI PCR PROPINSI / KABUPATEN
JUMLAH SAMPEL AKTIF
HASIL UJI ELISA HORMON
IDENTIFIKASI SPESIES
TRENBOLON ASETAT
JUMLAH SAMPEL AKTIF
9
0
4
2
2
SUMATERA BARAT 1
Agam
9
2
Bukittinggi
1
1
0
-
-
-
3
Dharmasraya
7
7
0
3
0
3
5
Dalam proses uji
4
Kab. Solok
10
10
0
3
Dalam proses uji
5
Kota Solok
5
5
0
2
2
5
Dalam proses uji
0
6
Limapuluh Kota
7
7
0
-
-
-
7
Padang
5
5
0
5
3
2
7
Dalam proses uji 0
5
0
5
8 9
Padang Panjang
5
5
4
Dalam proses uji
Padang Pariaman
13
13
0
2
2
0
10
Pariaman
-
-
-
1
0
1
3
Dalam proses uji
11
Pasaman
3
3
0
4
2
2
12
Pasaman Barat
8
8
0
5
5
0
13
Payakumbuh
4
4
0
5
1
4
Payakumbuh
5
Dalam proses uji
14
Pesisir Selatan
7
6
1
3 5
1 Dalam proses uji
2
15 16
Sawahlunto Tanah datar
3 12
3 12
0 0
3 -
1 -
2 -
120
98
1
58
19
23
Jumlah
Tabel 17. Hasil Pengujian Identifikasi Spesies dan Hormon Trenbolon Asetat Sampel Aktif di Propinsi Riau HASIL UJI PCR PROPINSI / KABUPATEN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
RIAU Bengkalis Dumai Indragiri Hilir Indragiri Hulu Kampar Kuantan Singingi Palelawan Pekanbaru Rokan Hilir Rokan Hulu Siak Jumlah
JUMLAH SAMPEL AKTIF
20 7 1 5 8 5 2 5 8 15 76
HASIL UJI ELISA HORMON
IDENTIFIKASI SPESIES
TRENBOLON ASETAT
JUMLAH SAMPEL AKTIF
20 7 1 5 8 5 2 5 8 15 76
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 2 5 2 2 5 3 5 4 31
0 1 3 1 1 0 0 5 3 14
3 1 2 1 1 5 3 0 1 17
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
11
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Tabel 18. Hasil Pengujian Identifikasi Spesies dan Hormon Trenbolon Asetat Sampel Aktif di Propinsi Jambi HASIL UJI PCR PROPINSI / KABUPATEN
JUMLAH SAMPEL AKTIF
HASIL UJI ELISA HORMON
IDENTIFIKASI SPESIES
JUMLAH SAMPEL AKTIF
TRENBOLON ASETAT
-
JAMBI 1
Batanghari
5
5
0
-
-
2
Bungo
7
7
0
1
Dalam proses uji
3
Muaro Bungo
5
Dalam proses uji
4
Jambi
10
10
0
3
3
0
Jambi
5
Dalam proses uji
5
Kerinci
3
3
0
3
3
0
6
Muaro Jambi Muaro Jambi
11 5
11 Dalam proses uji
0
-
-
-
7
Sarolangun
5
5
0
-
-
-
8
Sungai Penuh
10
10
0
5 1
5 Dalam proses uji
0
9
Tebo
12
12
0
3
Jumlah
73
63
0
3
0
2
Dalam proses uji
17
11
3
Tabel 19. Hasil Pengujian Identifikasi Spesies dan Hormon Trenbolon Asetat Sampel Aktif di Propinsi Kepulauan Riau HASIL UJI PCR PROPINSI / KABUPATEN
JUMLAH SAMPEL AKTIF
HASIL UJI ELISA HORMON
IDENTIFIKASI SPESIES
TRENBOLON ASETAT
JUMLAH SAMPEL AKTIF
3
2
1
16
Dalam proses uji
KEPULAUAN RIAU 1
Batam
8
8
0
2
Bintan
12
12
0
3 4
1
0
3
Dalam proses uji
Karimun
12
12
0
2
Dalam proses uji
Karimun
4
4
0
-
-
Tanjung Pinang
1
-
4
4
0
3
2
1
Jumlah
40
40
0
28
4
3
TOTAL
309
277
1
134
48
46
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
12
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Tabel 20. Hasil Pengujian Identifikasi Spesies dan Hormon Trenbolon Asetat Sampel Pasif HASIL UJI PCR IDENTIFIKASI SPESIES
JUMLAH SAMPEL AKTIF
PROPINSI / KABUPATEN
HASIL UJI ELISA HORMON TRENBOLON ASETAT
