LAPORAN MONITORING DAN DIAGNOSA PENYAKIT JEMBRANA DI WILAYAH KERJA BALAI VETERINER BUKITTINGGI TAHUN 2013
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang perlu ditingkatkan karena berkaitan dengan usaha pemerintah dalam meningkatan gizi masyarakat. Dengan ketersedian daging dan susu yang cukup dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat karena seperti diketahui daging dan susu mempunyai nilai gizi tinggi. Ketersedian daging dan susu dapat diperoleh salah satunya dari ternak sapi. Proses domestikasi sapi diawali dari upaya manusia untuk menjinakkan sapi-sapi liar zaman purbakala. Ternak sapi yang sekarang dipelihara berasal dari sapi-sapi liar yang telah dijinakkan. Adapun golongan sapi tersebut adalah : Bos sondaicus (banteng atau Bos banteng), golongan ini adalah sapi-sapi lokal Indonesia. Bos indicus (sapi Zebu) merupakan sapi yang berasal dan berkembang di India antara lain sapi Brahman dan sapi Ongole. Bos Taurus (sapi-sapi Eropa), yaitu golongan sapi perah dan sapi daging (Setiadi, 1992). Sapi Bali yang termasuk dalam golongan Bos sondaicus (banteng atau Bos banteng),
merupakan ternak asli Indonesia yang menjanjikan masa depan
ekonomis cerah dan telah tersebar di seluruh Indonesia. Sapi Bali umumnya mempunyai fungsi dwiguna, yaitu sebagai ternak potong dan ternak kerja. Sebagai ternak potong sapi Bali mampu menghasilkan daging yang berkualitas baik, dengan lemak daging rendah, bentuk tubuh sapi Bali kompak, halus dan harmonis sehingga mempunyai potensi genetik untuk dikembangkan ke arah pembentukan bangsa sapi baru tipe pedaging. Sebagai ternak kerja di bidang pertanian dapat dimanfaatkan untuk menggarap sawah ataupun tegalan. (Gunawan dkk., 1993) Dalam pengembangan sapi potong masih mendapat hambatan terutama untuk sapi Bali karena rentan terhadap penyakit Jembrana. Penyakit tersebut untuk pertama kali diketahui menyerang sapi Bali di Desa Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali, pada tahun 1964. Dalam waktu kurang dari 1 tahun,
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
1
penyakit ini telah mengakibatkan kematian lebih dari 60.000 ekor sapi di pulau Bali, sedangkan populasi sapi Bali pada waktu itu hanya berjumlah 300.000 ekor (Subronto, 1995). Sampai saat ini, hanya breed sapi Bali yang dinyatakan rentan terhadap penyakit Jembrana dan belum pernah dilaporkan breed sapi murni lainnya terserang, kecuali sapi Rambon hasil perkawinan silang yang memiliki katurunan sapi Bali. Penyakit ini tidak dijumpai pada sapi Ongole, sapi Madura, dan sapi Droug master. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soeharsono dkk., (1993) melaporkan bahwa sapi Frisien Holstein (FH) tahan terhadap penyakit Jembrana. Hewan lain seperti kambing, domba dan babi diketahui tahan terhadap penyakit Jembrana.
1.2. Tinjauan Pustaka 1.2.1. Penyakit Jembrana Penyakit Jembrana atau Jembrana Disesase (JD) adalah penyakit viral pada sapi, terutama pada sapi Bali. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Retrovirus, sub famili Lentivirinae dan bersifat fatal pada sapi Bali, ditandai demam tinggi yang berlangsung selama 5 – 12 hari (rata-rata 7 hari) dengan suhu badan berkisar antara 40ºC - 42ºC, pembesaran kelenjar limfe (Lim-node, limfoglandula) yang menonjol terlihat pada daerah bahu (lgl. Preskapularis), daerah perut lutut (lgl. Prefemoralis) dan daerah bawah telinga (lgl. Parotis) dan diare yang kadang-kadang bercampur darah dan menyebabkan kematian secara mendadak. Gejala lain yang terlihat pada sapi Bali
yang terserang penyakit
Jembrana ini berupa : adanya bercak-bercak darah pada kulit (keringat berdarah) dan adanya kepucatan selaput lendir mulut, mata dan alat kelamin, serta terjadi kepincangan pada satu atau kedua kakinya. Sapi Bali yang terserang penyakit Jembrana sering kali abortus (Dharma dan
Putra, 1997; Subronto, 1995, Wilcox
dkk., 1992). Sampai saat ini penyakit Jembrana sudah merupakan penyakit endemik pada sapi Bali, di Bali tahun 1964 (Pranoto dan Pujiastono, 1967), di Lampung tahun 1967 (Soeharsono dan Darmadi, 1967), di Banyuwangi tahun 1978 (Tranggono, 1988), di Sumatra Barat tahun 1992 (Tembok, 1992), di
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
2
Kalimantan Selatan tahun 1993 dan di Bengkulu Tahun 1995 (Soeharsono, S dan Temadja, 1995), sehingga didalam pengembangannya terdapat hambatan. Penyakit Jembrana sering dijumpai menyerang sapi Bali berumur lebih dari 1 tahun dan umur yang paling peka berkisar antara 3 – 4 tahun. Tingkat morbiditas dapat mencapai 60% dengan mortalitas sekitar 10%, tetapi tingkat kematian penderita (case fatality rate) cukup tinggi, dapat mencapai 30%. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian penyakit Jembrana dilaporkan oleh Putra (1999), menyatakan 31,8% sapi betina yang terserang JD dalam kelompok 1-6 tahun akan mati, dan 7,7% kematian sapi akan terjadi pada sapi jantan. Demikian juga tentang status fisiologi yang dinyatakan berpengaruh terhadap kejadian penyakit. Sapi bunting lebih peka dibandingkan dengan sapi tidak bunting. Enam puluh tiga ekor sapi bunting yang diamati, 51 ekor (81%) menderita JD, dibandingkan dengan 62% kasus JD pada sapi yang tidak bunting (umur > 3 tahun). Perbedaan kerentanan terhadap penyakit Jembrana pada kedua status hewan ini sangat signifikan. Cara penularan penyakit Jembrana dinyatakan sebagai penyakit yang bersifat non kontangius dalam arti tidak terjadi penularan secara kontak badan, tetapi terjadi secara mekanis melalui penggunaan jarum suntik yang tercemar atau melalui gigitan serangga penghisap darah (Dharma dan Putra, 1997). Dalam kaitan ini, arthropoda penghisap darah telah dideskriminasi sebagai penyebar JD di lapangan. Hal ini sangat beralasan sebab beberapa kasus di lapangan dapat terjadi pada hewan yang dikandangkan saja dan relatif terisolir dari ternak lainnya. Oleh karena itu salah satu pengendalian wabah dilakukan penyemprotan dengan insektisida, dan ditengarai pula Boophilus mikroplus dapat menularkan penyakit Jembrana secara transovarial. Sampai saat ini belum diketahui adanya kemoterapeutika yang dapat membunuh virus Jembrana. Karena biasanya infeksi ikutan oleh kuman selalu terjadi, pengobatan ditujukan terhadap infeksi sekunder tersebut, dengan antibiotika berspektrum luas. Selain itu pemberian roboransia dan cairan elektrolit perlu dipertimbangkan (Subronto, 1995). Usaha pencegahannya telah dilakukan dengan memberikan vaksin yang berasal dari plasma atau limpa hewan penderita penyakit Jembrana, dan telah diketahui memberikan proteksi kekebalan antara