JUMLAH SAMPEL AKTIF
4
0
4
SUMATERA BARAT 1
Pariaman
-
-
-
2
Payakumbuh
1
1
0
-
-
-
Jumlah
1
1
0
15
0
4
Kota Pekanbaru
2
2
0
-
-
-
Jumlah
2
2
0
0
0
0
1
1
0
-
-
-
11
Dalam proses pengujian
RIAU 1
KEPULAIAN RIAU 1
Batam
2
Kota Tanjung Pinang Jumlah
1
0
1
-
-
-
2
1
1
0
0
0
3
1
2
-
-
-
LAIN-LAIN 1
BVET Lampung Jumlah
5
2
3
0
0
0
TOTAL
10
6
4
15
0
4
Hasil Pengujian Fisik dan Kimia Susu Tabel 21. Hasil Pengujian Fisik Susu Kegiatan Pasif UJI FISIK SUSU ORGANOLEPTIS PROPINSI / KABUPATEN
KEBERSIHAN
JUMLAH SAMPEL
NORMAL
TIDAK
BERSIH
TIDAK
I
SUMATERA BARAT
1
Padang Panjang
0
9
0
9
0
2
Tanah Datar
0
10
0
10
0
0
19
0
19
0
Jumlah
Tabel 22. Hasil Pengujian Kimiawi Susu Kegiatan Pasif UJI KIMIAWI SUSU ALKOHOL
UJI DIDIH
0
0
0
0
0
2 Padang Panjang
8
1
9
0
3 Tanah Datar
0
0
0
8
1
9
PROPINSI / KABUPATEN
I
SUMATERA BARAT
1
Agam
Jumlah
REDUKTASE
KADAR LEMAK MIN
BKTL MIN
JLH
N
0
0
0
4
0
9
0
9
1
8
0
0
0
0
4
0
9
0
9
5
NORMAL TIDAK
PROTEIN MIN
N
JLH
N
0
0
0
0
4
0
0
0
9
3
6
6
0
2
8
0
1
9
18
0
2
8
9
4
19
JLH
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
13
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Pembahasan Hasil pengujian sampel terhadap cemaran mikroba yang melebihi batas maksimum cemaran mikroba masih terjadi pada semua lokasi pengambilan sampel. Cemaran yang tertinggi terdapat pada parameter uji TPC mencapai 95,28 % kemudian diikuti Coliform 11,69 %, Staphylococcus aureus menunjukkan bahwa hygiene sanitasi di pasar
6,67 %, Salmonella 1,94 % dan E.coli 0,07 %. Hal ini
tradisional/swalayan, RPH/RPU dan TPA/TPU serta tempat
peternak/pengumpul susu perlu ditingkatkan dan mendapat perhatian, sehingga tingkat cemaran mikroba dapat dikurangi. Produk pangan asal ternak berisiko tinggi terhadap cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh sebab itu, produk pangan asal hewan harus bebas mikroba patogen seperti Salmonella sp., Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. Setelah ternak dipotong, mikroba yang terdapat pada hewan mulai merusak jaringan sehingga bahan pangan hewani cepat mengalami kerusakan bila tidak mendapat penanganan yang baik. Mikroba pada produk ternak terutama berasal dari saluran pencernaan. Apabila produk ternak tercemar mikroba saluran pencernaan maka produk tersebut dapat membawa bakteri patogen tersebut. Bakteri patogen dari produk ternak yang tercemar dapat mencemari bahan pangan lain seperti sayuran, buah-buahan, dan makanan siap santap bila bahan pangan tersebut diletakkan berdekatan dengan produk ternak yang tercemar. Hasil uji sampel terhadap residu antibiotika yang melebihi batas maksimum pada umumnya berasal dari pasar tradisional, RPH dan peternakan, sedangkan hormon Trenbolone Acetat berasal dari sampel daging sapi bakalan yang didatangkan dari propinsi Lampung dan sapi lokal. Dari data hasil pengujian dapat dilihat bahwa produk peternakan