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
3
60 - 70%. Usaha pengembangan pembuatan vaksin terus dikembangkan untuk memperoleh vaksin yang murni, ekonomis dan sekaligus mampu mengeliminasi virus dari penderita sehingga eradikasi JD dapat dilakukan. Setelah beberapa tahun, kejadian penyakit Jembrana dapat dilokalisasi di tiga Propinsi, yaitu Bali, Jawa Timur, dan Lampung. Namun tiba-tiba terjadi wabah yang cukup mengejutkan di daerah transmigrasi yang pengadaan sapinya disponsori oleh IFAD di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung Sumatera Barat pada bulan April 1992. Dalam waktu singkat 168 ekor sapi dari 398 sapi sakit telah mati (Hartaningsih, 1994).
1.2.2. Karakteristik Sapi Bali Jenis
sapi
Bali
ini
memiliki
keunggulan
dan
keunikan
yang
membedakannya dengan breed sapi lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri sapi Bali yaitu ; ukuran badan sedang dengan bentuk memanjang, badan padat, bertanduk, kepala agak pendek dengan dahi yang datar. Tanduk sapi Bali yang jantan berukuran besar, runcing dan tumbuh agak ke bagian luar kepala. Apabila dilihat dari depan berbentuk seperti huruf U yang melebar pada kedua ujungnya. Sapi betina juga memiliki tanduk, tetapi ukurannya lebih kecil dari yang jantan. Tanduk sapi betina tumbuh agak kebagian dalam kepala (agak mengarah ketengah kepala) dan dari kepala mengarah lateral dorsal-medial. Warna bulu merah bata pada betina, sedangkan pada yang jantan coklat kehitaman. Ciri khas yang membedakan sapi Bali dengan sapi lainnya adalah adanya bulu berwarna putih yang terdapat pada bagian tertentu, seperti pada bawah keempat kakinya dengan batas yang jelas. Bulu putih juga terlihat di bagian pantat di bawah ekor berbentuk oval atau lingkaran dan sering disebut mirror atau cermin. Selain itu, bibir atas dan bawah, ujung ekor, serta bagian tepi dan dalam daun telinga juga ditumbuhi bulu putih. Ciri khas lainnya adalah di punggung sapi Bali selalu terdapat suatu garis hitam yang jelas, dari bahu dan berakhir di atas ekor. Tanda ini sering disebut dengan “garis belut” (Bandini, 1997). Walaupun penampilannya kecil, namun mempunyai beberapa keunggulan dibanding dengan sapi potong lainnya. Keunggulan tersebut adalah tingkat
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
4
kesuburannya cukup tinggi mencapai 82% dan bahkan dapat mencapai 100%. Sebagai sapi pekerja yang baik dan efisien, mampu memanfaatkan hijauan yang kurang baik. Persentasi karkas yang cukup tinggi dengan daging yang berkualitas baik, sedikit berlemak, sapi Bali hidupnya sangat sederhana, mudah dikendalikan dan jinak (Darmadja,1990). Kemampuannya beradaptasi dengan baik
pada
kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, sehingga sering disebut sebagai sapi pionir atau sapi perintis, tidak dijumpai pada breed sapi manapun di dunia (Bandini, 1997). Disamping sifat-sifat baik tersebut, sapi Bali juga memiliki sifat-sifat yang jelek, seperti : pertumbuhan yang relatif lambat, kurang baik sebagai sapi angkutan, makin tua sapi jantan semakin bersifat lebih ganas.
1.2.3. Sejarah Kasus Jembrana di Regional II Sebelum tahun 1985 ras sapi yang ada di Sumatera Barat adalah Ongole, Fries Holland, Persilangan Simenthal, Persilangan Limousine dan sapi lokal. Pada bulan Desember tahun 1985, 500 ekor sapi Bali di datangkan ke Sumatera Barat dari Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Antara tahun 1987 dan tahun 1991 kurang lebih 7700 ekor sapi Bali didatangkan dari Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan atas bantuan Internasional Fund for Agricultural Development (IFAD), dan disebarkan ke Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Pesisir Selatan, Pasaman, Solok dan Kabupaten 50 Kota (Wilcox, G.E. dkk., 1996). Penyakit Jembrana pertama kali outbreak di Sumatera Barat pada bulan April 1992 di Desa Beringin Sakti (Timpeh II) di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung. Sebanyak 550 ekor sapi Bali telah disebarkan di lokasi ini pada bulan Maret 1990. Ketika terjadi outbreak pada tanggal 7 April 1992, di Desa Beringin Sakti terdapat 398 sapi Bali. Sampai tanggal 16 September 1992 penyakit Jembrana ini telah membunuh 105 sapi Bali (26,38%) dan menginfeksi 312 sapi lainnya (78,39%). Pada tanggal 27 September 1992, Jembrana muncul di Desa Muara Takung (kurang lebih 25 km dari Desa Beringin Sakti) dan telah membunuh 28 ekor dari 100 ekor sapi Bali yang ada (28%) dan 41 ekor (41%) menunjukkan gejala klinis. Kedua area tersebut terisolasi dan jauh dari aktivitas
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
5
maupun fasilitas publik, dan kurang lebih 200 km dari pusat Propinsi (5 jam ditempuh dengan kendaraan roda empat) atau 2 jam dari pusat Kabupaten (Wilcox,G.E.dkk., 1996). Wilcox,G.E. dkk. (1996) membagi area yang diduga sebagai daerah wabah, yaitu: Area I
: Timpeh I, Timpeh II, Timpeh Kampung dan Air Amo, dengan jumlah populasi sebanyak 576 ekor sapi;
Area II
: Seluruh Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, dengan populasi sebanyak 1658 ekor sapi.