di dalam negeri masih mengandung residu antibiotika yang bermacam-macam. Residu yang teridentifikasi Tetrasiklin 1,24%, Aminoglikosida 1,07 %, Tilosin 1,01%, Penisillin 0,65 % dan Sulfadiazine 0,53 %. Menurut Phillips et al., 2004, antibiotika yang paling sering dideteksi dalam daging yaitu penisilin (termasuk ampisilin), tetrasiklin (termasuk khlortetrasiklin dan oksitetrasiklin), sulfonamid (termasuk sulfadimethoksin, sulfamethazin dan sulfamethoksazol), neomisin, gentamisin, dan streptomisin. Pola peternakan masih tradisional belum dikelola secara intensif seperti pada industri peternakan sehingga akan berpengaruh terhadap mutu hasil ternak terutama terhadap residu dan cemaran mikroba. Dalam hal aturan dan tata cara penggunaan obat hewan belum dilaksanakan sepenuhnya meliputi jenis obat, dosis, cara pemberian, waktu henti obat (withdrawl time) dan recording mengenai hewan yang diobati. Penanganan pemerahan susu ditingkat peternak masih belum memenuhi standar hygiene dan sanitasi. Hasil uji sampel terhadap residu formalin dan boraks pada produk olahan daging (bakso) diperoleh hasil 4,90 % pangan diawetkan dengan formalin dan 5,47 % mengandung boraks. Akibat dari penggunaan formalin atau boraks pada produk pangan dapat menimbulkan berbagai gangguan pada saluran pencernaan, hati, saraf, otak serta pada organ-organ yang berselaput yang terkena secara langsung, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan kanker bahkan bisa berakibat kematian. Hasil uji sampel terhadap hormon Trenbolon Asetat juga didapatkan hasil yang melebihi batas maksimum residu hormon Trenbolon Asetat, dari 92 sampel yang dipemeriksa dengan metode Elisa di temukan 54,35 % sampel di atas 400 ppt.
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
14
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 806 tahun 1994; Surat edaran Direktur Kesehatan Hewan Nomor 329/X-C tanggal 4 Oktober 1983; Hasil rapat komisi obat hewan Indonesia tanggal 12 Agustus 1998: 1. Hormon pemacu pertumbuhan tidak dijinkan penggunaannya pada hewan produksi untuk konsumsi; 2. Trenbolon asetat diklasifikasikan sebagai obat keras yang tidak diijinkan untuk didaftar dan diedarkan; 3.Untuk itu di SNI: 01-6366-2000, BMR trenbolon acetate dalam makanan asal hewan tidak ditetapkan. Hasil uji 309 sampel terhadap Identisifikasi spesies juga diperoleh hasil 1,62 % positif daging sapi dipalsukan dengan daging babi. Hal ini menggambarkan bahwa pangan asal hewan yang beredar belum menjamin ketentraman bathin bagi masyarakat beragama Islam. Untuk pengujian Elisa Camphylobacter pada tahun ini tidak dapat terealisasi, hal ini dikarenakan alat elisa reader di laboratorium Kesmavet rusak sementara pengujian tersebut membutuhkan program khusus yang tidak tersedia pada alat elisa reader di laboratorium Bakteri maupun di laboratorium lainnya.