Area III
: Propinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi, dengan populasi sebanyak 53.278 ekor sapi.
Meskipun penyakit Jembrana ini bisa ditanggulangi di Sumatera Barat, investigasi dan riset lebih jauh perlu terus direkomendasikan di seluruh wilayah Indonesia dimana sapi Bali tersebar (Wilcox, G.E., dkk.,1996). Penyakit Jembrana masih merupakan ancaman di bidang peternakan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kecepatan penyebaran (morbiditas) penyakit dan tingkat mortalitasnya yang tinggi memacu seluruh jajaran di bidang peternakan untuk terus mewaspadai terjadinya penyakit ini. Tidak terkecuali wilayah Regional II juga perlu terus mewaspadai dan memantau kemungkinan terjadinya penyakit ini, apalagi dalam sejarahnya penyakit ini pernah terjadi di beberapa daerah dalam wilayah Regional II. Dan pada tahun 1999 di Kabupaten Pesisir Selatan, tepatnya di Kecamatan Pancung Soal dilaporkan terjadi wabah Jembrana dan menelan korban 79 ekor sapi Bali mati (Anon, 1999). Pada tahun 2002 ditemukan sampel positif serologi dari beberapa tempat di Propinsi Sumatera Barat, Kabupaten Pesisir Selatan, meliputi Kecamatan Lunang Silaut sebanyak 84 sampel, Kecamatan Pancung Soal sebanyak 78 sampel dan Kecamatan IV Balai Tapan sebanyak 23 sampel (Anon, 2002). Pada tahun 2004 ditemukan juga sampel positif serologis yaitu sampel yang berasal dari Desa Ujung Labung, Kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Anon, 2004). Meskipun demikian minat peternak di Regional II untuk memelihara sapi Bali cukup besar. Masih terdapat cukup banyak tempat yang merupakan kantong pemeliharaan sapi Bali terutama di daerah-daerah transmigrasi.
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
6
1.3. Maksud dan Tujuan Sebagai kelanjutan kegiatan monitoring dan diagnosa penyakit Jembrana tahun sebelumnya, pada tahun 2013 kegiatan ini dilakukan di daerah-daerah yang sebelumnya pernah terjadi kasus penyakit Jembrana, daerah yang sedang berjangkit dan daerah belum pernah ada kasus penyakit Jembrana, berdasarkan informasi Dinas Peternakan setempat di lokasi yang pernah ada kasus penyakit Jembrana masih dilakukan vaksinasi Jembrana. Protektifitas post vaksinasi dengan titer antibodi diatas 70% dinilai masih protektife terhadap penyakit Jembrana. Untuk daerah post vaksinasi dibawah 70% dalam mempertahankan protektivitas terhadap penyakit Jembarana harus segera melakukan vaksinasi kembali. Sedangkan pada daerah yang tidak jelas status vaksinasinya dengan hasil titer antibodi positif terhadap Jembrana perlu dilakukan pencarian informasi lebih lanjut, untuk menentukan status daerah tersebut terhadap penyakit Jembrana. Pada kegiatan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana tahun 2013 ini bertujuan untuk : 1. Melakukan investigasi di daerah yang dicurigai sedang terjadi outbreak 2. Melakukan pengamatan di lokasi kemungkinan penyakit ini akan berjangkit (Early warning system), mengingat banyak daerah yang mendatangkan sapi Bali dari daerah tertular penyakit Jembrana (Lampung, Banyuwangi) 3. Melakukan monitoring post vaksinasi untuk mengetahui keberhasilan vaksinasi yang telah dilakukan.
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
7
II.
MATERI DAN METODE
2.1. Materi Materi yang digunakan dalam kegiatan ini adalah spesimen darah dalam EDTA (buffycoat), serum darah, dan organ sapi Bali yang diambil di lokasi yang telah ditentukan.
2.1.1. Bahan dan Alat Pengambilan Spesimen Bahan dan alat yang digunakan untuk pengambilan spesimen di lokasi adalah sebagai berikut : 1. Supite 10 cc 2. Tabung serum 3. Test tube + EDTA 4. Kapas 5. Alkohol 96%
2.1.2. Bahan dan Alat Pengujian Laboratorium Bahan dan alat yang digunakan untuk pengujian di laboratorium adalah sebagai berikut : 1. JDV ELISA KIT 2. ELISA Reader 3. Mikroplate 4. Mikropipet, tips 5. PBS Steril pH 7,4 6. RBC LS Ph 7,4 : 155mM NH4Cl; 10mM NaHCO3, 0,1Mm EDTA disimpan 2-8oC maksimal 6 bulan 7. Primer JDV1 dan JDV3 8. 2x Reaction Mix 9. SS III Platinum Taq mix 10. Agarose 11. TBE
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
8
12. Viral lysis buffer 13. Wash buffer 14. Proteinase K 15. RNAse free water 16. Carrier RNA 17. Alkohol 18. Ethidium bromide 19. Marker 20. BSC Class II 21. Vortex 22. Spin 23. Sentrifus 24. Spin Collumn 25. Collection tube 26. 1,5 ml eppendorf tube 27. Mikropipet 28. Aerosol barier tips 29. Thermal cycler 30. Microwave 31. Elektroforesis + power suply 32. Gel documentation
2.2. Metode Pengambilan sampel diutamakan pada serum darah dan darah (buffycoat) sapi Bali di daerah-daerah yang sedang terjadi wabah dicurigai karena Penyakit Jembrana, daerah yang punya riwayat pernah terjadi wabah Penyakit Jembrana, daerah yang melakukan vaksinasi Jembrana, daerah yang pernah dilaporkan positif serologis, dan daerah yang potensial terjadi wabah Jembrana baik dengan pertimbangan populasi sapi Bali yang ada banyak maupun dengan pertimbangan tingginya alur lalu-lintas ternak dari dan ke daerah yang pernah terjadi wabah. Sampel yang diperoleh diperiksa dengan menggunakan metode :
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
9
1. Serum darah dengan metode Enzim-linked Immunosorbant Assay (ELISA), untuk mendeteksi adanya antibodi Jembrana 2. Darah antikoagulan (buffycoat) dan organ terutama limpa dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR), dilakukan khusus untuk sapi Bali yang dicurigai terserang penyakit Jembrana, untuk mendeteksi keberadaan materi genetik virus Jembrana. 2.2.1. Uji Elisa Uji Elisa rencana akan dilakukan di laboratorium Virologi Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional II Bukittinggi, namun karena detersediaan KIT Elisa Jembrana yang digunakan dalam uji tersebut masih terbatas dan belum diproduksi oleh Pusvetma Surabaya, maka sampel serum untuk uji Elisa Jembrana sebagian dikirim dan dilakukan pengujian di Balai Besar Veteriner Denpasar.
2.2.2. Uji PCR Pengujian PCR dilakukan di laboratorium Biotek Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional II Bukittinggi. 2.2.2.1. Preparasi Buffycoat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Masukkan 3 ml Ficoll ke dalam tabung 10 ml Tambahkan perlahan-lahan 5 ml Whole Blood dengan pipet ukur Sentrifus 2000 rpm selama 30 menit 4oC Buang plasma, ambil interface (buffycoat) dengan hati-hati Tambahkan PBS 9 ml, tutup tabung dan bolak-balik (mix) Sentrifus 2000 rpm selama 5 menit 20-25oC Buang supernatan dengan hati-hati Tambahkan RBC LS (2-8oC) 1,5 ml, inkubasi 2-8oC selama 5 menit Sentrifus 2000 rpm selama 5 menit 20-25oC Buang supernatan dengan hati-hati Tambahkan PBS 3 ml, Sentrifus 2000 rpm selama 5 menit 20-25oC Buang supernatan dengan hati-hati Ulangi prosedur no. 11-12 Resuspensi dengan 500 ul PBS, pindahkan ke dalam microtube, simpan -20oC
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
10
1.
Ekstraksi DNA/ RNA 1. Mix: 200 ul lysis buffer + 200 ul buffycoat + 25 ul Proteinase K 2. Vortex dan inkubasi 560C selama 15 menit 3. Spin beberapa detik 4. Tambahkan 250 ul alcohol absolute (ethanol absolute) 5. Vortex dan spin 6. Inkubasi suhu ruang (RT) selama 5 menit 7. Transfer ke dalam spin colomn 8. Sentrifus 8000 rpm selama 1 menit, buang filtrat 9. Tambahkan 500 ul wash buffer (AW1) 10. Sentrifus 8000 rpm selama 1 menit 11. Buang filtrat, tambahkan lagi 500 ul wash buffer(AW2) 12. Sentrifus 8000 rpm selama 1 menit 13. Ganti collection tube 14. Sentrifus 8000 rpm selama 1 menit 15. Ganti collection tube dengan 1,5 ml recovery tube + 50 ul RNAse free water 16. Sentrifus 14000 rpm selama 1 menit 17. Buang spin column dan beri label pada tuve, disimpan dalam temperatur -20oC.
2.
One Step PCR 1. Dalam tube steril 1,5 ml, disiapkan reagen PCR mix dengan menambahkan komponen-komponen dibawah ini : KOMPONEN RNAse Free Water Primer F (20 uM) Primer R (20 uM) 2x Reaction Mix SuperScript III RT/Platinum Taq Mix Total
VOLUME (ul) 1 Reaksi 4,5 1 1 12,5 1 20
2. Vortex dan spin beberapa detik 3. Aliquot ke dalam tabung 200 ul masing-masing 20 ul 4. Tambahkan template DNA/RNA, kontrol negatif, kontrol positif sebanyak 5 ul ke dalam masing-masing tabung.
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
11
5. Masukkan ke dalam mesin thermal cycler dengan program sbb: 1. 2. 3
1.
cDNA sintesis: (template RNA) 50 0C selama 30 menit Aktivasi DNA Polymerase (template DNA) 940C selama 2 menit Cycling, 35 siklus 940C selama 30 detik 660C selama 30 detik 720C selama 1 menit Final extention reaction 720C selama 10 menit
2.2.2.3. Elektroforesis 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7.
8. 9.
10. 11. 12. 13.
Timbang 1-2 gram agarose dalam 100 ml bufer TBE 1X (TrisBorat-EDTA). Panaskan agarose dalam microwave sampai melebur dan menjadi cair. Dinginkan agarose cair dalam suhu kamar sampai suhu agarose menjadi sekitar 50oC Tambahkan syber save ke dalam agarose cair dengan konsetrasi akhir 0,01-0,03 %. Misal untuk 100 ml agarose ditambahkan kirakira 1-3 ul syber save dan dicampur sampai rata Tuangkan agarose ke dalam cetakan gel agarose (terlebih dahulu dipasang sisir) dan biarkan sampai membentuk gel. Masukkan gel ke dalam bejana elektroforesis dan tambahkan bufer TBE 1X sampai mencapai batas garis elektroforesis. Di dalam tabung PCR 0,2 atau 0,5 ml buat campuran terdiri 1 bagian loading buffer DNA ditambah 4 bagian hasil PCR (misal 3 ml loading buffer + 12 ml hasil PCR). Masukkan campuran ke dalam sumuran gel agarose dengan hati-hati. Untuk menghitung panjang molekul DNA dimasukkan marker DNA. Untuk validasi hasil PCR ,kontrol negatif, kontrol positif, dan kontrol reaksi PCR (kontrol internal) dimasukkan ke dalam sumuran gel Elektroforesis hasil PCR (DNA) selama 40-60 menit, dengan tegangan konstan (50-125 volt) Setelah proses elektroforesis, gel diambil dan diletakkan di atas permukaan UV- transilluminator (Gel documentation) Gel difoto dengan kamera digital Identifikasi panjang molekul (dalam base pairs, disingkat bp) DNA sampel dan DNA kontrol dengan acuan marker DNA yang digunakan.
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
12
Interpretasi hasil 1.
Hasil dianggap valid jika pada kontrol positif muncul pita-pita DNA dengan panjang molekul DNA yang sekitar 365 bp dan sebaliknya kontrol negatif tidak muncul pita-pita DNA (artinya tidak ada kontaminasi). Berikut panjang molekul (dalam base pairs atau bp) masing-masing amplikon :
2.