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
15
Bab IV
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Masih ditemukan hasil uji sampel yang positif dan atau diatas ambang yang mengandung cemaran mikroba, hal ini menunjukkan adanya kontaminasi yang terjadi selama proses budidaya, pemotongan sampai dengan pengumpulan hasil, transportasi dan penanganan hasil. 2. Masih ditemukan hasil uji sampel yang positif dan atau diatas ambang yang mengandung residu antibiotika, formalin, borak dan hormon trenbolon asetat. 3. Masih beredarnya produk pangan asal hewan yang tidak layak dikonsumsi apalagi bagi agama tertentu (Islam) dengan ditemukan hasil positif identifikasi spesies pada produk hewan. Saran Keberadaan cemaran mikroba dan residu yang melebihi batas ambang akan menimbulkan masalah pada kesehatan manusia dan perdagangan. Dari kajian hasil monitoring dan surveilans cemaran mikroba dan residu obat hewan pada produk pangan asal hewan selama ini dapat ditarik kesimpulan dan saran sebagai berikut : a. Perlu ditingkatkan pengawasan, pembinaan dan sosialisasi tentang Hygiene dan Sanitasi, baik ditingkat peternak, RPH/RPU, pengolahan dan distribusi. b. Perlu dilakukan pengawasan dan tindakan perbaikan dalam aturan dan tatacara penggunaan obat hewan terutama masalah WDT (withdrawl time). Efek dari residu obat hewan pada PPAH akan menyebabkan penyakit akut (hypersensitifity, tachicardia, tremor, teratogenic) dan chronic (carcinogenic & mutagenic). Berdasarkan hasil monitoring dan surveilans dengan beberapa kasus, cepat atau lambat akan menimbulkan problem serius terhadap kesehatan manusia, lingkungan dan perdagangan. Disarankan agar segera dilakukan usaha-usaha untuk penanganan, pencegahan dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi dan residu pada PPAH. c. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran konsumen akan mutu produk asal hewan khususnya mengenai bahaya residu dan cemaran mikroba. d. Kondisi fasilitas dan kinerja laboratorium dalam melaksanakan pengujian residu dan cemaran mikroba masih belum optimal sehingga hasil yang diperoleh dalam rangka pengawasan mutu PPAH belum maksimal, hal ini perlu ditingkatkan, baik SDM, sarana dan prasarananya. e. Titik kritis yang perlu mendapat pengawasan secara intensif yang menyebabkan terjadinya cemaran mikroba dan residu adalah sebagai berikut : 1. Peternak : pemberian obat hewan (withdrawl time), pakan, sanitasi lingkungan 2. Rumah Potong : disiplin pekerja, peralatan dan sanitasi lingkungan 3. Pasar Tradisional : los daging, tempat penjajaan daging 4. Tempat Pengumpulan Susu/Koperasi Susu 5. Transportasi Susu 6. Sanitasi pada waktu pemerahan. f. Perlunya tindak lanjut terhadap hasil pengujian laboratorium yang tidak memenuhi SNI secara bertahap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
16
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
Daftar Pustaka
AOAC International. 1998. Bacteriological Analytical Manual 8th Edition. Revisi 8. USFDA Bahri, S. 2008. Beberapa Aspek Keamanan Pangan Asal Ternak di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian 1 (3), 2008: 225-242. Jakarta: Balai Besar Penelitian Veteriner Gorris, L.G.M., 2005. Food Safety Objective: An Integral Part of Food Chain Management. Food Control 16: 801−809. Haagsma N. 1988. Control of Veterinary Drug Residues in Meat – a Contribution to the Development of Analytical Procedures. Tesis. The University of Utrecht, the Netherlands (OIE) Office International des Epuizooties.2004. Handbook on Import Risk Analysis for Animals and Animal Products. Vol. 1. Introduction and Qualitative Risk Analysis. Paris: OIE. Siagian, A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat. USU. http://www.library.usu.ac.id. Standar Nasional Indonesia. 2008. Metode Uji Tapis (Screening Test) Residu Antibiotika pada Daging, Telur, dan Susu secara Bioassay. Jakarta: BSN Standar Nasional Indonesia. 2001. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta. (WHO) World Health Organization. 1995. Application of Risk Analysis to food standards issues. Report of the joint FAO/WHO Expert Consultation. Geneva: WHO.
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
17
Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba Pada Produk Hewan di Wilayah Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2015
KEMENTERIAN PERTANIAN
BALAI VETERINER BUKITTINGGI SMS INFOVET 0812 2159 2225
SMS SPECIMENT 0812 2159 2226
@BVETBUKITTINGGI
BVET-BUKITTINGGI
H T T P : // B V E T B U K I T T I N G G I . D I TJ E N N A K . P E R TA N I A N . G O . I D
Kementerian Pertanian
Balai Veteriner Bukittinggi Jl. Raya Bukittinggi-Payakumbuh Km.14 Baso Kab. Agam Sumbar PO.Box 35 Bukittinggi 26101
0752 - 28300 0752 - 28290
[email protected]
[email protected]
Balai Veteriner Bukittinggi - Laporan Kegiatan 2015
18