Hasil positip jika pada lajur dari sumuran sampel menunjukkan adanya pita-pita DNA yang sesuai (sejajar panjang molekulnya) dengan panjang molekul kontrol positif.
3.
Hasil negatif, jika tidak muncul pita DNA pada lajur dari sumuran sampel/ spesimen seperti pada kontrol negatif.
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
13
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3. 1. Hasil Lokasi pengambilan sampel pada tahun 2013 pada umumnya adalah daerah yang pernah dilakukan pengambilan sampel di tahun 2012 ditambah dengan daerah yang banyak terdapat populasi ternak sapi Bali, yang ada di Propinsi Sumbar, Jambi dan Riau dan Kepulauan Riau. Adapun pengambilan sampel dan hasil pengujian laboratorium terhadap penyakit Jembrana (Elisa dan PCR seperti terlihat pada Tabel 1 - Tabel 5. Pengambilan sampel darah dengan antikoagulan dan serum darah untuk dilakukan uji PCR dan uji serologis dilakukan di lokasi kegiatan investigasi dan monitoring.
Selain melakukan monitoring secara aktif juga dilakukan secara
pasif, yakni melakukan diagnosa terhadap sampel yang dikirim oleh Dinas Peternakan sehubungan adanya kasus kematian sapi Bali yang dicurigai kemungkinan terinfeksi penyakit Jembrana. 3. 2. Pembahasan Beberapa teknik laboratorium telah dilakukan dalam pemeriksaan Penyakit Jembrana seperti Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk deteksi antibodi virus Jembrana, Western Immunobloting (WB), Imunohistikimia (IHK), dan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi material genetik virus Jembrana. Dalam Surveillans penyakit Jembrana di Regional II Bukittinggi mengunakan ELISA dengan tujuan dapat mengetahui gambaran secara umum ada tidaknya antibodi terhadap virus Jembrana pada ternak sapi Bali. Mekanisme dasar dari ELISA adalah meletakkan antigen pada dasar microplate untuk diserap sehingga dapat mengikat antibodi yang sudah di label dengan enzim yang akan memberikan reaksi warna yang sesuai dengan subrat yang ditambahkan dan dilanjutkan dengan pembacaan pada mesin ELISA reader.
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
14
Tabel 1. Pengambilan sampel dari di Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau dan hasil pengujian serologis Elisa dan PCR Penyakit Jembrana NO. 1 2 3 4
PROPINSI SUMATERA BARAT RIAU JAMBI KEPULAUAN RIAU JUMLAH
SAMPEL SERUM 186 210 24 15 435
SERO SERO SAMPEL POSITIF JD NEGATIF JD DARAH 49 137 102 81 129 174 1 23 81 3 12 67 134 301 424
POSITIF NEGATIF VIRUS JD VIRUS JD 54 48 59 115 56 25 24 43 193 231
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa berdasarkan pengujian PCR dan Elisa, virus Penyakit Jembrana sudah ada di Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau. Sampai saat ini pada beberapa Kabupaten sudah menunjukkan adanya penyakit ini secara klinis bahkan terjadi wabah yang mengakibatkan kematian ternak sapi Bali yang tidak sedikit. Pada tahun 2013 di Propinsi Riau untuk pertama kalinya terjadi wabah Penyakit Jembarana terjadi di Kabupaten Rokan Hilir, Siak dan Kampar. Pengambilan sampel dan pengujian serologis dengan uji ELISA dan uji PCR dari Propinsi Sumatera Barat dilakukan pada daerah di Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Solok Selatan. Sampel serum darah yang berasal dari Kota Payakumbuh merupakan sampel kiriman Dinas Peternakan Kota Payakumbuh. Sampel yang berasal dari daerah vaksinasi adalah Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Dharmasraya. Hasil serologis positif di daerah ini menunjukkan adanya reaksi imunitas post vaksinasi.
Di Kabupaten Dharmasraya dari 120
sampel yang dilakukan pengujian serologis terdapat 37 sampel (30,83%) menunjukkan reaksi serologis positif dan 83 sampel (69,17%)
menunjukkan
reaksi serologis negatif. Hal ini menunjukkan bahwa program vaksinasi di daerah ini belum berjalan dengan baik, karena reaksi imunitas yang didapat kurang dari 70%, dimana angka ini merupakan batas minimal yang dapat melindungi populasi dari wabah yang disebabkan oleh virus Penyakit Jembrana. Pengujian PCR untuk mendiagnosa adanya agen virus Penyakit Jembrana menunjukkan 20 dari 23 sampel (86,96%) positif virus Penyakit Jembrnana. Hasil ini menjelaskan bahwa
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
15
Tabel 2. Pengambilan sampel dari Sumatera Barat dan hasil pengujian serologis Elisa dan PCR Penyakit Jembrana NO.
KABUPATEN
1
AGAM
2
DHARMASRAYA
KECAMATAN IV Nagari Palembayam JUMLAH Timpeh
Sitiung
Koto Besar
3
4
5 6 7
8
DESA Bawan Sareh Ala Baringin Sakti Pinang Makmur Taratak Tinggi Timpeh Gunung Medan Lawai Sitiung Koto Gadang Koto Laweh Koto Tinggi Padang Tarok Sikabau
Koto Baru Koto Salak Pulau Punjung JUMLAH PADANG PARIAMAN Lubuk Alung Aie Tajun Batang Anai Tanjung Basung JUMLAH PASAMAN BARAT Sei Beremas Air Bangis Kinali Anam Koto Selatan Pasaman Aur Kuning Ranah Batahan Desa Baru Luhak Nan Duo Koto Baru Koto Balingka Parik JUMLAH PAYAKUMBUH Payakumbuh Utara Cubadak Aia JUMLAH PESISIR SELATAN Lengayang Tarok JUMLAH SIJUNJUNG Koto Tujuh Padang Laweh Palaluar Kupitan Kampung Baru Sijunjung Limau Sundai Pale JUMLAH SOLOK SELATAN Sangir Lubukl Gadang Sangir Balai Janggo Sungai Kunyik JUMLAH
JUMLAH SAMPEL 0 0 0 4 25 18 3 21 5 4 6 19 0 5 10 120 0 0 0 2 0 6 1 4 1 14 23 23 0 0 0 0 0 0 0 0 11 18 29
ELISA JD PCR JD JUMLAH POSITIF NEGATIF SAMPEL POSITIF NEGATIF 0 0 14 11 3 0 0 10 8 2 0 0 24 19 5 1 3 0 0 0 4 21 0 0 0 3 15 10 9 1 0 3 0 0 0 1 20 0 0 0 5 0 0 0 0 0 4 4 3 1 6 0 0 0 0 15 4 0 0 0 0 0 6 5 1 0 5 0 0 0 2 8 3 3 0 37 83 23 20 3 0 0 10 5 5 0 0 2 1 1 0 0 12 6 6 2 0 1 0 1 0 0 1 0 1 6 0 3 0 3 1 0 1 0 1 0 4 5 0 5 1 0 1 0 1 10 4 12 0 12 2 21 0 0 0 2 21 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 2 2 0 0 0 8 0 8 0 0 1 0 1 0 0 5 0 5 0 0 4 0 4 0 0 4 0 4 0 0 22 0 22 0 11 0 0 0 0 18 7 7 0 0 29 7 7 0
agen Penyakit Jembrana yang bersifat carier masih terdapat di lokasi peternakan. Hal ini dapat dikorelasikan dengan sejarah Penyakit Jembrana yang pernah terjadi di kabupaten ini pada tahun 1993. Sampel yang berasal dari Kabupaten Pasaman Barat secara serologis menunjukkan hasil 10 dari 14 sampel (71,43%) positif serologis dan hasil uji PCR dari 12 sampel semuanya negatif virus Penyakit Jembrana. Hal ini menunjukkan bahwa hasil vaksinasi di Kabupaten ini secara populasi terlindungi dari serangan virs ini, terlihat dengan hasil uji PCR semuanya negatif.
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
16
Sampel serum darah yang berasal dari Kota Payakumbuh merupakan sampel kiriman Dinas Peternakan Kota Payakumbuh pada saat akan memasukkan sapi Bali dari Kabupaten Pesisir Selatan. Dari hasil pengujian Elisa terdapat 2 sampel positif antibodi terhadap virus Penyakit Jembrana. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari petugas Dinas Peternakan Kota Payakumbuh status vaksinasi ternak tersebut di daerah asalnya (Kabupaten Pesisir Selatan) tidak diketahui, maka oleh Dinas Peternakan sapi tersebut ditolak untuk masuk ke Kota Payakumbuh. Saat ini pemerintah sedang menggalakkan program peternakan sapi Bali terpadu dengan perkebunan kelapa sawit. Banyak
sapi Bali yang baru
didatangkan dari luar propinsi. Sangat disayangkan asal sapi Bali ini dari daerah tertular Virus Penyakit Jembrana seperti dari Lampung dan Banyuwangi. Hasil monitoring di Kabupaten Agam menunjukkan bahwa sapi Bali baru didatangkan dari Kabupaten Banyuwangi sekitar 4 bulan sebelum kegiatan monitoring dilakukan. Kondisi sapi sedang masa adaptasi, masih banyak yang kurus dan secara klinis ada yang menunjukkan pembengkakan pada kelenjar getah bening prefemoralis. Uji PCR menunjukkan hasil 19 dari 24 sampel (79,17%) positif virus Penyakit Jembrana. Hal ini tidak mengherankan, karena dengan didatangkannya ternak sapi Bali dari daerah tertular, maka besar kemungkinan di dalam sapi tersebut sudah terdapat virus tersebut sebagai hewan carrier. Hal serupa terjadi di Kabupaten Padang Pariaman dan Solok Selatan. Bahkan di kabupaten Solok Selatan pernah terjadi wabah pada tahun lalu.
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
17
Tabel 3. Pengambilan sampel dari Propinsi Riau dan hasil pengujian serologis Elisa dan PCR Penyakit Jembrana NO. 1
2
3
KABUPATEN
KECAMATAN
INDRAGIRI HILIR Tembilahan Gaung Anak Serka Tempuling Keritang JUMLAH BENGKALIS Mandau Rupat Pinggir
DUMAI
JUMLAH BUKIT KAPUR
Sungai Sembilan
4
PELALAWAN
Dumai Timur JUMLAH Bandar Sei Kijang Pangkalan Kerinci Pangkalan Kuras
5 6
7
8
DESA Pekan Arba Sungai Kiliran
Tempuling Lintas Utara Kasumbo Ampai Tanjung Kapal Semunai Pinggir KAMPUNG BARU Bukit Nanas SUKASARI Lubuk Gaung Tjg Penyebal Tanjung Palas Muda Setia Mekar Jaya Makmur Engkolan Talau
JUMLAH INDRAGIRI HULU Lubuk Batu Jaya Air Putih (SP 6) JUMLAH KAMPAR Kampar Kiri Tengah Bina Baru Perhentian Raja Sei Pagar Sialang Kubang Salo Sipungguk Tapung Sungai Putih JUMLAH ROKAN HILIR Bagan Sinembah Harapan Makmur Lbk. Jawi Pujud Tangga Batu JUMLAH SIAK Dayun Buana Makmur Lubuk Kinan Suka Mulya Kerinci Kanan Jati Mulia Seminai Sabauk Auh Selat Guntung Lubuk Dalam Sialang Palas JUMLAH TOTAL
JUMLAH SAMPEL 5 3 1 6 15 28 8 0 0 36 29 3 19 4 4 0 59 10 10 4 6 17 47 11 11 3 1 3 0 8 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 27 0 27 210
ELISA JD POSITIF NEGATIF 1 4 1 2 1 0 2 4 5 10 3 25 3 5 0 0 0 0 6 30 21 8 3 0 14 5 4 0 4 0 0 0 46 13 1 9 1 9 3 1 1 5 4 13 10 37 9 2 9 2 0 3 0 1 1 2 0 0 3 5 4 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 26 0 0 1 26 81 129
JUMLAH SAMPEL 1 0 3 0 4 0 0 10 5 15 20 0 0 8 2 2 32 2 4 4 2 8 20 13 13 4 4 3 3 7 21 7 18 9 34 6 4 5 5 5 0 10 35 174
PCR JD POSITIF NEGATIF 1 0 0 0 2 1 0 0 3 1 0 0 0 0 8 2 1 4 9 6 4 16 0 0 0 0 0 8 0 2 0 2 4 28 2 0 1 3 1 3 1 1 1 7 6 14 13 0 13 0 4 0 4 0 3 0 3 0 7 0 21 0 0 7 0 18 1 8 1 33 2 4 2 2 3 2 2 3 1 4 0 0 5 5 15 20 72 102
Pengambilan sampel dan pengujian serologis dengan ELISA Jembrana dari Propinsi Riau dilakukan di Kabupaten Kampar, Kabupaten Siak, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Dumai. Pemasukan sapi Bali di Propinsi Riau terjadi dengan adanya proyek terpadu pengembangan sapi Bali dan perluasan perkebuanan kelapa sawit. Sayangnya pengadaan sapi Bali ini tidak mengikuti prosedur yang semestinya dalam hal persyaratan kesehatan hewan. Akibatnya dari
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
18
hasil monitoring dan diagnosa Penyakit Jembrana dapat dilihat bahwa dari 8 Kabupaten/Kota dengan jumlah sampel untuk pengujian serologis 210 sampel sebanyak 81 sampel (38,57%) positif antiobodi terhadap virus Penyakit Jembrana (Tabel 3). Sampai saat ini sapi Bali di Propinsi Riau belum pernah dilakukan vaksinasi. Berdasarkan pengujian PCR diperoleh hasil sebanyak 72 dari 174 sampel (41,38%) positif virus Penyakit Jembrana (Tabel 3). Wabah penyakit Jembrana di Propinsi Riau akhirnya terjadi di Kabupaten Rokan Hilir
pada bulan Februari 2013. Investigasi dilakukan pada bulan Maret
dan kematian ternak sapi Bali yang terdata sampai pada bulan Maret sebanyak 39 ekor. Setelah itu wabah penyakit Jembrana terjadi di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Siak. Sampai saat ini status Propinsi Riau secara yuridis formal belum bisa dikatakan sebagai daerah tertular Penyakit Jembrana, karena sedang dalam proses untuk mendapatkan Surat Keputusan Menteri Pertanian. Diharapkan tindak lanjut dari kondisi yang ada dapat segera dilakukan setelah SK Menteri Pertanian tentang status Propinsi Riau sebagai daerah tertular Penyakit Jembrana keluar. Vaksinasi Penyakit Jembrana perlu dikaji lebih dalam lagi termasuk dalam hal ketersediaan vaksinnya. Tabel 4. Pengambilan sampel dari Jambi dan hasil pengujian serologis Elisa dan PCR Penyakit Jembrana NO.
KABUPATEN
1
BATANGHARI
2
KERINCI
3
4
5
KECAMATAN Pemayung
DESA Selat Teluk
JUMLAH Air Hangat TimurSuangai Abu Danau Kerinci Sanggaran Agung Sulak Mukai Mukai Tlg Tinggi JUMLAH MERANGIN Pamenang Pauh Menang Tabir Selatan Bungo Antoi JUMLAH MUARO JAMBI Sekernan Rantau Majo Sungai Gelam Kebon IX JUMLAH TANJAB TIMUR Nipah Panjang Sungai Tering Rantau Rasau Rantau Rasau II Pematang Mayan JUMLAH TOTAL
ELISA JD JUMLAH JUMLAH SAMPEL POSITIF NEGATIF SAMPEL 0 0 0 10 0 0 0 11 0 0 0 21 11 1 10 0 7 0 7 5 6 0 6 1 24 1 23 6 0 0 0 10 0 0 0 6 0 0 0 16 0 0 0 1 0 0 0 14 0 0 0 15 0 0 0 12 0 0 0 10 0 0 0 1 0 0 0 23 24 1 23 81
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
PCR JD POSITIF NEGATIF 0 10 6 5 6 15 0 0 5 0 1 0 6 0 10 0 6 0 16 0 0 1 8 6 8 7 10 2 9 1 1 0 20 3 56 25
19
Pengambilan sampel dan pengujian serologis ELISA Jembrana dari Propinsi Jambi difokuskan pada Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Tanjab Timur, Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin. Sampel yang berasal dari Kabupaten Kerinci terdapat 1 sampel (4,17%) positif antibodi terhadap virus Penyakit Jembrana. Hasil pengujian PCR menunjukkan bahwa di Kabupaten Batanghari
terdapat 6 dari 21 sampel (28,57%) positif virus JD,
Kabupaten Kerinci 6 dari 6 sampel (100%) positif virus JD, Kabupaten Merangai 16 dari 16 sampel (100%) positif virus JD, Kabupaten Muaro Jambi 8 dari 15 sampel (53,33%) positif virus JD dan Kabupaten Tanjab Timur 20 dari 23 sampel (86,96%) positif virus JD. Secara keseluruhan dari 81 sampel di propinsi Jambi yang dilakukan pengujian PCR virus JD terdapat 56 sampel (69,14%) positif virus JD (Tabel 4). Seperti halnya di Propinsi Riau, pemasukan sapi Bali di Propinsi Jambi juga cukup banyak tanpa mengikuti prosedur teknis kesehatan hewan yang sebenarnya. Sampai saat ini memang secara klinis belum terlihat adanya penyakit Jembrana di lokasi, namun melihat hasil pengujian PCR berarti virus JD ini sudah ada dan sangat dikhawatirkan kemungkinan akan terjadi wabah penyakit Jembrana seperti di Propinsi Riau. Tabel 5. Pengambilan sampel dari Kepulauan Riau dan hasil pengujian serologis Elisa dan PCR Penyakit Jembrana NO.
KABUPATEN
1
BATAM
2
BINTAN
3
KARIMUN
4
NATUNA
5
KECAMATAN Galang Sekupang Bulang JUMLAH Teluk Sebung Teluk Bintan JUMLAH Meral JUMLAH Bunguran Timur Laut
DESA Rempang Cate Tanjung Riau Bulang Lintang Rempang Cate Ekang Anculai Bintan Buyu Sungai Raya Sebadai Hulu Kelangau Air Langit
Bunguran Tengah JUMLAH TANJUNG PINANG Tanjung Pinang Timur Lembah Asri Pinang Kencana JUMLAH TOTAL
ELISA JD PCR JD JUMLAH JUMLAH SAMPEL POSITIF NEGATIF SAMPEL POSITIF NEGATIF 0 0 0 2 2 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 10 0 10 0 0 0 5 0 5 0 0 0 18 3 15 7 2 5 8 7 1 8 1 7 9 9 0 15 3 12 17 16 1 0 0 0 10 5 5 0 0 0 10 5 5 0 0 0 3 0 3 0 0 0 2 0 2 0 0 0 3 0 3 0 0 0 8 0 8 0 0 0 11 0 11 0 0 0 3 0 3 0 0 0 14 0 14 15 3 12 67 24 43
Pengambilan sampel dan pengujian serologis ELISA Jembrana dari Propinsi Kepulauan Riau dilakukan di Kota Tanjung Pinang, Kota Batam, Kabupaten
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
20
Natuna, Kabupaten Bintan dan Kabupaten Karimun. Sampel yang berasal dari Kota Batam menunjukkan 3 dari 18 sampel (16,67%) positif virus JD. Sampel yang berasal dari kabupaten Bintan terdapat 16 dari 17 sampel (94,12%) positif virus JD dan 3 dari 15 sampel (20%) positif antibodi terhadap virus JD. Namun sampel yang berasal dari Kabupaten Natuna dan Kota Tanjung Pinang semuanya negatif virus JD. Secara keseluruha dari 67 sampel di propinsi Kepulauan Riau yang dilakukan pengujian PCR terdapat 24 sampel (35,82%) positif virus JD dan serologis Elisa Jembrana terdapat 3 sampel (20%) positif antibodi terhadap virus JD. (Tabel 5). Propinsi Kepulauan Riau pun membuat program untuk pengembangan sapi Bali dengan pertimbangan daya adaptasi yang cukup tinggi, produktivitas dan reproduktivitasnya juga cukup tinggi. Sangat disayangkan walaupun terdapat barier alami di propinsi Kepulauan Riau ini, bila tidak diikuti dengan peraturan yang ketat maka
kemungkinan virus JD
akan banyak beredar di propinsi
Kepulauan riau dan dapat menimbulkan wabah penyakit Jembrana. Hasil uji Elisa positif antibodi Jembrana menunjukkan bahwa pada ternak yang bersangkutan terdapat material antigenik virus Jembrana yang dapat disebabkan oleh adanya vaksinasi atau apabila ternak tersebut tidak divaksin berarti ternak tersebut pernah terpapar oleh virus Jembrana dan tubuh berhasil membentuk pertahanan dan dapat menetralisir virus dalam tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Secara keseluruhan dari sampel yang diuji yang berasal dari propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau terdapat 193 dari 424 sampel (45,52%)
positif virus JD dan 134 dari 435 sampel (30.80%) positif antibodi
terhadap virus JD. Keadaan ini perlu mendapat perhatian yang serius untuk mencegah terjadinya wabah JD di masing-masing propinsi.
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
21
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4. 1. Kesimpulan 1.
Sampel yang berasal dari Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau terdapat 193 dari 424 sampel (45,52%)
positif virus
JD. 2.
Hasil pengujian serologis Elisa JD menunjukkan 134 dari 435 sampel (30.80%) positif antibodi terhadap virus JD.
4.2.
Saran 1.
Untuk mendapatkan hasil surveilans yang lebih informatif dan representatif, pelaksanaan surveilans penyakit Jembrana masih perlu ditingkatkan mulai dari perencanaan sampai pada pengambilan sampel dan pencarian data di lapangan.
2.
Kerja sama dan koordinasi antara Balai Veteriner Bukittinggi dengan Dinas Peternakan Propinsi dan Kabupaten perlu ditingkatkan lagi.
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
22
DAFTAR PUSTAKA Anonimus (1999), Peta Situasi Penyakit Hewan di Propinsi Sumatera Barat, Jambi, dan Riau Tahun 1999, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional II Bukittinggi. Anonimus (2004), Peta Situasi Penyakit Hewan di Propinsi Sumatera Barat, Jambi, dan Riau tahun 2004, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional II Bukittinggi. Anonimus (2009), Laporan Penyidikan Penyakit Jembrana di Regional II tahun 2009, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional II Bukittinggi. Bandini Y, (1997). Sapi Bali. Penerbit PT. Penebar Swadaya. Dharma, D.N, A.A.G., Putra, (1997). Penyidikan Penyakit Hewan. C.V. Bali Media Adhikarsa. Denpasar. Darmadja, D. (1990). Setengah Abab Peternakan Sapi Tradisional dalam Ekosistem Pertanian di Bali. Disertasi Unpad Bandung. Dharma, D.N, P.W., Ladds, G.E., Wilcox, R.S., Chambell, (1994). Immunopathology of Experimental Jembrana Disease in Bali Cattle. J. Vet. Immunopathology. Pane, (1990). Upaya Peningkatan Mutu Genetik Sapi Bali di P3 Bali. Seminar Nasional Sapi Bali Denpasar. Gunawan, (1993). Sapi Madura sebagai Ternak Kerja, Potong, Karapan, dan Sonok. Penerbit Kanisius. Jakarta. Hartaningsuh, N., G.E., Wilcox, D.M.N., Dharma, M., Soetrisno, (1993). Distribution of Jebrana Disease in Cattle in Indonesia. J.Vet Microbiol Putra, A.A.G., D.M.N, Dharma, S., Soeharsono, T. Syafriati (1983). Studi Epedimiologi Penyakit Jembrana di Kabupaten Karangasem Tahun 1981. Tingkat Mortilitas, Tingkat Morbiditas, Atact Rate. Annual Report on Animal Disease Investigation in Indonesia During The Period of 1981 – 1982. Setiadi, B. (1992). Berternak Sapi Daging dan Masalahnya. Lembaga Penelitian Ternak Bogor. Penerbit Aneka Ilmu Semarang. Soeharsono S. (1993). Studies of Jembrana Disease in Bali Cattle. A thesis submitted for the degree of Doktor of Philosophy. Murdoc University. Subronto (1995). Ilmu Penyakit Ternak I, Universitas Gadjah Mada Press Wilcox G.E., G., Kertayadnya, N., Harataningsih, S., Soeharsono, D.M.N, Dharma, T., Robetson, (1992). Evidence for Viral Etiology of Jembrana Disease in Bali Cattle. J. Vet. Microbiology
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
23
LAMPIRAN
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
24
Gejala klinis yang terlihat pada wabah Penyakit Jembrana di Kabupaten Rokan Hilir, keringat berdarah, pembesaran limfoglandula prefemoralis
Proses pemisahan buffycoat di laboratorium untuk pengujian PCR
Laporan Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana Th. 2013
25